Professional Documents
Culture Documents
NIKAH MUTAH
Beberapa tulisan sebelumnya tidak sempat terekam. ****** 1. Iman Tauhid - 5-12-05 Akang Herry ini ada-ada saja, betul tuh apa yang dibilang Aa Yari kalo tulisan akang ditangkepnya seolah-olah nikah mut'ah dianggap sebagai penyebab penyakit kelamin, kalau terjadi seperti itu, ya memang perempuan berjilbab itu posisinya bisa aja sebagai korban kelakuan lelaki yang juga jadi korban ketularan penyakit kotor yang terdapat pada wanita yang di-mut'ah-in sebelumnya. Semacam kurang hati-hati lah, asal muke ca'em, body semok, nikahin, beri sekali, bereeeesss .......... Buat de Han, yang lagi maju mundur, mau jalanin mut'ah atau kagak, ana tambahin referensi dikit nih, soalnya kalo ana ngelakuin hal itu dasar yang ana pegang ya ini menurut ana pribadi nikah mut'ah itu perlu bang, buat memenuhi kebutuhan sahwat, karena umumnya baik laki-laki maupun wanita sering tidak mampu menahan kebutuhan biologis atau psychologis yang mendesak, sehingga perlu disediakan ruang bagi mereka itu antara lain agar tidak terjadi hubungan perzinahan (dosa) Ruangan itu namanya nikah mut'ah bang, halal ada pahalanya lagi ...... ! Gak percaya ? nih baca hadistnya : 1. Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang meninggalkan dunia ini tanpa melakukan kawin mut'ah, nanti dihari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan tanpa hidung." (tafsir Manhajush Shaadiqin, karya Mullah Fathullah Al-Kaasyaani, juz 2, hal 489) 2. Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang melakukan kawin mut'ah satu kali akan diselamatkan sepertiga dari tubuhnya dari api neraka, yang bermut'ah dua kali akan diselamatkan dua pertiga dari tubuhnya dari api neraka, sedang kalau bermut'ah tiga kali akan diselamatkan seluruh tubuhnya dari api neraka." (I b i d hal 492) Ada juga katanya terdapat dalam buku syiah dan sunnah karangan prof.DR Ihsan Ilahi Dhahir dalam Tahkiknya, yaitu Rasulullah SAW bersabda : "Siapa yang melakukan mut'ah satu kali, ia akan selamat dari amarah Yang Maha Perkasa, siapa yang bermut'ah dua kali ia akan dimasukkan dalam golongan orang-orang Abraar (orang suci), sedangkan siapa yang bermut'ah tiga kali akan berdesakan dengan aku di sorga." Juga telah diriwayatkan dari Abu Ja'far ash-Shaadiq yang mengatakan : "Kawin mut'ah diturunkan dalam al-Quran dan disepakati oleh Sunnah yang berasal dari Rasulullah SAW
Tetapi kedua golongan Islam (Suni dan Shiah) tetap berbeda pendapat tentang PENGHARAMAN Nikah Mutah. Golongan Suni mempunyai tiga pendapat sehubungan dengan pengharaman Nikah Mutah, yaitu : 1. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mutah telah diharamkan, kemudian dihalalkan, kemudian diharamkan, kemudian dihalalkan dan akhirnya di haramkan, berdasarkan Hadist Nabi SAW. Bantahan Shiah : a. Hadist Nabi SAW tidak bisa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT pada Al Quran. Karena hanya Allah SWT yang berhak memanzukhkan ayat Al Quran. b. Hadist2 telah pengharaman yang berulang-ulang itu semuanya merupakan Hadist Ahad yang tidak berkuataan sahih. c. Tidak mungkin Rasulullah SAW mengharamkan nikah mutah karena alasan perzinahan, kemudian menghalalkan lagi, kemudian pengharamkan lagi, kemudian menghalalkan lagi dan akhirnya mengharamkan. Bukankah selama penghalalan kembali itu berarti juga Rasulullah SAW menghalalkan perzinaan? 2. Pendapat yang mengatakan bahwa Nikah Mutah dihalalkan pada masa Nabi SAW, masa Abu Bakar dan dua tahun pertama masa Umar bin Khattab, kemudian diharamkan oleh Khalifah Umar Bin Khattab bersamaan dengan pengharaman Mutah Haji (Haji Tamattu). Bantahan Shiah : a. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa membatalkan (memanzukhkan) firman Allah SWT pada Al Quran, maka apalagi Umar bin Khattab. b. Kalau Nabi SAW saja tidak bisa mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah (Nikah Mutah QS. An Nisa [4]: 24) , maka apalagi Umar Bin Khattab. 3. Pendapat yang mengatakan Nikah Mutah yang tercantum pada QS. An Nisa [4] :24 telah dibatalkan (di naskhkan) oleh Allah Taala berdasarkan firman Allah SWT:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orangorang yang khusyu` dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (QS. Al Mukminun [23] : 1-6 dan Al Maarij [70] : 29-30).
Berdasarkan penjelasan di atas maka Nikah Mutah adalah HALAL berdasarkan QS. An Nisaa [4] : 24. Dan segala sesuatu yang di-HALAL-kan oleh Allah tidak bisa di-HARAM-kan oleh manusia. Dan apa yang Halal menurut Allah SWT pastinya didalamnya hanya mengandung kebaikan serta terbebas dari keburukan. Namun ada diantara manuasia yang merasa dirinya lebih hebat dari Allah SWT, sehingga menilai di dalam Nikah Mutah semata-mata hanya terdapat keburukan (seperti diartikan sebagai penghalalan pelacuran, dsb). Dewasa ini banyak dari kalangan Ulama Suni di Indonesia yang berpendapat bahwa Nikah Mutah adalah Halal berdasarkan nash Al Quran, dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang melakukannya, bukan semata-mata karena kebutuhan seksual, tetapi guna menunjukan ke-halalan Nikah Mutah itu sendiri. Halalnya Nikah Mut'ah bukanlah berarti wajib atau di sunnahkan untuk dilakukan, melainkan siapapun diperbolehkan memilih untuk melakukan ataupun meninggalkannya (tidak melakukannya). Tetapi ia menjadi wajib bagi sepasang pria wanita yang tidak terikat pada Nikah Daim (Nikah Permanen) yang melakukan hubungan seksual. Karena tanpa Nikah Mut'ah maka hubungan seksual tersebut menjadi tergolongan perbuatan zina yang mendatangkan dosa. Seseorang boleh saja mengatakan, "Aku tidak memerlukan Nikah Mut'ah, karena aku tidak akan mungkin terjerumus pada perbuatan zina", meskipun sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Maha Mengetahui bahwa manusia tidak bisa menahan hawa nafsunya (syahwatnya). Nah Nikah Mut'ah adalah rahmat Allah Ta'ala kepada Umat Muhammad SAW untuk menyelamatkannya dari jurang perzinaan. Nikah Mut'ah adalah solusi Islam sebagai agama terakhir terhadap praktek perzinaan, yang menjangkiti keturunan Adam as sejak generasi awal serta tidak kunjung berhasil dihapuskan semata-mata melalui ancaman dosa dan larangan oleh syariat2 yang diturunkan sebelumnya. Bagi setiap mukmin tersedia dua alternatif (dalam hal tidak dapat menahan hawa nafsu seksualnya yang tidak tertampung oleh isteri2nya atau yang belum
2. 3. 4. 5. 5.
2.
Catatan Tambahan : 1. NM seringkali dimaknai sebagai lembaga pernikahan yang melulu disediakan untuk kepentingan kaum laki2 (pemenuhan kebutuhan seksual), padahal NM juga dapat dilihat sebagai sarana pemenuhan kepentingan kaum wanita dalam hal kebutuhan seksual dan finansial (nafkah). Contohnya, seorang janda yang masih berusia sanggup dengan beberapa orang anak perempuan yang menginjak usia remaja. Dia masih membutuhkan seks dan juga keperluan nafkah bagi kehidupannya dan anak2nya. Tetapi dia tidak mau nikah lagi (dalam arti ND) karena kuatir terjadi hal2 yang tidak senonoh terhadap anak2 gadisnya akibat perbuatan suami barunya (halmana seringkali terjadi). Maka solusinya adalah Nikah Mutah. 2. Nikah Mutah antara laki2 yang sudah beristeri (berdasarkan Nikah Daim) dengan wanita janda, dapat meminimalkan resiko disharmonisasi pada keluarga suami yang sudah beristeri itu, dibandingkan dengan pelaksanaan poligami, berdasarkan kenyataan obyektif dimasyarakat Indonesia yang masih belum sepenuhnya menerima prinsip poligami, meskipun hal itu halal menurut agama. Sebab, dalam NM tidak ada kewajiban pembagian malam, seperti halnya ND poligami.
Bagi rekan2 yang berminat menambah pengetahuannya tentang Nikah Mutah dapat membaca Buku berjudul Isu-Isu Penting Ikhtilaf Sunnah-Syiah, karangan A. Syarafuddin Al-Musawi, Penerbit Mizan, halaman 87 100. Buku ini banyak tersedia di toko2 buku.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
22
Bagaimana memperkecil pelanggaran ketentuan agama? Ya dengan meningkatkan pemahaman agama, melalui pemberian informasi (dakwah). Tetapi kalau sejak awalnya dikatakan bahwa NM adalah haram, bagaimana bisa dilakukan dakwah tentang NM? Begini loh, NM adalah bagian dari unsur lembaga perkawinan yang diatur oleh agama, sedangkan agama itu adalah kesatuan sistem kepercayaan. Jadi pembahasan, pengkajian serta penerapan/pelaksanaan NM juga harus dilaksanakan dalam satu kesatuan paket dakwah agama. Tulisan Anda: Dalam pandangan saya, "kebebasan" yang luar biasa bagi seorang pria penganut nikah mut'ah (yang takut berzina) ini jelas-jelas mempunyai resiko yang jauh-jauhjauh lebih tinggi dari pada seorang penganut nikah daim (yang takut berzina), karena sangat besar kemungkinannya dari puluhan wanita yang digaulinya tersebut ada yang mengidap penyakit kelamin. Catatan Pinggir Saya : Saya dapat membayangkan betapa bangganya anda ketika membaca ulang kalimat yang anda buat di atas, karena mungkin anda menilainya sebagai mewakili puncak kenalaran. Kalimat anda di atas mengandung 3 unsur yang telah dirasakan merupakan kemasan/rumusan yang saling memperkuat satu dengan lainnya, yaitu :
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Dengan tetap menghargai pendapat teman-teman lainnya, untuk masalah ini,saya mengharapkan adanya tanggapan dari Rekan Dr. Rudy Satryo (angkatan 79, Pakar Hukum Pidana FHUI). Apakah ada teman teman 79 bisa membantu ini? Untuk mengkontak Rudy dan meminta emailnya dan kesediaannya untuk dimuat dalam milis ini (dengan bantuan Pak Moderator, Bung Adang). Terimakasih. 33. Muchyar Yara - 26-02-06 Kalau masalah kedududukan Fatwa MUI dalam Hukum Positif, itu bukan saja menyangkut Fatwa tentang Nikah Mutah, tetapi seluruh fatwa MUI, kenapa hanya Fatwa Nikah Mutah yang ditanyakan kedudukannya dalam Hukum Positif. Kalau karena ada Diktum Ketiga yang berbunyi : "Nikah mut'ah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pemerintah/negara Republik Indonesia (antara lain UU Perkawinan Nomor 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam)". Kemudian dipertanyakan, maka perlu terlebih dahulu pertanyakan pengetahuan hukum yang mempertanyakannya. Karena yang bisa menyatakan Nikah Mutah itu bertentangan dengan hukum dan perat.per-uu-an (UU.Perkawinan) bukannya MUI (dengan Diktum Ke-3 Fatwa Nikah Mutahnya), tetapi yang bisa menyatakan adalah Pengadilan Mas, !!!
32
33
34
35
36
Sebelum berlakunya UU No.1/1974, nikah campuran ini dipahami bahwa kebolehan (kehalalan) nya dianggap sebagai pengecualian, artinya pada masyarakat yang jumlah perempuan Muslimnya sedikit, maka pria Muslim dibolehkan menikahi perempuan non-Muslim, tetapi pada masyarakat yang jumlah perempuan Muslimnya banyak (bahkan beberapa kali lipat dari jumlah pria Muslimnya) seperti di Indonesia, maka haram hukumnya bagi pria Muslim menikahi perempuan non-Muslim. Artinya jika terjadi pernikahan antara seorang pria Muslim dengan seorang perempuan non-Muslim, maka hubungan diantara keduanya merupakan hubungan perzinahan menurut aqidah & fiqih Islam, sekalipun pernikahan tersebut sah (halal) menurut Hukum Positif Indonesia. Paham ini bersumber dari pendapat/ ijtihad dari Prof.Dr.Mr. Hazairin. Selama berlakunya UU No.1/1974, pernikahan campuran ini dipahami sebagai sah/halal baik secara aqidah & fiqih Islam maupun menurut Hukum Positif Indonesia. Sejak keruntuhan Orde Baru dan kelahiran Orde Reformasi, pernikahan campuran dipahami sebagai sah/halal menurut aqidah & fiqih Islam tetapi tidak sah menurut Hukum Positif Indonesia, karena adanya peraturan yang melarang semua Kantor Pencacatan Sipil untuk menerima pencatatan nikah campuran ini. Dari contoh nikah campuran menurut Islam yang telah diakomodir kedalam Hukum Positif Indonesia di atas terlihat terjadinya beberapa kali perubahan pemahaman sejalan dengan pendapat/ijtihad fuqaha (ahli fiqih) dari mazhab yang dominan pada komunitas Islam di Indonesia. Sementara itu seperti diketahui
37
38
Diskusi dengan Topik NIKAH MUTAH berakhir, karena tidak ada tanggapan lagi dari anggota Millis FHUI-70AN@yahoogroups.com
39