You are on page 1of 64

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat serta semakin luas penyebarannya dari tahun ke tahun. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara-negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006). Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2007). Tahun 2004, DBD menimbulkan KLB di 12 propinsi dengan jumlah 79.462 penderita dan 957 menyebabkan kematian. Awal tahun 2007, kembali

terjadi KLB di 11 propinsi. Jumlah kasus DBD tahun 2007 sampai Juli adalah 102.175 kasus dengan jumlah kematian 1.098 jiwa (Dinkes RI, 2008). Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Jawa Timur baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur. Penyebaran kasus DBD di Jawa Timur terdapat di 38 kabupaten/kota (semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Dari laporan Kabupaten/Kota, pada tahun 2009 di Jawa Timur DBD merupakan KLB dengan jumlah penderita terbanyak yaitu 2.958 penderita dan kematian 33 orang (CFR 1,12%) (Dinkes Jatim, 2009). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang tahun 2008 kasus DBD telah menyebar luas ke seluruh wilayah Kabupaten Jombang. Penyakit ini sering muncul sebagai KLB dengan angka kesakitan dan angka kematian yang relative tinggi. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Jombang selama kurun waktu 2008 adalah sebanyak 645 kasus dengan 21 kematian (Dinkes Jombang, 2008). Berdasarkan data penyebaran kasus DBD di Puskesmas Cukir yang melayani 11 desa/kelurahan selama 3 bulan terakhir jumlah kasus DBD di desa Grogol merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak. Angka kejadian DBD di desa Grogol yang lebih besar jika dibandingkan dengan desa lainnya di

wilayah kerja Puskesmas Cukir bisa disebabkan oleh 3 faktor, yaitu faktor perilaku dari masyarakat, faktor agen penyebab (nyamuk), dan faktor lingkungan. Dari beberapa faktor host dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian DBD di desa grogol,peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai distribusi usia, jenis kelamin, Indeks Massa Tubuh, penyakit penyerta, perlaku masyarakat dan sanitasi lingkungan (jumlah kontainer dan ada atau tidaknya jentik dalam kontainer).
1.2

Rumusan Masalah

Apa sajakah faktor resiko insiden Demam Berdarah Dengue? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan insiden DBD di desa Grogol kecamatan Diwek. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui apakah usia merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 2. Untuk mengetahui apakah jenis kelamin merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 3. Untuk mengetahui apakah Indeks Massa Tubuh merupakan faktor resiko kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 4. Untuk mengetahui apakah ada tidaknya penyakit penyerta merupakan faktor resiko kejadian DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek.

5. Untuk mengetahui apakah pengetahuan masyarakat tentang pemberantasan sarang nyamuk merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 6. Untuk mengetahui apakah perilaku sehat merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 7. Untuk mengetahui apakah dari jumlah kontainer merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 8. Untuk mengetahui apakah dari keberadaan jentik dalam kontainer merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol Kecamatan Diwek. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M). 2. Bagi Masyarakat Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD. 3. Bagi Peneliti lain Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DBD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan menifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, kebocoran plasma (plasma leakage), dan diatesis hemoragik.8,9,10 Penyakit DBD ditandai dengan demam yang mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan, lebam/ruam. Kadangkadang mimisan, berak darah, kesadaran menurun atau shock.2 2.2 Epidemiologi Transmisi virus dengue tergantung pada faktor biotik dan faktor abiotik. Yang termasuk dalam faktor biotik adalah virus, vektor, dan penjamu. Sedangkan pada faktor abiotik adalah seperti suhu, kelembapan, dan musim penghujan (WHO,2011). 2.2.1 Virus dengue

Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari genus Flavivirus (Arbovirus Grup B), salah satu genus familia Flaviviridae. Dikenal ada empat stereotipe virus dengue yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Jika terinfeksi dengan salah satu stereotipe diatas menyebabkan imunitas sepanjang hayat pada stereotipe tersebut. Namun jika terinfeksi kembali dengan stereotipe yang bebeda dapat menyebabkan derajat dari DHF yang terberat yaitu DSS. Ke-empat stereotipe virus dengue ini berhubungan dengan epidemis dari dengue fever (baik

dengan maupun tanpa DHF) dengan derajat keparahan yang berbeda (WHO, 2011). 2.2.2 Vektor

Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan terutama oleh nyamuk Aedes aegypti. Meskipun nyamuk Aedes albopictus dapat menularkan DBD tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di kebun-kebun. Oleh karena itu dalam pokok bahasan ini hanya menguraikan tentang nyamuk Aedes aegypti, morfologinya, lingkaran hidupnya, cara penularannya dan kegiatan pemberantasannya (Depkes RI, 2008). a. a. Morfologi Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintikbintik putih pada bagian badan dan kaki (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.1 Aedes aegypti dewasa

b.

Kepompong Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih

besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.2 Kepompong Aedes aegypti

c.

Jentik / larva Jentik (larva) Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan

pertumbuhan larva tersebut, yaitu: Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm Instar II : 2,5-3,8 mm Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II Instar IV : berukuran paling besar 5 mm (Depkes RI, 2008)

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.3 Jentik Aedes aegypti

d.

Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval

yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.4 Telur Aedes aegypti

b.

Siklus hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.5 Siklus hidup Aedes aegypti

c.

Tempat Perkembangbiakan

Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2008). Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember. b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu (Depkes RI, 2008). d. Perilaku Nyamuk Dewasa

Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istrirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah (Depkes RI, 2008). Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika

dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4 hari. Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle) (Depkes RI, 2008).

(Depkes RI, 2008) Gambar 2.6 Siklus gonotropik Aedes aegypti

Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit (Depkes RI, 2008). Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat

perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Depkes RI, 2008). Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam

waktu 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2C sampai 42C, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat (Depkes RI, 2008). e. Penyebaran

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum (Depkes RI, 2008). Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2008). 2.2.3 Penjamu

Sebagai sumber penularan dan sebagai penderita penyakit DBD. Berdasarkan golongan umur maka penderita DBD lebih banyak pada golongan umur kurang dari 15 tahun. Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia adalah: a. Umur

Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Lebih banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar (Depkes RI, 2002)

b.

Jenis kelamin Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan

DBD dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Filipina dilaporkan bahwa rasio antar jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan.Singapura menyatakan bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan. c. Nutrisi Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
d.

Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).

e.

Sosial Budaya Lingkungan sosial dan budaya merupakan lingkungan yang bersifat

dinamis dan cukup pelik. Suatu lingkungan sosial sosial tertentu tidak begitu saja memberi pengaruh yang sama kepada semua orang. Kebiasaaan sosial mungkin akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Mukono, 2000). f. Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan DBD yang dilakukan. g. Status Ekonomi Akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit. h. Suku bangsa Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing sehingga hal ini juga mempengaruhi penularan DBD. i. Daya tahan Tubuh (Imunitas) Daya tahan tubuh adalah sistem pertahanan tubuh dari benda asing yang masuk dalam tubuh baik itu virus ataupun bakteri. Makin kuatnya daya tahan tubuh seseorang dapat menghambat perkembangan virus DBD dalam tubuh. (Depkes RI, 2002) j. Populasi Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.

k.

Mobilitas penduduk Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi

penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005). 2.2.4 Lingkungan Lingkungan fisik Macam kontainer / tempat penampungan air Macam tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan air air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101200 lt dan lain-lain), penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA (terang atau gelap) dan sebagainya (Depkes RI, 2002). b. Ketinggian tempat

2.2.4.1 a.

Ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyebaran Aedes aegypti. Di india, Aedes aegypti terebar mulai dari ketinggian 0 hngga 1000 meter diatas permukaan laut. Di dataran rendah (kurang dari 500 meter)tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi, sementara di daerah penggunungan (lebih dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara asia

tenggara, ketinggian 1000 sampai 1500 meter merupakan batas penyebaran Aedes aegypti. Di belahan dunia lain, nyamuk tersebut ditemukan didaerah yang lebih tinggi, seperti ditemukan pada ketinggian lebih dari 2200 meter di kolombia (WHO, 2000). c. Iklim

Iklim adalah salah satu komponen pokok dalam lingkungan fisik, yang terdiri dari : Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah (10C). Tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhu sampai dibawah suhu kritis (4,5C). Pada suhu yang lebih tinggi dari 35C mengalami keterbatasan proses-proses fisiologis. Rata-rata suhu maksimum untuk pertumbuhan nyamuk 25-27C. Kelembapan nisbi udara Kelembapan nisbi udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen Curah hujan Hujan dapat mempengaruhi kehidupan nyamuk dengan dua cara yaitu menyebabkan naiknya kelembapan nisbi udara dan menambah tempat jumlah perindukan

Kecepatan angin Angin dapat berpengaruh pada penerbangan nyamuk, bila kecepatan angin 11-14m/detik aan menghambat

penerbangan nyamuk (Depkes RI, 2002). 2.2.4.2 Lingkungan Biologi Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang

mempengaruhi kelembababan dan pencahayaan di dalam rumah dan halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah pantai akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi sepanjang tahun di tempat tersebut. Hal hal ini seperti merupakan fokus penularan untuk tempat-tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan menyebar ke tempat lain dan pada saat bukan musim hujan kembali lagi ke pusat penularan (Depkes RI, 2002). 2.2.4 Perilaku kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes RI, 2002).

a. Perilaku hidup sehat Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku sakit (illness behavior)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarga) yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi: a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit yang layak. Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit

(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya). Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah: a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas bunga, air tempat minum burung.

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak mandi, dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat berkembang biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat. c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali. Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya dikuras maksimal 1 minggu sekali. d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa (Depkes RI, 1995). e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik bekas air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah membakarnya. f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).
g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang

wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu. Terutama waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang hari.
h.

Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998).

i.

Menaburkan bubuk abate satu sendok makan ( 10 gram) untuk 100 liter air (Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Handrawan Nadesul, 1998).

j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI) 2.3 Patogenesis Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Ada dua teori yang banyak dianut pada DBD. Pertama, adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan trannsformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.9,18 Kedua, adalah hipotesis yang menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus penyakit lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia, maupun pada tubuh nyamuk.9

2.4 Manifestasi Klinis Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian, dapat menyebabkan keadaan mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu DBD dan dengue shock syndrome (DSS).18,19 Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.14,24 Derajat penyakit DBD menurut WHO tahun 1997 dibagi menjadi 4 derajat, yaitu: 9,11,18,19 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tornikuet. Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba, tekanan darah tidak terukur.

2.5 Penatalaksanaan Tatalaksana DBD bersifat simptomatik dan suportif, yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan,

maka cairan intrvena rumatan perlu diberikan. Apabila keluarga atau masyarakat menemukan gejala dan tanda klinis DBD, maka pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:1,7,9,11,18 1. Tirah baring selama demam 2. Antipiretik, hanya diperlukan jikan suhu badan 38,5C sebaiknya dikompres hangat dahulu 3. Minum banyak (1-2 liter/hari)
4. Jika dalam 2 hari panas tidak turun atau panas turun disertai timbulnya gejala

dan tanda lanjut seperti perdarahan di kulit (seperti bekas gigitan nyamuk), muntah-muntah, gelisah, mimisan dianjukan untuk segera dibawa

berobat/memeriksakan ke dokter atau unit pelayanan kesehatan untuk segera mendapata pemeriksaan dan pertolongan. 2.6 Pencegahan Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau jentiknya:
Nyamuk Dewasa Dengan Insektisida (fogging dan ULV)

Fisik Nyamuk Dewasa Kimiawi Biologi

Gambar 3 Cara Pemberantasan DBD1

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari

pengendalian

vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:1,4,17,19,20 1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,

modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: a. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. b. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali seminggu. c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air. d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya. 2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). 3. Kimiawi
a. Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan: 16,19,20 b. Pengasapan/fogging dengan menggunakan

malathion dan fenthion,

berguna tertentu.

untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

c. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan

air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan 3M, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat.1,19,20
2.7 Perilaku mengenai 3M (Menguras, Menutup, Mengubur)

Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku itu ke dalam 3 domain. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang terdiri dari:21
a) kognitif (cognitive domain), b) afektif (affective domain), c)

psikomotor (psycomotor domain) Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk

kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:21


a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(knowledge)
b) Sikap atau tanggapan peserta didik

terhadap materi

pendidikan

yang

diberikan (attitude)

c)

Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan (practice) Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi.21 Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.26 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan masyarakat.22,23 Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu:21
a.

Tahu (know) diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (comprehention) yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar obyek yang diketahui secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap obyek yang dipelajari.
c.

Aplikasi (aplication) yaitu segala kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi penggunaan hukum-hukum, rumusrumus, metode, prinsip dalam kontak atau situasi lain.

d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi atau menyusun formulasi-formulasi yang telah ada.
f.

Evaluasi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian terhadap materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / afektif (senang, benci, sedih, dsb),di samping komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif / psikomotor (kecenderungan bertindak). Selain bersifat positif atau negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dsb). Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang obyek tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.21,22

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:21


a.

Menerima (receiving) Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.
c.

Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju).21 2.8 Desa Grogol
2.8.1 Geografi

Desa Grogol merupakan salah satu dari 13 desa dari kecamatan Diwek yang berjarak kira - kira 3 km dari Puskesmas Cukir kurang lebih 12 km dari ibu kota kabupaten Jombang. Desa Grogol memiliki batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Bandung

Sebelah Timur : Desa Bulurejo Sebelah Selatan : Desa Jatirejo dan Desa Cukir Sebelah Barat : Desa Gondek dan Desa Jogoroto Sebagian besar wilayah desa adalah kawasan pertanian dan terdapat

sebagian kecil tanah tegalan, selebihnya adalah kawasan pemukiman penduduk. Luas wilayah desa Grogol 380,34 Ha dengan proporsi lahan sebagai berikut :

Daerah Pemukiman, seluas 150,93 Ha Daerah Sawah, seluas 218,28 Ha Daerah Tegalan, seluas 0,74 Ha Daerah Kawasan Industri, seluas 0,65 Ha

Daerah Kolam, seluas 0,77 Ha Area Jalan, seluas 8,97 Ha Tingkat kesuburan tanah termasuk kategori subur. Kondisi jalan penghubung berupa aspal dan makadam. Sarana transportasi berupa mobil angkutan umum, ojek dan becak. Secara administratif desa Grogol terdiri dari 6 dusun yaitu :

Dusun Grogol yang terdiri dari 6 RT, 5 RW dengan 493 KK. Dusun Dempok yang terdiri dari 11 RT, 4 RW dengan 679 KK. Dusun Bogem yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 353 KK Dusun Sentanan yang terdiri dari 2 RT, 2 RW dengan 213 KK Dusun Tawar yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 168 KK Dusun Bongsorejo yang terdiri dari 4 RT, 2 RW dengan 193 KK

2.8.2 Demografi Demografi/ kependudukan Desa Grogol pada periode Januari - Desember tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Grogol secara keseluruhan berjumlah 7.275 jiwa, terdiri dari laki laki 3.729 jiwa sedang perempuan 3.546 jiwa. Dengan jumlah 2099 Kepala Keluarga dan Kepadatan penduduk sebesar 20 jiwa per Ha. Tabel 1. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Usia Usia 0 - 12 bulan 1 - 4 tahun 5 - 6 tahun 7 - 12 tahun 13 - 15 tahun 16 - 18 tahun 19 - 25 tahun 26 - 35 tahun 36 - 45 tahun 46 - 50 tahun 51 - 60 tahun 61 - 75 tahun > 75 tahun Jumlah Laki-Laki 186 137 283 142 210 330 330 380 400 311 355 310 260 3729 Perempuan 170 149 233 224 215 346 355 391 375 321 346 330 261 3546 Total 256 286 516 366 425 676 685 771 775 632 701 640 521 7275

Dari data diatas, yang ditunjukkan oleh tabel 1, maka jumlah penduduk usia produktif (16-45 tahun) sebesar 2907 jiwa dan jumlah penduduk usia non produktif 0-15 tahun sebanyak 1849 jiwa dan 46-75 tahun sebesar 1973 jiwa, jadi di Desa Grogol penduduk usia non produktif lebih besar dibandingkan usia produktif. Indikator kesehatan :

Jumlah kelahiran selama periode tahun 2011 : 101 Jumlah kematian selama periode tahun 2011 : 65

2.8.3 Pemerintahan Pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh aparat pemerintah lainnya. Tabel 2. Menunjukkan jumlah dan jabatan aparat pemerintahan desa. Tabel 2. Jabatan dan Jumlah Aparat Pemerintahan Desa No.
1 2 3

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 13 14

Jabatan Kepala Desa Sekretaris Desa Kaur Umum Kaur Pembangunan Kaur Keuangan Kaur Pemerintahan Kaur Kesra Kepala Dusun Grogol Kepala Dusun Dempok Kepala Dusun Bogem Kepala Dusun Sentanan Kepala Dusun Tawar Kepala Dusun Bongsorejo Ketua RT Ketua RW Jumlah

Jumlah 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 31 17 29

2.8.4 Agama Distribusi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No 1 2 3 4 5 6 Agama Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Hindu Budha Lain-lain Total Jumlah 6799 532 19 7275

Tabel 4. Fasilitas Peribadatan No Tempat Peribadatan Jumlah 1. Masjid 6 2. Musholla 19 3. Gereja 1 Kegiatan keagamaan : tahlilan, yasinan, kebaktian di gereja Peranan Kyai/ ulama/ tokoh masyarakat : aktif. 2.8.5 Pendidikan Distribusi penduduk berdasarkan pendidikan dapat dilihat dibawah ini Tabel 5. Distribusi Penduduk Desa Grogol Berdasarkan Pendidikan
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pendidikan Belum sekolah Tidak sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Perguruan tinggi Jumlah Jumlah 2231 147 287 1205 1574 1391 415 7275

Dari tabel di atas didapatkan jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan rendah (belum/ tidak sekolah, tidak tamat SD, SD/ sederajat) sebesar 3870 jiwa (53%), tingkat sedang (SLTP/ sederajat dan SLTA/ sederajat) sebesar 2965 jiwa (22%), sedangkan tingkat tinggi adalah sebesar 415 jiwa (6%). Jadi di Desa Grogol mayoritas penduduk berpendidikan rendah.

Tabel 6. Fasilitas Pendidikan dan Non Formal


No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis TK SD/ sederajat SLTP/ sederajat SMA/ sederajat Perguruan tinggi Pondik Pesantren Jumlah Jumlah 5 4 2 1 1 13

2.8.6 Mata Pencaharian Penduduk Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mata Pencaharian PNS TNI dan POLRI Petani Buruh tani Jasa medik Wiraswasta Pegawai swasta Pensiunan PNS dan TNI Angkutan Jumlah total Jumlah 34 9 352 556 13 203 512 44 9 7275

Berdasarkan tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Grogol bekerja di bidang pertanian (32%) dan pegawai swasta (30%).

2.8.7 Kesehatan Dibawah ini merupakan daftar dari sarana kesehatan Tabel 8. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Umum Rumah Bersalin / Balai Pengobatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Polindes Posyandu Apotik Tempat Praktek Dokter Jumlah (Buah) 1 15 Jumlah (Orang) 12 3 40

No Tenaga Kesehatan 1 Dokter Umum 2 Dokter Gigi 3 Dokter Spesialis 4 Paramedis 5 Dukun terlatih 6 Bidan Desa 7 Kader kesehatan yang aktif 2.8.8 Sanitasi dan Perumahan Penduduk No 1 2 3 Target N % Cakupan air bersih 1750 85 Cakupan penggunaan 803 90 jamban Jumlah tempat 936 80 Jenis Kegiatan

Tabel 9. Hasil Pemantauan Kesehatan Lingkungan Desa Grogol periode 2011 Realisasi N % 848 48 581 85 0 0 Kesenjangan + 37 18 80

pembuangan sampah Tabel 11. Sarana Air minum No. 1 2 3 4 Uraian Sumur gali Sumur pompa PDAM Sungai Jumlah 825 23 1

Tabel 12. Menunjukkan Jenis dan Distribusi rumah No. Uraian Jumlah

1 2 3 4

Rumah tembok Rumah setengah tembok Rumah papan Rumah bilik/ gedek

1242 215 60 7

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian


Faktor Resiko

Faktor host 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3.BMI 4. Penyakit Penyerta

Faktor Agen 1. Type & subtype 2. Virulensi virus 3. Galur virus

FaktorLingkungan 1. Letak Geografis 2. Cuaca - Kelembaban - Curah hujan 3. Ketinggian 4. Tempat Ibadah 5. Perilaku Masyarakat - Pengetahuan Tentang PSN - Perilaku kesehatan 6. Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga - Kontainer di dalam rumah - Kontainer di luar rumah 7. Keberadaan Jentik Vektor Dengue

Insiden Demam Berdarah Dengue Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Keterangan : = Yang diteliti = Yang tidak diteliti

Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, insiden penyakit demam berdarah dengue dipengaruhi oleh agent, host dan lingkungan (environment). Pada penelitian ini, beberapa faktor host dan lingkungan akan diteliti sebagai sebagai bagian dari faktor resiko. Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue, dimana yang mempengaruhi host yang akan diteliti adalah umur, jenis kelamin, BMI, penyakit penyerta. Sedangkan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi insiden demam berdarah dengue perilaku masyarakat (pengetahuan

tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga (kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik Vektor Dengue. Melalui beberapa faktor resiko baik dari host maupun lingkungan
diharapkan dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi insiden demam berdarah dengue, khususnya pada masyarakat di Desa Grogol Kcamatan Diwek.

3.2 Hipotesis Faktor host dan lingkungan merupakan faktor-faktor resiko insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian survei yang menggunakan rancangan cross sectional. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2012 di desa Grogol.
4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk desa Grogol. Jumlah penduduk desa Grogol sebanyak 7.035 jiwa. 4.3.2 Sampel Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut: n=
N

1+N(d)2

7.035

1+7.035(0,1)2

= 98 Keterangan n N d :

: Jumlah sampel : Jumlah populasi : Tingkat kesalahan yang masih ditolerir (d = 0,1)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan accidental sampling. Kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah: 1. Kriteria inklusi a. Penduduk desa Grogol b. Penduduk desa Grogol yang 3 bulan terakhir berada di Grogol c. Bersedia menjadi responden 2. Kriteria eksklusi a. Bukan penduduk desa Grogol b. Penduduk desa Grogol tapi tidak berada di desa selama 3 bulan terakhir c. Tidak bersedia menjadi responden 4.4 Variabel Penelitian Variabel bebas pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, BMI, penyakit penyerta, perilaku masyarakat (pengetahuan tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga (kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah), dan keberadaan jentik Vektor Dengue. Variabel terikat pada penelitian ini adalah insiden Demam Berdarah Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Variabel Pengganggu pada penelitian ini adalah type dan subtype virus, virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca (kelembaban dan curah hujan), ketinggian, tempat ibadah. Sebagai pengendalian variabel pengganggu, variabel yang dianggap sama adalah type dan subtype virus, virulensi virus, galur virus, letak geografis, cuaca (kelembaban dan curah hujan), ketinggian dan tempat ibadah.

4.5 Definisi Operasional Variabel


1. Umur dikelompokkan menjadi kurang dari 1 tahun, 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14

tahun, 15-44 tahun, dan lebih dari 45 tahun (Soegijanto, 2000).


2. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. 3. BMI (Body Mass Index) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi

dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2006).


4. Penyakit penyerta adalah penyakit yang sedang diderita saat ini. 5. Pemberantasan sarang nyamuk adalah upaya pencegahan penyakit DBD yang

dapat dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat-tempat umum dengan kegiatan 3M Plus, yaitu yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat (Ditjen P2MPL, 2000).
6.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber (Notoatmodjo, 2003). 7. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system

pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes RI, 2002: 3).
8.

Kontainer adalah tempat penampung air yang dapat dikelompokkan

menjadi Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari (bak mandi, bak WC, drum, tempayan/gentong, tandon, dan ember), TPA bukan untuk keperluan sehari-hari (vas bunga dan tempat minum hewan peliharaan), dan TPA alamiah (Depkes RI, 1992).
9.

Keberadaan Jentik Vektor Dengue diukur untuk menghitung indikator

keberhasilan dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Keberadaan jentik yang dinilai yaitu di dalam rumah maupun dalam penampung air atau kontainer. Menurut Depkes RI tahun 1992, indikatorindikator yang digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk adalah:
a. b. c. d. 10. Insiden adalah jumlah kejadian atau kasus baru yang terjadi dalam periode

waktu tertentu. Perhitungan angka insiden berguna untuk mencari penyebab atau faktor risiko timbulnya penyakit.

4.6 Cara pengumpulan data dan Instrumen penelitian 4.6.1 Cara pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode wawancara dengan menggunakan kuisioner dan observasi dan studi dokumentar (register puskesmas). 4.6.2 Instrumen penelitian Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah check list yang nanti merupakan hasil dari wawancara dan observasi langsung. 4.7 Alur penelitian Populasi Sample Pengumpulan Data Wawancara dan Observasi Hasil Analisis Data Gambar 4.1 Skema alur penelitian
4.8 Rencana pengolahan dan Analisis data

Hasil penelitian diolah terlebih dahulu dalam bentuk tabel kemudian data yang diperoleh dan dianalisis. Analisis data dilakukan secara analisis univariat, bivariat, dan multivariat sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi, untuk mendiskripsikan variabel umur, BMI, perilaku masyarakat

(pengetahuan tentang PSN, perilaku kesehatan), kondisi sanitasi lingkungan

rumah tangga (kontainer di dalam rumah dan kontainer di luar rumah), keberadaan jentik Vektor Dengue, House Index (HI), Container Index (CI), Bruteau Index (BI), Angka Bebas Jentik (ABJ), serta insiden Demam Berdarah Dengue di Desa Grogol.
2. Chi-square

Analisis data dilakukan dengan uji Chi-Square dengan SPSS.

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini didapatkan dari data primer, yaitu data wawancara berupa kuesioner dan observasi langsung dengan penggunaan check list, yang dilakukan di desa Grogol, pengambilan data ini dilakukan selama satu hari pada tanggal 19 Oktober 2012. Data diambil dari 98 sampel yaitu dari seluruh penduduk desa Grogol yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan dengan accidental sampling. Penyajian hasil penelitian ini merupakan data karakteristik responden. 5.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian faktor-faktor resiko insiden DBD di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 yang diteliti adalah didapatkan karakteristik sampel sebagai berikut:
1. Berdasarkan usia

Berdasarkan hasil penelitian dari 98 orang sampel, terdapat responden berusia kurang dari 1 tahun sebanyak 1 responden (1,02%), responden berusia 1-4 tahun sebanyak 7 responden (7,14%), responden berusia 5-9 tahun sebanyak 13 responden (13,26%), responden berusia 10-14 tahun sebanyak 17 responden

(17,34%), responden berusia 15-44 tahun sebanyak 40 responden (40,81%), dan responden berusia lebih dari 44 tahun sebanyak 20 responden (20,40%).

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan usia


Usia < 1 tahun 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun 15-44 tahun > 44 tahun Total Jumlah 1 7 13 17 40 20 98 Presentase 1,02% 7,14% 13,26% 17,34% 40,81% 20,40% 100%

(Sumber: Check list 2012) 2. Berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, terdapat 52 responden laki-laki (53,06%) dan 46 responden perempuan (46,94%). Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total Jumlah 52 46 98 Persentase 53,06 % 46,94 % 100 %

(Sumber: Check list, 2012) 3. Berdasarkan BMI Berdasakan pengukuran BMI dari tinggi badan dan berat badan didapatkan12 (12,24%) responden berstatus BMI lebih, 86 (87,75%) responden berstatus gizi cukup, dan tidakada responden yang berstatus gizi kurang. Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan BMI BMI Lebih Cukup Kurang Total Jumlah 12 86 0 98 Persentase 12,24% 87,75 % 0% 100% (Sumber: Check List, 2012)

4. Berdasarkan Penyakit Penyerta Berdasarkan hasil penelitian dari 98 responden, semua responden tidak memiliki penyakit penyerta.

Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Penyakit Penyerta Penyakit Penyerta Ada Tidak Total Jumlah 0 98 98 Persentase 0% 100 % 100% (Sumber: Check List, 2012)

5. Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil sebanyak 67 (68,36%) responden memiliki pengetahuan tentang PSN dan 31 (31,63%) responden tidak mengetahui tentang PSN. Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan terhadap PSN Pengetahuan PSN Mengetahui Tidak mengetahui Total
6. Berdasarkan perilaku sehat PSN

Jumlah 67 31 98

Persentase 68,36% 31,63% 100% (Sumber: Check List, 2012)

Dari penelitian yang dilakukan didaptkan hasil sebanyak 24 (24,48%) responden melakukan kegiatan PSN dan sebanyak 74 (75,51%) responden yang melakukan kegiatan PSN di rumah mereka. Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Perilaku sehat PSN Tindakan PSN Melakukan Tidak melakukan Total Jumlah 24 74 98 Persentase 24,48% 75,51% 100% (Sumber: Check List, 2012)

7. Berdasarkan jumlah kontainer dan adanya jentik pada kontainer

Dari 19 rumah yang diobservasi ditemukan rumah positif jentik nyamuk Aedes aegypti sebanyak 18 (94,73%) dan rumah yang tidak terdapat jentik nyamuk Aedes aegypti sebanyak 1 (5,27%), sehingga didapatkan House Index = 94,73%. Untuk pemeriksaan kontainer diperoleh bahwa dari 119 kontainer yang diperiksa terdapat jentik Aedes aegypti sebanyak 59 kontainer (50,86%), sehingga didapatkan Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan diperoleh Dengue Fever sebesar 9. Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Keberadaan Jentik Diperiksa Rumah Kontainer Jumlah 19 116 Jentik ada tidak 18 1 59 57 HI 94.73 CI 50,86% BI 59 DF 9

5.2 Hasil Analisis Data Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi faktor resiko dari insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek selama periode Agustus-Oktober 2012 maka setiap variabel yang diteliti dilakukan uji chi square. Hasil uji chi square faktor resiko usia terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.8 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Usia
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear by-linear Association N or Valid Cases Value 11.662a 13.063 .021 98 df 5 5 1 Asymp. Siq. (2-sided) .040 .023 .886

Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.8 di atas, didapatkan hasil uji chi square 11.662 dengan nilai p xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa usia tidak bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah. Hasil uji chi square faktor resiko BMI terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.9 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko BMI
Value Df Asymp. Siq. (2-sided) .913 1.000 .912 1.000 .914 .697 Exact Sig (2-sided) Exact Sig (1-sided) Pearson Chi-Square .012a 1 Continuity Correction .000 1 Likelihood Ratio .012 1 Fishers Exact Test Linear by-linear .012 1 Association N or Valid Cases 98 Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.9 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.012 dengan nilai p xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa BMI tidak bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah. Hasil uji chi square faktor resiko tingkat pengetahuan PSN terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.10 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Tingkat Pengetahuan PSN
Value df Asymp. Siq. (2-sided) .908 1.000 .909 1.000 .909 .587 Exact Sig (2-sided) Exact Sig (1-sided) Pearson Chi-Square .013a 1 Continuity Correction .000 1 Likelihood Ratio .013 1 Fishers Exact Test Linear by-linear .013 1 Association N or Valid Cases 98 Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.10 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.013 dengan nilai p xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan PSN tidak bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.

Hasil uji chi square faktor resiko perilaku sehat terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.11 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Perilaku Sehat
Value df Asymp. Siq. (2-sided) .868 1.000 .867 1.000 .869 .616 Exact Sig (2-sided) Exact Sig (1-sided) Pearson Chi-Square .028a 1 Continuity Correction .000 1 Likelihood Ratio .028 1 Fishers Exact Test Linear by-linear .027 1 Association N or Valid Cases 98 Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.11 di atas, didapatkan hasil uji chi square 0.028 dengan nilai p xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa perilaku sehat tidak bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah. Hasil uji chi square faktor resiko keberadaan jentik terhadap insiden DBD di Desa Grogol Kecamatan Diwek dapat ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 5.12 Hasil Uji Chi Square Faktor Resiko Keberadaan Jentik
Value df Asymp. Siq. (2-sided) .092 .182 .083 160 .094 .090 Exact Sig (2-sided) Exact Sig (1-sided) Pearson Chi-Square 2.839a 1 Continuity Correction 1.783 1 Likelihood Ratio 3.002 1 Fishers Exact Test Linear by-linear 2.810 1 Association N or Valid Cases 98 Sumber: Data sekunder yang diolah dengan SPSS 12

Dari tabel 5.12 di atas, didapatkan hasil uji chi square 2.839 dengan nilai p xx (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan jentik tidak bermakna sebagai faktor resiko insiden demam berdarah.

BAB 6 PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu analisis faktor resiko insiden Demam Berdarah Dengue di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. 6.1 Pembahasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat 9 responden yang menderita DBD dari 98 responden yang diwawancarai. Usia yang menderita DBD adalah 10-14 tahun sebanyak 5 responden dan 4 responden berusia 15-44 tahun. Dari uji Chi-Square yang dilakukan hasil p yang didapatkan adalah 0,040 sehingga dapat dikatakan bahwa usia bukan merupakan faktor resiko insiden DBD di desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI tahun 2002 yang menyatakan bahwa golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit. Lebih banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti peluang untuk sakit DBD lebih besar (Depkes RI, 2002). Nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat. Pada penelitian ini nutrisi dihitung berdasarkan body mass index yang dikelompokkan menjadi 3, yaitu BMI lebih, BMI cukup, dan BMI kurang. Dari analisis data yang dilakukan didapatkan p sebesar 0,913

sehingga nutrisi bukan merupakan faktor esiko dari insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang PSN sangat penting bagi individu maupun masayarakat untuk menurunkan angka kejadian DBD. Dari penelitian yang dilakukan tidak didapatkan hasil yang signifikan antara pengetahuan tentang PSN terhadap insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 dengan hasil p dari analisis data sebesar 0,908. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku kesehatan yang mempengaruhi Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah: a. Membersihkan tempat penampungan air seminggu sekali seperti air di vas bunga, air tempat minum burung. b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tempayan, bak mandi, dan tempat penempungan air bersih yang memungkinkan tempat berkembang biak nyamuk, hendaknya ditutup rapat-rapat.

c. Menguras tempat penampungan air, sekurang-kurangnya 1 minggu sekali. Seperti bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air bersih, hendaknya dikuras maksimal 1 minggu sekali. d. Mengubur Barang-barang bekas bekas yang memungkinkan air tergenang seperti ban bekas, kaleng-kaleng bekas, plastik bekas, tempurung kelapa (Depkes RI, 1995). e. Membuang sampah pada tempatnya atau membakarnya seperti plastik bekas air mineral, potongan bambu, tempurung kelapa dan lain-lain, yang dapat menampung air hujan hendaknya dibuang di tempat sampah dan segeralah membakarnya. f. Menggantung pakaian, faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai nyamuk untuk beristirahat (Dinkes Jateng, 2004).
g. Memakai kelambu untuk orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang

wabah demam berdarah sebaiknya waktu tidur memakai kelambu. Terutama waktu tidur siang hari, karena nyamuk Aedes aegypti menggigit pada siang hari.
h. Memakai lotion anti nyamuk pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri

minyak sereh atau minyak anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998). i. Menaburkan bubuk abate satu sendok makan ( 10 gram) untuk 100 liter air (Depkes RI, 1995). Obat abate ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di dalam rumah. Setelah ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah yang ditaburi obat ini. Lapisan

ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat (Handrawan Nadesul, 1998). j. Memelihara ikan pemakan jentik, misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI) Dari analisis data didaptakan hasil p sebesar 0,868 sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku sehat bukan faktor resiko dari insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Dari hasil analisis data tentang jumlah kontainer didapatkan nilai p sebesar 0,092 sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah kontainer bukan meupakan faktor resiko dari insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa tempat penampungan air (TPA) sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan air air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam, plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200 lt dan lain-lain), penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA (terang atau gelap) dan sebagainya (Depkes RI, 2002). Penelitian ini mengobservasi 19 rumah dan 116 kontainer. Dari 19 rumah ditemukan 18 rumah dengan jumlah 59 kontainer yang terdapat jentik. Dengan nilai House Index = 94,73%, Container Index = 50,86. Braeteu Index = 59 dan diperoleh Dengue Fever sebesar 9. Nilai ini menunjukkan bahwa kepadatan nyamuk di Desa Grogol Kecamatan Diwek termasuk kategori tinggi, sehingga mempunyai resiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD.

6.2 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini banyak sekali keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti, diantaranya adalah:
1. Variabel pengganggu dalam penelitian ini belum dapat dikontrol, misalnya

daya tahan tubuh host, tipe dan subtipe dari virus dengue, virulensi virus dengue, dan galur virus dengue.
2. Gejala asimptomatis dari stadium awal DBD yang mungkin terdapat pada

responden yang tidak dapat dievaluasi, sehingga didapatkan insiden DBD yang tidak seimbang dengan sampel.
3. Waktu penelitian yang singkat sehingga faktor resiko yang seharusnya diteliti

sebelum terjadi insiden DBD tapi diteliti setelah terjadi insiden DBD.

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan Faktor resiko insiden DBD desa Grogol periode Agustus-Oktober 2012 bukan faktor host dan linkungan. 7.2 Saran 1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
a. Dapat memecahkan masalah kesehatan mengenai DBD dan sebagai bahan

informasi dalam mengoptimalkan program-program dalam insiden DBD serta pencegahan pembelian antibiotik secara bebas tanpa indikasi yang tepat.
b. Sebagai referensi untuk Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam

mencanangkan program penyuluhan kesehatan tentang DBD. 2. Bagi Masyarakat Setempat Memahami tentang faktor resiko insiden DBD sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap DBD. 3. Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi faktor resiko DBD. b. Sebagai referensi untuk peneliti selanjutnya dalam meneliti faktor resiko

DBD.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN Lampiran 1 Check list wawancara


Respon Ya Tidak

No

Kriteria

Host 1. Nama: 2. Umur: 3. Jenis kelamin: 4. IMT BB: TB: 5. Penyakit penyerta 6. 3 bulan terakhir berada di desa Grogol Tingkat pengetahuan 1 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang PSN . (Pemberantasan Sarang Nyamuk) ? 2 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menguras ? . 3 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Mengubur ? . 4 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang Menutup ? . 5 Apakah bapak/ibu mengetahui tentang cara-cara . membasmi jentik seperti memelihara ikan atau pemberian obate ? 6 Apakah bapak/ibu menimbun sampah padat seperti . kaleng, botol, ember 7 Apakah bapak/ibu mendaur ulang sampah padat . seperti kaleng, botol, ember ? 8 Apakah bapak/ibu menyimpan peralatan rumah . tangga yang sudah dipakai dengan baik ? 9 Apakah bapak/ibu mengubur barang bekas yang dapat . menampung air, seperti ban bekas ? 1 Apakah bapak/ibu menguras tempat penampungan air 0 1 minggu sekali ? . 1 Apakah bapak/ibu menutup tempat penampungan air?

1 Apakah bapak/ibu memberikan insektisida/ pembasmi 2 jentik nyamuk pada tempat penampungan air? . 1 Apakah bapak/ibu memelihara ikan pada tempat 3 penampungan air untuk membasmi jetik nyamuk ? . 1 Apakah bapak/ibu dua minggu sebelum kejadian DBD 4 pernah keluar kota? . 1 Apakah bapak/ibu banyak menghabiskan aktivitasnya 5 di dalam ruangan pada siang hari ? . 1 Apakah rumah bapak/ibu telah dilakukan 6 penyemprotan? . Kontainer 1 Jumlah penampungan air (Kontainer) > 3 . a. Bak mandi b. Drum/tangki c. Gentong d. Vas/pot berisi air e. Bekas kolam f. Wadah minum hewan g. Saluran air / got semen h. Penampungan air lemari es belakang i. Ban bekas j. Peralatan/ember bekas k. Kaleng/botolbekas/pecahan gelas/piring l. Meteran PDAM m. Sangkar burung 2 Memiliki saluran air hujan . 3 Terdapat jentik nyamuk pada kontainer . 4 Penyediaan air bersih .

Lampiran 2 Hasil Analisis Data

Case Processing Summary Cases Missing N Percent 0 .0%

N KASUS * USIA

Valid Percent 98 100.0%

Total Percent 98 100.0%

KASUS * USIA Crosstabulation USIA 10 - 14 th 5 5.1% 13 13 13.3% 13.3% 13 18 13.3% 18.4%

< 1 th KASUS dbd bukan Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total

1 - 4 th

5 - 9 th

1 1.0% 1 1.0%

7 7.1% 7 7.1%

15 - 44 th 4 4.1% 35 35.7% 39 39.8%

> 44 th

Total 9 9.2% 89 90.8% 98 100.0%

20 20.4% 20 20.4%

Chi-Square Te sts Value 11.662a 13.063 .021 98 df 5 5 1 Asymp. Sig. (2-sided) .040 .023 .886

Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .09.

Symme tric M easure s Value .326 98 Approx. Sig. .040

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Proce ssing Summary Cases Missing N Percent 0 .0%

KASUS * BMI

Valid N Percent 98 100.0%

Total N Percent 98 100.0%

KASUS * BM I Crosstabulation BMI lebih KASUS dbd bukan Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total 1 1.0% 11 11.2% 12 12.2% cukup 8 8.2% 78 79.6% 86 87.8% Total 9 9.2% 89 90.8% 98 100.0%

Chi-Square Te sts Value .012b .000 .012 .012 98 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) .913 1.000 .912 .914 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

1.000

.697

a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.10.

Symme tric M e asure s Value .011 98 Approx. Sig. .913

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Processing Summary Cases Missing N Percent 0 .0%

KASUS * PNGT_PSN

Valid N Percent 98 100.0%

Total Percent 98 100.0%

KASUS * PNGT_PSN Crosstabulation PNGT_PSN baik kurang 61 28 62.2% 28.6% 6 3 6.1% 3.1% 67 31 68.4% 31.6%

KASUS

bukan dbd

Total

Count % of Total Count % of Total Count % of Total

Total 89 90.8% 9 9.2% 98 100.0%

Chi-Square Te sts Value .013b .000 .013 .013 98 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) .908 1.000 .909 .909 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

1.000

.587

a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.85.

Symme tric M e asure s Value .012 98 Approx. Sig. .908

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Proce ssing Summary Cases Missing N Percent 0 .0%

KASUS * SADARPSN

Valid N Percent 98 100.0%

Total N Percent 98 100.0%

KASUS * SADARPSN Crosstabulation SADARPSN ya tidak 22 67 22.4% 68.4% 2 7 2.0% 7.1% 24 74 24.5% 75.5%

KASUS

bukan dbd

Total

Count % of Total Count % of Total Count % of Total

Total 89 90.8% 9 9.2% 98 100.0%

Chi-Square Te sts Value .028b .000 .028 .027 98 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) .868 1.000 .867 .869 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

1.000

.616

a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.20.

Symme tric M e asure s Value .017 98 Approx. Sig. .868

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Case Proce ssing Summary Cases Missing N Percent 0 .0%

N KASUS * POS_JENT

Valid Percent 98 100.0%

Total Percent 98 100.0%

KASUS * POS_JENT Crosstabulation POS_JENT pos neg 7 2 7.1% 2.0% 43 46 43.9% 46.9% 50 48 51.0% 49.0%

Total 9 9.2% 89 90.8% 98 100.0%

KASUS

dbd bukan

Total

Count % of Total Count % of Total Count % of Total

Chi-Square Te sts Value 2.839b 1.783 3.002 2.810 98 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) .092 .182 .083 .094 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square a Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

.160

.090

a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.41.

Symme tric M e asure s Value .168 98 Approx. Sig. .092

Nominal by Nominal N of Valid Cases

Contingency Coefficient

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Lampiran 3 Dokumentasi penelitian

Kondisi dapur salah satu responden

Kontainer salah satu responden

Wawancara dengan responden

Kontainer salah satu responden

kondisi salah satu kamar responden

Kontainer salah satu responden

Jentik pada salah satu kontainer responden

Lampiran 4 Kerangka Operasional NO Kategori 1. Tingkat pengetahuan Kriteria Baik, bila mengetahui tentang PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk; 3M + 1, mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan) Buruk, bila tidak memenuhi syarat tersebut Baik, bila melakukan kegiatan 3M+1 (Mengubur, menutup, menguras dan pemberian abate atau ikan) Buruk, bila tidak memenuhi syarat diatas Lebih, bila hasil lebih dari 24,9 Cukup, bila hasil diantara 18,524,9 Kurang, bila hasil dibawah 18,5

2.

Sadar Tindak PSN

3.

BMI

You might also like