You are on page 1of 12

Kejang demam merupakan kelainan yang sering terjadi diantara penyakit saraf anak.

Sekitar 3-4 persen dari anak usia 6 bulan hingga 5 tahun pernah menderita kejang demam dan 5 persen dari kunjungan kebagian gawat darurat medis berhubungan dengan serangan kejang. Kejang demam merupakan peristiwa yang menakutkan, membingungkan dan menimbulkan kecemasan bagi orang tua. Tidak sedikit orang tua yang mengira anaknya akan meninggal sewaktu mengalami kejang. Kecemasan orang tua bahkan dapat teratasi, karena takut kejang akan berulang dan menimbulkan kerusakan saraf. Beberapa faktor yang penting pada kejang demam adalah demam, umur, genetik, faktor prenatal, dan perinatal. Alasan mengapa seorang anak lebih peka untuk mendapatkan serangan kejang dibandingkan anak lain belum diketahui dengan pasti. Hingga saat ini sulit untuk meramalkan akan terjadinya kejang pada anak yang demam. Diagnosa kejang dapat ditegakkan berdasarkan modifikasi kriteria Livingstone. Umumnya tidak sulit menegakkan diagnosa kejang demam. Akan tetapi kejang dengan suhu badan yang meningkat juga dapat terjadi pada kelainan lain seperti meningitis dan ensefalitis yang bisa menimbulkan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan lumbal pungsi harus dilakukan apabila terdapat keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis. Resiko mengalami kejang demam berulang terdapat pada 30-40% anak setelah kejang yang pertama. Penatalaksanaan kejang demam meliputi 3 hal yaitu pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab demam serta pencegahan terhadap berulangnya kejang. Prognosis kejang umumnya baik. Angka kematian yang disebabkan kejang demam sangat rendah yaitu 0,08%. Perkembangan intelegensia dan mental anak yang menderita kejang demam tidaklah berbeda dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. Penjelasan pada orang tua mengenai perjalanan penyakit, penanganan demam dan pertolongan pertama saat kejang sangat dibutuhkan.

LAPORAN KASUS Identitas

Seorang pasien anak laki-laki, usia 5 tahun, dengan berat badan 15 kg,tinggi badan 108 cm, agama Islam, penderita MSR : 07 Januari 2013 pukul 22.30 Wita dengan keluhan utama kejang demam. Anamnesis

Keluhan utama : kejang demam Riwayat penyakit sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RSU Anutapura. Pasien MRS awalnya demam, batuk, muntah, kemudian kejang. Batuknya sudah dirasakan sejak 2 minggu yang lalu tetapi demamnya baru hari ini. Pasien baru kali ini demam yang disertai kejang. Kejangnya hanya terjadi pada bagian kanan tubuh pasien dan berlangsung lebih dari 30 menit. Pasien sementara mengkonsumsi depaken dan pratropil Riwayat penyakit dahulu

Pasien pertama kalinya kejang pada usia 1 tahun dengan bangkitan kejang mencapai 5 kali dalam 1 tahun. Kejang biasanya timbul apabila pasien muntah setelah batuk saat tidur dan tidak disertai demam. Pasien pernah di EEG dan terdapat kelainan Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien mempunyai riwayat kejang saat masih kecil pada usia 4 tahun sampai SD. Pemeriksaan Fisik

GCS (E1 M1 V1) karena pengaruh obat Keadaan umum : sakit berat Status gizi : gizi kurang Berat badan : 15 kg, TTV Nadi Suhu Pernafasan Tekanan darah : 139 x/mnt : 380C : 26 x/mnt : 100/70 mmHg Tinggi badan : 108 cm

Kepala Leher Sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis, bibir tidak sianosis, tidak ada pembesaran getah bening Thoraks Simetris kiri dan kanan Bunyi pernafasan : bronchovesicular Rhonki (+/+) Wheezing (-/-) Bunyi jantung I dan II : murni reguler

Abdomen Lemas Turgor kulit baik Peristaltik normal ekstremitas Akral hangat Laboratorium WBC Plt Hb Rbc Hct : 16.6 : 618 : 11.3 : 3.84 : 33,2%

Diagnosis

Epilepsi + Kejang demam Penatalaksanaan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

IVFD RL 30 gtt/mnt Inj. Ceftriaxone 2x600 mg IV. Lakukan skin test Inj. Dexamethasone 3x2.5 mg Bufet forte syrup 4x3/4 sendok Stesolid 3x1 sendok Apabila kejang, injeksi diazepam IV 4 mg secara perlahan.

Follow up 8 Januari 2013 Keluhan : pusing KU : sakit sedang, kesadaran : apatis TD : 100/60 mmHg, N: 128 x/mnt, S: 38.30C, R: 22x/mnt Kepala leher : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, tidak ada pembesaran limfonodi. Thoraks : Suara paru bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II murni reguler. Abdomen : Peristaltik normal, turgor kulit baik, perut datar, nyeri epigastrik (+) Ekstremitas : akral hangat Diagnosis Kejang demam kompleks Terapi Terapi lanjut

Follow up 9 Januari 2013 Keluhan : sakit perut, panas, muntah 1 kali KU : sakit sedang, kesadaran : apatis TD : 110/60 mmHg, N: 120 x/mnt, S: 37.60C, R: 22x/mnt Kepala leher : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, tidak ada pembesaran limfonodi. Thoraks : Suara paru bronkovesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II murni reguler. Abdomen : Peristaltik normal, turgor kulit baik, perut datar, nyeri epigastrik (+) Ekstremitas : akral hangat Diagnosis Kejang demam kompleks Terapi Terapi Lanjut

Diskusi Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan demam kemudian batuk lalu kejang dimana kejangnya berlangsung 30 menit. Keluarga mengaku bahwa pasien baru kali ini menderita kejang yang diawali demam. Sebelumnya pasien hanya batuk lalu kejang. Pasien pertama kalinya mengalami kejang pada usia 1 tahun dengan bangkitan 5 kali dalam setahun. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ibu pasien pernah mengalami kejang pada waktu kecil Jenis kejang demam dapat didiagnosis menggunakan pedoman kriteria modifikasi Livingstone yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Umur anak saat terjadi kejang antara 6 bulan 4 tahun Durasi kejang tidak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah demam Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan EEG 1 minggu setelah demam normal Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

Apabila pasien memenuhi kriteria diatas maka pasien digolongkan sebagai pasien dengan kejang demam sederhana. Sedangkan apabila tidak memenuhi kriteria tersebut disebut epilepsi yang diprovokasi demam. Namun pembagian menurut Livingstone saat ini banyak ditentang karena dengan menggunakan kriteria tersebut sangat banyak pasien yang termasuk dalam epilepsi yang diprovokasi demam dengan konsekuensi pasien harus mendapat pengobatan rumat. Nelson dan Ellenberg tahun 1976 membagi kejang demam atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang bersifat umum, berlangsung kurang dari 15 menit dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang bersifat fokal, berlangsung lama, lebih dari 15 menit dan berulang dalam 24 jam. Kejang demam harus dibedakan dari penyakit dengan gejala disertai demam maupun kejang lainnya. Selain kejang demam, kejang yang didahului demam disebabkan oleh 1. Infeksi intrakranial 2. Penyakit lain dengan manifestasi klinis kejang yang disertai demam Infeksi intrakranial Sampai sekarang infeksi intrakranial masih merupakan masalah karena dapat menyebabkan kerusakan otak permanen. Keadaan ini memerlukan diagnosis sedini mungkin. Penyebab infeksi intrakranial adalah virus, bakteri, atau mikroorganisme lain seperti M. Tuberkulosis

atau jamur. Adanya infeksi intrakranial ditandai dengan gejala demam, kejang yang biasanya agak lama dan setelah kejang terdapat penurunan kesadaran serta defisit neurologis lainnya seperti tanda rangsang meningeal, kelumpuhan ekstremitas yang simetris atau asimetris serta kelumpuhan saraf kranialis. Secara garis besar infeksi SSP dibedakan menjadi ensefalitis, meningitis bakterialis, meningitis tuberkulosis dan meningitis virus. Kecurigaan adanya infeksi intrakranial mewajibkan kita untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Klinis/Lab Meningitis bakteria /purulenta Awitan Akut Akut Demam < 7 hari < 7 hari Tipe kejang Fokal/umum Umum Singkat/lama Singkat Singkat Kesadaran Sopor-koma Apatis-som Pemulihan Lama Cepat kesadaran Tanda ++/rangsang meningeal Tekanan Sangat Meningkat intrakranial meningkat Paresis +++/+/Pungsi Jernih, Keruh/opalesen lumbal Normal/ Segmenter/ limfositer limfositer Etiologi Virus HS Bakteri Terapi Antivirus Antibiotik Ensefalitis Meningitis serosa tuberkulosa Kronik < 7 hari Umum Singkat Som-sopor Lama ++/Meningitis serosa virus Akut < 7 hari Umum Lama >15 Sadar-apatis Cepat +/Kejang demam Akut < 7 hari Fokal/umum Somnolen Cepat -

Sangat meningkat +++ Jernih/ xantokrom Limfo/segmen M. tuberculosis Anti TBC

Normal Jernih Normal Virus

Normal Jernih Normal Diluar SSP

Simptomatik Peny. dasar

Demam dan kejang sebagai manifestasi klinis penyakit Keadaan ini paling sering disebabkan oleh 1. Serangan kejang pada penderita epilepsi yang sedang demam. Biasanya ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Karena beberapa penderita epilepsi memang rentan terhadap demam dan demam sering menjadi pencetus serangan kejang. 2. Gastroenteritis dehidrasi disertai kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit atau hipoglikemia. Terdapat riwayat muntah dan muntah sebelumnya. 3. Bronkopneumonia disertai hipoksia dan kejang. Terdapat gejala panas, batuk dan disertai sesak nafas. Pada keadaan yang berat, terdapat tarikan dinding dada bagian bawah, anak gelisah dan sianosis.

Penatalaksanaan Penatalaksanaan kejang demam mencakup 3 hal 1. Pengobatan fase akut 2. Mencari dan mengobati penyebab demam 3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Pengobatan fase akut Pada fase akut, seperti tindakan gawat darurat lainnya, penderita dibaringkan di tempat yang aman, posisi miring dengan kepala lebih rendah untuk mencegah aspirasi, longgarkan semua pakaian yang ketat, bebaskan jalan nafas agar oksigenasi tidak terganggu,jangan menahan gerakan tubuh apalagi mengikat tubuh penderita, turunkan panas dan awasi tandatanda vital. Kejang harus dihentikan secepatnya. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dosis maksimal adalah 20 mg. Apabila sukar mencari vena, dapat diberikan secara intrarektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Bila masih tetap kejang, diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila terlalu cepat bisa menyebabkan depresi sistem kardiorespirasi. Setelah pemberian fenitoin harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan dapat menyebabkan iritasi vena. Kadar diazepam dalam otak sudah menurun dalam waktu 30-60 menit dan pasien dapat kejang kembali sehingga perlu perlu pemberian obat anti kejang dengan masa yang lebih lama. Bila kejang berhenti dengan diazepam, maka diberikan fenobarbital secara intramuskular dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB atau untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan 1 tahun 75 mg. Dosis selanjutnya diberikan oral 24 jam setelah dosis awal yaitu hari I dan II fenobarbital 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, hari berikutnya 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis Bila kejang diatasi dengan fenitoin, pengobatan rumat dilanjutkan dengan fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis dimulai 12-24 jam setelah pemberian bolus fenitoin. Dosis maksimal adalah 300 mg sehari. Demam harus diturunkan dengan antipiretik seperti paracetamol 10 mg/kgBB/kali atau ibuprofen 20 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.

Mencari dan mengobati penyebab demam Penyebab demam harus segera dicari dan diobati. Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, infeksi saluran kemih atau setelah imunisasi DPT. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium darah perlu dilakukan untuk mencari penyebab demam. Lumbal pungsi dan analisa cairan serebrospinal dilakukan bila terdapat kecurigaan kemungkinan meningitis. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam. Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian, yaitu: 1. Profilaksis intermiten Untuk mencegah terulangnya kejang kembali dikemudian hari, penderita yang menderita kejang demam sederhana diberikan diazepam secara oral untuk profilaksis intermiten dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat juga diberikan secara intrarectal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10 kg) dan 10 mg (BB>10kg) setiap pasien menunjukan suhu lebih dari 38,5C. Profilaksis intermiten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedarhana sangat kecil, yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. 2. Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang berguna untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup didalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/ kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu: 1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal, retardasi mental). 2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. 3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung. 4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral alau rektal tiap 8 jam di samping antipiretik Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut :

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat Pemberian oksigen melalui face mask Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.

10

PROGNOSA Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi : Kejang demam berulang Epilepsi Kelainan motorik Gangguan mental dan belajar

11

Daftar Pustaka Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Pasien dengan Kejang. Sagung Seto. Jakarta Akune Kartin, dr. Sp.A.2002. Buku Kumpulan Laporan Kasus Neurologi Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat-RSUP Malalayang.Manado Soetomenggolo S. Taslim,Ismael Sofyan. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.

12

You might also like