You are on page 1of 8

RANGKUMAN MATERI PERPAJAKAN

Bab 6. LAPORAN KEUANGAN FISKAL Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai dengan peraturan perpajakan dan digunakan untuk perhitungan pajak. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan terdiri dari laporan laba/rugi, laporan perubahan modal, neraca, laporan arus kas. Akan tetapi, yang digunakan laporan keuangan untuk perhitungan perpajakan yaitu laporan laba/rugi. Dalam laporan laba/rugi terdapat penghasilan maupun biaya yang boleh atau tidak boleh dikurangkan yang sejatinya telah diatur dalam undang-undang perpajakan. PENGERTIAN PENGHASILAN Menurut Akuntansi Penghasilan biasanya disebut dengan income yang berarti penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari penanaman modal. Menurut Perpajakan Penghasilan adalah penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak , baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut UU Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 1 menyebutkan: Yang menjadi Objek Pajak adalah PENGHASILAN, yaitu Pajak, Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, Dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib

b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.

pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini; Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; Laba usaha; Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta; Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi; Royalti; Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

p. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan

Berdasarkan sumbernya, maka keseluruhan penghasilan di atas dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: (1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja seperti gaji, tunjangan, bonus, honorarium, dll. (2) Penghasilan dari usaha (laba usaha) atau pekerjaan bebas (honorarium, fee, dll) (3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, deviden, royalty, dll. (4) Penghasilan lainnya (di luar angka 1 sampai 3) seperti keuntungan pembebasan hutang, keuntungan selisih kurs mata uang asing, keuntungan penjualan harta, hadiah dan penghargaan, dll. Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final (Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan)

Dalam rangka memberikan kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan, dan pemerataan dalam pengenaan pajaknya serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, pemerintah perlu memberikan perlakuan tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari jenis transaksi tertentu. Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, penghasilan dari transaksi tertentu dikenakan pajak bersifat final. Ketentuan ini diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah. Konsekuensi dari pengenaan pajak yang bersifat final ini adalah: (1) penghasilan yang diterima atau diperoleh tidak dihitung kembali pajaknya pada saat penghitungan pajak akhir tahun, (2) pajak yang telah dibayar atau dipotong pada saat perolehan penghasilan atau saat transaksi tidak dapat dikreditkan dengan pajak terutang yang dihitung pada saat penghitungan pajak akhir tahun, (3) biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan perolehan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai dasar penghitungan pajak terutang. Berikut adalah jenis-jenis penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final: No 1 Jenis Penghasilan Bunga Deposito, Tabungan, dan Diskonto SBI Hadiah Undian Tarif Dasar Pengenaan Ket.

20% 25%

Jumlah bruto Penghasilan PP 131/2000 bunga/diskonto Jumlah bruto penghasilan harga pasar hadiah berupa barang/kenikmatan PP 132/2000

3 4

Bunga Simpanan Koperasi

Anggota 15%

Jumlah penghasilan bunga 522/KMK.04 (di atas Rp 240.000) /1998 Jumlah bruto penghasilan PP 6/ 2002 bunga/diskonto Jumlah bruto nilai transaksi PP 14/1997 penjualan Tambahan untuk penjualan saham pendiri

Bunga/Diskonto Obligasi yg dijual di Bursa Efek Penjualan Saham di bursa efek

20% 0.1 %

0.5% 6 Penyalur/dealer/agen produk 0.3 % Penjualan Premium/Solar/ 254/KMK.03 Pertamina dan Premix Premix/Minyak Tanah/Gas /2001 LPG/Pelumas Pengalihan Hak atas Tanah 5 % dan/atau Bangunan, Pengalihan Hak Tanah dan Bangunan Rumah 1% Sederhana dan Rusun Sederhana oleh Perusahaan Real Estat Deviden diterima WP Orang Pribadi Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Jasa Konstruksi Pelaksana(kualifikasi usaha kecil) Pelaksana(tanpa kualifikasi usaha) Pelaksana(kualifiaksi menengah & besar) Perencana & Pengawas (memiliki kualifikasi usaha) Perencana & Pengawas 4% (tanpa kualifikasi usaha) 2% Jumlah imbalan bruto PP 51/2008 10% 10% PP 71/2008 Nilai tertinggi antara nilai pengalihan dan NJOP PBB

8 9 10

Jumlah Imbalan bruto Jumlah bruto nilai sewa

Pasal 17 (2c) UU 36/ 2008 PP 5/2002

4%

Jumlah imbalan bruto

3%

Jumlah imbalan bruto

Jumlah imbalan bruto

6%

Jumlah imbalan bruto

Tidak termasuk Objek Pajak Orang Pribadi (Pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan) Undang-undang menentukan jenis-jenis penghasilan atau penerimaan yang bukan merupakan objek pajak. Hal ini membawa konsekuensi bahwa penghasilan atau penerimaan tersebut tidak perlu dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan pajak pada saat penghitungan pajak akhir tahun. Jenis-jenis penghasilan dan penerimaan itu adalah sebagai berikut: (1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan Pemerintah dan yang diterima oleh yang berhak; serta harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk Koperasi yang ditetapkan Menkeu ; sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan (antara pemberi dan penerima tidak boleh ada salah satu hubungan tersebut) Warisan, karena antara orang tua dengan anak masih merupakan satu kesatuan ekonomi yang tidak terpisahkan. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah. Bagi karyawan yang menerima bukan merupakan penghasilan yang dihitung pajaknya, sebaliknya bagi pemberi kerja/majikan natura yang diberikan tidak boleh dibebankan sebagai biaya (pengurang penghasilannya). Hal ini berarti pengenaan pajak atas penghasilan karyawan berupa natura digeser pengenaannya pada pemberi kerja. Pembayaran dari perusahaan asuransi (klaim karena ada musibah atau jatuh tempo) kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham. Bila badan-badan tersebut modalnya terbagi saham, maka perlakuannya sama dengan deviden (merupakan obyek pajak kalau yang menerima WP Orang Pribadi). beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

(2) (3)

(4)

(5)

(6)

PENGERTIAN BIAYA

I.

PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN Pengurangan yang Terkait dengan Kegiatan Usaha WP a) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e) Kerugian karena selisih kurs mata uang asing; f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g) Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan; h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; b) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; c) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; d) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Nomor KEP-238/PJ/2001 tentang Penghapusan Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih.

i)

Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan j) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, dalam bentuk: Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan di tempat kerja secara bersamasama penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan k) Harta hibahan, bantuan atau sumbangan sepanjang ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. l) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN & PPnBM dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali: Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan huruf g UU PPN & PPnBM (Faktur Pajaknya cacat), sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar-benar telah dibayar; Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh.

m) Zakat yang dibayarkan oleh WP OP yang beragama Islam kepada Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah n) Kompensasi kerugian.

Pengurangan yang Terkait dengan Pekerjaan WP Besarnya penghasilan neto untuk WP OP yang tidak melakukan pekerjaan bebas/usaha ditentukan berdasar penghasilan bruto dikurangi dengan: a) biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 1.296.000,00 (satu juta dua ratus sembilan puluh enam ribu rupiah) setahun atau Rp 108.000,00 (seratus delapan ribu rupiah) sebulan; b) iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. c) Besarnya penghasilan neto penerima pensiun ditentukan berdasar penghasilan bruto yang berupa uang pensiun dikurangi dengan biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp 432.000,00 (empat ratus tiga puluh dua ribu rupiah) setahun atau Rp 36.000,00 (tiga puluh enam ribu rupiah) sebulan.

Penghasilan Tidak Kena Pajak Sebelum dikenakan tarif pajak penghasilan, penghasilan neto Wajib Pajak Orang Pribadi dikurangi terlebih dahulu dengan jumlah tertentu yang merupakan batasan tidak kena pajak dari penghasilan neto yang diterima. Jumlah ini dinamakan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Untuk lebih memberikan rasa keadilan tanpa mengurangi peranan masyarakat dalam mengkontribusikan sebagian penghasilannya untuk negara, jumlah angka PTKP disesuaikan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kondisi masyarakat. Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang berlaku mulai 1 Januari 2006 adalah: 1. Rp 13.200.000, untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi 2. Rp 1.200.000, tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 3. Rp 13.200.000, tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang PPh Pasal 21, dan Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain. 4. Rp 1.200.000, tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang) Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan pada awal tahun pajak (1 Januari) atau awal bagian tahun pajak. Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia dalam bagian tahun pajak (misalnya 10 Maret 2006), besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal bulan dari bagian tahun pajak yang bersangkutan.

Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, sementara status Wajib Pajak kawin dan tanggungan menjadi hak suaminya, kecuali nyata-nyata suaminya tidak memperoleh penghasilan(pengangguran) dan hal ini didukung dengan surat keterangan dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan. Dalam hal karyawati tidak kawin, pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya seperti orangtua, kakek-nenek, dan anak angkat.

II.

PENGURANGAN YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN Biaya yang tidak boleh dikurangkan adalah : 1. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya 2. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali yang diperbolehkan seperti dimaksud di atas. 3. Pajak Penghasilan 4. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan 5. Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dan Norma Penghitungan Khusus 6. Kerugian dari harta atau utang yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak

You might also like