You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, fungsi organ dalam tubuh akan mengalami penurunan, tidak terkecuali pada sistem genitourinaria. Adanya penurunan fungsi dari sistem genitourinaria ini dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia. Inkontinensia adalah pengeluaran urin atau feses tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup untuk mengakibatkan masalah gangguan kesehatan atau sosial (Setiati dan Putu, 2006). Inkontinensia dapat berupa inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. Inkontinensia urin adalah keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya. Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita, terutama pada wanita yang sudah pernah melahirkan. Sedangkan inkontinensia alvi adalah keluarnya feses pada waktu yang tidak dikehendaki dan lebih jarang ditemukan, apalagi bila penderita tidak menderita inkontinensia urin. Kejadian inkontinensia dapat diperparah dengan adanya imobilisasi akibat suatu penyakit, depresi, dan konsumsi obat-obatan sedatif, diuretik maupun alpha blockers. Inkontinensia dapat menimbulkan masalah fisik dan psikososial, seperti depresi, jatuh, ulkus dekubitus, dan isolasi sosial. Terapi yang diberikan pada geriatri dengan inkontinensia memerlukan biaya yang besar karena itulah kini perawatan lebih banyak dilakukan di rumah atau dengan metode home care. Sedangkan Inkontinensia alvi lebih jarang ditemukan daripada inkontinensia urin, apalagi bila penderita tidak menderita inkontinensia urin. 30%-50% penderita dengan inkontinensia urin juga menderita inkontinensia alvi. Keadaan ini menunjukkan mekanisme patofisiologi yang sama antara inkontinensia urin dengan inkontinensia alvi.
1

II.

Skenario NGOMPOL LAGI NGOMPOL LAGI Eyang Karto, usia 75 tahun, dibawa ke dokter oleh putrinya karena ngompol sejak 3 bulan dan diikuti ngobrok selama 2 minggu. Sering marah-marah, dan tidak bisa tidur sehingga sering minum obat tidur. Sejak istri penderita wafat, dia tinggal dengan putrinya. Dalam melakukan aktifitas sehari-hari harus dibantu. Dua tahun yang lalu, penderita dirawat akibat stroke. Pemeriksaan neurologi ekstremitas superior dan inferior sinistra kekuatannya mennurun (3+/3+). Hasil rectal toucher dan USG didapatkan prostat tidak membesar. Dokter melakukan pemeriksaan indeks barthel. Penderita juga dilakukan pemeriksaan psikiatri.

BAB II DISKUSI DAN PEMBAHASAN I. Jump 1-7 A. Jump 1 klarifikasi istilah

B. Jump 2 rumusan masalah

C. Jump 3 dan 4 - brainstorming

D. Jump 5 Learning Objective


2

1. Hal yang mempengaruhi kemandirian geriatri 2. Pemeriksaan indeks barthel dan hubungannya dengan skenario 3. Klasifikasi inkontinensia 4. Hubungan antargejala pada skenario 5. Indikasi pemeriksaan dalam skenario 6. Penatalaksanaan gangguan tidur

E. Jump 6 Belajar Mandiri

F. Jump 7 Pembahasan Learning Objective 1. Hal yang mempengaruhi kemandirian: - penyakit yang di derita: RPD dan RPS terutama penyakit muskuloskeletal dan saraf - penyakit pada organ pengindra - penyakit psikologis depresi pada lansia 2. Indeks Berthel - Makan criteria 0, 5, 10 - Mandi letegantungan atau tidak 0, 5 - Perawatan diri menyisir rambut, bercukur 0, 5 - Berpakaian ketergantungan penuh, sebagian, tidak tergantung 0, 5, 10

- Mengontrol BAB 0, 5, 10 - Mengontrol BAK 0, 5, 10 - Penggunaan toilet - Transfer 0, 5, 10, 15 - Mobility 0, 5, 10, 15 - Naik turun tangga 0, 5, 10 Skoring indeks Berthel: - 0 20 - 21 61 - 62 90 - 91 99 - 100 : ketergantungan penuh : ketergantungan berat : ketergantungan moderat : ketergantungan ringan : mandiri

Hubungan dengan skenario kekuatan ekstremitas sinistra menurun

3.

Inkontinensia akut Reversibel terkait sakit yang diderita dan obat-obatan yang dikonsumsi. Kalau sakit sembuh atau obat berhenti, inkontinensia sembuh. Penyebab inkontinensia ada 2 versi a. DRIP (delirium, restrict mobility, infection, pharmacology)

b. DIAPERS (delirium, infection mobility, Atrophy vaginitis, Pharmacotical, Impaction). Endokrin disorder, Restrict mobility, Stool

4.

Skema hubungan antargejala pada skenario


Obat+stroke

Istri meninggal

depresi

inkontinensia

ngompol

ngobrok

Tidur kurang

Marah-marah

5. Rectal Toucher (RT) : - untuk melihat adanya hipertropi prostat - Stool impaction - Hasil pada scenario - inkontinensia urin bertipe overflow dpat dieliminasi USG melihat adanya hipertropi prostat atau tidak Psikiatri :

- diperiksa dengan GDS - psikogeriatri - pemeriksaan status mental 6. Penatalaksanaan gangguan tidur - menggali info penyebab utama gengguan tidur - psikoterapi menghaindari obat-obatan - menjaga kehigienitasan tidur buat suasana tidur nyaman, hindari kafein - bila ketiganya tidak berhasil gunakan obat sedatif

II.

Diskusi
6

Salah satu penyebab inkontinensia urin pada lansia adalah pemberian obat hipnotif sedatif. Salah satunya adalah benzodiazepin yang biasanya digunakan sebagai mood stabilizer. Efek samping inkontinensia ini timbul dari kerja benzodiazepin yang menyebabkan relaksasi otot, termasuk otototot detrusor dan otot sphincter urethra sehingga tmenimbulkan inkontinensia urin pada keadaan-keadaan tertentu. Kegunaan Benzodiazepine saat ini terutama untuk penyebab penyakit yang dihubungkan dengan gangguan psikiatri dan non psikiatri seperti kesulitan tidur, menghilangkan kecemasan, pengobatan delirium tremens, sedasi sebelum proses operasi, untuk menghilangkan kejang epilepsi dan juga pada spasme otot. Sifatnya yang segera dan efektif membuat banyak dokter menggunakan obat ini juga sebagai campuran untuk pengobatan pasien-pasien dengan gangguan lambung yang dasarnya adalah fungsional (gejala psikosomatik) dan juga pasien-pasien gangguan jantung yang cemas. Beberapa efek samping dapat timbul selama pemakaian awal. Efek tersebut antara lain adalah rasa kantuk, pusing, nyeri kepala, mulut kering, dan rasa pahit di mulut. Adapun efek samping lainnya adalah: 1. Hang over. Efek sisa yang disebabkan adanya akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat. 2. Amnesia Retrograde. Efek samping ini bisa dimanfaatkan oleh bagian bedah untuk menghilangkan sensari ngeri karena melihat proses pembedahan. 3. Gejala paradoksal. Berupa eksitasi, gelisah, marah-marah, mudah terangsang, dan kejang-kejang. 4. Ketergantungan. Efek ini biasanya lebih bersifat psikologis. Timbulnya efek ini karena timbulnya gejala abstinens yang menyebabkan pemakai merasa lebih nyaman jika menggunakan zat ini. Jika terjadi menahun, hal
7

ini akan menimbulkan kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik. Efek ini dapat diperparah karena dosis letal pada penggunaan benzodiazepin sangat tinggi. 5. Toleransi. Efek ini terjadi setelah 1-2 minggu pemakaian. 6. Abstinens. Gejala yang timbul merupakan gejala yang mirip bahkan lebih parah dibandingkan gejala sebelum dipakainya benzodiazepin. Misal timbulnya nightmare, perasaan takut, cemas, dan ketegangan yang hebat. Selain itu, pasien pernah mengalami stroke sebelumnya sehingga diduga terdapat penurunan fungsi dari sistem saraf. Untuk mengetahui tipe dari inkontinensia urin yang diderita pasien perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Karena pada skenario pasien merupakan inkontinensia urin tipe urgensi yang disebabkan oleh stroke, maka diberi terapi yang bertujuan untuk mengurangi detrusor overactivity dengan cara: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kurangi jumlah dan waktu intake cairan Hindari stimulant kandung kemih (caffeine) Kurangi hambatan menuju toilet (use bedside commode) Bladder training pelvic floor exercises (kegel exercises) Edukasi pasien Positive reinforcement Biofeedback Intervensi assistant Toilet berkala dan latih kebiasaan

BAB III PENUTUP


8

I.

Simpulan

II. Saran

You might also like