You are on page 1of 45

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan bagian dari sistem pernafasan. Rongga mulut juga merupakan gerbang masuknya penyakit. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme yang meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila respon penjamu terganggu. Pembersihan mulut secara alamiah yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui mulut mereka. Meskipun begitu, rongga mulut juga memiliki sistem imunitas. Sistem imunitas rongga mulut salah satunya dipengaruhi oleh membran mukosa. Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigenantigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak menempel pada mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan kimiawi dengan enzimenzim mukosa. Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi mikrobial.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari laporan tutorial dengan skenario bertema Mekanisme Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut, yaitu: 1. Bagaimana mekanisme dan struktur sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis? 2. Bagaimana mekanisme sistem imun spesifik dan non spesifik? 3. Apa saja komponen sistem imun mukosa rongga mulut?

1.3 Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan tutorial dengan skenario bertema Mekanisme Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut, yaitu: 1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami mekanisme dan struktur sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis. 2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami mekanisme sistem imun spesifik dan non spesifik. 3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami komponen sistem imun mukosa rongga mulut.

1.4 Manfaat Manfaat dari pembuatan laporan tutorial dengan skenario bertema Mekanisme Sistem Fagositosit dalam Imun Mukosa Rongga Mulut, yaitu: 1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mekanisme dan struktur sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis. 2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mekanisme sistem imun spesifik dan non spesifik. 3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komponen sistem imun mukosa rongga mulut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme dan Struktur Sistem Imun Mukosa Secara Fisiologi 2.1.1 Mekanisme Tahapan Adaptif Imunitas Secara Fisiologis Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan Penyusun Kekebalan Humoral dan Seluler. Bakteri yang masuk kemudian merangsang sel mast (residen leukosit ) yang di jaringan untuk mengirimkan signaling endothelium kemudian terjadilah vasodilatasi pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan kemoktin. Sel-sel PMN kemudian melekat pada dinding pembuluh darah (Marginasi) sehingga dapat keluar untuk menghancurkan bakteri yang masuk.Adanya pergerakan leukosit disebabkan karena adanya rangsangn kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast. Imunologi Rongga Mulut Tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Keadaan struktur mukosa rongga mulut akan dapat rusak apabila system pertahanan mulut terganggu. Terdapat dua tahapan dalam mekanisme system imun yakni mekanisme pengenalan dan mekanisme penghancuran.

Mekanisme Pengenalan 1. Antigen Ekstra Sel Akan Diendositosis Dalam Vesikel

Selanjuntnya Berikatan Dengan Molekul Mhc Class Ii Sehingga Dapat Dikenali Oleh Cd 4 T Helper Limfosit 2. Antigen Citolitic Akan Masuk Sitosol Berikatan Dengan Proteasome Selanjutnya Di Er Berikatan Dengan Molekul Mhc Class I Sehingga Dapat Dikenali Oleh Cd 8 T Helper Limfosit. Reaksi yang terjadi berakibat pada terjadinya baktivasi Limfosit.

Aktifasi limfosit mhc class ii + cd4 t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga terjadi proliferasi dan deferensiasi membentuk humoral respon Mhc class i+cd8 thelper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi proliferasi deferensiasi membentuk seluler respon Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan penyusun kekebalan humoral dan seluler.

Eliminasi antigen Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap antigen yang sama sehingga saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang lebih tinggi Secara normal tubuh mampu mengenali antigen sendiri sehingga tidak terjadi mekanisme imunologis. Hal ini disebut toleransi. Kegagalan pengenalan terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit autoimmune

2.1.2 Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulutadalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular. Selaput mukosa Keratin merupakan salah satu pertahanan yang diperhitungkan, tetapi bibir, pipi, dasar mulut, dan langit-langit lunak tidak dilapisi keratin.Pada lapisan granular, selaput yang membungkus granular dilepaskkan ke rongga mulut dan ini berkaitan dengan pembentukan penangkal terhadap zat seperti antigen, kemingkinan antibodi menurunkan penetrasi melalui mukosa dengan membentuk komplek imun.Selaput basal merupakan penangkal yang lain terhadap bahan-bahan berbahaya. pada lamina propria mukosa yang berbatasan dengan selaput basal terdapat beberapa sel limfoid yang akan mengahadapi bahan-bahan lain yang dapat melewati keempat lapisan penangkal Lapisan epitel mukosa terdiri dari sel-sel epitel yang termodifikasi yang disebut FAE (Follicle Associated Epithelial Cell).Sel tersebut mampu mentransport makromolekul dari lumen jaringan dibawahnya.FAE sangat penting dalam menentukan efektifitas respon imun mukosa. Saliva Komponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen Crevicular Gingival Fluid Komponen darah humoral seluler dapat mencapai permukaan gigi dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan menembus epitel

perlekatan gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam pengertian hubungan biologi antara komponen vaskular dan struktur periodontal.( Izzata, 2007 )

2.1.3 Sistem Imunitas Rongga Mulut Menurut Roeslan (2002), sistem imunitas rongga mulut dipengaruhi oleh : a. Membran mukosa. Mukosa rongga mulut terdiri atas epitel skuamosa yang berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi.Mekanisme proteksinya tergantung pada deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi microbial. b. Nodus Limfatik Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral dan agregasi limfoid intra oral.Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari ginggiva dan pulpa gigi.Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yangberasal dari bagian dalam otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel. c. Saliva Sekresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis.Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis, submandibularis dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah mukosa, berperan dalam membersihkan rongga mulut dari debris dan mikroorganisme, selain bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara. d. Celah Ginggiva Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG

merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap inflamasi. ( Ruslan, 2002 )

2.2 Sistem Imun Spesifik Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga. Ciri-cirinya: Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ), Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal. Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam jaringan submukosa, gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan kelenjar getah bening ekstra oral. 1. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar tepat dibawah epitel mulut, didaerah palatum lunak, dasar mulut, permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi dan di bibir. Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil. 2. Jaringan Limfoid Gingival Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama sel-sel limfosit yang dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku gingival sehat akan meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang

spesifik.Bagaimanapun juga kebanyakan sel-sel ini memproduksi zat-zat immunoglobulin non-reaktif.Makrofag hadir dalam gingiva, disamping memproses antigen juga ikut membantu penghancuran plak gigi.Reaksi

timbal balik antara merusak dan melindungi berlangsung jelas dalam limfoid gingiva. 3. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva dasar mulut, palatum, bibir, dan pipi seperti juga dari gingival dan pulpa.Semuanya bergabung membentuk saluran yang lebih besar yang bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih dalam pada otot lidah.Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju kelenjar getah bening submental, submaksilaris, dan servikal.Tiap antigen yang berhasil masuk disebarkan langsung melalui getah bening ini ataupun melalui sel-sel fagosit.Lalu diteruskan ke kelenjarnya untuk dibangkitkan tanggap kebalnya. Gambaran khas dari kelenjar ini ialah adanya sel-sel dendritik yang berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen.Demikian juga tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi tempat berlangsungnya sekresi antibody local. Tanggap kebal yang ditunjukan, dapat berbeda sesuai dengan antigen dan prosentasinya .tanggap kebal seluler menyebabkan pembesaran daerah parakortikal yang mengemban sel T. sedangkan tanggap kebal humoral melibatkan bagian korteks yang didominasi oleh sel B. bagaimanapun juga sel-sel plasma yang memproduksi antibody sebagian besar terdapat didalam medula. 4. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar baik yang besar ataupun kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok dibawah mukosa mulut.Kebanyakan sel plasma memproduksi IgA dan beberapa diantaranya IgG dan IgM.Tampak bawah kebanyakan IgA dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang bersangkutan dalam bentuk dimerik.

5. Sel-Sel Langerhans Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini yang tersebar di atas selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik yang besar kemampuan kerja seperti makrofag, memiliki reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen HLA-D. (Gunarso W : 1988) Sistem imun spesifikmerupakan suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut.Sistem imun spesifik disebut juga dengan sistem imun yang didapat (adaptive immunity). Sel-sel imun yang berperan dalam respon imun spesifik adalah sel limfosit B dan sel limfosit T. Substansi yang dapat merangsang terjadinya respon imun spesifik disebut antigen. Sistem imun merupakan reaksi hospes terhadap benda asing dengan tiga kekhasan yaitu spesifik, heterogen,memori. Spesifitas Respon imun dengan kepekaan yang tinggi akan bereaksi dengan benda yang sama yang telah memberi respon sebelumnya dan dapat membedakannya sehingga akan mendiferensiasi antigen yang berasal dari spesies, individual dan organ yang berbeda. Heterogenitas Respon berbagai sel dan produk sel terhadap benda asing akan menghasilkan produk populasi sel yang heterogen (misal antibodi). Memori Mempercepat dan memperbesar respon spesifik dengan proliferasi dan diferensiasi sel yang telah disensitisasi pada respon sebelumnya.

Limfosit B Limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma apabila ada rangsangan dari antigen dan akan membentuk antibody. Limfosit B merupakan respon imun humoral

Limfosit T Limfosit T terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah ke kelenjar timus , mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar timus limfosit T belajar membedakan bahan asing (non self) dengan bahan bukan asing (self). Limfosit T dewasa akan meninggalkan kelenjar timus menuju kelenjar getah bening (sebagai bagian pengawasan sistem imun tubuh). Limfosit T merupakan respon imun seluler

Antigen ( Ag) Antigen juga seringkali disebutimunogen . Antigen terdiri dari : protein dan polisakarida. (Baratawidjaya : 2000) Antibodi merupakan protein yang diproduksi di dalam tubuh sebagai

respon terhadap masuknya Ag, dapat mengenali dan mengikat Ag secara spesifik.

Ada 5 klasifikasi antibodi , antara lain : Imunoglobulin A (IgA). Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva, keringat, air mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebgainya. Yang aktiv adalah bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif.Jaringan yang mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA masuk kedalam lumen. Fungsi dari IgA ini ialah: Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa Tidak efektif dlam mengikat komplemen Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalam cairan sekretori yang mengandung IgA Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif

10

Imunoglobulin D (IgD) Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum.IgD adalah penenda

permukaan pada sel B yang matang.IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh sel B normal.Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit dari RNA. Imunoglobulin E (IgE) Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan eosinpphil.IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut.Dengan adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis.IgE sangat berguna untuk melawan parasit. Imunoglobulin M (IgM) Imunoglobulin m ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus.Peningkatan jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atai adanya antigen (imunisasi/vaksinasi).IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan merupakan isohem- aglutinin alamiah.IgM sngat efisien dalam mengaktifkan komplemen.IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan setelah imunisasi dengan T-dependent antigen. Imunoglobulin G (IgG) Imunoglobulin G adalah divalen antigen.Antibodi ini adalah

imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal.Ia mempunyai waktu paroh biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas yang baik (sebagai serum transfer). Ia dapat mengaglutinasi antigen yang tidak larut. IgG adalah satusatunya imunoglobulin yang dapat melewati plasenta. Kemampuannya melewati plasenta untuk setiap jenis hewan berturut-turut adalah:

Rodentia>primata>anjing/kucing> manusia=babi=kuda. IgG adalah opsonin


11

yang baik sebagai pagosit pada ikatan IgG reseptor. Imunoglobulin ini merangsang antigen-dependen cel-mediated cytotoxicity (ADCC)-IgG Fab untuk mengikat target sel, Natural Killer(NK) Fc-reseptor, mengikat Ig Fc, dan sel NK membebaskan citotoksik pada sel target. IgFc juga mengaktifkan komplemen, menetralkan toksin, imobilisasi bakteri dan menghambat serangan virus.

2.3 Sistem Imun Non Spesifik Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zatzat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik. Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired).Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya.

12

Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrifil dan monosit.Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit.

Komponen Imunitas Non Spesifik : Barrier epitel Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat menekan atau membunuh mikroorganisme. sel natural killer (NK) Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba system komplemen melibatkan kurang lebih 20 serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi

mikoroorganisme yang menginvasi.

Sitokin pada imunitas non spesifik Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik.Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya.

13

Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan infeksi.Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin.

Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu.Beberapa bakteri intraselular tidak dapat didestruksi di dalam fagosit.Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel fagosit ( Geo, 2005 ).

2.4 Komponen Sistem Imun Mukosa Mulut dihuni oleh berbagai jasad renik sejak lahir, walaupun jasad renik tersebut kebanyakan bersifat komensial, tetapi dapat menjadi patogen apabila respon hospes berubah.Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam sistem pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, dan komponen kekebalan humoral dan selular. Immunoglobulin A (IgA) merupakan major immunoglobulin isotype (antibodi) yang disekresi di permukaan mukosa, selain itu ada juga antibodi immunoglobulin M (IgM) dan IgG.Bagian dari pertahanan humoral yang non spesifik adalah mucus.IgA merupakan pertahanan yang pertama secara imunologi pada permukaan mukosa.Jika antigen menginvasi barier pertama, lapisan epitel merupakan pertahanan yang kedua. (Barid, Izzata, dkk, 2007)

14

Sistem Imun Spesifik Humoral Dalam sistem ini yang berperan adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal

dari sel asal multiprotein.Pada unggas, sel asal tersebut berdiferensiasi menjadi sel B, di dalam organ yang disebut bursa fabrisius yang letaknya dekat kloaka. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di dalam serum.Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus, dan menetralisasi toksin. Sistem imun spesifik seluler Yang berperan dalam sistem ini adalah limfosit T atau sel T. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam kelenjar timus. Fungsi umum sel T ialah membantu sel B dalam memproduksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terkena infeksi virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan mengontrol ambang serta kualitas sistem imun. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas 4 subset, yaitu: 1) sel Th (T helper), sel ini menolong sel B dalam memproduksi antibodi. Untuk membentuk antibodi, kebanyakan antigen (T dependent antigen) harus dikenal lebih dahulu oleh sel T maupun sel B. sel Th berpengaruh atas sel Tc dalam mengenal sel yang terkena infeksi virus dan jaringan cangkok alogenik.istilah sel T inducer dipakai untuk menunjukkan aktivitas sel Th yang mengaktifkan makrofag dan sel-sel lain, 2) sel Ts (T supresor), sel ini menekan aktivitas sel T tertentu dan sel Ts nonspesifik, 3) sel Tdh atau Td (delayed hypersensitivity) adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Sebenarnya fungsi sel Tdh menyerupai sel Th, 4) sel Tc (T cytotoxic) mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik dan sel sasaran yang mengandung virus.Sel Th dan sel Ts disebut juga sel regulator sedang sel Tdh dan sel Tc disebut sel efektor.

15

Komponen Cairan (Humoral) Non Spesifik 1. Protein Enzim Lisosim Lisosim terdapat hampir di semua cairan tubuh dan terdeteksi pada manusia umur 9 12 minggu.Sumber lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingiva. Paling banyak disintesis oleh glandula submandibularis atau

sublingualis.Mengandung sel leukosit (sel makrofag, monosit dan limfosit atau sel polimorphonuklear) yang berasal dari lidah ataupun cairan gingival. Fungsi Lisosim : 1. Aktivitas muramidase : lisosim mampu menghidrolisa ikatan Beta (1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Hidrolisa lapisan peptidoglikan akan melisis bakteri. Namun bakteri gram negatif lebih resisten terhadap lisosim karena dinding luarnya terdapat lipopolisakarida yang tidak mudah ditembus lisosim. Peptidoglikan dari bakteri seperti Staphylococcus aureus, Basilus sereus, dan Streptococcus piogenus lebih tahan terhadap lisosim. 2. Aktivitas bakterial autolisin tergantung pada kationik. Oelh karena lisosim merupakan kationik, liosim dapat merusak membran bakteri dan mengaktifkan mekanisme bakterial autolisis karena aktivasi muramidase dan autolisin. 3. Menyebabkan agregasi bakteri. 4. Mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi. 5. Mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah produksi asam. 6. Memecah rantai streptokokus.

16

Laktoferin Laktoferin adalah glikoprotein, BM 76 kilodalton, mengikat

besi.Dikeluarkan oleh sel serosa dan glandula salivarius minor.Namun ditemukan juga pada air mata, dan ASI.Sumber LF dalam RM adalah cairan gingiva.Diperkirakan berasal dari aktivitas fagositosis / rusaknya sel PMN. Oleh karena itu, level LF saliva sangat tergantung pada influks sel PMN ke dalam RM Fungsi : ditentukan oleh tingginya afinitas LF untuk mengikat ion bes, sehingga mLF mampu menurunkan level ion besi. Laktoperoksidase Sumber utama sistem peroksidase saliva adalah glandula salivarius dan sel leukosit.SPS yang berasal dari glandula salivarius disebut salivari peroksidase, sedangkan SPS yang berasal dari leukosit disebut mieloperoksidase. Salivari peroksidase manusi kadang disebut pula laktoperoksidase karena kesamaannya dengan laktoperoksidase susu sapi. Macam macam SPS : 1. Salivari peroksidase (SP) : Diproduksi oleh sel asinar glandula parotis maupun submandibula. Didapati dalam berbagai bentuk (multiform) Bentuk monomer BM 78 kilodalton dan pH basa 8-10. Dapat melekat pada permukaan gigi, sadiment saliva / bakteru S.Mutans. Konsentrasi SP tertinggi pada plak gigi, orang dewasa, wanita menstruasi mengalami fluktuasi besar.

17

Pada saliva yang distimulasi (mengunyah wax), level SO malah menurun, tetapi level SPS (SP+mieloper-oksidase) meningat dalam waktu singkat.

2.

Mieloperoksidase (MS) : Diproduksi oleh leukosit. Level pada saliva berasal dari sel leukosit kemudian dikeluarkan dalam RM melalui cairan gingiva. Pada kondisi flow saliva rendah,level MS memberi kontrbusi paling besar dari semua total peroksidase saliva.

3. Aktivitas antimikrobial SPS. Fungsinya dilakukan oeh komponen SPS, yaitu SP, MS, Hidrogen Peroksida, dan ion Thiosianat (SCN). pada pH netral, aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat. pH semakin asa, level HOSCN akan lebih banyak dibanding OSCN. Hal ini sangat penting pada aktivitas antimikrobial karena HOSCN lebih mudah menembus dinding sel dan menyerang komponen secara elektrofilik. Fungsi Peroksidase Saliva : 1. Aktivitas Antimikrobial 2. Melindungi sel dari efek toksik hidrogen peroksida 3. Melindungi bakteri dari efek bakterisidal hidrogen peroksida 4. Melindungi asam sialik dari dekarboksilase oksidatif oleh hidrogen peroksida

18

5. Inaktivasi komponen mutagenik dan karsinogenik. Musin Musin mempunyai sifat antimikroba, dengan cara mengikat bakteri dan virus serta segera mengeliminasi dari tubuh. Musin menghambat adhesi E.coli dan rotavirus. Interferon

Interferon dalam dosis tinggi dapat menghambat proliferasi sel B dan sel T sehingga menurunkan respon imun humoral dan seluler.Pada dosis rendah, interferon ini merangsang sistem imutn dengan jalan meningkatkan aktivitas sel NK, makrofag, sel T dan mengatur produksi antibodi.

Sitokin Sitokin adalah suatu sentral patogenesa yang akan meningkat

jumlahnya bila terdapat suatu penyakit. sitokin adalah protein larut , ia adalah mediator yang dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi radang atau imunologik yang berfungsi sebagai isyarat antara sel sel untuk mengatur respon setempat dan kadang kadang juga secara sistemik.Sitokin mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan

pertumbuhan,mobilitas dan diferensiasi lekosit dan sel sel lainnya. Contoh : histamin yang dikenal sebagai vasodilator; prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama dengan leukotrin, SRA-A (Slow

19

Reacting Substance of Anaphylaxis) yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos.

2. Komplemen Sudah ada dalam darah sebelum terbentuknya IgM.Dihasilkan oleh hati, beredar dalam darah sebagai bentuk tidak aktif, bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi : C2, C4, dan C5. Konsentrasi C3 dan C4 dalam cairan gingiva yang meradang meningkat dibading normal.Sel-sel ini baru aktif bekerja kalau tubuh dimasuki zat-zat bersifat allergen yang biasanya terdapat dalam makanan.

20

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Struktur dan Mekanisme Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut 3.1.1 Struktur Sistem Imun pada Mukosa Rongga Mulut Tidak seperti kulit, permukaan mukosa tidak mempunyai sistem pertahanan yang kuat dan daerah pertahanan utamanya ada di bawah epitel mukosa. Imunologi rongga mulut tergantung kesehatan mulut yaitu keutuhan mukosa yang secara normal menghalangi masuknya jasad renik. Mukosa merupakan kesatuan dengan sejumlah system anatomic. Keadaan ini mudah rusak apabila system pertahanan mulut terganggu. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular.

Selaput mukosa Keratin merupakan salah satu pertahanan yang diperhitungkan, tetapi bibir, pipi, dasar mulut, dan langit-langit lunak tidak dilapisi keratin. Pada lapisan granular, selaput yang membungkus granular dilepaskan ke rongga mulut dan ini berkaitan dengan pembentukan penangkal terhadap zat seperti antigen, kemungkinan antibodi menurunkan penetrasi melalui mukosa dengan membentuk komplek imun. Selaput basal merupakan

21

penangkal yang lain terhadap bahan-bahan berbahaya. Pada lamina propria mukosa yang berbatasan dengan selaput basal terdapat beberapa sel limfoid yang akan menghadapi bahan-bahan lain yang dapat melewati keempat lapisan penangkal. Lapisan epitel mukosa terdiri dari sel-sel epitel yang termodifikasi yang disebut FAE (Follicle Associated Epithelial Cell). Sel tersebut mampu mentransport makromolekul dari lumen jaringan dibawahnya. FAE sangat penting dalam menentukan efektifitas respon imun mukosa. Saliva Komponen imunitas saliva dalam saliva yang berperan adalah IgA sekretori. IgA sekretori adalah immunoglobulin penting dalam saliva dan akan berperan dalam mencegah infeksi mikroba pada mukosa. Hasil akhir dari IgA sekretori adalah SIgA yang nantinya dibawa ke lumen. Saliva juga mengandung protein, antara lain Lisosim, Sistem Peroksidase Saliva (SPS), Laktoferin. Lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingival. Pada glandula salivarius mayor, lisosim disintesa pada lapisan epitel yang mengelilingi duktus intralobular. Lisosim lebih banyak berasal dari glandula submandibularis maupun sublingualis dibandingkan glandula parotis. Saliva mengandung pula sel leukosit (sel makrofag, monosit dan limfosit maupun sel polimorphonuklear) yang berasal dari lidah ataupun cairan gingival. Oleh karena sifat saliva yang hipotonik, banyak sel leukosit yang lisis, sehingga melepaskan kandungan lisosim ke dalam cairan saliva. Adapun fungsi saliva antara lain Aktivitas muramidase, yaitu lisosim mampu menghidrolisa ikatan (1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri, yang mengakibatkan terjadinya lisis bakteri. Menyebabkan

agregrasi bakteri, mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi, mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah produksi asam, memecah rantai Streptokokus.

22

Sistem Peroksidase Saliva (SPS). Sumber utama SPS ialah glandula salivarius dan sel lekosit. Aktivitas antimikrobial SPS, dilakukan oleh komponen SPS yaitu SP, MS, hydrogen peroksid (H2O2) dan ion thiosianat (SCN-). Mekanismenya pada pH netral, aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat (OSCN-), yang menghasilkan HOSCN-. HOSCN- mudah menembus dinding sel bakteri dan menyerang komponennya. Laktoferin. di rongga mulut, sumber penting LF ialah cairan gingival. Adapun mekanisme dari laktoferin adalah mengikat ion besi, sehingga LF mampu menurunkan level ion besi yang merupakan bahan esensial untuk metabolisme mikroorganisme pathogen. Sehingga

mikroorganisme tidak dapat melaangsungkan hidupnya. Crevicular Gingival Fluid Komponen darah humoral seluler dapat mencapai permukaan gigi dan epitel dalam rongga mulut melalui aliran cairan menembus epitel perlekatan gingival. Struktur dan fungsi epitel perlekatan adalah dalam pengertian hubungan biologi antara komponen vaskular dan struktur periodontal. 3.1.2 Mekanisme Fagositosis Fagositosis adalah suatu mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel fagosit, dengan jalan mencerna mikroorganisme atau partikel asing hingga menghancurkannya berkeping-keping. Sel fagosit ini terdiri dari 2 jenis, yaitu fagosit mononuclear dan polimorfonuklear. Fagosit mononukelar contohnya adalah monosit (di darah) dan jika bermigrasi ke jaringan menjadi makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah granulosit, yaitu netrofil, eusinofil, basofil, dan cell mast (di jaringan). Supaya proses ini bisa terjadi, suatu mikroorganisme harus berjarak dekat dengan sel fagositnya. Sel-sel fagosit terdiri dari :

23

1. Sel monosit: Sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana setelah matang akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan berfungsi sebagai fagosit. 2. Sel makrofag: Diferensiasi dari sel monosit yang berada dalam sirkulasi. Ada 2 golongan, yaitu : Fagosit professional : monosit dan makrofag yang menempel pada permukaan dan akan memakan mikroorganisme asing yang masuk. Monosit dan makrofag juga mempunyai rseptor interferon dan migration inhibition Facktor (MIF). Antigen Presenting Cell (APC) : sel yang mengikat antigen asing yang masuk lalu memprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Selsel yang dapat menjadi APC antara lain; kelenjar limfoid, sel langerhans dikulit, sel kupferr dihati, dan sel mikrogrial di SSP Proses fagositosis adalah sebagai berikut : 1. Pengenalan (recognition), yaitu proses di mana mikroorganisme atau partikel asing terdeteksi oleh sel-sel fagosit 2. Pergerakan (chemotaxis), setelah suatu partikel mikroorganisme dikenali, maka sel fagosit akan bergerak menuju partikel tersebut. Proses ini sebenarnya belum dapat dijelaskan, akan tetapi kemungkinan adalah karena bakteri atau mikroorganisme mengeluarkan semacam zat chemoattract seperti kemokin yang dapat memikat sel hidup seperti fagosit untuk menghampirinya 3. Perlekatan (adhesion), setelah sel fagosit bergerak menuju partikel asing, partikel tersebut akan melekat dengan reseptor pada membrane sel fagosit. Proses ini akan dipermudah apabila mikroorganisme tersebut berlekatan dengan mediator komplemen seperti opsonin yang dihasilkan komplemen C3b di dalam plasma (opsonisasi) 4. Penelanan (ingestion), ketika partikel asing telah berikatan dengan reseptor di membrane plasma sel fagosit, seketika membrane sel fagosit tersebut akan menyelubungi seluruh permukaan partikel asing dan menelannya ke dalam sitoplasma. Sekali telan, partikel tersebut akan

24

masuk ke sitoplasma di dalam sebuah gelembung mirip vakuola yang disebut fagosom 5. Pencernaan (digestion), fagosom yang berisi parrtikel asing di dalam sitoplasma sel fagosit, dengan segera mengundang kedatangan lisosom. Lisosom yang berisi enzim-enzim penghancur seperti acid hydrolase dan peroksidase, berfusi dengan fagosom membentuk fagolisosom. Enzimenzim tersebut pun tumpah ke dalam fagosom dan mencerna seluruh permukaan partikel asing hingga hancur berkeping-keping. Sebagian epitop/ bagian dari partikel asing tersebut, akan berikatan dengan sebuah molekul kompleks yang bertugas mempresentasikan epitop tersebut ke permukaan, molekul ini dikenal dengan MHC (Major Histocompatibility Complex) untuk dikenali oleh sistem imunitas spesifik 6. Pengeluaran (releasing), produk sisa partikel asing yang tidak dicerna akan dikeluarkan oleh sel fagosit 3.1.3 Mekanisme Sistem Imun Mukosa Rongga Mulut Sistem imun mukosa rongga mulut secara fisiologis terbagi menjadi dua tahapan yaitu tahap pengenalan dan tahap penghancuran. Secara umum bentuk respon terhadap antigen yang masuk adalah sebagai berikut. Ketika terdapat invasi bakteri maka sel mast (residen leukosit) yang terdapat di jaringan akan mengirimkan signaling endothelium kemudian akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah karena adanya sekresi selektin dan kemoktin. Sel-sel PMN melekat pada dinding pembuluh darah (Marginasi) sehingga dapat keluar untuk menghancurkan bakteri yang masuk. Apabila neutrophil beserta monosit yang bekerja tidak mampu mengalahkan bakteri tersebut, maka sel-sel limfosit dan monosit lain akan datang untuk menanggulangi dengan mengenali reseptor bakteri tertentu lalu membentuk pertahanan, jika masih tidak teratasi, maka keadaan radang akan semakin menjadi kronik. Setelah terjadi diapedesis (menempelnya PMN pada pembuluh darah) maka akan terjadinya pergerakan leukosid karna terdapat rangsangan

25

kemotaksis. Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast. A. Tahap Pengenalan dalam Sistem Imun Pada mekanisme sistem pertahanan terdapat tahap pengenalan antigen. Dalam tahap pengenalan terbagi menjadi dua yaitu proses dan presentasi dari antigen endogen dan proses dan presentasi dari antigen Ekstraseluler. Proses dan presentasi antigen endogen Antigen citolitic akan masuk sitosol kemudian berikatan dengan proteasome selanjutnya di Retikulum Endoplasma berikatan dengan molekul MHC class I sehingga dapat dikenali oleh CD 8 T helper limfosit kemudian akan dipaketkan melalui vesikel yang kemudian akan dikeluarkan ke membran plasma.

Proses dan presentasi antigen Ekstraseluler Antigen ekstra sel akan diendositosis dalam vesikel selanjutnya berikatan dengan molekul MHC class II sehingga dapat dikenali oleh CD4 T helper limfosit.

26

Aktifasi limfosit Mhca class ii+cd4t helper limfosit mengaktifkan limfosit sehingga terjadi proliferasi dan deferensiasi membentuk humoral respon Mhc class i+cd8t helper akan mengaktifkan limfosit dan terjadi proliferasi deferensiasi membentuk seluler respon Kemotaksis merupakan adanya daya tarik ke sel target karena adanya rangsangan kimia dari produk metabolit bakteri dan signal dari sel mast. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival dan penyusun kekebalan humoral dan seluler. Hasil respon imunologis akan terjadi apoptosis dari sel yang telah teraktifasi. Sel yang mampu bertahan akan membentuk memori terhadap antigen yang sama sehingga saat terpapar kembali akan terjadi reaksi yang lebih tinggi secara normal tubuh mampu mengenali antigen sendiri sehingga tidak terjadi mekanisme imunologis. Hal ini disebut toleransi kegagalan pengenalan terhadap antigen sendiri akan menyebabkan penyakit autoimmun.

27

3.2 SISTEM IMUN SPESIFIK DAN NONSPESIFIK 3.2.1 Sistem Imun spesifik Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik. Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut. Sistem imun spesifik disebut juga dengan sistem imun yang didapat (adaptive immunity). Sel-sel imun yang berperan dalam respon imun spesifik adalah sel limfosit B dan sel limfosit T. Kekebalan tubuh spesifik adalah sistem kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga. Ciri-ciri: 1. Bersifat selektif terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh 2. Memiliki kemampuan untuk mengingat infeksi sebelumnya 3. Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ) 4. Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal. Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam jaringan submukosa, gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan kelenjar getah bening ekstra oral. 2. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar tepat dibawah epitel mulut, didaerah palatum lunak, dasar mulut,

28

permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi dan di bibir. Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil. 3. Jaringan Limfoid Gingival Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama sel-sel limfosit yang dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku gingival sehat akan meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang spesifik. 6. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva dasar mulut, palatum, bibir, dan pipi seperti juga dari gingival dan pulpa. Semuanya bergabung membentuk saluran yang lebih besar yang bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih dalam pada otot lidah. Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju kelenjar getah bening submental, submaksilaris, dan servikal. Gambaran khas dari kelenjar ini ialah adanya sel-sel dendritik yang berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen. Demikian juga tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi tempat berlangsungnya sekresi antibody local. 7. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar baik yang besar ataupun kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok dibawah mukosa mulut. Kebanyakan sel plasma memproduksi IgA dan beberapa diantaranya IgG dan IgM. Tampak bawah kebanyakan IgA dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang bersangkutan dalam bentuk dimerik. 8. Sel-Sel Langerhans Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini yang tersebar di atas selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik yang besar kemampuan kerja seperti makrofag. Memiliki reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen

29

transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen HLA-D. Substansi yang dapat merangsang terjadinya respon imun spesifik disebut antigen. Sistem imun merupakan reaksi hospes terhadap benda asing dengan tiga kekhasan yaitu spesifik, heterogen,memori. 1. Spesifitas Respon imun dengan kepekaan yang tinggi akan bereaksi dengan

benda yang sama yang telah memberi respon sebelumnya dan dapat membedakannya sehingga akan mendiferensiasi antigen yang berasal dari spesies, individual dan organ yang berbeda. 2. Heterogenitas Respon berbagai sel dan produk sel terhadap benda asing akan menghasilkan produk populasi sel yang heterogen (misal antibodi). 3. Memori Mempercepat dan memperbesar respon spesifik dengan proliferasi dan diferensiasi sel yang telah disensitisasi pada respon sebelumnya. Limfosit B Limfosit B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma apabila ada rangsangan dari antigen dan akan membentuk antibody. Limfosit B merupakan respon imun humoral Limfosit T Limfosit T terbentuk jika sel induk dari sumsum tulang pindah ke kelenjar timus, mengalami pembelahan dan pematangan. Di dalam kelenjar timus limfosit T belajar membedakan bahan asing (non self) dengan bahan bukan asing (self). Limfosit T dewasa akan meninggalkan kelenjar timus menuju kelenjar getah bening (sebagai bagian pengawasan sistem imun tubuh). Limfosit T merupakan respon imun seluler

30

Rangsangan Imunogenik

Respon imun

Sistem Makrofag

Aktifasi Limfosit Interaksi sel-sel

Proliferasi dan Diferensiasi

Limfosit T (Imunitas Seluler) Cara mendapat respon imun spesifik

Limfosit B (Imunitas Humoral)

Imunitas spesifik Alami Buatan

Aktif Ag masuk ke dlm tubuh secara alamiah dan tubuh memproduksi Ab

Pasif Ab dari ibu masuk ke dalam janin melalui plasenta, atau ASI kepada bayi

Aktif Ag masuk kedalam tubuh melalui vaksinasi dan tubuh memproduksi Ab

Pasif Ab yang terdapat dalam serum disuntikkan ke dlm tubuh seseorang yg membutuhkan

Antigen ( Ag) Antigen juga seringkali disebut imunogen. Antigen terdiri dari: protein dan polisakarida. Antibodi (Ab) Antibodi: protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon terhadap masuknya Ag, dapat mengenali dan mengikat Ag secara spesifik.

31

Ab bersifat sangat spesifik dalam mengenali epitop mikroorganisme, maka tubuh akan memproduksi beberapa Ab sesuai dengan jenis epitop yang dimiliki oleh setiap mikroorganisme Struktur Antibodi (Ab) Molekul imunoglobulin dapat dipecah oleh enzim papain menjadi 3 fragmen: 2 fragmen disebut Fab (fragment antigen binfing) berfungsi mengikat antigen, variabilitas sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsangnya 1 fragmen disebut Fc (fragment crystalable) merupakan fragmen yang konstan dan tidak dapat mengikat antigen. Klasifikasi Antibodi (Ab) IgG mempunyai rantai gama () IgM mempunyai rantai mu () IgA mempunyai rantai alfa () IgD mempunyai rantai delta () IgE mempunyai rantai epsilon ()

Klas IgG

Tempat Bentuk antibodi utama di sirkulasi

Fungsi Mengikat patogen, mengaktifkan komplemen, meningkatkan fagositosis

IgM

Di sirkulasi, antibodi terbesar

Aktifkan komplemen, menggumpalkan sel

IgA

Di saliva dan susu

Mencegah patogen menyerang sel epitel traktus digestivus dan respiratori.

32

Ig D

Di sirkulasi dan jumlahnya paling rendah

Menandai kematuran sel B

Ig E

Membran berikatan dengan reseptor basofil dan sel mast dalam jaringan

Bertanggung jawab dalam respon alergi dan melindungi dari serangan parasit cacing

Pembentukan Antibodi (Ab) Pembentukan antibodi Sel B dirangsang antigen proliferasi sel B sel plasma antibodi Antibodi yang telah terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen sejenis yang masuk kembali ke dalam tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan antibodi Kadar antibodi dalam tubuh dipengaruhi oleh: Jenis Ag Dosis Ag Cara masuk Ag ke dalam tubuh Sensitifitas metode pengukuran Ab Mekanisme kontrol Antibodi (Ab) Pembentukan antibodi tdk berlangsung secara tanpa batas, ada mekanisme kontrol yang mengendalikan dan menghentikan

pembentukan antibodi yang diproduksi secara berlebihan: Berkurangnya dosis Ag Sel Ts (supressor) 3.2.2 Sistem Imun Nonspesifik Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya.
33

Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi. Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Respon imun nonspesifik merupakan salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula neutrofil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada dala jarak dekat dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen (C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam kantung fagosom

34

seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri. Komponen imunitas non spesifik ada 6, yaitu: a) Barriel epitel b) System fagosit c) Sel natural killer (nk) d) System komplemen e) Sitokin pada imunitas nonspesifik f) Protein plasma lainnya pada imunitas nonspesifik

1. Barrier eksternal Contoh barrier eksternal adalah mukosa dalam rongga mulut yang dapat menekan atau membunuh mikroorganisme. Sel epitel memproduksi antibodi peptida yang dapat membunuh bakteri Limfosit intraepitelial dapat mengenali lipid atau struktur lain pada mikroba. 2. Sel natural killer (NK) Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi dan memproduksi sitokin untuk mengaktivasi makrofag yaitu IFN-. Sel ini tidak mengekspresikan imunoglobulin atau reseptor sel T. Sel NK dapat mengenali sel pejamu yang sudah berubah akibat terinfeksi mikroba. 3. Sistem komplemen Merupakan sekelompok serum protein. Prinsip kerjanya sebagai media terjadinya reaksi inflamasi akut dan kemudian mengeliminasi mikoroorganisme yang menginvasi Sistem komplemen merupakan

sekumpulan protein dalam sirkulasi yang penting dalam pertahanan terhadap mikroba. Banyak protein komplemen merupakan enzim proteolitik. Aktivasi komplemen membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade.

35

4. Sitokin pada imunitas non spesifik Sebagai respons terhadap mikroba, makrofag dan sel lainnya mensekresi sitokin untuk memperantarai reaksi selular pada imunitas non spesifik. Sitokin merupakan protein yang mudah larut (soluble protein), yang berfungsi untuk komunikasi antar leukosit dan antara leukosit dengan sel lainnya. Sebagian besar dari sitokin itu disebut sebagai interleukin dengan alasan molekul tersebut diproduksi oleh leukosit dan bekerja pada leukosit (namun definisi ini terlalu sederhana karena sitokin juga diproduksi dan bekerja pada sel lainnya). Pada imunitas non spesifik, sumber utama sitokin adalah makrofag yang teraktivasi oleh mikroba. Terikatnya LPS ke reseptornya di makrofag merupakan rangsangan kuat untuk mensekresi sitokin. Sitokin juga diproduksi pada imunitas selular dengan sumber utamanya adalah sel T helper (TH). 5. Protein plasma lainnya pada imunitas non spesifik Berbagai protein plasma diperlukan untuk membantu komplemen pada pertahanan melawan infeksi. Mannose-binding lectin (MBL) di plasma bekerja dengan cara mengenali karbohidrat pada glikoprotein permukaan mikroba dan menyelubungi mikroba untuk mempermudah fagositosis, atau mengaktivasi komplemen melalui jalur lectin. Protein MBL ini termasuk dalam golongan protein collectin yang homolog dengan kolagen serta mempunyai bagian pengikat karbohidrat (lectin). Surfaktan di paru-paru juga tergolong dalam collectin dan berfungsi melindungi saluran napas dari infeksi. C-reactive protein (CRP) terikat ke fosforilkolin di mikroba dan menyelubungi mikroba tersebut untuk difagosit (melalui reseptor CRP pada makrofag). Kadar berbagai protein plasma ini akan meningkat cepat pada infeksi. Hal ini disebut sebagai respons fase akut (acute phase response). Cara kerja respons imun non spesifik dapat bervariasi tergantung dari jenis mikroba. Bakteri ekstraselular dan jamur dimusnahkan oleh fagosit, sistem komplemen, dan protein fase akut. Sedangkan pertahanan terhadap

36

bakteri intraselular dan virus diperantarai oleh fagosit dan sel NK, serta sitokin sebagai sarana penghubung fagosit dan sel NK. Penghindaran mikroba dari imunitas non spesifik Mikroba patogen dapat mengubah diri menjadi resisten terhadap imunitas non spesifik sehingga dapat memasuki sel pejamu. Beberapa bakteri intraselular tidak dapat didestruksi di dalam fagosit. Lysteria monocytogenes menghasilkan suatu protein yang membuatnya lepas dari vesikel fagosit dan masuk ke sitoplasma sel fagosit. Dinding sel Mycobacterium mengandung suatu lipid yang akan menghambat penggabungan fagosom dengan lisosom. Berbagai mikroba lain mempunyai dinding sel yang tahan terhadap komplemen. Mekanisme ini digunakan juga oleh mikroba untuk melawan mekanisme efektor pada imunitas selular dan humoral. 3.3 Komponen Sistem Imun 3.3.1 Komponen Sistem Imun Spesifik Komponen sistem imun spesifik terdiri dari dua macam, yaitu: 1. Komponen sistem imun humoral spesifik. Sistem imun humoral spesifik memiliki dua komponen, yaitu antibodi dan limfokin. a. ANTIBODI. Di dalam sistem imun, antibodi ditemukan dalam bentuk imunoglobulin. Imunoglobulin yang terdapat dalam gingiva yaitu IgG, sedangkan imunoglobulin yang terdapat dalam saliva yaitu IgA. Imunoglobulin A atau IgA dalam saliva ini berfungsi untuk mencegah perlekatan bakteri dan virus pada gigi dan mukosa mulut, netralisasi virus, dan meredam rangsangan antigenik dari makanan maupun bakteri. Pengukuran antibodi saliva sangat sedikit karena kontaminasi berbagai zat dalam saliva, adanya enzim-enzim yang dapat mereduksi kadar antibodi, terjadi transudasi antibodi melalui saku gusi, dan konsentrasi antibodi yang berhubungan dengan volume bervariasi tiap individu. b. LIMFOKIN. Limfokin diproduksi oleh sel T. Peran limfokin antara lain memacu fagositosis, sebagai interferon tipe gamma yang

37

mengatur aktivitas sel-sel mononuklear, sebagai limfotoksin yang menimbulkan kerusakan jaringan lokal, dan sebagai pengaktif osteoklas. 2. Komponen sistem imun seluler spesifik. Sistem imun seluler spesifik terdiri dari jaringan limfoid gingiva, agregasi jaringan limfoid submukosa, kelenjar getah bening ekstraoral, jaringan limfoid kelenjar ludah, dan sel-sel langerhans. Sedangkan jaringan limfoid mulut terdiri atas tonsil, sel plasma dan limfosit dari kelenjar saliva yang tersebar di seluruh mukosa mulut, kumpulan sel plasma, limfosit, makrofag, dan neutrofil gingiva yang berperan penting pada tahap kekebalan terhadap bakteri, dan sel-sel limfoid submukosa. 3.3.2 Komponen Sistem Imun Non-Spesifik Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu: 1. Protein Enzim Lisosim Lisosim terdapat hampir di semua cairan tubuh dan terdeteksi pada manusia berumur 9 12 minggu. Sumber lisosim saliva berasal dari glandula salivarius mayor dan minor, sel fagosit maupun cairan krevikular gingiva. Lisosim paling banyak disintesis oleh glandula submandibularis/sublingualis. Lisosim ini mengandung sel leukosit seperti sel makrofag, monosit dan limfosit/sel polimorphonuklear (PMN) yang berasal dari lidah ataupun cairan gingival. Lisosim juga memiliki berbagai fungsi, antara lain adalah dapat melakukan aktivitas muramidase. Lisosim mampu menghidrolisa ikatan Beta (1-4) antara asam N-asetil muramik dan N-asetilglukosamin pada lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Dengan hidrolisa pada lapisan peptidoglikan bakteri, dapat menyebabkan suatu bakteri menjadi lisis atau pecah. Namun pada beberapa bakteri gram negatif seperti Staphylococcus

38

aureus, Basilus sereus, dan Streptococcus piogenus lebih tahan terhadap lisosim. Pada dinding luar bakteri tersebut terdapat lipopolisakarida yang tidak mudah ditembus lisosim, sehingga menyebabkannya menjadi lebih resisten terhadap lisosim. Selain itu, lisosim dapat melakukan aktivitas bakterial autolisin tergantung pada kationik. Oleh karena lisosim merupakan kationik, lisosim dapat merusak membran bakteri dan mengaktifkan mekanisme bakterial autolisis karena aktivasi muramidase dan autolisin. Kemudian lisosim juga dapat menyebabkan agregasi bakteri, mencegah perlekatan bakteri pada permukaan gigi, mencegah penggunaan glukosa oleh bakteri, sehingga mencegah produksi asam, dan memecah rantai

streptokokus. Laktoferin (LF) Laktoferin adalah glikoprotein yang dapat mengikat besi dan memiliki berat molekul kurang lebih 76 kilodalton. Laktoferin dihasilkan oleh sel serosa dan glandula salivarius minor. Namun ditemukan juga pada air mata, dan ASI. Sumber Laktoferin dalam rongga mulut adalah cairan gingiva. Diperkirakan lisosim berasal dari aktivitas fagositosis/rusaknya sel PMN. Oleh karena itu, level ataupun kadar dari laktoferin di dalam saliva sangat tergantung pada influks sel PMN ke dalam rongga mulut. Laktoferin bmemiliki fungsi yang ditentukan oleh tingginya afinitas/daya tarik laktoferin untuk mengikat ion besi, sehingga laktoferin mampu menurunkan level ion besi. Sistem Peroksidase Saliva (SPS) Sumber utama sistem peroksidase saliva adalah glandula salivarius dan sel leukosit. SPS yang berasal dari glandula salivarius disebut salivari peroksidase (SP), sedangkan SPS yang berasal dari leukosit disebut mieloperoksidase (MS). Salivari

39

peroksidase manusia kadang disebut pula laktoperoksidase karena kesamaannya dengan laktoperoksidase susu sapi. Macam macam SPS: Salivari peroksidase (SP): Diproduksi oleh sel asinar glandula parotis maupun submandibula. Didapati dalam berbagai bentuk (multiform). Salivary peroksidase memiliki berat molekul sekitar 78 kilodalton dan pH basa sekitar 8-10. Salivary peroksidase dapat melekat pada permukaan mutans. gigi, sadiment salivary saliva/bakteri peroksidase

Streptococcus

Konsentrasi

tertinggi terdapat pada plak gigi, pada orang dewasa, dan wanita menstruasi mengalami fluktuasi besar. Pada saliva yang distimulasi, seperti saat mengunyah wax, level salivary peroksidase malah menurun, tetapi level SPS (salivary peroksidase+mieloperoksidase) meningkat dalam waktu singkat. Mieloperoksidase (MS) : Mieloperoksidase (MS) diproduksi oleh selsel leukosit. Level pada saliva berasal dari sel leukosit kemudian dikeluarkan dalam rongga mulut melalui cairan gingiva. Pada kondisi flow saliva rendah, level / kandungan mieloperoksidase adalah yang terbesar daripada semua total peroksidase saliva. Aktivitas antimikrobial SPS. Aktivitas antimicrobial SPS dilakukan oeh komponen SPS, yaitu Salivari peroksidase (SP), Mieloperoksidase (MS), Hidrogen Peroksida, dan ion Thiosianat (SCN). Pada pH netral, aktivitas antimikrobial SPS dilakukan oleh ion hipothiosianat. Pada pH semakin basa, level HOSCN lebih banyak dibanding OSCN. Keadaan ini sangat penting pada aktivitas antimikrobial karena HOSCN lebih mudah menembus dinding sel dan menyerang komponen secara elektrofilik. Peroksidase saliva sendiri memiliki fungsi, antara lain dapat melakukan aktivitas

40

antimicrobial, melindungi sel dari efek toksik hidrogen peroksida, melindungi bakteri dari efek bakterisidal hidrogen peroksida, melindungi asam sialik dari dekarboksilase oksidatif oleh hidrogen peroksida, serta dapat menginaktivasi komponen mutagenik dan karsinogenik. Musin Musin mempunyai sifat antimikroba, dengan cara mengikat bakteri dan virus serta segera mengeliminasi dari tubuh. Musin dapat menghambat adhesi E.coli dan rotavirus. Interferon

Interferon dalam dosis tinggi dapat menghambat proliferasi sel B dan sel T sehingga menurunkan respon imun humoral dan seluler. Pada dosis rendah, interferon ini merangsang sistem imun dengan jalan meningkatkan aktivitas sel NK, makrofag, sel T dan mengatur produksi antibodi. Sitokin Sitokin adalah suatu sentral patogenesa yang akan meningkat jumlahnya bila terdapat suatu penyakit. Sitokin adalah protein larut/sebuah mediator yang dihasilkan oleh sel dalam suatu reaksi radang atau imunologik yang nantinya akan memberikan isyarat antara sel sel untuk mengatur respon setempat dan kadang-kadang juga secara sistemik. Sitokin mempengaruhi peradangan dan imunitas melalui pengaturan pertumbuhan, mobilitas dan

diferensiasi lekosit dan sel-sel lainnya.

41

Contoh:

histamin

yang

dikenal

sebagai

vasodilator;

prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama dengan leukotrin, SRA-A (Slow Reacting Substance of

Anaphylaxis) yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos. 2. Komplemen Komplemen sudah terdapat di dalam darah sebelum terbentuknya IgM. Dihasilkan oleh hati, beredar dalam darah sebagai bentuk tidak aktif, bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi komplemen ditemukan dalam bentuk C2, C4, dan C5. Konsentrasi C3 dan C4 dalam cairan gingiva yang meradang akan meningkat jika dibandingkan dengan komplemen dalam cairan gingiva yang normal. Sel-sel ini baru aktif bekerja kalau tubuh dimasuki zat-zat bersifat allergen yang biasanya terdapat dalam makanan. 3. Komponen Selular Sistem Imun Nonspesifik Komponen selular sistem imun nonspesifik merupakan suatu komponen selular yang menyusun sistem pertahanan tubuh secara nonspesifik. Disebut nonspesifik karena respon imun terjadi tidak hanya kepada beberapa jenis antigen tertentu saja, melainkan merespon semua jenis antigen. sedangkan yang termasuk bagian sistem imun nonspesifik adalah seperti saliva dan selaput lendir. Komponen ini memiliki domain di persalivaan. Selain komponen ini, sIgA, IgA, dan IgG yang merupakan komponen humoral sistem imun spesifik juga terdapat dalam domain persalivaan. Begitu pula dengan protein dan enzim yang merupakan bagian dari komponen humoral sistem imun nonspesifik Terdapat empat komponen selular sistem imun nonspesifik, yaitu: 1. Neutrofil Neutrofil, disebut juga dengan Polimorfonuklear Neutrofil (PMN), merupakan bagian dari leukosit. Ketika sulkus gingival mengalami keradangan, maka jumlah cairan yang berada di dalamnya meningkat. Cairan gingival ini mengandung berbagai

42

macam ion mineral, maupun sel-sel, termasuk diantaranya neutrofil. Pada suatu waktu, neutrofil akan bermigrasi dalam jumlah ratusan hingga ribuan per menit dari pembuluh darah melewati sulkus gingival. Sel ini membaur dalam MMP (Mobile Mucous Phase), yaitu lapisan lendir tipis bersifat isotonik yang meliputi seluruh permukaan gigi dan mulut. Pearn MMP yaitu sebagai sarana yang menjamin fungsi kerja neutrofil. Neutrofil nantinya akan mengamankan antigen yang masuk kedalam tubuh. 2. Makrofag Berdasarkan fungsinya, sel makrofag dibagi menjadi dua tipe yaitu sebagai pemapar antigen dan menjalankan fungsi fagositosis. Fagositosis sendiri dibagi menjadi tiga tahap yaitu 1) attachment, 2) ingestion, dan 3) killing and digestion. Selain itu, makrofag berfungsi untuk memproduksi IL-1 (Interleukin-1) yang akan memacu kerja sel T dan sel B, melokalisasi sel-sel yang rusak dan tua, menyembuhkan luka, membunuh bakteri patogen, mengatur fungsi sel hospes selama terjadinya proses radang, dan destruksi sel tumor. 3. Basofil dan Sel Mast Merupakan salah satu komponen selular sistem imun non spesifik yang baru bekerja jika tubuh dimasuki zat yang bersifat alergen. Degranulasi sel ini akan melepaskan histamin, yaitu suatu zat yang berperan sebagai vasodilator. Ketika terjadi inflamasi atau luka pada jaringan, secara fisiologis pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi. 4. Sel NK (Natural Killer) Sel ini telah jelas perannya dalam sistem pertahanan tubuh, yaitu memproduksi sitokin, kemudian mengaktifkan interferon, yaitu suatu protein yang berperan sebagai anti virus. Sel NK tidak memiliki sifat fagosit tetapi memiliki reseptor IgG.

43

BAB IV KESIMPULAN

Sistem kekebalan tubuh atau imunitas adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik. Sistem imun spesifik merupakan suatu sistem yang dapat mengenali suatu substansi asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memacu perkembangan respon imun yang spesifik terhadap substansi tersebut. Sedangkan sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Komponen sistem imun spesifik terdiri dari dua macam yakni komponen sistem imun humoral spesifik dan komponen sistem imun seluler spesifik. Komponen sistem imun nonspesifik terdiri dari 3 macam, yaitu: protein enzim, komplemen, komponen selular sistem imun nonspesifik. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dalam system pertahanan rongga mulut adalah keutuhan mukosa, saliva, cairan sulkus gingival, komponen kekebalan humoral dan selular. Proses fagositosis adalah sebagai berikut: Pengenalan (recognition), pergerakan (chemotaxis), perlekatan (adhesion), penelanan (ingestion), pencernaan

(digestion), dan pengeluaran (releasing).

44

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaya,

Karnen

Garna.2000.Imunologi

Dasar.

Jakarta

:BalaiPenerbitKedokteranUniversitas Indonesia. Barid, Izzata, dkk. 2007. BiologiMulut I untukKedokteran Gigi.Jember; JemberUniversity Press. Carranza. 2006. Clinical Periodontology Tenth Edition. Los Angeles : Saunders Elsevier. Gunarso W, 1988.Buku AjarAlergiImunologi. IkatanDokterAnak Indonesia edisi 2. Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. Buku Ajar FisiologiKedokteranEdisi 11.Alihbahasa :Irawati, et al. Jakarta : EGC. Nurhayati, Diana.2001.Imunomodulator padaInfeksiBakteri.Semarang. Tjakronegoro, Arjatmo.2002.Imunologi Oral.Jakarta : Kedokteran Universitas Indonesia.

45

You might also like