You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Asupan makanan harus selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak berlebihan sehingga menyebabkan obesitas. Juga, karena makanan yang berbeda mengandung proporsi protein, karbohidrat, dan lemak yang berbeda-beda, maka keseimbangan yang wajar juga harus dipertahankan di antara semua jenis makanan ini sehingga semua segmen sistem metabolisme tubuh dapat dipasok dengan bahan yang dibutuhkan. Melaksanakan pemberian makan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak bertujuan untuk memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan; memelihara kesehatan dan memulihkannya bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas, pertumbuhan jasmani serta psikomotor, mendidik kebiasaan yang baik tentang memakan, menyukai dan menentukan makanan yang diperlukan. Kasus gizi buruk saat ini menjadi masalah yang menjadi perhatian di Indonesia. Gizi kurang dan gizi buruk merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena dapat menimbulkan the lost generation. Kualitas bangsa di masa depan akan sangat dipengaruhi keadaan atau status gizi pada saat ini, terutama balita. Akibat gizi buruk dan gizi kurang bagi seseorang akan mempengaruhi kualitas kehidupannya kelak. Angka gizi buruk sampai sekarang masih cukup mengkhawatirkan, sehingga Departemen Kesehatan membuat rencana aksi nasional dalam pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi buruk. 2. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Mengetahui zat gizi yang dibutuhkan pada tumbuh kembang anak normal 2. Mengetahui pemberian asupan makanan yang seimbang untuk anak 3. Mengetahui kelainan yang timbul bila terjadi kekurangan satu atau lebih zat gizi 4. Melakukan penatalaksanaan sesuai kasus yang terjadi I KONSEP DASAR TEORI

A. PENGERTIAN

Kwashiorkor ialah gangguan yang disebabkan oleh kekurangan protein ( Ratna Indrawati, 1994) Kwashiorkor ialah defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita). (Ngastiyah,

B. ANATOMI FISILOGI

Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

Lambung

Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.

Rektum & Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup. C. ETIOLOGI Kwashiorkor a) Diare yang kronik b) Malabsorbsi protien c) Sindrom nefrotik d) Infeksi menahun e) Luka bakar f) Penyakit hati.

D. PATOFISIOLOGI Kwashiorkor. Pada defesiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.kelianan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edem.perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati. Defisiensi protein murni

Tidak terjadi katabolisme jaringan

Persediaan energi

jml kalori

G3 metabolik+perbhan sel

Edema

perlamakan hati

Kekurangan protein

Kekurangan asam amino, asam esensial dlam serum

Krangnya produksi albumin

perlmakan hati

Oleh hepar

g3 pembentukan beta lipoprotein

Edema

transport lemak terg3

Edema lemak dihati

E. GEJALA KLINIS Kwashiorkor a) Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma. b) Pertumbuhan terlambat c) Udema d) Anoreksia dan diare. e) Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan subcutis tipis dan lembek. f) Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku serta mudah dicabut.

g) Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati. h) Anak mudah terjangkit infeksi i) Terjadi defesiensi vitamin dan mineral F. PENATALAKSANAAN

Prinsip pengobatan adalah pemberian makanan yang banyak mengandung protein bernilai biologik tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan miniral. Makan tersebut dalam bentuk mudah cerna dan diserap, diberikan secara bertahap. Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian perenteral adalah sebagai berikut: 1) Jumlah cairan adalah ; 200 ml / kgBB/ hari untuk kwasiorkor atau marasmus kwashiorkor. 2) 250 ml/kgBB/ hari untuk marasmus. 3) Makanan tinggi kalori tinggi protien 3,0-5,0 g/kgBB 4) Kalori 150-200 kkal/ kgBB/hari 5) Vitamin dan mineral , asam folat peroral 3x 5 mg/hari pada anak besar 6) KCL oral 75-150mg /kgBB/hari. 7) Bila hipoksia berikan KCL intravena 3-4 mg/KgBB/hari.

II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN KKP

A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien: Nama, alamat, umur, jemis kelamin, alamat dst.

2. Keluhan utama Kwashiorkor: ibu mengatakan anaknya mengalami bengkak pada kaki dan tangan, kondisi lemah dan tidak mau maka, BB menurun dll.

Marasmus : ibu pasien mengatakan anaknya rewel, tidak mau makan, badan kelihatan kurus dll.

3. Riwayat kesehatan; a. Riwayat penyakit sekarang a) Kapan keluhan mulai dirasakan b) Kejadian sudah berapa lama. c) Apakah ada penurunan BB d) Bagaimanan nafsu makan psien e) Bagaimana pola makannya f) Apakah pernah mendapat pengobatan, dimanan, oleh siapa, kapan, jenis obatnya.

b. Pola penyakit dahulu a) Apakah dulu pasien dulu pernah menderita penyakit seperti sekarang

c. Riwayat penyakit keluarga a) Apakah anggota keluarga pasien pernah menderita penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi atau kurang protein.

d. Riwayat penyakit sosial a) Anggapan salah satu jenis makanan tertentu. b) Apakah kebutuhan pasien tepenuhi. c) Bagaimanan lingkungan tempat tinggal pasien d) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga. e. Riwayat spiritual a) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.

B. PENGKAJIAN FISIK.

1. Inspeksi: Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status gizi pasien meliputi : b) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi pasien c) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB menurun, muka seperti bulan. d) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan kusam, tampak siannosis, perut membuncit. 2. Palpasi Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek. Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.

C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Data laboratorium; - feses, urine, darah lengkap - pemeriksaan albumin. - Hitung leukosit, trombosit - Hitung glukosa darah.

III DIAGNOSA KEPERAWATAN.

Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah. 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik

3.Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN A. Pada Kwashiorkor

1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan tidak bertambah.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB bertambah kg per 3 hari.

Intervensi : a. Mengukur dan mencatat BB pasein b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan d. Memberikan makanan tinggi TKTP e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan. f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )

Rasional: a. BB menggambarkan status gizi pasien b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah. e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan. f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral

Evaluasi : Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah kg tiap 3 hari.

2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan :

Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kreteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa dibantu orang lain.

Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi. d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.

Rasional : a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan / sesuai kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas. d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi : Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.

3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh Tujuan : a. Mencegah komplikasi

Intervensi : a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP) b. Menjaga personal hygiene pasien c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan. d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.

Rasional : a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh. b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien. c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien. d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.

Evaluasi : Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.

3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik. Tujuan : Aktivitas pasien dapat maksimal dengan kriteria pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa dibantu orang lain.

Intervensi : a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari. b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi. d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.

Rasional : a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien. b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuannya. c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien. d. Sebagai support mental bagi pasien.

Evaluasi

Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Anak menderita defisiensi protein dan kalori/marasmic kwashiorkor 2. Perlu pengawasan khusus untuk mengembalikan anak ke kondisi normal 3. Perlu keseimbangan gizi untuk tumbuh kembang anak 4. Perlu dilakukan edukasi pada keluarga penderita agar memperhatikan gizi 5. Perlu diberikan penyuluhan untuk mengurangi kasus serupa DAFTAR PUSTAKA :

Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi 4 EGC. Jakarta.

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.

Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaleys Clinical Manual of Pediatric Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.

You might also like