You are on page 1of 10

I.

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit. Polusi udara, angin, dan sinar matahari dapat membuat kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan. Secara alamiah, kulit berusaha melindungi diri dari kehilangan air, yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit dengan lapisan film pelindung yang disebut mantel asam. Faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah untuk mencegah kekeringan yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit. Kebutuhan kosmetika hampir menjadi kebutuhan yang dianggap penting bagi sebagian orang. Berbagai jenis produk kosmetika digunakan untuk perawatan agar dapat tampil lebih menarik. Kosmetika merupakan campuran bahan yang dikenakan pada kulit manusia untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik, serta mengubah rupa (Wasitaatmadja 1997). Salah satu jenis kosmetik yang digunakan untuk merawat kulit adalah skin lotion. Skin lotion merupakan salah satu produk industri kosmetik hasil emulsi minyak dalam air yang terdiri dari 10-15% fase minyak, 5-10% humektan dan 75-85% fase air. Keunggulan utama dari skin lotion adalah kemampuan memberikan kelembaban pada kulit dan mempengaruhi struktur kulit yang kering. Dalam produksi skin lotion digunakan bahan pengental atau thickening agent, salah satunya adalah gelatin. Gelatin merupakan senyawa turunan dari protein yang dihasilkan dari serabut kolagen yang terdapat pada produk hewani seperti kulit, tulang dan jaringan ikat (kolagen). Gelatin digunakan sebagai bahan pengemulsi dan penstabil sistem emulsi karena kemampuannya untuk berikatan dengan air dan lemak sehingga mampu mempertahankan kestabilan emulsi. Gelatin berdasarkan proses pembuatannya ada dua jenis yaitu gelatin tipe A dan gelatin tipe B. Gelatin tipe A diproduksi melalui proses asam sedangkan gelatin tipe B diproduksi melalui proses basa. Menurut Schmitt (1996), pH skin lotion berkisar antara 3,5-5,5, dan nilai pH tubuh manusia berkisar antara 5,5-7,0 (Sunsmart, 1998) sehingga tipe gelatin yang sesuai adalah tipe asam atau tipe A.

B.

TUJUAN Tujuan pembuatan makalah ini adalah mengetahui proses konversi gelatin, baik secara kimia maupun fisik, dalam pembuatan produk skin lotion.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.

KULIT Kulit merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan eksternal dan kerusakan akibat kehilangan kelembaban. Luas permukaan kulit dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah faktor umur, jenis kelamin dan lokasi orang tersebut tinggal. Pada umumnya, kulit menyelimuti tubuh tidak merata ketebalannya. Kulit pada bagian kelopak mata memiliki lapisan yang paling tipis sedangkan pada bagian tumit memiliki lapisan kulit yang paling tebal (Mitsui 1997).

Gambar 1. Penampang kulit manusia (Mitsui 1997) Menurut Mitsui (1997) menyatakan bahwa kulit luar terbagi menjadi tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan sel subcutaneous. Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit paling luar dan lapisan kedua setelahnya disebut lapisan dermis. Lapisan dermis merupakan gabungan dari beberapa lapisan yang dihubungkan oleh sel-sel dibawah lapisan epidermis. Lapisan dermis ini merupakan lapisan kulit yang paling penting karena erat hubungaannya dalam elastisitas dan ketegangan dari kulit. Hal tersebut dikarenakan lapisan dermis termasuk sel-sel yang memproduksi histamine dan serotonin yang bertanggung jawab untuk merespon terhadap alergi juga memproduksi fibroblast yang mensintesis dan mensekresikan ekstracellular matrix. Kolagen merupakan protein yang paling utama yang terdapat dalam ekstracellular matrix yang berfungsi mempertahankan bentuk sel-sel dari ekstracellular matrix. Serat protein yang elastis dihubungkan satu sama lain dengan bentuk melingkar untuk mempertahankan elastisitas dari sel-sel lapisan dermis (Mitsui 1997). Kekeringan pada kulit disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menyebabkannya adalah sedikitnya kandungan air yang terkandung dalam kulit. Kulit menjadi kering sebagai akibat dari kekurangan air di stratum corneum, kelembaban yang rendah, hidrasi yang

tidak cukup dari lapisan bawah epidermal dan pergerakan air (Keithler 1956). Menurut Barnett (1962) menyatakan bahwa kulit kering memiliki karakter kasar dan keras, kulit tidak flexible dan pecah-pecah. B. LOTION Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi yang didefinisikan sebagai campuran dari dua fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang akan berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses produksi lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air dengan bahan-bahan yang larut dalam fase lemak dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt 1996). Pembentukan emulsi pada lotion terjadi dengan cara dua fase terpisah dipanaskan pada suhu yang sama kemudian fase yang satu dituangkan ke fase yang lainnya dan dipanaskan pada temperature yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar.(Keithler 1956). Lotion digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan kulit, mencegah kehilangan air, membersihkan kulit dan mempertahankan bahan aktif, pelarut, pewangi dan pengawet (Schmitt 1996). Fungsi utama lotion adalah untuk perawatan kulit sebagai pelembut (emollient). Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah minyak mineral, ester isopropyl, alkohol aliafatik, turunan lanolin, alkohol dan trigliserida serta asam lemak (Schmitt 1996). Bahan pelembab diantaranya adalah gliseril, propilen glikol dan sorbitol dengan kisaran penggunaan pelembut dan pelembab masing-masing 0,5% - 15% (Schmitt 1996). Pada umumnya, lotion disusun oleh komponen-komponen emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif dan air (Keithler 1956). Emulsifier atau pengemulsi yang digunakan dalam pembuatan lotion hampir sama dengan pembuatan krim, triethanolamine stearat dan oleat adalah emulsifier yang umum digunakan. Selain itu, asam stearat juga dapat digunakan dalam formulasi sesuai dengan sifatnya yang dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk lotion (Wilkinson et al. 1962). Emolien adalah sebuah media yang bila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang (Schmitt 1996). Emolien yang digunakan dalam formulasi lotion sangat terbatas pada beberapa jenis. Cetil alkohol merupakan emolien yang paling baik yang juga berfungsi sebagai bahan pengental. Cetil alkohol ini biasanya digunakan antara 1-3 % pada formulasi bubuk. Semakin besar konsentrasi cetil alkohol yang digunakan pada formulasi maka emulsi yang terbentuk akan semakin besar, padat dan kemungkinana akan terjadi granulasi (Wilkinson dan Moore 1982). Humektan merupakan salah satu bagian terpenting pada lotion. Humektan merupakan zat yang melindungi emulsi dari pengeringan, zat ini penting untuk produk -produk pelembab dan pasta gigi (Schmitt 1996). Penambahan humektan dalam lotion digunakan untuk mengurangi kekeringan ketika produk disimpan pasa suhu ruang. Terdapat tiga jenis humektan yaitu inorganic humetan, metal-organik humektan dan organic humektan (Wilkinson et al. 1982). Humektan yang penting adalah gliserol yang diperoleh dari proses saponifikasi trigliserida dan sorbitol [C 6H8(OH)6], serta suatu alkohol heksa (Mitsui 1997). Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan pada pembuatan lotion. Menurut Mitsui (1997), gliserin merupakan humektan yang sudah digtunakan sejak lama dalam pembuatan lotion. Menurut de Navarre (1945) menyatakan bahwa dalam produksi oil in water hand lotion yang berhubungan dengan konsistensinya, penggunaan gliserin akan menghasilkan lotion dengan karakteristik skin lotion yang terbaik sedangkan penggunaan propilen glikol dan sorbitol menunjukkan hasil skin lotion dengan konsistensi menyerupai gel. Gliserin berfungsi sebagai penarik

air, penahan dan penyimpan air serta penyuplai sumber air pada celah lapisan cornified di permukaan kulit (Barnett 1962). Air merupakan komponen yang paling besar persentasenmya dalam pembuatan skin lotion. Air merupakan substansi yang paling reaktif diantara bahan-bahan penyusun produk kosmetik. Pada kosmetik, air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya dibandingkan bahan baku lainnya, tetapi air memiliki sifat korosi (Wilkinson et al. 1962). Pada sistem emulsi air juga berperan penting sebagai emolien yang efektif dan sebagai fase pendispersi dalam tipe air dalam minyak serta satu-satunya plasticizer pada stratum corneum (Barnett 1962). Salah satu parameter yang paling penting untuk menunjukkan stabilitas produk maupun untuk penenganan suatu produk kosmetik selama penanganan dan distribusi produk adalah viskositas (Schmitt 1996). Thickening agent atau bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan produk sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan kosmetika tersebut dan mempertahankan kestabilan dari produk tersebut (Mitsui 1997). Bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan lotion atau foundation bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dari emulsi. Pengentalpengental polimer seperti gum-gum alami, derivet selulose dan karbomer lebih sering digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan (Schmitt 1996). C. GELATIN Gelatin adalah protein yang mempunyai nilai gizi rendah karena pada gelatin tidak terkandung seluruh asam amino esensial pembentuk protein secara lengkap. Gelatin merupakan suatu protein yang tidak mengandung asam amino triptofan, oleh karena itu penggunaan gelatin lebih disukai karena sifat fisik kimianya bukan karena nilai gizinya. Kegunaan gelatin terutama untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastic atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Reaksi pada pembentukan gel ini bersifat reversible karena bila gel dipanaskan akan terbentuk sol dan bila didinginkan akan terbentuk gel lagi. Keadaan tersebut membedakan gelatin dengan gel dari pectin, alginate, albumin telur dan protein susu yang gelnya irreversible (Johns 1977). Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen yang dihidrolisis dengan asam atau basa (Carley 1982). Gelatin adalah suatu protein yang terdiri dari beberapa asam amino. Sifat-sifat gelatin tergantung dari komposisi asam amino penyusunnya. Komposisi asam amino bervariasi tergantung pada sumber kolagen, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen (Ward dan Courts 1997). Menurut Parker (1982), senyawa gelatin merupakan suatu polimer linier dari asam-asam amino. Komposisi asam-asam amino gelatin terdiri dari asam aspartat (6%), arginin (8%), asam glutamate (12%), alanin (11%), prolin dan hidroksiprolin (30%), glisin (27%) dan lain-lain (6%). Gelatin mempunyai sifat tidak berwarna, transparan, rapuh, tidak berbau, tidak berasa, flake atau tepung kasar, menyerap air 5-10 kali beratnya, membentuk gel pada suhu 35-450C dan larut dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta tidak larut dalam pelarut organik. Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptide membentuk rantai polimer yang panjang. Berdasarkan struktur kimia gelatin yang juga merupakan suatu polipeptida asam amino, gelatin merupakan suatu senyawa amfoter, mempunyai gugus asam (karboksil) dan gugus basa (amino, guanidine) (Ward dan Courts 1977). Menurut Imeson (1992) menyatakan bahwa struktur gelatin adalah sebagai berikut :

Gambar 2. Struktur kimia gelatin (Imeson 1992)

Gelatin digunakan secara luas dalam industri pangan, kosmetik, farmasi dan kimia. Gelatin digunakan dalam berbagai produk pangan seperti permen, coklat, produk susu, es krim dan daging kaleng. Gelatin juga digunakan sebagai bahan perekat, pelapis kertas dan bahan pembuat film untuk fotografi Menurut Hinterwalder (1977) menyatakan bahwa proses produksi utama gelatin yaitu terbagi menjadi tiga tahap yaitu persiapan bahan baku, konversi kolagen menjadi gelatin dan terakhir perolehan gelatin dalam bentuk kering. Sedangkan menurut Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa produksi gelatin meliputi tahap-tahap pengecilan ukuran bahan baku, perendaman, pencucian, pemanasan, pemekatan, pendinginan dan pengeringan.

III. PEMBAHASAN
A. MANFAAT GELATIN 1. Manfaat Penggunaan Gelatin Secara Umum Penggunaan gelatin meliputi produk pangan maupun produk non pangan. Aplikasi dalam industri makanan biasanya diproduksi dalam bentuk edible gelatin. Seperti halnya dalam pembuatan bakery, gelatin digunakan sebagai bahan penstabil dan bahan pengisi. Sedangkan aplikasi dalam industri non pangan yaitu industri farmasi, teknik dan kosmetik. Pada bidang farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul yang berperan sebagai agen pengikat untuk tablet dan pastilles, penyamar rasa pada pil, pengganti serum, mikroenkapsulasi vitamin dan penstabil emulsi. Dalam industri teknik gelatin digunakan dalam bahan pembuatan lem, kertas, cat yang berperan sebagai pengikat dan penstabil emulsi. Sedangkan dalam industi kosmetika digunakan dalam lipstick, shampoo dan sabun. Menurut Jones (1977), gelatin dapat digunakan sebagai penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agents), pengikat (binder), pengental (thickner), pengemulsi (emulsifier), perekat (adhesive), dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan ( edible coating). Gelatin sebagai pembentuk gel karena mempunyai sineresis yang rendah dan mempunyai kekuatan gel antara 220 atau 225 gr bloom (Jones, 1977), sehingga dapat digunakan dalam pembuatan produk jelly. Sebagai pengemulsi gelatin bisa diaplikasikan ke dalam sirup lemon, susu, mentega, margarine, pasta , dan mayonnaise. Gelatin sebagai penstabil dapat digunakan dalam pembuatan es krim dan yoghurt. Sebagai bahan pengikat, gelatin dapat digunakan dalam produk-produk daging (Jones, 1977).

2. Manfaat Penggunaan Gelatin Dalam Pembuatan Lotion Gelatin dalam pembuatan lotion berfungsi sebagai bahan pengental, pengemulsi dan penstabil. Salah satu hal terpenting dalam pembuatan lotion yaitu kestabilan emulsi dalam lotion tersebut baik dari viskositas, nilai pH dan temperature. Stabilitas emulsi ini berbanding lurus dengan penambahan konsentrasi gelatin pada lotion. Menurut penelitian Safira (2003) menyatakan bahwa nilai rata-rata stabilitas emulsi tertinggi pada penambahan konsentrasi gelatin 0.15% sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada produk lotion tanpa penambahan gelatin. Gelatin sesuai fungsinya yaitu sebagai bahan pengental juga berfungsi sebagai stabilizer. Adapun bila ditemui produk emulsi yang tidak stabil, terlihat secara kasat mata menjadi lapisan yang terpisah-pisah, berat produk berkurang dan terjadi perubahan warna dan bau pada produk. Menurut Suryani, et, al. (2000) menyatakan bahwa ketidakstabilan suatu emulsi dapat ditunjukkan dalam 3 bentuk yaitu creaming, inverse dan breaking. Kekentalan suatu bahan ditunjukkan dengan viskositas bahan tersebut. Schmitt (1996) menyatakan bahwa semakin tinggi viskositas suatu bahan, maka bahan tersebut akan semakin stabil karena pergerakan partikel cenderung sulit dengan semakin kentalnya suatu bahan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai viskositas berkaitan dengan kestabilan emulsi suatu bahan yang artinya berkaitan dengan nilai stabilitas emulsi bahan. Viskositas merupakan salah satu parameter penting dalam produk-produk emulsi khususnya lotion.

Berdasarkan penelitian Safira (2003) menyatakan bahwa peningkatan gelatin dalam pembuatan skin lotion akan meningkatkan nilai viskositas dari lotion tersebut. Hal tersebut dapat dilihat perbandingan antara lotion yang diberikan penambahan gelatin konsentrasi 0.15 % dengan lotion yang tanpa penambahan gelatin berbeda sangat nyata terhadap nilai viskositas. Adapun nilai viskositas pada lotion dengan penambahan gelatin sebesar 9800 cP sedangkan pada lotion tanpa penambahan gelatin memiliki nilai terkecil sebesar 9000cP. Sehingga dapat dikatakan bahwa penambahan gelatin pada lotion dapat meningkatkan viskositas yang akan berkaitan langsung dengan kekentalan lotion dimana semakin besar nilai viskositas berarti semakin kental produk sehingga stabilitas partikel-partikel pendispersi dan yang terdispersi mempunyai gerakan yang stabil dan terbatas.

B.

PEMBUATAN PRODUK LOTION DENGAN BAHAN PENGEMULSI DARI GELATIN 1. Produk Lotion Lotion merupakan salah satu bentuk emulsi yang didefinisikan sebagai campuran dari dua fase yang tidak bercampur, distabilkan dengan sistem emulsi dan jika ditempatkan pada suhu ruang akan berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses produksi lotion adalah dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air dengan bahan-bahan yang larut dalam fase lemak dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt 1996). Pembentukan emulsi pada lotion terjadi dengan cara dua fase terpisah dipanaskan pada suhu yang sama kemudian fase yang satu dituangkan ke fase yang lainnya dan dipanaskan pada temperature yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar.(Keithler 1956). Lotion digunakan untuk mempertahankan kelembaban kulit, melembutkan kulit, mencegah kehilangan air, membersihkan kulit dan mempertahankan bahan aktif, pelarut, pewangi dan pengawet (Schmitt 1996). Fungsi utama lotion adalah untuk perawatan kulit sebagai pelembut (emollient). Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah minyak mineral, ester isopropyl, alkohol aliafatik, turunan lanolin, alkohol dan trigliserida serta asam lemak (Schmitt 1996). Bahan pelembab diantaranya adalah gliseril, propilen glikol dan sorbitol dengan kisaran penggunaan pelembut dan pelembab masing-masing 0,5% - 15% (Schmitt 1996). Pada umumnya, lotion disusun oleh komponen-komponen emulsifier (pengemulsi), humektan, emolien, bahan aktif dan air (Keithler 1956). Selain itu, menurut Barnett (1962) menyatakan bahwa bahan penyusun lotion terdiri dari astringent, antiseptik, alkohol, humektan, minyak, lemak, pengemulsi, surfaktan, dan emolien. Komponen bahan pengawet dan pewangi menurut Keithler (1956) juga penting untuk ditambahkan tetapi harus stabil pada suhu, pencahayaan dan kelembaban. Mitsui (1997) menambahkan lotion merupakan dari air, alkohol, emolien, humektan, bahan pengental, pengawet dan pewangi. 2. Prosedur Pembuatan Lotion a. Bahan baku Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan lotion ini yaitu asam stearat, gliseril monostearat, cetil alkohol, petroleum USP, minyak mineral, isopropyl palmitat, deionozed water, gliserin, gelatin tipe A, triethanolamine 99%, PEG 400 stearat, pengawet (metal paraben) dan parfum (geraniol). Alat yang digunakan meliputi peralatan gelas, pengaduk

magnetic pipet, cawan porselen, pemanas listrik, neraca timbangan, pH meter, viscometer, oven, ruang pendingin, dan piknometer. Adapun komposisi lotion bahan baku yang akan dijadikan lotion dapat dilihat dalam tabel dibawah ini,

Bahan Asam stearat Gliseril monostearat Cetil alkohol Petroleum USP Minyak mineral Isopropyl palmitat PEG 400 stearat Air Karbomer 934 (2 % terdispersi) Gliserin Triethanolamine 99% Pengawet (metal paraben) Parfum (geraniol)

Komposisi (%berat) 2,5 1,0 1,0 1,0 2,0 2,0 0,25 77,0 7,0 5,0 1,0 q.s q.s

Tabel 1. Komposisi Lotion (Schmitt 1996) b. Prinsip pembuatan Lotion Prinsip pembuatan Lotion adalah pencampuran beberapa bahan yang disertai pengadukan dan pemanasan yang sempurna. Komposisi bahan yaitu dengan menggunakan penambahan gelatin pada tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 0,05% ; 0,1 % dan 0,15%. Komposisi air juga mengalami perubahan sesuai dengan konsentrasi gelatin karena pada prinsipnya air sebagai pengisi sampai berat produk 100% (w/w). Proses pembuatan lotion menurut Schmitt (1996) yaitu asam stearat, gliseril monostearat, cetil alkohol, petrolatum USP, minyak mineral dan isopropyl palmitat diaduk secara rata disertai pemanasan 700C hingga terbentuk sediaan A. Kemudian air, gelatin 0,05% ; 0,1 % dan 0,15%, gliserin dan triethanolamine 99 % dicampur dan diaduk disertai pemanasan 700C hingga terbentuk sediaan B. Sediaan A yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam sediaan B dengan pengadukan yang sempurna sehingga terbentuk sediaan C. Pengawet (metal paraben) kemudiaan dicampur dengan parfum (geraniol) dan dipanaskan pada suhu 35 0C. Setelah dilakukan pengadukan selanjutnya hasil pencampuran tersebut didinginakan dengan suhu 50-600C, setelah dingin

lalu ditambahkan pada sediaan C, lalu dilakukan pengadukan sampai terbentuk dispersi yang sempurna. Adapun diagram alir pembuatan lotion dapat dilihat dibawah ini:

Gelatin 0,05%;0,1 % dan 0,15% Air Triethanolamin 99% Gliserin

Petrolatum USP, asam stearat, cetil alkohol, gliseril monostearat, PEG 400 stearat, isopropyl palmktat, minyak mineral.

Pengadukan dan Pemanasan 700C

Pengadukan dan Pemanasan 700C

Pengadukan dan pendinginan hingga 50600C

Metil paraben dan geraniol

Pengadukan dan pendinginan hingga 50600C

Pengadukan dan pemanasan 350C

Produk Lotion
Diagram 1. Diagram Alir Pembuatan lotion (Schmitt 1996)

Daftar Pustaka Barnett G. 1962. Cosmetics and Science Technology. Volume 1. Willey Interscience, New York. Carley H.1982. Food Science 2nd ed. John Wiley and Sons Inc, New York. De Navarre M G. 1945. The Effect of Polyols on Emulsions. Proc. Sci. Sec. TGA, 47:22. Hadiwiyoto S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty, Yogyakarta.

Hinterwalder R. 1977. Raw Material. Di dalam: Ward, A.G. dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. Imeson. 1992. Thickening and Gelling Agents for Food . Academic Press, New York. Johns P dan A. Courts. 1977. Relationship Between Collagen and Gelatin. Di dalan Ward, A.G. dan A Courts (ed). 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York. Jones, N.R. 1977. Uses of Gelatin in Edible Products. Di dalam Ward, A.G dan A.Courts (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press,New York. Keithler W M R. 1956. The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialtics. Drug and Cosmetic Industry, New York. Mitsui. 1997. New Cosmetics Science. Elsevier, New York. Parker A L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publisher Inc, Sparkas Maryland. Safira. 2003. Aplikasi Gelatin Tipe A Sebagai Bahan Pengental Dalam Pembuatan Skin Lotion. Skripsi. FATETA-IPB, Bogor. Schmitt W H. 1996. Skin Care Products. Di dalam: Williams, D.F. and W.H. Schmitt (Ed). 1996. Cosmetics And Toiltries Industry. 2nd Ed. Blackie Academe and Profesional, London. Sunsmart. 1998. Anatomy of the Skin. J. Cosmetics and Toiletries. New York : Sunsmart Inc. Suryani A I dan Sailah E H. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian . Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ward A G dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academics Press, New York. Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Wilkinson J B., R Clark E. Green, T P M. 1962 . Modern Cosmeticology. Volume I. Leonard Hill, London. Wilkinson J B., RJ Moore. 1982. Harrys Cosmeticology. George Godwin, London.

You might also like