You are on page 1of 41

ALAT PERMAINAN EDUKASI

Proses belajar yang terjadi pada anak usia dini merupakan pengalaman yang di koleksi dengan kondisi menyenangkan. Permainan adalah wahana yang paling cocok dan merupakan sarana paling afektif dalam mentransfer pengalaman-pengalaman tersebut. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua permainan akan mampu memberikan pengalaman yang bermanfaat, dalam arti permainan yang mendidik. Dalam ranah pembelajaran anak usia dini dikenal dengan istilah APE [Alat Permainan Edukatif]. Apakah APE itu? Sarana yang dapat merangsang aktivitas anak untuk mempelajari sesuatu tanpa anak menyadarinya, baik menggunakan teknologi modern, konvensional, tradisional Bagaimana Kriteria APE yang baik? APE yang baik adalah yang dapat mengembangkan totalias kepribadian anak, bukan karena kejenakaan atau kebagusannya. Jika memungkinkan, gunakan alat-alat yang terbuat dari bahan yang mudah dan mudah diperoleh Ingin tahu lebih dalam ?, Warung kami menyediakan bahan tayang dalam Power Point yang dapat anda download, Klik"APE" Posted by Djoko Adi walujo [Pemerhati Buku] at 8:44 PM

APE
Mengapa perlu APE ( Alat Permainan Edukatif ) ? Untuk bisa meotivasi anak sebagai media pembelajaran anak Pengertian APE APE adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai sarana / alat permainan yang mengandung nilai pendidikan dan dapat mengembangkan seluruh aspek kehidupan anak. Fungsi APE : Sebagai alat bantu pendidik tutor / pamong PAUD 1. Menciptakan situasu bermain / belajar bagi anak dalam melakukan proses pemberian perangsangan aspek perkembangan anak, 2. Menumbuhkan rasa percaya diri pada anak untuk membentuk citra diri anak yang positif, 3. Memberikan perangsang dalam pembentukan perilaku dan mengembangkan kemampuan dasar, 4. Memberikan kesempatan anak untuk bersosialisasi, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. Tujuan APE 1. Memperjelas materi yang diberikan 2. Merangsang kecerdasan anak 3. Mengembangkan kreatifitas Sifat APE Instruktif mengandung perintah, penugasan

Informatif mengandung informasi seperti pengetahuan-pengetahuan yang baru Motivasi menggugah minat belajar, ada dorongan pada anak Rekreatif mengandung rasa yang menyenangkan

Kriteria APE, ada 4 syarat : 1. Manfaat 2. Aman 3. Mudah 4. Asyik

1. PAPAN SMART
LOMBA ALAT PERAGA PEMBELAJARAN TK TINGKAT KOTA SURABAYA 2011

OLEH: THERESIA LELY OKVITASARI LATAR BELAKANG Alat permainan edukatif (APE) atau alat peraga pembelajaran (APP) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran anak di Taman Kanak-kanak. Alat permainan tersebut sangat menunjang dalam pembelajaran anak di sekolah secara efektif dan menyenangkan sehingga anak-anak dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal. Mayke Sugianto, T. 1995, mengemukakan bahwa alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Pengertian alat permainan edukatif tersebut menunjukkan bahwa pada pengembangan dan pemanfaatannya tidak semua alat permainan yang digunakan anak di TK itu dirancang secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Direktorat PADU, Depdiknas (2003) mendefinisikan alat permainan edukatif sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau peralatan untuk bermain yang mengandung nilai edukatif (pendidikan) dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak. Perbedaan antara alat permainan yang biasa dengan alat peraga pembelajaran adalah pada alat peraga pembelajaran (APP) terdapat unsur perencanaan, pembuatan secara mendalam yang mempertimbangkan karakterisitik anak dan mengaitkannya pada pengembangan berbagai aspek perkembangan anak yaitu bahasa, kognitif, fisik motorik, dan seni. Sedangkan alat permainan biasa dibuat dengan tujuan yang berbeda, yaitu untuk memenuhi kepentingan bisnis semata tanpa adanya kajian secara mendalam tentang aspek-aspek perkembangan anak yang dapat dikembangkan melalui alat permainan tersebut. Untuk dapat melihat dan memahami secara lebih mendalam mengenai apakah suatu alat permainan dapat dikategorikan sebagai alat peraga pembelajaran (APP) untuk anak TK atau tidak, terdapat beberapa ciri yang harus dipenuhinya yaitu:

1. Alat permainan tersebut ditujukan untuk anak TK. 2. Berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak TK. 3. Dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk, dan untuk bermacam tujuan aspek pengembangan (indikator) atau multiguna. 4. Aman atau tidak berbahaya bagi anak. 5. Dirancang untuk mendorong aktifitas dan mengembangkan kreatifitas anak. 6. Bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan.

7. Mengandung nilai pendidikan.


Alat peraga pembelajaran (APP) yang dibuat oleh para guru TK, diharapkan dapat menjadi alat peraga yang menarik minat anak, mendorong aktifitas, mengembangkan kreativitas dan membantu anak untuk lebih memahami materi kegiatan yang disampaikan oleh guru. Dengan demikian tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai dan semua aspek pengembangan yang direncanakan dapat terlaksana karena anak merasa senang, nyaman, dan aman. TUJUAN Alat peraga pembelajaran (APP) yang kami buat ini yaitu Papan Smart, pada intinya diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Memperjelas materi yang diberikan. pengembangan Bahasa dan Kognitif.

Dalam

hal

ini

adalah

bidang

2. Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangannya, melalui kegiatan pembelajaran di kelas sesuai yang direncanakan guru. 3. Memberikan kesenangan pada anak dalam bermain dan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga ini anak juga dapat belajar sambil bermain, bermain sambil belajar. Hal ini akan membuat anak senang dan tidak terasa mereka telah belajar sesuatu lewat permainannya.
MANFAAT Alat peraga pembelajaran (APP) yaitu Papan Smart ini, dapat digunakan untuk kelompok Playgroup, TK A dan TK B. Manfaat yang dapat diperoleh lewat alat peraga edukatif ini adalah:

1. Anak belajar mengenal huruf, angka. 2. Anak belajar tentang penjumlahan dan pengurangan. 3. Anak belajar membilang. 4. Anak belajar membaca permulaan dan menyusun kalimat. 5. Anak dapat mengembangkan sebanyak-banyaknya. kreativitasnya dengan menuliskan kata

6. Anak dapat belajar memegang pinsil dengan benar. 7. Anak dapat mengembangkan sikap untuk saling berbagi, menolong dengan teman. 8. Anak mempunyai keberanian untuk bertanya dan mengungkapkan sesuatu baik lewat tulisan atau lisan.

BAHAN / ALAT

1. Papan triplek ukuran relatif. 2. Sterofoam. 3. Kertas CD. 4. Kalender bekas yang tebal. 5. Plastik. 6. Lem rajawali 7. Cat poster. 8. Kertas kado/kalender tipis bekas. 9. Karton susu sebanyak 1 buah. 10. Karton sereal kecil sebanyak 3 buah. 11. Isolasi bolak-balik/lem. 12. Kuas besar/sedang/kecil. 13. Pita kertas. 14. Kertas lipat. 15. Gunting. 16. Penggaris. 17. Spidol marker.
CARA MEMBUAT

1. Siapkan triplek ukuran sesuai kebutuhan bentuk L, tempelkan sterofoam dengan bantuan lem rajawali dan beri background dengan lukisan atau finger painting. 2. Tempelkan kardus susu di sebelah kanan ukuran disesuaikan dan kardus sereal di sebelah kiri ukuran disesuaikan, sebelumnya bungkus dengan kertas kado atau kalender yang tipis. 3. Buat kartu angka (1-20), kartu gambar, kartu huruf (a-z), kartu kata (ba, di,...., dari, kota,.....), kartu kata lebih dari 2 suku kata (memancing, memasak,...) dari kalender bekas yang tebal.

4. Tempelkan plastik dengan ukuran sesuai kartu dilebihkan 1cm pada papan yang berdiri, dengan komposisi 4 di atas untuk angka, 4-5 di tengah untuk menyusun huruf/kata, 3-4 di bawah untuk membuat kalimat. Jumlah plastik disesuaikan dengan ukuran papan dan kartu. 5. Tempelkan kertas tebal untuk alas menulis, letakkan notes kecil di tengah papan dan pinsil. Cover notes dari kalender bekas yang tebal/kertas asturo, beri hiasan dan isi dari kertas CD/HVS bekas yang masih baik. Notes bisa dibuat per anak.
ASPEK YANG DIKEMBANGKAN

NO 1

INDIKATOR Menunjukkan perbuatan yang salah dan benar (Pembiasaan) Menyebutkan berbagai bunyi/suara tertentu (Bahasa) Menirukan kembali 3-4 urutan kata (Bahasa)

KEGIATAN Menunjukkan susunan huruf/kalimat yang benar dan salah Menyebutkan bunyi huruf dan kata yang disusun Menyusun huruf atau kata sesuai dengan yang disebutkan guru atau teman Menuliskan/mencari kata-kata yang sesuai dengan tema hari ini Menyusun huruf menjadi kata/kata menjadi kalimat sesuai dengan benda/gambar yang ditunjukkan/disediakan guru Mengambil kartu angka dan mengurutkannya Meletakkan kartu gambar dan kartu angka yang sesuai dengan jumlah benda yang ada pada gambar.

Mengelompokkan kata-kata yang sejenis (Bahasa) Menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya (Bahasa)

Membilang/menyebut urutan bilangan dari 1-20 (Kognitif) Membilang (mengenal konsep bilangan dengan benda) sampai 10 (Kognitif) Menghubungkan/memasangkan

lambang bilangan dengan bendabenda sampai 10 (anak tidak menulis) (Kognitif) 8 Menyebutkan hasil penambahan dan pengurangan dengan benda sampai 10 (Kognitif) Memegang pinsil dengan benar (antara ibu jari dan 2 jari) (Fisik Motorik) Meniru membuat garis tegak, datar, miring, lengkung, lingkaran,dll (Fisik Motorik) Menggambar bebas dengan berbagai media dengan rapi (Seni) Membuat soal dan menghitung hasil penambahan/pengurangan dengan kartu angka Anak belajar memegang pinsil dengan benar saat menulis atau menggambar di notes yang disediakan Menuliskan kata-kata dengan huruf yang benar

10

11

Menggambar bebas sesuai dengan jumlah yang diminta guru dengan menggunakan pinsil/spidol Mewarnai gambar yang telah dibuat dengan krayon atau pinsil warna

12

Mewarnai bentuk gambar sederhana dengan rapi (Seni)

Posted 19th June 2011 by Theresia Lely Okvitasari


0

Add a comment

2.
JUN

19

ALAT PERAGA EDUKATIF 1

ALAT PERAGA EDUKATIF


TEMA : BINATANG DIBUAT OLEH : THERESIA LELY OKVITASARI SEKOLAH : TK KATOLIK KARITAS III SURABAYA BAHAN :
1. Papan triplek 2. Botol ukuran kecil

3. Kertas Koran (dibuat bubur Koran) 4. Lem rajawali 5. Batu-batuan 6. Pasir putih/serbuk gergaji/ampas kelapa 7. Plastisin 8. Cat poster 9. Gambar binatang, bunga 10. Stik eskrim/tusuk sate 11. Isolasi bolak-balik/lem 12. Kertas asturo/kardus mie

CARA PEMBUATAN :
1. Siapkan triplek ukluran sesuai kebutuhan, beri background dengan lukisan atau finger painting. 2. Buat gunung dari bubur kertas koran, bagian tengah diberi botol agar kuat. 3. Atur batu-batuan, Pasir putih/serbuk gergaji/ampas kelapa, sesuai kreasi di sekitar gunung. 4. Plastisin dapat digunakan untuk menempelkan/alas gambar bunga. 5. Bila gunung ingin diberi warna jangan dikuas tetapi cukup disemburkan dengan cat yang encer dengan bantuan kuas.

CARA PEMBUATAN BUBUR KERTAS :


1. Kertas Koran disobek-sobek.. 2. Rendam dalam air selama 2-3 hari, setiap hari air diganti. 3. Sebelum digunakan, peras sampai air tidak menetes, kemudian campur dengan lem rajawali.

PENGGUNAAN ALAT PERAGA DALAM KEGIATAN :

NO INDIKATOR 1 Menunjukkan perbuatan yang baik dan benar (Pembiasaan) 2 Membedakan dan menirukan kembali bunyi atau suara tertentu (Bahasa) 3 Mendengarkan dan menceritakan kembali cerita secara urut (Bahasa)

Menunjuk dan mencari sebanyakbanyaknya benda, hewan, tanaman yang mempunyai warna, bentuk, ukuran atau menurut ciri-ciri tertentu (Kognitif) Membilang (mengenal konsep bilangan dengan bendabenda) sampai 10 (Kognitif) Menyanyi lebih dari 20 lagu anakanak (Seni)

KEGIATAN Tanya jawab tentang perbuatan yang baik dan benar dalam cerita Menirukan suara binatang yang ditunjukkan guru Mendengarkan cerita guru dengan tema Binatang dan anak dapat bercerita seperti cerita guru atau versi anak sendiri Menunjuk dan mencari nama-nama hewan atau gambar menurut tempat hidupnya (air, darat, udara)

Menghitung banyaknya binatang yang muncul dalam cerita. Menyanyikan lagu-lagu yang digunakan untuk mendukung cerita
0

Posted 19th June 2011 by Theresia Lely Okvitasari

Add a comment

3.
APR

PTK TK Bidang pengembangan Bahasa


BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, devinisi istilah. 1.1. Latar Belakang Anak usia 4-6 tahun merupakan bagian dari anak usia diri yang berada pada rentangan usia lahir sampai 6 tahun. Pada usia ini secara terminologi disebut sebagai anak usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada masa ini mengalami peningkatan dari 50% menjadi 80%. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian/ kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas tahun 1999 menunjukkan bahwa hampir pada seluruh aspek perkembangan anak yang masuk TK mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada anak yang tidak masuk TK di kelas I SD Data angka mengulang kelas tahun 2001/2002 untuk kel as I sebesar 10.85%, dan kelas IV sebesar 0,42%. Data tersebutmenggambarkan bahwa angka mengulang kelas I dan II lebih tinggi dari kelas lain. Diperkirakan bahwa anak-anak yang mengulang kelas adalah anak anak yang tidak masuk pendidikanprasekolah sebelum masuk SD. Mereka adalah anak yang belum siap dan tidak dipersiapkan oleh orangtuanyamemasuki SD. Adanya perbedaan yang sebesar antara pola pendidikan di sekolah dan di rumah menyebabkan anak yang tidak masuk pendidikan taman kanak-kanak (prasekolah) mengalami kejutan sekolah dan mereka mogok sekolah atau tidak mampu menyesuaikan diri sehingga tidak berkembang secara optimal. Hal ini menyesuaikan diri sehinggatidak dapat berkembang secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya pengembangan seluruh potensi anak usia prasekolah. Usia 4-6 tahun, merupakan peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagi upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa terjasinya pematangan fungsifungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalammengembangkan kamampuan fisik,kognitif, bahasa,sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni moral,dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Peran pendidik (orang tua, guru dan orang dewasa lain) sangat dalam upaya pengembangan potensi anak 4-6 tahun. Upaya pengembangan tersebut harus dilakukan melalui kegiatan bermain sambil belajar atau belajar serayabermain. Dengan bermain anak memiliki

kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi belajar secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenai dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan. Atas dasar hal tersebut di atas,maka kurikulum yang dikembangkan disusun berdasarkan karakteristik anak dalam rangka mengembangkan seluruh potensi anak. Pendidikan bagi anak usia dini tidak pernah surut dengan perkembangan permasalahan, model pemecahan serta inovasi untuk mengambil peranan dan tanggungjawab bagi masa depan kemanusiaan, sebab anak merupakan asset masa depan bagi kemanusiaan, mereka yang muncul sebagai pemimpin yang mengemban nilai-nilai kemanusiaan. Tumbuh kembang seorang anak menjadi tanggung jawab setiap orang yang memandang masa depan dengan penuh tantangan yang beragam. Anak memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat dikembangkan guna memikul tanggung jawab di masa mendatang. Potensi ini meliputi seluruh aspek yang ada dalam diri anak baik moral, pengetahuan, ketrampilan dan sikap termasuk akal pikiran yang merupakan anugrah terbesar manusia dari Tuhan di banding makhluk hidup yang lain. Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) menjelaskan secara jelas batasan tentang pendidikan anak usia dini dalam penjelasan pasal 28 ayat (1) : bahwa Pendidikan Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan (tahun dan bukan merupakan persyaratan untuk mengikuti pendidikan dewasa). Pendidikan di Taman Kanak-kanak dilakukan dengan pendekatan bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain dengan tujuan menimbulkan rasa senang pada anak bagaimana karakteristik anak usia dini. Program Kegiatan di Taman Kanak-kanak di laksanakan dengan tujuan program (Depsikbud, 1994:158) untuk membentuk melakukan dasar arah perkembangan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan daya cipta yang di perlukan oleh anak dalam menyesuaikan dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Pendidikan di taman kanak-kanak di kembangkan dengan berdasar pada teori pembelajaran yang menggunakan prosedur dan strategi ilmiah untuk belajar di antaranya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang dapat diterapkan di Taman kanak-kanak adalah metode yang sesuai untuk belajar usia dini. Dalam bukunya tentang metode pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Dari berbagai metode dalam pendidikan anak usia dini nampak bahwa salah satu metode yang dipergunakan adalah metode bercerita yang sesuai dengan tujuan pengembangan anak di Taman Kanak-kanak. Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan (Moeslichatin, 1996:1940). Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Dengan demikian bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu (ide). Sementaradalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat dikatakan sebagai upaya

untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkanya kembali dengan tujuan melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya sehingga anak akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain dengan modal kemampuan berbahasa yang sudah baik. Pendidikan yang dilakukan pada anak usia dini pada hahekatnya adalah upaya memfasilitasi yang sedang terjadi pada dirinya. Perkembangan anak usia dini merupakan kesadaran dan kemampuan anak untuk mengenal dirinya dan berinteraksi dengan lingkungannya seiiring dengan pertumbuhan fisik yang anak alami. Kemampuan guru Taman Kanak-kanak untuk mengembangankan perkembangan bahasa anak didiknya yang dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melalui metode bercerita yang digunakan dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Dari uaian latar belakang di atas maka dianggap perlu melakukan penelitian Upaya Meningkatkan Perkembangan Bahasa pada Anak Kelompok B Melalui Metode Bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun peljaran 2009/2010 ini telah disetujui dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diseminarkan. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, diperoleh rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1.2.1 Bagaimana rencana pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 1.2.2 Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 1.2.2.1 Bagaimana aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 1.2.2.2 Bagaimana aktivitassiswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010? 1.2.2.3 Apa saja faktor penghambat pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010?

1.2.2.4 Apa saja fantor pendukung pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita pada anak kelompok B, di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/ 2010. 1.2.3 Bagaimana meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010? 1.2.4 Bagaimana meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010? 1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Mendeskripsikan rencana pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.2 Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka untukmeningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.2.1 Mendeskripsikan aktivitas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.2.2 Mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.2.3 Mendeskripsikan faktor penghambat dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.2.4 Mendeskripsikan faktor pendukung dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.3 Mendeskripsikan kesalahan berbahasa pada anak kelompok B sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 1.3.4 Mendeskripsikan kesalahan berbahasa pada anak kelompok B setelah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010.

1.4.Manfaat Penelitian Pada dasarnya penelitian ini mempunyai manfaat teoritis dan manfaat praktis, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan konsep pembelajaran berbahasa dengan menggunakan konsep pembelajaran berbahasa dengan menggunakan metode bercerita, sedangkan secara praktis manfaat penelitian ini antara lain: 1. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan meningkatkan ketrampilan mengajar guru di kelas, serta menambah wawasan bahwa bercerita dapat digunakan untuk pembelajaran berbahasa. 2. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan perkembangan bahasa dengan menggunakan metode bercerita. 3. Bagi sekolah diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah yang terjadi selama proses belajar mengajar berlangsung terutama masalah meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pelajaran 2009/2010. 4. Bagi peneliti,dapat menjadi pedoman dalam penelitian selanjutnya. 1.5. Hipotesis Tindakan Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dapat meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pengajaran 2009/2010. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Bahasa dan Perkembangan Anak Musfiroh mengatakan bahasa metode bercerita adalah salah satu metode yang dapat mengembangkankemampuan berbahasa anak, yaitu melalui perbendaharaan kosa kata yang sering didengarnya. Semakin banyak kata yang dikenalknya, semakin banyak juga konsep tentang sesuatu yang dikenalnya (Musfiroh, 2005:79). Menurut Kusnaini (2004) metode bercerita pada usia dini bertujuan, agar anak mampu mendengar dengan seksama terhadap apa yang disampaikan orang lain, ia dapat bertanya apabila tidak memahaminya dan selanjutnya ia dapat mengekspresikan terhadap apa yang diceritakannya.

Sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun di laksanakan. Dimana menurut Kusnaini (2004) metode bercerita mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Melatih daya tangkap anak. b. Melatih daya pikir anak. c. Melatih daya konsentrasi. d. Membantu perkembangan fantasi atau imajinasi anak. e. Menciptakan suasana yang menyenangkan dan akrab di ruang kelas. Menurut Moeslichatoen (2004) guru dapat memanfaatkan bercerita untuk menanamkan kejujuran, keberanian, kesetiaan, keramahan, ketulusan. Kegiatan bercerita memungkinkan anak mengembangkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor, bila anak terlatih untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis. Guru yang pandai bercerita akan menjadikan perasaan anak larut dalam kehidupan imajinatif dalam bercerita tersebut. Upaya meningkatkan perkembangan bahasa pada anak melalui metode bercerita adalah : a. Suatu kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman baru dengan membawakan cerita dan berbagai kosakata baru yang belum pernah di dengar anak. Dengan demikian akan semakin banyak konsep kata yang dikenal anak. b. Suatu kegiatan pembelajaran yang menampilkan perilaku tokoh dalam cerita. Jika tokoh yang dimunculkan dengan sifat positif dan sifat itu akan menyenangkan maka anak akan dengan mudah mengadopsi sifat dan perilaku tokoh tersebut, demikian pula sebaliknya. Tips bercerita menurut Rainer dan Isbell dapat diterapkan ketika bercerita terhadap anak-anak, yaitu: a. Memperhatikan anak-anak selama bercerita. Buat klarifikasi jika dibutuhkan. b. Beri dorongan untuk berinteraksi dan berpartisipasi. c. Memodifikasi jalan dan panjang cerita untuk menyesuaikan pengalaman dan tingkat perkembangan anak-anak yang hadir. d. Menggunakan variasi suara, ekspresi wajah, gerakan dan kata-kata berulang untuk melibatkan anak-anak masuk dalam cerita.

e. Menggunakan kata-kata dan deskripsi yang tepat, sehingga membantu anak-anak membayangkan kejadian di dalam cerita. f. Ulang cerita yang sama berulang kali sejak anak-anak. Kareana anak-anak akan membangun pemahaman mereka terhadap cerita tersebut. Bercerita kepada anak memberikan tantangan yang unik. Anak-anak senang sesuatu yang mudah ditebak, pengulangan, humor, dan partisipasi aktif ketika mendengarkan cerita. Ketika cerita sulit atau pembaca cerita terlalu dramatis, anak-anak akan menjadi tidak berminat dan pergi. Menurut Moeslichatoen (2004) sebelum membacakan cerita pendongeng harus mengetahui cerita harus menarik dengan pemilihan cerita yang baik, yaitu : a. Cerita harus menarik dan memikat perhatian guru, kalau cerita itu menarik dan memikat maka guru akan bersungguh-sungguh dalam menceritakan kepada anak-anak. b. Cerita harus sesuai dengan kepribadian anak, gaya dan bakat anak. c. Cerita harus sesuai dengan usia dan kemampuan mencerna isi cerita anak usia PAUD. 2.2. Metode Bercerita Metode bercerita Kusnaini (2004) cara guru bercerita pada anak didik untuk memperkenalkan hal-hal baru dan menyampaikan pembelajaran mengembangkan berbagai kompetensi dasar anak usia dini. Biasanya kegiatan bercerita di laksanakan pada kegiatan penutup sehingga ketika anak pulang menjadi tenang. Namun demikian tidak selalu pada kegiatan penutup, bercerita dapat pula dilakukan pada saat pembukaan atau ini setiap cerita yang akan disajikan, guru harus selalu hafal isi cerita yang akan disampaikan. Pada saat bercerita guru dapat berdialog dengan anak maksud menjelaskan isi gambar yang di tunjukkan guru atau bagian cerita yang sedang di sampaikan guru. Anak di beri pujian apabila dapat menjawab pertanyaan guru dan dapat menceritakan kembali cerita yang telah di ceritakan guru ketika guru selesai. Bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berkutnya dan menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat di masyarakat. Bercerita juga merupakan stimulan yang dapat membangkitkan anak terlibat secara mental, sehingga mental anak dapat melambung, melalang buana melalui isi cerita itu sendiri. Dengan demikian melalui cerita, kecerdasan bahasa anak semakin terasah. 2.3. Upaya Guru Dalam Meningkatkan Perkembangan Bahasa

Dalam memberikan pengalaman belajar melalui penuturan cerita guru, guru terlebih dahulu menetapkan rancangan dalam meningkatkan perkembangan bahasa yang harus dilalui dalam bercerita, sesuai dengan rancangan tema dan tujuan, maka Moeslichatoen (2004:179180) menetapkan langkah-langkah, sebagai berikut : a. Mengkomunikasikan tujuan teman dalam bercerita kepada anak. b. Mengatur tempat duduk anak, mengatur bahan dan alat yang dipergunakan sebagai alat bantu sesuai cerita yang dipilih. c. Pengembangan kegiatan bercerita. d. Pengembangan cerita yang dituturkan guru e. Guru menetapkan rancangan cara-cara bertutur yang dapat menggetarkan perasaan anak. f. Langkah penutup kegiatan bercerita dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan isi cerita. Menurut Rahman (2005), penerapan kegiatan bercerita dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, seperti: 1. Bercerita tanpa alat peraga, hanya mengandalkan kemampuan varbal orang yang memberikan cerita. 2. Bercerita dengan alat peraga, seperti boneka, gambar dan benda lain. 3. Bercerita dengan cara membaca buku cerita, tidak diperlukan kemampuan fantasi, imajinatif dan olah kata dari orang yang bercerita melainkan hanya olah intonansi dan suara. 4. Bercerita dengan menggunakan bahasa isyarat atau gerakan pantomime, film kartun tanpa bicara. 5. Bercerita melalui alat pandang dengar : kaset, video, televisi. Menurut Koesnaini (2004), kegiatan bercerita pada pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dengan cara : 1. Bercerita tanpa alat, kegiatan bercerita tanpa menggunakan alat hanya menggunakan suara, mimik dan pantomimik orang bercerita. Pada kegiatan bercerita tanpa alat ini, kemampuan guru secara penuh sangat menentukan dalam hal, hafal, isi cerita, suara, intonansi bicara, mimik, ekspresi, dan keterampilan gerak

tubuh yang menyenangkan bagi anak usia dini, untuk membantu imajinasi anak memahami isi cerita. Namun demikian diharapkan penampilan guru tidak dibuat-dibuat secara berlebihan sehingga membuat anak tidak nyaman mendengarkannya dan tidak etrtarik untuk memperhatikannya. Kegiatan bercerita dapat dilaksanakan di tempat tertutup maupun terbuka. 2. Bercerita dengan alat, kegiatan bercerita dengan menggunakan media alat pendukung isi cerita yang disampaikan. Tujuannya untuk membantu imajinasi anak memahami isi cerita. Alat atau media yang digunakan hendaknya aman, menarik, dapat dimainkan oleh guru maupun anak didik dan sesuai dengan tahap perkembangan anak. Alat yang digunakan dapat asli atau media dari lingkungan sekitarnya dan dapat pula benda tiruan atau fantasi. Kegiatan bercerita dengan alat ini pun dapat dilaksanakan di ruangan terbuka maupun tertutup. Bercerita dengan alat peraga langsung, adalah kegiatan bercerita dengan menggunakan alat peraga langsung baik benda maupun makhluk hidup lainnya misalnya tanaman dan binantang. Ketentuan bercerita dengan alat peraga langsung : a. Isi cerita sesuai dengan perkembangan anak dan media yang digunakan. b. Menggunakan bahasa anak. c. Alat atau media yang digunakan tidak membahayakan bagi guru maupun anak didik. d. Alat atau media yang digunakan dapat tersimpan dalam satu tempat atau dapat dipegang langsung oleh guru dan anak. Contoh : 1) Benda : tas sekolah, buku, pensil, baju, dll. 2) Binantang : kucing, ayam, bebek, ikan, dll. 3) Tanaman : bunga mawar, pohon singkong, dll Bercerita dengan alat peraga tidak langsung, misalnya bercerita menggunakan gambar. Jumlah gambar yang digunakan bisa satu gambar, dua gambar atau lebih. 2.4 Pengertian, Fungsi dan Peranan Bahasa Bagi Anak 2.4.1 Pengertian Bahasa Anak

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa melepaskan diri dari bahasa. Dengan bahasa manusia bisa bergaul sesama manusia dimuka bumi ini. Ungkapan-ungkapan ini menunjukkan betapa pentingnya peranan bahasa bagi perkembangan manusia dan kemanusiaan. Akhadiah dkk (dalam Suhartono, 1993:2) menyatakan bahwa dengan bantuan bahasa, anak tumbuh dari organisme biologis menjadi pribadi di dalam kelompok. 2.4.2 Fungsi Bahasa Bagi Anak 2.4.2.1 Anak berusaha mengatakan apa yang ada dalam pikirannya dengan kelimat-kalimat pendek. Kalimat yang terdiri dari satu kata atau 2 kata. 2.4.2.2 Bahasa sebagai sarana untuk mendengarkan. Oleh karena itu dengan bahasa anak mampu mendengarkan dan mampu memahami maksud bahasa yang didengarnya. 2.4.2.3 Bahasa sebagai sarana untuk melakukan berbicara. Anak bisa berbicara dengan bahasa yang ia kenal sehari-hari dilingkungan rumah. Bahasa di luar rumah akan mampu ia gunakan setelah bergaul dengan lingkungan di luar rumah dan di sekolah. 2.4.2.4 Setelah anak memasuki sekolah, bahasa mempunyai peranan untuk membaca dan menulis. Anak belajar dan menulis di sekolah, khususnya pada waktu ia memasuki kelas satu sekolah dasar. 2.4.3 Permasalahan Bahasa Bagi Anak Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan bahasa bagi anak, antara lain : 2.4.3.1 Keterbatasan kata-kata yang diketahui 2.4.3.2 Terdapat orang tua atau orang-orang yang ada disekitar anak yang sengaja berbicara dengan lafal yang dibuat-buat. 2.4.3.3 Adanya beberapa anak yang mempunyai gangguan alat artikulasi sehingga anak tidak mengucapkan bunyi-bunyian vocal tertentu. 2.4.4 Peranan Bahasa Peranan bahasa terdiri dari : 2.4.4.1 Sebagai sarana utama untuk berpikir 2.4.4.2 Alat penerus pengembangan bahasa bagi anak. 2.4.5 Tahap Perkembangan Bahasa Bagi Anak

2.4.5.1 Usia satu tahun Anak berada pada tahap yang sangat sederhana dan satu kata bisa mewakili banyak pemikiran lengkap. Anak bisa mengucapkan satu atau 2 kata, tetapi cuma dan sepotong kata bisa punya arti panjang. Contoh, saat anak bilang susu, artinya aku minta susu, atau aku minum susu. 2.4.5.2 Usia dua tahun Di usia ini anak sudah menggabung dua kata atau lebih menjadi satu kalimat yang bermakna dan berarti : contohnya, minum susu atau tidak susu putih saja 2.4.5.3 Usia tiga tahun Anak sering melakukan hal yang menarik perhatian karena ia tengah memasuki tahap membangkang, yaitu melakukan yang dilarang tidak melakukan yang diizinkan, seperti bodoh, dan kata-kata kasar lainnya. Belum lagi kosa kata diperolehnya di usia ini semakin banyak dan tidak melulu hanya dari orang tua. Walaupun begitu, orang tua tidak perlu cemas. Hal ini wajar terjadi pada balita karena : a. Anak pertama kali baru bisa berbicara b. Anak pertama kali baru bisa berkomunikasi dengan orang lain. c. Anak mulai memperoleh banyak informasi kata dan kalimat baru yang menarik. d. Kemampuan bahasa mempunyai arti dan bisa dipahami. e. Anak banyak mempunyai kosata untuk dijadikan sebuah kelimat diotaknya masih sangat terbatas. f. Pengalaman berbahasanya masih sangat minim. 2.4.6 Cara mengembangkan bahasa anak Jika cara-cara dibawah ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten, maka anak akan termotivasi untuk terus mengembangkan kemampuannya berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Inilah beberapa hal yang penting diperhatikan orang tua saat berkomunkasi dengan si batita.

2.4.6.1 Gunakan bahasa yang benar, bukan oh, mimik cu cu, ya"? tapi , "oh. mau minum susu, ya'" 2.4.6.2 Gunakan kalimat dan kata yang tidak bermakna ganda. Contoh, jangan ke dekat kompor, bahaya! 2.4.6.3 Gunakan selalu kalimat pendek. 2.4.6.4 Hindari kata-kata kotor dan kasar jika tak ingin anak menirunya. 2.4.6.5 Karena anak masih belajar, orang tua sebaiknva melambungkan bahasa dengan jelas, tidak cepat-cepat dan dengan gerak mulut yang tegas sehingga mudah dikenali dan diikuti anak. 2.5 Hubungan Metode Bercerita dengan Kemampuan Bahasa Anak Sampai detik ini masih menjadi satu pilihan bagi orang tua dan untuk meningkatkan perkembangan kosa kata, perkembangan makna kata, perkembangan penyusunan kalimat dan perkembangan penggunaan bahasa untuk komunikasi. Dengan mendengarkan cerita anak belajar bagaimana bunyi-bunyian yang bermakna diajarkan dengan benar, bagaimana katakata disusun secara logis dan mudah dipahami, bagaimana konteks dan konteks berfungsi dalam makna. Hal ini yang lebih penting, anak juga belajar bagaimana mengambil pelajaran penggunaan bahasa tentang bagaiamana pembicaraan, bagaimana memilih sapaan sopan, bagaimana mengucapkan salam dan bagaimanamengambil pola bergiliran bicara yang tepat. Ini berarti secara tidak langsung, anak telah menanamkan kecerdasan bahasanya. Perkembangan bahasa dapat dipakai sebagai tolak ukur kecerdasannya dikemudian hari. Pada masa itu, anak menguasai kemampuan berbicara, tetapi mereka harus lebih banyak sebelum mereka mencapai kemampuan berbahasa orang dewasa (Hur Lock, 1987:180). BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Perkembangan Bahasa pada Anak Kelompok B Melalui Metode Bercerita di TKK Karitas II Surabaya Tahun Pengajaran 2009/2010 ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan bahasa pada anak kelompok B di TKK Karitas II Surabaya tahun pengajaran 2009/2010 melalui pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita

Penelitian ini akan menggunakan metode bercerita pada proses pembelajaran yang diuji cobakan, dengan maksud agar siswa dapat meningkatkan perkembangan bahasanya. Definisi PTK Menurut Suharsimi Arikunto 2002. Istilah dalam bahasa Inggris adalah classroom Action Research (CAR) yaitusebuah kegiatan penelitian yang dilakukan dikelas dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan. 1. Penelitian: menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2. Tindakan: menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa. 3. Kelas: dalam hal ini terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Menurut Suhardjono (2003), adanya keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 tahun 1993 tentang penetapan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, serta keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala BAKN nomor 0433/ P/ 1993, nomor 25 tahun 1993 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya, pada prinsipnya bertujuan untuk membina karier kepangkatan dan profesionalisme guru. Pada aturan tersebut, diantaranya dinyatakan bahwa untuk keperluan kenaikan pangkat/ jabatan guru pembina/ golongan IV a ke atas, diwajibkan adanya angka kredit yang harus diperoleh dari kegiatan pengembangan profesi. Melalui sistem angka kredit tersebut, diharapkan dapat diberikan penghargaan secara lebih adil dan lebih profesional terhadap pangkat guru yang merupakan pengakuan profesi dan kemudian akan meningkatkan tingkat kesejahteraannya. Menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) dibidang pendidikan merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pengembangan profesi. Di antara bentuk KTI yang cenderung banyak dipilih oleh para guru adalah KTI hasil penelitian. Saat ini kegiatan penelitian yang makin banyak dilakukan oleh para guru adalah berupa penelitian tindakan kelas. Menurut Supardi (2004), dalam PTK, penliti/ guru dapat melihat sendiri praktik pembelajaran atau bersama guru lain ia dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari

segi aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK guru secara reflektif dapat menganalisis, mensintesis terhadap apa yang telah dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan melakukan PTK, pendidik dapat memperbaiki praktik-praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif. Justru dengan melakukan PTK akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus membebani pekerjaan pendidik / guru dalam kesehariannya. Jika dilakukan secara kolaboratif yang bertujuan memperbaiki proses pembelajaran tidak akan mempengaruhi materi pelajaran.Oleh karena itu, guru. Tenaga pendidik tidak perlu takut terganggu dalam mencapai target kurikulumnya jika akan melaksanakan PTK. Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik pendidikan. Hal ini terjadi karena kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri, dikelas sendiri, dengan siswanya sendiri melalui tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi. Dengan demikian, diperoleh umpan balik yang sistematis mengenai apa yang selama ini dilakukan dengan kegiatan belajar mengajar. Penyajian atau penelitian ini menyempurnakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif digunakan karena penelitian ini menghasilkan deskriptif berapa katakata tertulis atau lisan dari hasil belajar siswa. Penelitian ini mengambil masalah bukan dari kajian teoritis, melainkan masalah nyata yang dihadapi praktisi pendidikan dalam ini guru TK yang diperoleh melalui hasil kolaboratif dengan mitra. Selain penelitian ini bersifat khas sebagaimana karakter PTK yakni adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran di kelas. Penelitian ini direncanakan dalam tiga siklus dengan harapan indikator keberhasilan akan tercapai. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti yang telah didesain dalam faktor yang ingin diteliti. Prosedur penelitian ini melalui empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi pada tiap siklus, secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas tiap siklus dijabarkan sebagai berikut : 1. Perencanaan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah sebagai berikut : a. Menyusun persiapan observasi mengajar SKH-SKM tiap kelas. b. Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas guru dan siswa di dalam kelas proses pembelajaran.

c. Mempersiapkan media pembelajaran yaitu buku cerita dan peralatan pendukung lainnya. d. Mempersiapkan alat evaluasi untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa terhadap pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa. e. Mempersiapkan sumber pembelajaran. f. Mempersiapkan instrumen penelitian yang lain. 2. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan guru menyampaikan materi, melakukan tindakan, lalu siswa meningkatkan perkembangan bahasa 3. Observasi Observasi dilakukukan ketika berlangsungnya proses beajar mengajar. Observasi dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat untuk mengawasi dan menilai aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. 4. Refleksi Hasil yang di dapat dari tahap observasi dari penilaian tugas berbahasa pada anak kelompok B itu dikumpukan lalu dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengadakan refleksi, yaitu melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam meningkatkan perkembangan bahasa. Selain itu refleksi ini juga dilakukan untukmengetahui bagaimana kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan metode bercerita pada siklussebelumnya.Hal ini akan digunakan sebagai acuan untuk siklus berikutnya. 3.2. Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah peneliti guru dan siswa kelas B di TK TKK Karitas II Surabaya yang berjumlah 20 siswa, yang terdiri atas 7 siswa perempuan dan 13 siswa lakilaki. Adapun guru yang dijadikan subjek penelitian ini adalah guru TK B yakni ibu Christinius Herwinarni. 3.3. Data Penelitian Data dalam penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif terdiri atas data hasil belajar siswa, pengamatan aktivitas guru dan siswa, serta penilaian SKH dan SKM.

Data hasil belajar siswa berupa skor nilai pada saat pembelajaran berbahasa dengan media gambar selama siklus I, II dan III. Adapun data pengamatan aktivitas guru dan siswa berupa skor pengamatan yang diberikan pada saat pembelajaran berbahasa dengan media gambar selama siklus I, II dan III, sedangkan data penilian SKH, SKM berupa skor yang diberikan tim ahli yaitu dosen ahli dan guru mitra selama pelaksanaan siklus I, II dan III. Data kualitatif yaitui data fakor penghambat dan pendukung dalam pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita dalam rangka untuk meningkatkan perkembangan bahasa yang diperoleh dari deskriptif hasil wawancara. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi, wawancara dan tes teknik observasi digunakan untuk menyimpulkan data-data tentang situasi kelas. Pada saat pembelajaran berlangsung yang meliputi aktivitas guru dan siswa. Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui fakor-faktor penghambat dan pendukung pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa dengan menggunakan metode bercerita. Sedangkan teknik tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan metode bercerita. 3.5. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen atau alat pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.5.1 Lembar penilaian SKH, SKH dan kegiatan pembelajaran SKH, SKM dengan kegiatan pembelajaran selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar penilaian ini diisi oleh guru mitra yaitu guru yang mengajar kelompok B TKK Karitas II Surabaya dan dosen ahli. 3.5.2 Lembar pengamatan aktivitas siswa. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aspek aktivitas siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar pengamatan ini oleh guru mitra yaitu guru teman sejawat yang bertindak sebagaimana pengamat selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 3.5.3 Lembar pengamatan aktivitas guru. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui aspek aktivitas guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Lembar pengamatan ini oleh guru mitra yaitu guru teman sejawat yang bertindak sebagaimana pengamat selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.5.4 Lembar pedoman wawancara. Instrumen ini digunakan sebagai pedoman selama proses wawancara untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa dengan metode bercerita. Selain itu, kegiatan wawancara tersebut juga untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung selama proses belajar mengajar berlangsung. 3.5.5 Tes Hasil Belajar. Tes yang diberikan merupakan tes lisan tentang materi meningkatkan perkembangan bahasa dengan metodebercerita tiap siswa. Tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diberikan pembelajaran pada setiap siklus. 3.6. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 3.6.1 Observasi Observasi dilakukan secara langsung pada saat pembelajaran meningkatkan perkembangan bahasa pada ssiwa kelompok B. Lembar observasi ini bertujuan untuk mendapatkan datadata tentang situasi kelas pada saat pembelajaran berlangsung, yang meliputi aktivitas guru dan siswa. 3.6.2 Wawancara Wawancara dilakukan diluar kelas setelah kegiatan belajar mengajar berakhir. Jenis wawancara yang digunakan pada penelitian ini ialah wawancara bebas terpimpin dengan menggunakan lembar pedoman wawancara, selama proses wawancara, pertanyaan tidak hanya didasarkan pada pedoman wawancara namun pertanyaan dapat berkembang seiring jawaban mitra sejawat dengan pengelompokkan nilai baik, cukup dan kurang. 3.6.3 Tes Tes diberikan untuk mendapatkan data tantang hasil belajar siswa. tes tersebut pada tiap siklus, sehinggauntuk tiap siklusnya siswa akan menghasilkan produk. Melalui tes tersebut akan diketahui peningkatan perkembangan bahasa sebelum dan setelah menggunakan pembelajaran dengan media gambar. Gambar diberikan pada tiap siklusnya bervariasi jenis dan kuantitasnya. 3.7. Tehnik Analisis Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan dengan kata-kata semua simpulan hasil penelitian. Begitu juga semua data yang berupa angka-angka yang diperoleh dan dianalisis terlebih dahulu menggunakan rumus-rumus statistik sederhana. Data yang dianalisis antara lain : 3.7.1 Analisis data hasil penilaian SKH, SKM dan kegiatan pembelajaran. Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase sebagai berikut:

M= Keterangan : M = Mean (nilai rata-rata) fx = Jumlah skor yang diperoleh N = Jumlah skor maksimal 3.7.2 Analisis data tes hasil belajar Teknik analisis ini menggunakan penghitungan prosentase sebagai keberhasilan atau ketercapaian siswa dalam menguasai berbahasa penghitungannya sebagai berikut :

M= Keterangan: M = Mean (nilai rata-rata) fx = Jumlah skor yang diperoleh N = Jumlah skor maksimal 3.7.3 Analisis data observasi aktivitas siswa Data observasi aktivitas siswa selama kegiatan belajar berlangsung dianalisis dengan menggunakan perhitungan prosentase. Penghitungannya sebagai berikut :

P= Keterangan: P = Porsentase frekuensi kejadian yang muncul fx = banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = Jumlah aktivitas keseluruhan 3.7.4 Analisis data hasil observasi aktivitas guru Data observasi aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dianalisis dengan menggunakan penghitungan persentase. Penghitungannya sebagai berikut:

P= Keterangan: P = Porsentase frekuensi kejadian yang muncul f = Banyaknya aktivitas siswa yang muncul N = Jumlah aktivitas keseluruhan 3.7.5 Analisis data hasil wawancara Data yang dihasilkan melalui titik wawancara merupakan data kualitatif yang berupa kata-kata, berupa faktor-faktor penghambat dan penunjang atau pendukung pembelajaran dianalisis dengan teknik analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan para frase jawaban subjek yang diwawancara dan membuat simpulan hasil wawancara. 3.8. Instrumen Analisis Data Penelitian Instrumen analisis data penelitian ini berupa tabel hasil penilaian SKH, SKM dan hasil observasi aktivitas guru dan siswa, hasil tes dan data hasil wawancara. 1. Tabel hasil penilaian SKH, SKM. Tabel 3.1 Hasil Penilaian SKH

No 1 2 Dst

Aspek yang diteliti

Skor

Prosentase

Skor Total

Tabel 3.2 Hasil Penilaian SKM No 1 2 Dst Skor Total Aspek yang diteliti Skor Prosentase

4 Tabel hasil observasi aktivitas guru dan siswa Tabel 3.3 Pengamatan Aktivitas Guru No 1 2 Dst Skor Total Aspek yang diteliti Skor Prosentase

Tabel 3.4 Pengamatan Aktivitas Siswa

No 1 2 Dst

Aspek yang diteliti

Skor

Prosentase

Skor Total

Tabel 3.5 Data Gabungan Pengamatan Aktivitas Guru Pertemuan 1 No Pengam at 1 1 2 Dst Jumla h Pengam at 2 Pengam at 1 Pengam at 2 Pertemuan 2 Rat arata

Tabel 3.6 Data Gabungan Pengamatan Aktivitas Siswa Pertemuan 1 No Pengam at 1 1 2 Pengam at 2 Pengam at 1 Pengam at 2 Pertemuan 2 Rat arata

Dst Jumla h

3. Tabel hasil observasi siswa Tabel 3.7 Hasil Belajar Siswa No 1 2 Dst Skor Total Nama siswa Niai Kriteria

3.9. Prosedur Analisis Data Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian langkah penganalisisan sebagai berikut : 1. Data hasil penilaian SKH 2. Data hasil pengamatan 1. Data hasil pengamatan aktivitas guru 2. Data hasil pengamatan aktivitas siswa 3. Data hasil wawancara 4. Data hasil belajar siswa a. Data hasil belajar siswa sebelum menggunakan pembelajaran dengan media gambar. b. Data hasil belajar siswa setelah menggunakan pembelajaran dengan media gambar.
Posted 3rd April 2011 by Theresia Lely Okvitasari

ini

akan

dianalisis

dengan

langkah

Add a comment

4.
FEB

24

Guru Profesional Kunci Keberhasilan Pendidikan


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang, dalam pembangunan bangsa masih mengacu pada negara-negara lain yang sudah maju. Demikian pula dengan dunia pendidikan, meskipun tidak 100% adaptasi dari negara maju tetapi upaya untuk menghasilkan lulusan bermutu sudah mulai digalakkan. Dunia pendidikan di Indonesia memang masih tertinggal jauh dengan negaranegara lain. Baik dari segi mutu lulusan, sarana prasarana maupun sumber daya manusia yang terlibat dalam dunia pendidikan. Untuk mengejar ketinggalan dengan negara lain, para guru dituntut untuk mampu mengembangkan diri baik dalam segi tingkat pendidikan maupun kualitas kerjanya. Dengan peningkatan sumber daya manusia terutama para guru, diharapkan dunia pendidikan mampu menghasilkan lulusan yang bagus dan bermutu. Bagus dari segi prestasi, bermutu dalam arti mampu bersaing dalam era globalisasi dan mengikuti perkembangan jaman terutama dalam bidang teknologi, informasi dan sains. Peningkatan kualitas guru ini benar-benar mendapat perhatian serius dari pemerintah, karena para siswa adalah calon-calon penerus dan pengembang bangsa Indonesia. Indonesia akan menjadi negara besar jika para putra bangsanya mampu bersaing dengan negara-negara maju. Dan tugas ini terletak di pundak para guru sebagai pendidik dan pengajar. 1.2 Rumusan Masalah Masalah yang kami angkat adalah : 1. Bagaimana menjadi guru yang profesional ? 2. Mengapa guru profesional adalah kunci keberhasilan pendidikan ? 1.3 Tujuan Tujuan secara umum adalah para guru di Indonesia dapat menjadi guru profesional yang bertanggungjawab dan bermutu. Tujuan secara khusus adalah para guru mau dan dapat mengembangkan diri secara periodik agar tidak tertinggal.

1.4 Manfaat Manfaat yang diperoleh dengan menjadi guru profesional adalah kesejahteraan guru meningkat, mampu menghasilkan lulusan yang bermutu, mampu bersaing dalam era globalisasi, intelektual dan kemampuan berkembang sesuai jaman dan kreatif, inovatif. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Guru Profesional Guru profesional dipandang dari segi jabatan adalah guru yang memiliki sertifikat mengajar, berijasah minimal S-1 keguruan atau Akta IV, mempunyai jam mengajar minimal 24 jam perminggu. Guru profesional dipandang dari segi tugas dan fungsinya adalah guru yang mampu mentransfer ilmu kepada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat; memanfaatkan teknologi secara tepat guna; menguasai metode dan teknologi; melaksanakan administrasi pembelajaran secara teratur; mampu berkomunikasi dengan siswa secara baik; menjalin hubungan dengan pakar-pakar pendidikan atau masyarakat umum; mengembangkan diri secara periodik melalui seminar-seminar, diklat, penataran; menjadi panutan bagi masyarakat dan terlibat dalamm kegiatan-kegiatan masyarakat; berkreasi dan mampu menuangkan ide-ide kreatif melalui tulisan, kegiatan nyata. 2.2 Sosok Seorang Guru Ideal dan Guru Profesional Sebelum menjadi sosok guru profesional, hendaklah menjadi guru ideal terlebih dahulu. Tolak ukur untuk menetapkan mana guru yang ideal dan mana guru yang sedikit ideal bahkan tidak ideal sama sekali tentu sangat subyektif dan relatif. Apa yang disampaikan oleh Husnul tentang kriteria guru ideal abad 21 merupakan tawaran yang cukup bagus. Tetapi, kita perlu juga mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjadi guru ideal belumlah cukup. Untuk mencapai menjadi guru profesional, haruslah melewati tahap-tahap menjadi guru ideal. Karena syarat untuk menjadi guru profesional ada dalam syarat menjadi guru ideal. Bekal sertifikat mengajar saja tidak cukup, sertifikat hanya selembar kertas, tetapi wujud nyata sebagai seorang guru yang dikatakan profesional sebagaimana halnya dokter harus diwujudkan. Syarat-syarat ini akan kami bahas di bab selanjutnya. 2.3 Tuntutan dan Janji Profesionalisme Guru Menurut T. Raka Joni, suatu profesi harus berpijak pada tiga pilar, yaitu pilar pertama adalah kemampuan-atau katakanlah kompetensi tingkat tinggi yang hanya bisa diraih melalui pendidikan yang "serius"-kuat dasar akademiknya, tangguh pengetahuan dan keterampilan profesionalnya, serta tinggi keakrabannya dengan situasi rujukannya melalui program pengalaman lapangan yang sistematis: mulai dari latihan laboratorik, dilanjutkan dengan latihan di lapangan yang bermuara pada masa pemagangan . Pilar kedua, dalam menerapkan layanan

ahlinya itu, kaum profesional tersebut selalu mengedepankan kemaslahatan kliennya (subyek didik dalam konteks keguruan, pasien dalam konteks kedokteran). Tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang profesional untuk menggunakan keahliannya itu untuk memperoleh keuntungan pribadi, apalagi yang dapat berdampak merugikan klien. Oleh karena itu, di samping karena sisi teknis pendidikan persiapannya, kedua pilar merujuk kepada persyaratan pembentukan kepribadian dan watak yang bermuara pada pelaksanaan layanan ahli yang selalu dapat diandalkan oleh klien. Dengan perkataan lain, seorang profesional selalu menampilkan diri sebagai safe practitioner. Pilar ketiga adalah diakui serta dihargainya eksistensi layanan yang unik, yang mempersyaratkan keahlian khas ini oleh masyarakat pemakai layanan serta oleh pemerintah. Dengan kata lain, kedudukan sebagai penyelenggara layanan ahli diperoleh berdasarkan kompetensi dan etika, bukan berdasarkan uang atau akrobatik KKN. Guru yang profesional, harus segera diwujudkan. Terlebih di era otonomi daerah, dengan acuan kompetisi global yang sungguh ketat. Bayangkan saja, jika melihat peringkat dunia pendidikan kita berada di urutan ke-109 di tahun 2000. Untuk meraih posisi yang lebih meningkat, bukan jalan yang mudah. Sebab, salah satu yang memegang kendali paling dominan adalah bagaimana mempunyai tenaga pendidik yang memang benar-benar berkualitas Mencapai sosok guru yang berkualitas dan mampu melahirkan daya saing pendidikan tidak sekadar menaikkan gaji. Konteks globalisasi, lebih memaksa para guru mampu memberikan materi-materi ajar yang relevan dengan kebutuhan zaman, yang diajarkan dengan sebuah metoda pengajaran yang dinamis. Metoda pengajaran yang dinamis, setidaknya harus dipunyai oleh mereka yang ingin benar-benar menjadi profesional di dunia pendidikan. Maka, menjadi guru yang profesional berarti mempunyai militansi individual, sadar akan sistem sanksi profesi, mempunyai landasan pengetahuan nalar yang kuat, mampu bekerja sama dalam sebuah sistem pendidikan formal terkecil sekolah. Untuk itulah, dengan naiknya gaji, ternyata salah satu tuntutan yang terus bergulir deras adalah, bagaimana jika kalangan pendidik tampil lebih professional.ini yang ideal. BAB III PEMBAHASAN 3.1 Menjadi Guru Ideal Pertama, guru ideal dapat membagi waktu. Kalau hanya untuk belajar, mengajar dan mempersiapkan materi pelajaran, banyak guru yang bisa membagi waktu dengan baik. Namun benturan ekonomi dan rendahnya kesejahteraan -terutama guru tidak tetap (GTT)- seringkali membuat hidup menjadi serba kekurangan. Urusan membagi waktu pun kemudian menjadi hal yang teramat sulit. Kedua, guru harus gemar membaca. Kegiatan ini terdengar mudah sebab bisa kapan saja dan di mana saja. Membaca juga tidak harus dengan membeli buku. Kita bisa meluangkan waktu pergi ke perpustakaan atau tempat lain yang baca gratis. Namun kembali lagi pada masalah yang pertama tentang pembagian waktu. Barangkali para guru akan sedikit bahagia kalau mendengar kabar bahwa sehari tidak lagi 24 jam tetapi 34 jam. Ketiga, tentang budaya menulis dan meneliti, dua hal ini masih menjadi kendala terberat guru. Saya mensinyalir ada keterkaitan antara budaya membaca dan keterampilan

menulis. Di Malang raya begitu banyak media untuk mempublikasikan tulisan dan hasil peneltian. Paling tidak, dengan banyaknya media yang menyediakan ruang bagi guru dapat memacu guru untuk lebih giat menulis dan meneliti. Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya. Guru ideal adalah guru yang mengusai ilmunya dengan baik. Mampu menjelaskan dengan baik apa yang diajarkannya. Disukai oleh peserta didiknya karena cara mengajarnya yang enak didengar dan mudah dipahami. Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Benarkah sosok itu ada? Lalu seperti apakah sosok guru ideal yang diperlukan saat ini? Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan dibawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Salam, Sapa, Sopan, Senyum, dan Sabar). Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Pengalaman mengatakan, siapa yang rajin membaca, maka ia akan kaya akan ilmu. Namun, bila kita malas membaca, maka kemiskinan ilmu akan terasa. Guru yang rajin membaca otaknya seperti komputer atau ibarat mesin pencari di internet ysng bernama Google. Bila ada peserta didiknya yang bertanya, memori otaknya langsung bekerja mencari dan menjawab pertanyaan para anak didiknya dengan cepat dan benar. Akan terlihat wawasan guru yang rajin membaca, dari cara bicara dan menyampaikan pengajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Menulis dan membaca adalah kepingan mata uang logam yang tidak dapat dipisahkan. Guru yang terbiasa membaca, maka ia akan terbiasa menulis, mengapa? Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari apa yang dibacanya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri. Menulis itu ibarat pisau yang kalau tidak sering diasah, maka akan tumpul dan berkarat. Guru yang rajin menulis, akan mempunyai kekuatan tulisan yang sangat tajam, layaknya sebilah pisau. Tulisannya sangat menyentuh hati, dan bermakna, rinci serta mudah dicerna bagi siapa saja yang membacanya. Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Orang Barat mengatakan bahwa waktu adalah uang, time is money. Bagi guru waktu lebih dari uang dan bahkan bagaikan sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja termasuk pemiliknya. Pedang yang tajam bisa berguna untuk membantu guru menghadapi hidup ini, namun bisa juga sebagai pembunuh dirinya sendiri. Bagi guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, maka tidak akan banyak prestasi yang ia raih dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu guru harus sensitif terhadap waktu. Detik demi detik waktunya teratur dan terjaga dari sesuatu yang kurang baik serta sangat berharga. Saat kita menganggap waktu tidak berharga, maka waktu akan menjadikan kita manusia tidak berharga. Demikian pula

saat kita memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Karena itu, kualitas seseorang terlihat dari cara ia memperlakukan waktu dengan baik. Keempat, guru yang ideal adalah guru yang tidak terjebak dengan rutinitas kerjanya. Kesibukan kerja setiap hari menjadi rutinitas yang tiada henti. Guru harus pandai mengatur rutinitas kerjanya. Jangan sampai guru terjebak sendiri dengan rutinitasnya yang justru tidak menghantarkan dia menjadi guru yang baik dan menjadi tauladan anak didiknya. Guru harus pandai mensiasati pembagian waktu kerjanya. Buatlah jadwal yang terencana. Buang kebiasankebiasaan yang membawa guru untuk tidak terjebak di dalam rutinitas kerja, misalnya : pandai mengatur waktu dengan baik, membuat diari atau catatan harian yang ditulis dalam agenda guru, dan lain-lain. Rutinitas kerja tanpa sadar membuat guru terpola menjadi guru pasif bukan aktif. Hari-harinya diisi hanya untuk mengajar saja. Dia tidak mendidik dengan hati. Waktunya di sekolah hanya sebatas sebagai tugas rutin mengajar yang tidak punya nilai apa-apa. Guru hanya melakukan transfer of knowledge. Tidak mau tahu dengan lingkungan dan kondisi sekolah apalagi kondisi siswa. Dia mengganggap pekerjaan dia adalah karirnya, karena itu dia berusaha keras agar yang dilakukannya bagus di mata pimpinannya atau kepala sekolah. Tak ada upaya untuk keluar dari rutinitas kerjanya yang sudah membosankan. Bahkan sampai saatnya memasuki pensiun. Apakah ini yang disebut guru profesional? Kelima, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman membuat guru menjadi kurang kreatif. Guru malas mencoba sesuatu yang baru dalam pembelajarannya. Dia merasa sudah cukup. Tidak ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang baru dari pembelajarannya. Dari tahun ke tahun gaya mengajarnya itu-itu saja. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang dibuatpun dari tahun ke tahun sama, hanya sekedar copy and paste tanggal dan tahun saja. Rencana Program pembelajaran tinggal menyalin dari kurikulum yang dibuat oleh pemerintah atau menyontek dari guru lainnya. Guru menjadi tidak kreatif. Proses kreatif menjadi tidak jalan. Untuk melakukan suatu proses kreatif dibutuhkan kemauan untuk melakukan inovasi yang terus menerus, tiada henti.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirnya sendiri. Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti tentang apa yang dia sampaikan? Dia selalu memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya. Dia selalu memperbaiki proses pembelajarannya melalui penelitian tindakan kelas. Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya. Dia belajar sepanjang hayat hidupnya. Keenam, guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat. Kelima kecerdasan itu adalah: kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Mengapa? Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses, segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Jujur bukanlah kebijakan yang terbaik, tapi jujur adalah satu-satunya kebijakan. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan. Selain itu kecerdasan sosial juga harus dimilikin oleh guru ideal agar tidak egois, dan

tidak memperdulikan orang lain. Dia harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak gampang marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. 3.2 Peran Strategis Guru yang profesional dan efektif, memegang peran keberhasilan pendidikan siswa. Kunci sukses kegiatan belajar mengajar hanya akan tercapai, jika guru benar-benar mampu melaksanakan profesionalitas kerjanya. Seperti diungkapkan dalam penelitian John Goodladd (Behind The Classroom Doors, 1998) praktisi pendidikan Amerika, terungkap bahwa peran guru sangat signifikan dalam keberhasilan proses pembelajaran. Ketika seorang guru memasuki kelas, dan menutup pintu, maka kualitas pembelajaran berhasil tidaknya ada di tangan guru. Kemana intensitas pendidikan kelas akan diarahkan, hanya gurulah yang bisa mengendalikannya. Dalam proses belajar mengajar di kelas, maka seorang guru akan mampu memotivasi, mendorong lahirnya kreativitas berpikir baru. Yang dalam teori McCleland diungkapkan sebagai sosok yang mampu memacu siswa berpikir secara divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabannya tidak sekadar terkait dengan fakta: ya atau tidak ! Peran guru bisa diupayakan dalam fase klimaksnya. Dengan merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban-jawaban kreatif, imajinatif, hipotetik dan sintetik (thought provoking question). Dalam paradigmanya yang lain, guru juga mampu memunculkan kesan yang : membosankan, sekadar instruktif dan justru dijauhi para siswanya. Kinerja guru semacam ini, pada akhirnya akan mampu mematikan kreativitas dan menciptakan stagnasi proses pembelajaran itu sendiri. Selain itu yang paling menyakitkan adalah berpeluang untuk bisa menumpulkan daya nalar, menisbikan dimensi afektif. Mungkin guru yang masuk ketegori semacam ini, kuantitasnya lebih banyak, jika dibandingkan dengan sosok guru yang memang bernar-benar tampil dalam kapasitasnya yang professional. Maka, setidaknya ada beberapa pijakan untuk bisa menjadi guru yang profesional dan efektif. Maka sosok guru yang professional, mewakili kriteria. Yakni, pertama, mempunyai kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dalam sebuah proses pembelajaran. Guru, setidaknya eksis dengan kapasitasnya memberikan respon-respon positif terhadap kreativitas siswa, mendorong siswa mempunyai produktivitas kognitif, serta dapat membantu setiap kebutuhan siswa secara professional. Kedua, mempunyai kemampuan interpersonal dalam memberikan empati dan penghargaan kepada setiap siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa sangat membutuhkan wilayah untuk didengarkan, sebab definisi proses pembelajaran adalah bentuk komunikasi dua arah. Masing-masing subjek akan berperan dalam kapasitasnya. Namun, dalam setiap pengajaran peran guru bukanlah yang dominan, melainkan subjek siswa yang seharusnya diutamakan. Ketiga, secara kongkret mempunyai kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri. Misalkan, guru harus mampu menerapkan kurikulum pengajaran dengan metoda mengajar yang

inovatif, senantiasa terpacu untuk memperluas dan menambah pengetahuan mengenai metoda-metoda pengajaran yang dinamis, atau secara kongkret mampu mengadaptasikan perencanaan dengan titik pengembangan cara pembelajaran yang relevan. Keempat, menjadi guru yang professional setidaknya benar-benar memahami strategi manajemen pembelajaran. Manajemen pembelajaran di sini meliputi strategi menghadapi siswa yang tidak mempunyai perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan pengajaran serta mampu memberikan substansi transisi siswa. Dalam kapasitasnya sebagai guru, sebisa mungkin juga mampu memberikan tugas dengan titik tekan pada peningkatan cara berpikir siswa. Setidaknya dari uraian tersebut sungguh berat rasanya. Namun ini mutlak untuk diupayakan, dalam rangka mencapai sosok guru yang professional. Menjadi guru yang berkualitas, sudah menjadi kemutlakan (taken for granted). Sebab, zaman kali ini telah memaksa dunia pendidikan untuk bisa meningkatkan daya kompetitifnya yang maksimal. 3.3 Mutu Guru Kunci Keberhasilan Pendidikan Seperti yang dikatakan oleh Fullan, kelas dan sekolah baru akan efektif apabila (1) kita merekrut orang-orang terbaik untuk menjadi guru, dan (2) lingkungan kerja guru dibuat nyaman dan kondusif untuk bekerja dan mendorong mereka untuk berkarya agar mereka tidak loncat mencari pekerjaan lain. Memiliki dan mendapatkan guru-guru berkualitas prima itu semakin lama semakin perlu mengingat bahwa dunia pendidikan perlu mengalami perubahan yang sama cepatnya dengan dunia ilmu pengetahuan dan dunia bisnis. Kalau tidak maka dunia pendidikan hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang katrok terhadap perkembangan dunia lain. Apapun perubahan dan inovasi pendidikan yang hendak dilakukan oleh bangsa ini kalau mutu guru rendah maka semuanya akan sia-sia. Segala ambisi besar macam Sekolah Bertaraf Internasional pada akhirnya akan kandas bertekuk lutut di kaki guru yang sama sekali tak bertaraf internasional. Paling banter nantinya akan menjadi Sekolah Bertarif Internasional. Perubahan kurikulum dalam sistem pendidikan kita adalah sebuah keniscayaan. Kalau tidak berubah berarti kita semakin tertinggal. Kalau sekolah kita tidak mengajarkan pemanfaatan komputer sebagai alat belajar dan internet sebagai sumber belajar maka sekolah kita jelas akan tertinggal jauh di belakang. Kita hanya akan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak kompatibel dengan kebutuhan dunia baru yang mensyaratkan kemampuan memanfaatkan internet sebagai media dalam segala urusan dunia modern. Itu artinya kita hanya akan meluluskan siswa dengan kualitas dunia agraris belaka. Sungguh celaka! Itu sebetulnya sudah dipahami oleh semua pihak. Untuk bisa menghasilkan siswa-siswa yang siap berkompetisi dalam dunia modern maka mereka mesti dididik oleh para guru yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang memadai dengan kebutuhan masa depan tersebut. Masalahnya adalah apakah para guru kita mampu untuk diajak terus menerus berlari mengejar perkembangan jaman dan teknologi jika mereka tidak pernah, dan lebih parah lagi, tidak mau dilatih dan dibimbing? Dunia pendidikan kita memang menghadapi masalah besar dengan kompetensi para gurunya. Seorang pengamat pendidikan dengan masygul berkata bahwa dunia pendidikan kita dilaksanakan oleh mayoritas orang-orang yang tidak kompeten. Menyakitkan tapi memang begitu faktanya. Itu adalah buah dari kebijakan pendidikan sebelum ini yang merekrut guru secara asal-asalan dan pada akhirnya dunia pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak

kompeten. Dan kita harus menanggungnya sekarang. Ironinya adalah bahwa kita hampir tidak punya daya untuk mengubah keadaan tersebut. Berbagai upaya untuk memperbaiki kompetensi dan profesionalisme guru nampaknya selalu terganjal oleh fakta bahwa banyak guru yang tidak mampu (dan juga tidak mau) untuk ditingkatkan kualitasnya. Dari sononya memang sudah katrok dan tidak bisa diperbaiki. Hanya sebagian kecil saja guru yang memiliki tulang bagus dan bisa dididik dan dilatih ulang. Fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi. para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru. Kurikulum ini hanya dipahami secara parsial sehingga juga diterapkan secara parsial. Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami konstelasi bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa text dan belum context karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru. Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentukbentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assesmen lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang bersifat cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Sebagian besar guru, bahkan pada sekolah-sekolah yang dianggap unggulan, bahkan belum paham benar dengan prinsip student-centered dan kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada gurunya. CBSA yang sebelum ini telah dikenalkan masih berupa wacana dan belum menjadi kegiatan sehari-hari di kelas. Mereka hanya mengambil kulitkulitnya dan tidak paham esensinya. Saat ini sekolah-sekolah berlomba-lomba menerapkan moving class tanpa tahu apa sebenarnya inti dari moving class tersebut sehingga yang terjadi sama sekali berbeda dengan apa yang hendak dicapai oleh sistem moving class tersebut. Dan itu juga lagi-lagi karena rendahnya kualitas guru sehingga mereka tidak mampu menyerap dan memahami apa sebenarnya dibalik berbagai perubahan yang terjadi di negara-negara maju. Mereka mengikuti tapi tidak paham apa sebenarnya yang mereka ikuti itu. 3.4 Mewujudkan Guru yang Profesional
Jika guru telah memiliki kualitas sebagai guru professional maka tuntutan kurikulum bagaimana pun tentu akan dapat dipenuhinya. Seorang guru profesional adalah bak seorang Chef ahli yang dapat diminta untuk membuat masakan jenis apa pun

sepanjang bahan dan peralatannya tersedia. Seorang Chef ahli bahkan bisa membuat masakan yang enak meski bahan dan peralatannya terbatas. Bagaimana mewujudkan hal tersebut? Mulai sekarang rekrutlah guru-guru yang memang memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten. Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan pelatihan tentang pembelajaran sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka melihat langsung bagaimana pendekatan competencebased dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum. Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing. Practice.practice. and practice. Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim gurugurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi. Dianjurkan agar sekolah-sekolah mau belajar ke sekolah-sekolah internasional yang ada di kota masing-masing karena mereka telah lama melaksanakan pendekatan student-centered maupun competence based ini, terutama dalam penerapan evaluasi dengan menggunakan portofolio. Ibarat koki yang harus memahami dasar-dasar tentang segala jenis bahan makanan dan peralatan masak sebelum ia mampu membuat suatu masakan atau sajian yang benar-benar berkualitas, guru juga harus memahami benar materi yang hendak diajarkannya dan tahu tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Dibutuhkan guruguru profesional untuk dapat mengembangkan kurikulum apa pun dan bukan sekedar guru berkualitas standar. Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya harus well-performed, tapi juga harus well-trained, well-equipped, dan tentunya juga well-paid.

BAB IV KESIMPULAN Untuk menjadi seorang guru yang profesional dan menjadi klunci keberhasilan pendidikan ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan kita. Banyak hal yang harus dikerjakan para guru dan banyak hal pula yang harus diperhatikan untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Bukan hanya guru yang dituntut lebuh tetapi juga perhatian dan kerjasama serta keterlibatan para ahli, pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Seperti halnya para pakar dalam uraiannya tentang peran guru dalam dunia pendidikan di bawah ini, hendaknya dapat menjadi bahan perenungan dan motivasi bagi para guru untuk menjadi seorang guru yang ideal dan profesional.

Prof. Suyanto Ph.D, Dirjen Mandikdasmen : Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, perubahan filosofisnya, dll. Achmad Sapari, mantan Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD Dindik Kab. Ponorogo Guru harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk kepentingan pembelajaran. Bagi para guru yang sudah dinyatakan profesional, jangan berhenti untuk terus mengembangkan diri dengan belajar dan terus belajar. Bagi para guru yang belum mendapat kesempatan untuk mendapatkan pengakuan sebagai guru profesional jangan putus asa. Berjuanglah terlebih dahulu untuk menjadi guru ideal sebelum mencapai guru profesional. Proficiat! DAFTAR RUJUKAN 1. Email: theresia_lely@yahoo.com from: Dr. Hartono, M.Si T. Raka Joni, Profesinalisme Guru : Janji dan Tuntutannya(Senin, 5 Desember 2009). 2. Email: theresia_lely@yahoo.com from: Dr. Hartono, M.Si Dominikus Unaradjan, Profesionalisme Dalam Mengajar (Senin, 5 Desember 2009). 3. Email: theresia_lely@yahoo.com from: Dra. Jahju Kurikulumnya, Guru Kuncinya. (11 April 2010) Hartanti, M.Si Satria Dolet

Dharma, Apapun

4. Email: theresia_lely@yahoo.com from: Dra. Jahju Hartanti, M.Si Yani Heryani, Sosok Guru yang Profesional. (5 Mei 2010)
Posted 24th February 2011 by Theresia Lely Okvitasari
0

Add a comment

5.
MAR

11

ONE DAY WITH TEACHER TKK KARITAS III SURABAYA


Pada hari Sabtu, 8 Maret 2010, TK Katolik Karitas III mengadakan kegiatan One Day With Teacher di sekolah. Kegiatan ini berlangsung dari jam 07.00 - 16.00WIB. Tujuan kegiatan adalah melatih kemandirian siswa, memupuk rasa tanggung jawab dan kerja sama dalam kelompok, memantapkan kerohanian siswa. Orang tua selama kegiatan berlangsung dilarang untuk menengok anaknya, hanya mengantar dan menjemput saja. Kegiatan dibuka dengan pembagian kartu nama dan membagi dalam kelompok, yang berjumlah 6 orang tiap kelompok. Selanjutnya acara dibuka dengan doa pagi dan senam rohani. Setelah mamiri (makan, minum) kegiatan game dimulai. Tiap kelompok dipandu oleh 1 orang guru dan diberikan rute / urutan tempat game. Ada 5 pos yaitu, mengangkat tongkat dengan 2 jari telunjuk, estafet balon air, menyusun huruf, puzzle, mengumpulkan bola dengan warna tertentu dalam kolam. Tiap pos dicatat pemenangnya. Acara game diakhiri dengan makan siang dan tidur siang. Untuk kegiatan tidur siang ini, anak-anak telah membawa perlengkapan tidur dari rumah dan diatur sesuai dengan jenis kelaminnya. Setelah

tidur siang anak-anak menonton tayangan video cerita binatang dan dilanjutkan dengan pembuatan hamburger kasih sayang. Dinamakan hamburger kasih sayang karena hamburger ini tidak boleh dimakan tetapi dibawa pulang untuk diberikan kepada oarang tua sambil berkata, "Mom, Dad, I love u full." Setelah itu acara mandi, giliran pertama adalah anak perempuan dulu, anak laki-laki bermain bola di halaman. Baru kemudian anak laki-laki yang mandi. Sebelum pulang anak-anak minum teh dan roti, acara ditutup dengan doa bersama dan pembagian sertifikat dan souvenir. SAY GOOD BY. Acara ini memang melelahkan bagi pendamping tapi bagi anak sangat berkesan. Bahkan cerita ini berlanjut hingga seminggu kemudian. Gaung kesenangan, kehebohan masih terasa pada anak. Bahkan orang tua pun sangat senang mendengar anaknya bercerita dengan gembira dan lebih mandiri. Acara ini kami nilai cukup sukses karena baru pertama kali diadakan dan kami berharap di tahun mendatang dukungan orang tua lebih banyak dan lebih besar. Sukses TKK Karitas III YES...YES...YES Posted 11th March 2010 by Theresia Lely Okvitasari Labels: kegiatan TK
0

Add a comment

ng
Send feedback

Finger Painting (Lukisan Jari) Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari salah satu kegiatan di area seni yaitu kegiatan melukis dengan jari tangan atau bisa dikenal dengan nama finger painting. Tujuan dari kegiatan ini adalah : - Dapat melatih motorik halus pada anak yang melibatkan gerak otot-otot kecil dan kematangan syaraf. - Mengenal konsep warna primer (merah, kuning, biru). Dari warna-warna yang terang kita dapat mengetahui kondisi emosi anak, kegembiraan dan kondisi-kondisi emosi mereka. - Mengenalkan konsep pencampuran warna primer, sehingga menjadi warna yang sekunder dan tersier. - Mengendalkan estetika keindahan warna. - Melatih imajinasi dan kreatifitas anak. Ada beberapa metode atau cara dalam kegiatan finger painting : Menggunakan teknik basah (kertas dibasahi dulu) Menggunakan teknik kering (kertas tidak perlu dibasahi)

You might also like