You are on page 1of 74

Oleh : Rossy Lambelanova

KEMITRAAN PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT

LATAR BELAKANG PERLUNYA KEMITRAAN


A. Beberapa pendapat ahli tentang kegagalan Pemerintah: (Wasistiono : 2009) 1. Peter F. Drucker (1968) dalam The Age of Discontinuity Kemungkinan bangkrutnya birokrasi.
2. Barzelay

(1982) dalam Breaking Through Bureaucracy Masyarakat bosan dan muak pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban.

`
3. (1992) dalam Reinventing Government => Kegagalan utama pemerintah saat ini adalah karena kelemahan manajemennya, bukan pada apa yang dikerjakan pemerintah, melainkan bagaimana caranya pemerintah mengerjakannya. Osborne & Gaebler

4.

(1996) dalam Banishing Bureucracy => agar birokrasi lebih efektif, perlu dipangkas agar ramping, the least government is the best

Osborne

&

Plastrik

government

5.

6.

E. S. Savas (1987) => Perlunya privatisasi, ramping struktur kaya fungsi, pemilahan dan pemilihan fungsi publik. Mc Leod (1998) mengemukakan pendapatnya bahwa krisis multidimensional di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh adanya salah urus (mismanagement) pada semua sektor, baik swasta dan terutama pemerintah.

Menurut Ndraha (1997:110) menjelaskan bahwa: Urusan publik tidak selamanya menjadi urusan pemerintah. Apa yang pada suatu masa dipandang perlu ditangani oleh badan-badan publik, pada masa berikutnya bisa dianggap lebih baik jika dijadikan urusan swasta melalui privatisasi

Diperlukan pembaruan manajemen pemerintahan pada semua tahapan, mulai dari tahapan perencanaan, tahapan implementasi sampai tahapan evaluasi. Paradigma good governance pada dasarnya adalah upaya membangun filosofi, strategi serta teknik mengelola urusan-urusan publik secara lebih transparan dengan melibatkan para pihak-pihak yang terlibat (stakeholder and shareholder). Diantara komponen bangsa, setelah terjadinya reformasi, ternyata birokrasi merupakan sektor yang paling lamban berubahnya.

Diperlukan pembaruan manajemen pemerintahan pada semua tahapan, mulai dari tahapan perencanaan, tahapan implementasi sampai tahapan evaluasi. Paradigma good governance pada dasarnya adalah upaya membangun filosofi, strategi serta teknik mengelola urusan-urusan publik secara lebih transparan dengan melibatkan para pihak-pihak yang terlibat (stakeholder and shareholder). Diantara komponen bangsa, setelah terjadinya reformasi, ternyata birokrasi merupakan sektor yang paling lamban berubahnya.

B. KONSEP GOOD GOVERNMENT

Berdasarkan praktek pemerintahan di berbagai negara ditengarai adanya bad government, yang ditandai dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme, yang membuat negara mengarah ke kebangkrutan. Oleh karena itu, diperlukan konsep baru mengenai cara berpemerintahan yang baik (good government). (Wasistiono :2009) Good governance
Bad Government Good Government

PERBANDINGAN CIRI-CIRI BAD GOVERNMENT DENGAN GOOD GOVERNMENT (WASISTIONO)


Bad Government
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Lamban dan bersifat reaktif Arogan Korup Birokratisme Boros Bekerja secara naluriah Enggan berubah Kurang berorientasi pada kepentingan publik

Good Government
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Proaktif Ramah dan Persuasif Transparan Mengutamakan proses dan produk Proporsional dan profesional Bekerja secara sistemik Pembelajaran sepanjang hayat Menempatkan stakeholder & shareholder ditempat utama

C. PERUBAHAN DARI KONSEPSI GOVERNMENT MENJADI GOVERNANCE. (G TO G)


Government dalam Bahasa Inggris diartikan (Sedarmayanti , 2009 : 272) : the authoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc or : pengarahan dan adminstrasi yang berwenang atas orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian atau kota dan sebaginya Kata government dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai pemerintah

Istilah kepemerintahan dalam bahasa inggris governanace yaitu : the act , fact, manner of governing , berarti: tindakan, fakta, pola dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Kooiman (1993), Governance merupakan: serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingankepentingan tersebut

Menurut Sedarmayanti (2009 : 273): Istilah Governance tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarahan, pembinaan penyelenggaraan dan bisa juga diartikan pemerintahan

MAKNA PERUBAHAN PARADIGMA G TO G


1. Pada konsep government, pemerintah ditempatkan sebagai : pelaku utama pembangunan, baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi. Pemerintah juga menjadi penyandang dana terbesar sekaligus sebagai penerima benefit (beneficiary) terbesar.

2. Dengan berkembangnya paradigma governance : Pola hubungan antar sektor (publik privat) dan juga hubungan Pusat Daerah berubah menjadi lebih sejajar (egaliter) dan demokratis. Pada pola seperti itu, penyelenggaraan jasa layanan atau fungsi pemerintahan tertentu tidak lagi di dominasi oleh satu pihak (Pemerintah). Ini berarti pula bahwa proses kemitraan dan kerjasama harus lebih

3 DIMENSI ALASAN-ALASAN PERLUNYA MEMPERKUAT KERJASAMA PUBLIK PRIVAT :


1.

Alasan politis: menciptakan pemerintah yang demokratis (egalitarian governance) serta untuk mendorong perwujudann good governance and good society

2. Alasan administratif: adanya keterbatasan sumber daya pemerintah (government resources), baik dalam hal anggaran, SDM, asset, maupun kemampuan manajemen.

3.

Alasan ekonomis: mengurangi kesenjangan (disparity) atau ketimpangan (inequity),memacu pertumbuhan (growth) dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuiitas (quality and continuity), serta mengurangi resiko.

Governance memiliki tiga domain :


1. Negara/pemerintahan : Sebagai pembuat kebijakan, pengawas

pengendali

&

2. Swasta/Dunia usaha : Sebagai penggerak aktivitas bidang ekonomi 3. Masyarakat : Sebagai subyek dan obyek dari sektor pemerintah dan swasta.

KONSEP GOOD GOVERNANCE


Good Governance (kepemerintahan yang baik) Menurut UNDP (1997) : Kepemerintahan adalah pengunaan wewenang ekonomi, politik, dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat kepemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaanperbedaan diantara mereka.

Menurut LAN (2002) : Kepemerintahan yang baik (good governance) adalah suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik perlu dibangun dialog antara pelaku-pelaku penting dalam negara, agar semua pihak merasa memiliki tata pengaturan tersebut, tanpa kesepakatan yang dilahirkan dari dialog, kesejahteraan tidak akan tercapai karena aspirasi politik maupun ekonomi rakyat tersumbat

REINVENTING GOVERNMENT : HOW THE ENTREPRENEURIAL SPIRIT IS TRANSFORMING THE PUBLIC SEKTOR (OSBORNE N GAEBLER DALAM WASISTIONO :2009)

Entrepreneurship (Kewirausahaan) : Kemampuan yang kuat untuk berkarya dengan semangat kemandirian termasuk keberanian untuk mengambil resiko usaha dan meminimalisasi resiko tersebut menjadi keuntungan;

Jiwa Entrepreneurship (Kewirausahaan) : Jiwa dimana individu atau kelompok dalam organisasi dapat mengelola sumber-sumber yang berupa kesempatan, tantangan menjadi hasil. Enterpreneur menciptakan sesuatu yang baru, mereka tidak mengeksplorasi jalan yang sudah ada, melainkan mencari jalan-jalan baru.

BEBERAPA POKOK PIKIRAN DALAM REGOM (WASISTIONO :2009)


1. Regom adalah paradigma baru untuk memandang PERAN dan FUNGSI pemerintahan. 2. Fokus pembahasannya bukan terletak pada APA yang dikerjakan oleh pemerintah, melainkan pada BAGAIMANA pemerintah melakukannya. 3. Kegagalan utama penyelenggaraan pemerintahan saat ini bukan dalam TUJUANNYA, melainkan SARANANYA 4. Transformasi semangat kewirausahaan bukan berarti mengubah secara mendasar kegiatan pemerintahan menjadi kegiatan bisnis, tetapi memasukkan semangat kewirausahaannya seperti daya kompetisi, kreativitas serta inovasi. Sebab pada dasarnya ada perbedaan antara kegiatan pemerintahan dengan kegiatan bisnis.

5.Tujuan digunakannya REGOM sebagai paradigma baru dalam menjalankan pemerintahan adalah agar diperoleh pemerintah yang EFEKTIF, EFISIEN serta ADIL. 6. Paradigma REGOM dapat dikatakan sebagai antitesis dari tesis Birokrasi yang dikembangkan oleh Max Weber. Ide REGOM merupakan PILIHAN KETIGA dari dua pilihan klasik yang dihadapi oleh pemerintah yaitu MENAIKKAN PAJAK atau MENGURANGI PENGELUARAN

SEPULUH PRINSIP REINVENTING GOVERNMENT


1. Catalytic government: steering rather than rowing. Pemerintah sebagai katalis, lebih baik menyetir daripada mendayung. Pemerintah dan birokrasinya disarankan untuk melepaskan bidang-bidang atau pekerjaan yang sekiranya sudah dapat dikerjakan oleh masyarakat sendiri 2. (b) Community-owned government: empowering rather than serving. Pemerintah adalah milik masyarakat lebih baik memberdayakan daripada melayani. Pemerintah dipilih oleh wakil masyarakat, karenanya menjadi milik masyarakat. Pemerintah akan bertindak lebih utama jika memberikan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mengurus masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat tergantung terhadap pemerintah.

3.

Competitive government: injecting competition into service delivery. Pemerintahan yang kompetitif adalah pemerintahan yang memasukan semangat kompetisi di dalam birokrasinya. Pemerintah perlu menjadikan birokrasinya saling bersaing, antar bagian dalam memberikan pendampingan dan penyediaan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.

4. Mission-Driven Government: Transforming Rule Driven Organization ( Pemerintahan yang digerakkan oleh Misi : Mengubah organisasi yang digerakkan oleh Aturan); 5. Results-Oriented Government : Transforming Outcomes, Not Input (Pemerintahan yang berorientasi pada hasil : membiayai hasil, bukan masukan); 6. Customer-Driven Government : Meeting the Needs of the Customer, not the Bureaucracy (Pemerintahan yang berorientasi pada pelanggan atau masyrakat : Mempertemukan kebutuhan konsumen bukan kebutuhan birokrasi);

7.

Enterprising Government : Earning Rather than Spending (Pemerintahan Wirausaha : Lebih banyak menghasilkan daripada membelanjakan);

8. Anticipatory Government : Prevention Rather than Cure (Pemerintahan yang antisipatif : Lebih baik mencegah daripada membenahi);

9.

Decentralized Government : From Hierarchy to Participation and Teamwork (Pemerintahan yang desentralisasi : Dari Hirarkhi kepada partisipasi dan tim kerja). Market-Oriented Government : Leveraging change Through the Market (Pemerintahan yang berorientasi pasar : Mengikuti perubahan melalui pasar);

10.

KONSEP KEMITRAAN

Kemitraan menunjuk kepada suatu sistem kerjasama antara pemerintah dan nonpemerintah dalam kedudukan yang sejajar dalam rangka mencapai tujuan bersama (Konsep kemitraan mengacu kepada pemikiran Eisler &Montuori dan Bryden, dkk) Menurut Dede Angga (2006), sistem kemitraan bertumpu pada kepercayaan.dengan ciri-cirinya, antara lain: (I) persamaan dan organisasi yang lebih landai: (2) hierarki aktualisasi yang luwes (di mana kekuasaan dipedomani oleh nilai-nilai seperti caring dan caretaking; (3) Spiritualitas yang berbasis alamiah; (4) tingkat kekacauan yang rendah yang terbentuk dalam sistem; (5) persamaan dan keadilan gender

Menurut Soemarjan, 1997 dalam Martodireso dan suryanto, 2002 :17), kemitraan usaha adalah : kerja sama antara dua pihak dengan hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Menurut Terryson (1998 : 1-3) Kemitraan adalah : Hubungan antara sektor yang mencakup perorangan, kelompok organisasi yang setuju untuk ; bekerjasama memenuhi kewajiban/ mengerjakan tugas tertentu, menanggung bersama baik resiko maupun manfaatnya, dan meninjau kembali hubungan tersebut secara teratur, dan merevisi persetujuan tersebut sesuai kebutuhan.

Menurut Crowhurst (1997) dalam kemitraan ada 3 (tiga) butir pokok : 1. Harapan (hope), bahwa bila ada 2 orang yang bermitra, maka keduanya harus mempunyai harapan bahwa akan ada beberapa hal positif atau aspek yang saling menguntungkan dan berkelanjutan 2. Menghormati (respect) , perlu adanya saling menghormati satu sama lain dan membuat terjadinya hubungan 2 (dua) arah dalam tugas-tugas untuk mencapai maksud dan tujuan, perasaan, komunikasi terbuka, kejujuran . 3. kepercayaan (trust), tanpa kepercayaan maka terjadi komunikasi yang kurang baik (misscomunication), menyakitkan, ada kepasrahan dan tidak ada dasar/ basis yang kuat untuk tumbuh dan sukses, sehingga pihak-pihak yang bermitra harus menemukan suatu cara untuk bekerja dan percaya satu sama lain.

REGIME THEORY
Berbicara mengenai konsep kemitraan terkait dengan konsep regime dan kepemimpinan visioner Stone (1989) mendefinisikan suatu regime sebagai : "sebuah kelompok informal tetapi relatif stabil yang memiliki akses ke dalam sumberdaya institusional yang memungkinkannya memiliki peranan yang berkesinambungan dalam membuat keputusan-keputusan pemerintah."

Regime theory berasumsi : bahwa efektivitas pemerintah lokal sangat bergantung pada kerjasama para aktor non pemerintah dan pada penggabungan antara kapasitas negara dengan sumberdaya nonpemerintah. Inti dari teori ini ialah bahwa agar dapat efektif, pemerintah harus menggabungkan kapasitas mereka dengan kapasitas berbagai aktor non pemerintah(Stone, 1991) Regime Theory menawarkan sebuah cara memahami pola perubahan dan yang berubah terhadap kepemerintahan kota atau lokal.

D. KEMITRAAN TIGA DOMAIN


Sejalan dengan paradigma good governance, diperlukan kemitraan diantara ketiga domain dan pelaku yang ada di dalam domain tersebut yakni sektor pemerintah, sektor swasta dan sektor masyarakat. Dalam konteks kemitraan, kedudukan pihakpihak yang bermitra adalah sejajar (HETERARKHIS), tidak hierarkhis sesuai dengan perubahan paradigma dari Government to Governance

Untuk dapat membangun hubungan kemitraan yang heterarkhis dituntut perubahan pada tiga dimensi secara simultan dan berkesinambungan, yakni dimensi struktural, fungsional dan kultural.

Diantara ketiga dimensi perubahan, maka kultural merupakan dimensi yang paling sulit berubah.
Untuk mengubah dimensi kultural, diperlukan kepemimpinan visioner yang mampu menggagas dan mengawal perubahan baik perubahan yang direncanakan (planned change) maupun perubahan yang tidak direncanakan (unplanned change).

KEPEMIMPINAN VISIONER

Menurut Richad Hull (1999:135), Kepemipinan adalah kemapuan mempengaruhi pendapat, sikap dan perilaku orang lain. Hal ini berarti bahwa setiap orang mampu mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama dan dapat berfungsi sebagai pemimpin

menurut Kartini Kartono (1998:84), pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya, untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian saran-saran tertentu. R.D. Agarwal sebagaimana dikutip Pandji Anoraga (1995:186)mengatakan bahwa kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka.

Dari definisi di atas jelas bahwa, seorang pemimpin adalah orang yang memiliki posisi tertentu dalam hirarki organisasi. Ia harus membuat perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan serta keputusan efektif. Pemimpin selalu melibatkan orang lain, Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa dimana ada pemimpin maka disana ada pengikut yang harus dapat mempengaruhi bawahannya untuk mencapai tujuan

tujuan kepemimpinan adalah mempengaruhi organisasi lain, dalam hal ini karyawan atau bawahan untuk mencapai misi perusahaan/organisasi.

PENGERTIAN VISI (TAP. MPR RI NO.VII/MPR/2001 TANGGAL 9 NOVEMBER 2001)

sebagai segala sesuatu yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh aktivitas. sebagai gambaran mental tentang sesuatu yang ingin dicapai di masa depan. Visi adalah cita-cita. Visi adalah wawasan ke depan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat

Tanpa visi yang jelas organisasi akan berjalan tanpa arah,berputar-putar tidak menuju sasaran dan akhirnya punah. Peter Senge (Saeful Millah, 2003) melalui karya terkenalnya, "The Fith Discipline" (1997) melontarkan gagasannya bahwa sebuah organisasi hanya akan mampu beradaptasi dengan perubahan apabila ia mampu menjadikan dirinya tampil sebagai sebuah organisasi pembelajaran, learning organization, learning organization yakni sebuah organisasi yang dibangun oleh orang-orang yang secara terus-menerus mau memperluas kapasitas dirinya dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN VISIONER


Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
1.

Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan guidance, encouragement, and motivation.

2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk yang paling penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).

3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan sebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

SEGITIGA EMAS KEMITRAAN ( THE GOLDEN TRIANGLE )

Adalah kemitraan yang solid antara tiga unsur utama yaitu pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi (dimana masyarakat atau komunitas akan menjadi stakeholder dari kerjasama tersebut). The golden triangle akan berhasil diterapkan apabila : pemrakarsa kemitraan benar-benar mengerti halhal apa saja yang akan menjadi pemicu atau perangsang terjadinya kerjasama, serta Adanya nilai tambah atau value-added yaitu hal yang harus dapat dirasakan oleh siapa saja pihak yang ingin bekerjasama.

NILAI TAMBAH ATAU VALUE-ADDED BAGI THE GOLDEN TRIANGLE

Bagi pemerintah : meningkatkan kinerja pelayanan publik, memperbaiki kualitas good governance, mengoptimalisasi pemakaian sumber daya yang terbatas, dan lain-lain. Bagi pihak swasta : tidak hanya semata-mata berhasil meningkatkan profitnya, tetapi dapat meningkatkan kualitas produk dan jasanya, memperluas jejaring calon pelanggan, menciptakan hubungan yang lebih baik dengan stakeholdernya, dan lain sebagainya

Bagi perguruan tinggi : akan dapat meningkatkan basis pengetahuan, memperbaiki kualitas penyelenggaraan pendidikan, menciptakan produk-produk atau jasajasa inovatif, atau menawarkan pengalaman pembelajaran baru.

TIGA LAYER TOPOLOGI MODEL KEMITRAAN

Berdasarkan segitiga emas kemitraan di atas, dapat dikembangkan sejumlah topologi model kemitraan : A. Layer Pertama adalah bentuk kemitraan antara pemerintah dan kalangan industri swasta,terdiri dari tiga jenis : 1. kewenangan yang diberikan pemerintah kepada satu atau sejumlah perusahaan untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. 2. satu atau sejumlah industri swasta yang melakukan investasi pada bidang tertentu di domain wilayah sebuah institusi pemerintah. 3. Kesepakatan antara pemerintah dan satu atau sejumlah pihak swasta untuk melakukan investasi bersama

B. Layer Kedua terdiri dari organisasi intermediary yang menyediakan jasanya untuk melakukan eksekusi terhadap beragam aktivitas dimaksud. Tawaran jasa manajemen, pengelolaan ini sifatnya adalah optional, artinya dapat dilibatkan maupun tidak, kesepakatan entitas pemerintah dan industri yang telah dijalin. Jenis organisasi eksekutor ini dapat berupa perusahaan komersial, NGO (non government organization), yayasan, lembaga pendidikan, atau bahkan institusi pemerintahan lainnya

C. Layer Ketiga merupakan target akhir dari beragam kerja sama yang ada, yaitu masyarakat atau publik itu sendiri yang bersedia membayar pihak-pihak penyedia jasa melalui berbagai mekanisme seperti pajak, transaksi jasa, dan lain-lain

KEMITRAAN LOKAL

Bryden, ei al. (1998a) mengemukakan bahwa keunggulan-keunggulan kemitraan lokal terletak pada:

(1) Persiapan dari strategi setempat yang melihat seluruh kebutuhan bagi pembangunan pedesaan di wilayah tersebut, dan kebijakan-kebijakan yang tersedia untuk mencapai semua ini;

(2)pertimbangan tentang cara pemberian pelayanan yang lebih efektif,termasuk kerja bersama di antara mitra, penggunaan bersama atas gedung-gedung atau sumberdaya lainnya,dan pendekatan terpadu terhadap pemberian informasi kepada orang-orang setempat; dan (3)penyediaan sebuah pusat untuk promosi tentang prakarsa masyarakat (conznzunily-led initiatives)(Bryden, el a/., 1998a).

BENTUK/MODEL KEMITRAAN

Dalam Tri Widodo W. Utomo (2004), Model alternatif kelembagaan sebagai implikasi dari pengembangan desentralisasi dan kerjasama publik dan privat (public private partnership) meliputi :

1.

Lembaga Semi-Publik/Semi-Privat atau GovernmentInitiated Private Management. sebuah model kerjasama dimana sektor publik (pemerintah daerah) dan sektor privat (swasta) memiliki kedudukan dan peran yang berbeda, namun sinergis, dalam pengelolaan suatu urusan atau asset tertentu. pemerintah memegang fungsi regulasi dan pengawasan, sementara investor menyelenggarakan fungsi-fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaannya.

2. Pengelolaan Bersama (Joint Management) Model kerjasama regional melalui sistem pengelolaan bersama (joint management) suatu urusan yang terdiri dari dua atau lebih daerah atau instansi serta meliputi semua hal atau satu urusan tertentu. Bisa dilakukan oleh dua atau beberapa daerah otonom dan memiliki MoU

3. Kawasan Otorita Pengelolaan suatu kewenangan pemerintahan berbasis otoritas khusus (authority-based management) , merupakan sebuah model yang lumrah dan sering diyakini memiliki efektivitas tinggi. Hanya saja dalam konteks Indonesia, penetapan kawasan otorita selama ini masih menjadi wewenang pemerintah Pusat, sebagaimana terlihat dalam pembentukan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Otorita Jatiluhur, dan sebagainya.

4. Tim / Komisi Merupakan fenomena yang sangat lumrah dalam administrasi negara modern. Bahkan harus diakui bahwa tim seringkali dapat bekerja lebih cepat dan efisien dari pada lembaga induk yang membentuknya. tim lebih bersifat fungsional sehingga mampu melepaskan diri dari jeratan-jeratan dan kendala struktural yang menjadi ciri khas dari sistem birokrasi publik.

TEKNIK ANALISIS KEBIJAKAN KEMITRAAN DAN MODEL-MODEL KERJASAMA (TRI WIDODO W UTOMO : 2004) Dari perspektif administrasi publik, program kerjasama dengan swasta dan / atau masyarakat dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode, yakni : 1. teknik penalaran strategis dalam penetapan kebijakan melalui pengkajian pilihan-pilihan strategis (prior option review), 2. teknik analisis barang publik dan barang privat (public and private goods).

1. Teknik penalaran strategis/ prior option review (POR) bertujuan untuk menentukan apakah fungsi-fungsi atau jenis-jenis urusan pelayanan umum tertentu yang dibiayai dan diselenggarakan oleh pemerintah masih diperlukan atau tidak; dan apakah penyelenggaraan pelayanan umum tersebut perlu dipertahankan atau dialihkan saja kepada pihak swasta (masyarakat). dari analisis POR ini berupa model-model restrukturisasi pemerintahan atau model-model kemitraan/ kerjasama sebagai berikut:

a. Kebijakan Penghapusan dimulai dengan analisis dan identifikasi jenisjenis pelayanan/jasa yang diselenggarakan dan dibiayai oleh pemerintah. Dari analisis ini dapat disimpulkan apakah pelayanan atau jasa-jasa tersebut masih dibutuhkan atau tidak. Jika tidak, maka instansi-instansi pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan tersebut dihapus

b. Swastanisasi jika jenis-jenis pelayanan tersebut masih dibutuhkan, apakah pemerintah masih harus mendanai pelayanan tersebut. Jika tidak, maka jenis-jenis pelayanan/jasa tersebut dapat diswastanisasi. Pertimbangan kemungkinan swastanisasi pelayanan tertentu antara lain ada tidaknya kegagalan pasar (Market failures).

c. Kemitraan apabila pemerintah masih berkepentingan menyelenggarakan pelayanan umum tertentu, namun dana atau anggaran pemerintah terbatas, bisa mengikutsertakan dana pihak swasta/masyarakat dalam penyediaan pelayanan/jasa tersebut. Pengikutsertaan dana pihak swasta ini bisa dilakukan dalam bentuk swadaya masyarakat, BOT atau BOOT dan sebagainya yang dikenal dengan istilah Private Funding Initiatives (PFI).

BOT (Build, Own and Transfer).

Dalam bentuk kerjasama ini Ramelan (1997 : 37) mengemukakan sebagai berikut: Perusahaan swasta membangun dan mengoperasikan suatu fasilitas infrastruktur yang kemudian dipindahtangankan kepada pemerintah setelah masa konsesi berakhir. Masa konsesi sendiri beragam sesuai dengan perkiraan jumlah waktu yang dibutuhkan swasta untuk mendapatkan tingkat keuntungan yang layak. Setelah masa konsesi pemerintah dapat mengoperasikan sendiri fasilitas tersebut atau membuat perjanjian baru dengan pihak swasta kembali.

BOO (Build, Own, Operate)

Maksudnya adalah perusahaan swasta yang memenangkan konsesi BOO, tetap memiliki hak terhadap proyek tersebut setelah masa konsesi berakhir. Dalam bentuk kerjasama ini Ramelan (1997 : 38) mengemukakan bahwa : Perusahaan swasta kemudian dapat mengalihkan pengoperasian fasilitas infrastruktur kepada perusahaan lain (menjualnya) atau terus mengoperasikannya sendiri. Walaupun begitu pemerintah tetap mempunyai hak regulasi, utamanya dalam penentuan tarif pemakaian atau pembayaran yang harus dilakukan pemilik konsesi kepada pemerintah.

BTO (Build, Transfer, Operate) atau BLT (Build Lease Tranfer)

Dalam pola ini pihak swasta yang membangun suatu fasilitas menyerahkan fasilitas tersebut setelah dibangun kepada pemerintah. Sebagaimana dikemukaakan oleh Ramelan (1997 : 38) bahwa : Kemudian pemerintah dapat mengoperasikannya sendiri, atau meminta perusahaan swasta tertentu untuk mengoperasikannya (pola BTO) atau menyewakannya kepada swasta untuk mengoperasikannya. Pengoperasian ini dilakukan untuk masa konsesi yang masih tersedia. Biasanya pemerintah bertanggung jawab untuk investasi modal bagi kepentingan fasilitas tersebut sementara swasta bertanggung jawab untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas.

Kontrak Kerja / Karya apabila dana/anggaran pemerintah masih dibutuhkan,apakah pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan umum tersebut juga harus dilakukan oleh pemerintah. Jika tidak, maka pelayanan/jasa tersebut dapat dipertimbangkan untuk dikontrakkan, Perusahaan cleaning service untuk pemeliharaan gedung-gedung perkantoran pemerintah;Perusahaan catering swasta untuk melayani makan siang PNS; dll

f. Market Testing jika ternyata terdapat keraguan pemerintah atas kemampuan sendiri untuk menyelenggarakan jenis pelayanan umum tertentu secara efisien dan efektif,maka dapat dipertimbangkan pola Uji Pasar (Market testing) melalui proses tender kompetitif antara team intern (In-house bidder) dengan pihak swasta atau team kerja dari unit departemen/instansi lainnya. misalnya: Pelayanan Rawat Inap kelas Utama dan Kelas I di Rumah Sakit Umum Pemerintah di Pusat maupun di Daerah;Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Universitas Negeri; dan sebagainya

Program Efisiensi Internal setelah berbagai pertimbangan tersebut dilakukan ternyata dinilai lebih baik jika penyelenggaraan pelayanan umum tertentu itu tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat ataupun oleh pemerintah daerah; maka unit kerja yang bersangkutan harus melaksanakan program efisiensi, melalui misalnya: kegiatan Benchmarking, Business Process Reengineering (BPR), Restrukturisasi,Rasionalisasi, Standarisasi Kinerja dan Pola Evaluasi / Penilaiannya, dan sebagainya.

KENDALA DALAM KEMITRAAN

1.

2.

Mengembangkan pola kemitraan strategis antara pihak pemerintah dengan sektor industri atau yang lebih dikenal dengan istilahPublicPrivate Partnerships (PPP) tidak semudah menelurkan konsepnya, hal ini karena ; Tidak dimilikinya model kerjasama yang dapat secara signifikan mendatangkan situasiwinwin bagi kedua belah pihak; Sikap saling menunggu antara kedua pihak untuk memulai menawarkan bentuk kerjasama;

4.

Ketakutan pemerintah dalam menjalin kerjasama khusus dengan satu atau dua perusahaan karena dapat dianggap tidak adil dan pilih kasih (baca: takut dianggap KKN); 5. Fenomena ganti pemerintah, ganti kebijakan yang mendatangkan ketidakpastian kebersinambungan sebuah inisiatif; 6. Faktor resiko yang sulit dikelola karena banyaknya hal-hal eksternal yang mendatangkan ketidakpastian terhadap nasib kemitraan di kemudian hari; dan lain sebagainya

Tantangan terbesar dalam proses menjalin kemitraan ini adalah ditemukannya model bisnis (baca: business model) yang disepakati oleh kedua belah pihak. Penentuan model bisnis yang dimaksud tidaklah semudah yang diduga, karena selain harus bersifat win-win bagi kedua belah pihak, bentuknya tidak boleh bertentangan dengan peraturan maupun etika bisnis dan pemerintahan yang berlaku.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN/CSR

Salah satu implementasi GCG adalah penerapan CSR sebagai akuntabilitas publik dan sebagai akibat meningkatnya tuntutan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas perusaaan. Menurut World Bussines Council on Suistainable Development (WBCSD),Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) adalah : Suatu komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika keperilakuan (behavioural ethics) dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development)

tanggung jawab perusahaan selain kepada pemegang saham(shareholder), tanggung jawab lainnya yang menyangkut tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan tanggung jawab atas kelestarian lingkungan hidup (sustainable environment responsibility) Paradigma baru perusahaan yang dianggap tumbuh dan berkelanjutan (growth and suitable company), tidak hanya diukur dari pencapaian laba/profit saja, tapi diukur dari kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap komunitas lokal, masyarakat luas, maupun lingkungan hidup.

Manfaat CSR : 1. keberadaan perusahaan dapat tumbuh dan berkelanjutan, perusahaan mendapatkan citra(image) yang positif dari masyarakat luas 2. Perusahaan lebih mudah memperoleh akses terhadap kapital (modal) 3. Perusahaan dapat mempertahankan sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas 4. Merupakan investasi masa depan bagi perusahaan karena para pemilik saham lebih bermnat kepada perusahaan yang telah menerapkan CSR 5. Dapat dibangun komunikasi yang efektif dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya

You might also like