You are on page 1of 42

PROPOSAL TESIS A.

Judul Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Chemoentrepreunership (CEP) Pada Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan Mahasiswa Tadris (Pendidikan) Kimia IAIN Walisongo B. Bidang Penelitian Bidang Ilmu Pendidikan Kimia C. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi penyelengggaraan pendidikan tinggi adalah mencetak tenaga-tenaga profesional di berbagai bidang keahlian. Perguruan tinggi membuka dan mengembangkan berbagi program studi, baik yang bersentuhan dengan dunia sains, ekonomi sosial budaya, tenaga kependidikan dan lain sebagainya. Pandangan masyarakat secara umum menyatakan bahwa pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada, ini berarti bahwa tujuan akhir dari penggunaan jasa pendidikan adalah teraihnya lapangan pekerjaan yang diharapkan. Mereka menganggap bahwa lulus dari perguruan tinggi adalah modal utama untuk meraih kesuksesan di masa depan. Oleh karena itu masyarakat berupaya memasuki bidang studi yang dipandang marketable dan memiliki prospek yang lebih baik untuk pengembangan karir setelah selesai studi. Pandangan diatas sangat rasional tetapi bila dikaitkan dengan tingkat pengganguran di Indonesia, ternyata menunjukan gejala yang tidak selaras. Data yang didapat dari

Depnakertrans (2007) menunjukkan angka pengangguran terbuka berdasarkan tingkat pendidikan; Sekolah Dasar (SD) 3,419,614 atau sekitar 33 persen, Sekolah Menengah pertama mencapai 2,643,062 atau 25 persen, Sekolah menengah atas (SMA) 3,450,053 atau 36 persen, Diploma/akademi sebesar 330,316 atau sekitar 3 persen, sedangkan yang berlatar belakang sarjana 409,890 atau sebesar 4 persen. Angka pengangguran untuk perguruan
1

tinggi menduduki angka terkecil tetapi hal ini sangatlah mengkhawatirkan, karena mngakibatkan terjadi pengangguran terdidik atau pengangguran intelektual. Menurut Agus Suwignyo (2007) fenomena tersebut terjadi karena pendidikan kita lebih banyak menyiapkan siswa didiknya untuk bekerja di bidang industri dan kecenderungan masyarakat kita yang mendambakan bekerja sebagai pegawai negeri. Padahal lapangan pekerjaan untuk sektor industri makin sempit dan daya tampung pegawai negeri juga kecil. Pendidikan belum mampu menyiapkan anak didiknya untuk kreatif dan inovatif menciptakan lapangan kerja. Keberhasilan pembelajaran dalam pendidikan dipengaruhi banyak faktor. Pengajar, peserta didik dan kegiatan pembelajaran adalah tiga faktor yang memiliki peran penting. Pengajar sebagai subyek pembelajaran memiliki tugas dan tanggung jawab atas inisiatif dan pengarah pembelajaran. Peserta didik sebagai obyek, dituntut kesediaan dan kesiapannya untuk terlibat langsung secara aktif. Pembelajaran akan berlangsung dinamis jika terjadi keterpaduan harmonis dan bersifat komplementer antara aktifitas pengajar dan peserta didik. Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan pada diri peserta didik sesuai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sangatlah wajar jika suatu proses transformasi pembelajaran berhasil baik jika input transformasi berupa anak didik yang berkualitas. Permasalahannya adalah tidak semua proses transformasi beruntung memiliki input yang berkualitas sehingga proses transformasi yang berkualitaslah yang akhirnya harus diupayakan dapat memberikan output berkualitas meski bagaimanapun keadaan inputnya. Begitu besarnya pengaruh kegiatan pembelajaran sebagai proses transformasi belajar peserta didik, maka diperlukan proses pembelajaran yang baik dengan memperhatikan strategi, pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dalam pelaksanaannya.

Pendidikan Kimia pada Program Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) jurusan Tadris IAIN Walisongo mengemban tugas untuk menghasilkan lulusan sarjana pendidikan kimia yang bekualitas. Keberadaan program pendidikan kimia yang relatif baru tentu saja merupakan kendala tersendiri dalam memperoleh mahasiswa dengan jumlah besar dan berkualitas tinggi. Berdasarkan data kemahasiswaan Fakultas Tarbiyah tahun ajaran 2007/2008 angkatan pertama telah memasuki semester X dan belum pernah meluluskan, total mahasiswa Pendidikan Kimia sejumlah 88 orang terdiri; 69 orang atau 77,2 % dari Madrasah Aliyah, 16 atau 18,18% orang dari Sekolah Menengah Atas dan 3 orang atau 3,41 % dari Sekolah Menengah Kejuruan. Sedangkan jurusan asal dari mahasiswa adalah 79 dari IPA, 9 orang dari IPS.(Tim Evaluasi Diri Tadris Kimia, 2008) Data tersebut setidaknya memberikan gambaran tentang kondisi mahasiswa Pendidikan Kimia Jurusan Tadris berbeda dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di Semarang. Berdasarkan penelitian awal mahasiswa pendidikan kimia mata kuliah Kimia Bahan Makanan semester genap tahun 2007/2008 terdapat 55,5% mahasiswa yang memiliki nilai kategori B meskipun demikian dalam pelaksanaan di lapangan (PPL) banyak mahasiswa yang kesulitan dalam mengajarnya, hal ini disebabkan tidak semua sekolah yang ditempati memiliki laboratorium yang memenuhi syarat pembelajaran. Hal ini menjadi kendala

tersendiri bagi pengajar untuk bisa meningkatkan kreativitas dan minat entreprenurship mahasiswa sehingga bisa menggunakan fasilitas yang ada, untuk terlaksananya pembelajaran disekolah. Kondisi laboratorium kimia Tadris Kimia yang belum memadai (hanya terdiri atas laboratorium untuk kimia dasar) merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pengajar untuk memanfaatkan sebaik mungkin sarana yang ada melalui pengembangan pembelajaran yang

bertujuan meningkatkan orientasi kecakapan mahasiswa (life skill oriented) Pendidikan Kimia. Tujuan suatu pendidikan tinggi adalah menyiapkan peserta didik mengerti dan terintegrasi dalam dunia kerja setelah pendidikan usai dan pembekalan entrepreneurship menjadi penting untuk memasuki di dunia kerja (Namuli, 2002). Berdasarkan penelitian Khoiril Anwar (2008) faktor kesuksesan lulusan perguruan tinggi dipengaruhi banyak hal diantaranya; mau bekerja keras, percaya diri, mampu bekerja dalam tekanan dan mudah beradaptasi. Untuk itu perlu dikembangkan pendekatan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan menyiapkan mahasiswa pendidikan kimia sebagai calon pendidik yang memiliki kecakapan dan minat entrepreunuership. Pendekatan pembelajaran Chemoentrepreunuership (CEP) menuntut potensi peserta didik untuk belajar secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar tidak lagi berorientasi pada banyak materi pelajaran kimianya (subject matter oriented) tetapi lebih berorientasi kepada kecakapan yang dapat ditampilkan oleh peserta didik (life skill oriented). Dengan pendekatan pembelajaran yang demikian sejumlah kompetensi dapat dicapai, proses belajar lebih menarik, peserta didik terfokus perhatiannya dan termotivasi untuk mengetahui lebih jauh serta hasil belajarnya lebih bermakna (Supartono, 2006). Pendekatan Chemo-entrepreuneurship (CEP) menekankan pada kegiatan pembelajaran yang dikaitkan pada obyek nyata, sehingga selain mendidik, pendekatan ini memungkinkan mahasiswa dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi. (Titi Wahyukaeni,2006). Edmund menyatakan

kemampuan untuk berstrategi kreativitas dan berinovasi serta mengembangkan ketrampilan dapat meningkatkan kompetensi khusus Agung (1998).

D. Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan pemikiran diatas maka permasalahan di Prodi Tadris (Pendidikan) Kimia sebagai berikut:
1. Inovasi dalam pengembangan perangkat pembelajaran pendidikan kimia di Tadris IAIN

Walisongo menjadi sangat penting sebagai upaya peningkatan kualitas Pendidikan Kimia.
2. Input mahasiswa Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia IAIN Walisongo

memiliki latar belakang variatif sehingga memerlukan proses tranformasi ilmu yang efektif dan efisien untuk meningkatkan hasil pembelajaran.
3. Pembelajaran mata kuliah Kimia Bahan Makanan yang ada, belum berorientasi chemo-

entreprenuership (CEP).
4. Kegiatan praktikum materi kimia bahan makanan yang selama ini ada belum menuntun

mahasiswa menjadi lebih kreatif serta berminat wirausaha (entrepreneurship) maka memerlukan pembelajaran yang berbasis CEP. A. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah utamanya yaitu bagaimanakah mengembangkan perangkat pembelajaran kimia Chemoentreprenurship (CEP) ? Masalah utama tersebut dijabarkan menjadi lima masalah khusus yaitu:
a. Apakah pengembangan perangkat pembelajaran berbasis CEP dalam rangka

bahan

makanan mahasiswa Tadris IAIN Walisongo melalui pembelajaran kimia berbasis

mewujudkan peserta didik kreatif sesuai kompetensi dasarnya ?


b. Apakah pengembangan perangkat pembelajaran berbasis CEP dalam rangka

mewujudkan peserta didik berminat wirausaha (entrepreunership) sesuai kompetensi dasarnya ?


c. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil

belajar peserta didik pada aspek kognitif?


5

d. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil

belajar peserta didik pada aspek afektif ?


e. Apakah pengembangan pendekatan berbasis CEP membawa pengaruh terhadap hasil

belajar peserta didik pada aspek psikomotor? A. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran kimia berbasis CEP untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. 2. Tujuan Khusus Tujuan Khusus penelitian ini adalah:
1. Mengembangkam perangkat pembelajaran berbasis CEP untuk mewujudkan peserta

didik kreatif, melalui pembelajaran kimia Bahan Makanan.


2. Mengembangkan

perangkat

pembelajaran

Kimia

bahan

makanan

berbasis

Chemoentrepreunuership untuk menumbuhkan minat entrepreuneurship mahasiswa.


3. Mengetahui hasil belajar aspek kognitif mahasiswa setelah diimplementasikan

perangkat pembelajaran berbasis CEP.


4.

Mengetahui hasil belajar aspek afektif mahasiswa setelah diimplementasikan pembelajaran berbasis CEP.

5. Mengetahui hasil belajar aspek psikomotor mahasiswa setelah diimplementasikan

pembelajaran berbasis CEP. A. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberi manfaat :
1. Lahirnya suatu konsep pengembangan pembelajaran melalui model pembelajaran

aktif, yang mendorong mahasiswa untuk mengoptimalkan aspek kognitif, afektif

maupun psikomotor khususnya pada pembelajaran Mata kuliah kimia bahan makanan.
2. Bagi pengajar, diperoleh suatu metode pembelajaran yang mampu

melibatkan berminat

peserta

didik

secara

aktif

serta

menjadikannya

kreatif

dan

entrepreneurship.
3. Bagi pengembangan kurikulum, diperolehnya metode pembelajaran berbasis CEP

yang memiliki ketepatan pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum berbasis kompetensi.


4. Bagi lembaga, khususnya Jurusan Tadris Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas

Tarbiyah IAIN Walisongo memiliki prototype model pembelajaran yang mampu mengoptimalkan sarana pembelajaran secara optimal.
A. Kajian Teori

1. Belajar dan Hasil Belajar a. Belajar Belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Teori Gestald-feld menyatakan belajar merupakan suatu proses perolehan atau perubahan insights, pandanganpandangan, harapan-harapan atau pola-pola pikir. Menurut teori prilaku, belajar merupakan suatu perubahan prilaku yang dapat diamati, yang terjadi melalui terkaitnya stimulus-stimulus dan respon-respons menurut prinsip-prinsip mekanistik ( Dahar, 1989). J. B Watson dalam Djiwandono (2002) menyatakan, Belajar adalah suatu proses dari konditioning reflect (respon) melalui pergantian dari suatu stimulus kepada yang lain. Thorndike mengartikan Belajar adalah proses stamping in ( diingat), forming, hubungan antara stimulus dan respon.

James O. Whittaker dalam Djamarah (1999) memberikan pengertian belajar adalah Proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dalam buku yang sama dikatakan belajar adalah serangkaian

kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Adanya bermacam pengertian belajar tersebut disebabkan karena perbedaan dalam mengindentifikasi fakta, menaksir fakta, menggunakan istilah dan penekanan terhadap aspek tertentu (Ali, 2002). Lima macam prilaku yang diakibatkan belajar adalah perubahan prilaku diakibatkan dari stimulus tak terkondisi menjadi terkondisi, belajar kontinuitas, konsekuensi-konsekuensi prilaku mempengaruhi akan diulang atau tidak, pengalaman hasil observasi dari kejadian yaang dialami, belajar kognitif yang terjadi bila kita melihat dan memahami peristiwa di sekitar kita dengan cara belajar menyelami pengertian (Dahar,1989). b. Hasil Belajar Hasil belajar adalah merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang dimana setiap kegiatan belajar menimbulkan perubahan yang khas. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses belajar dan pembelajaran telah berjalan secara efektif. Keefektifan pembelajaran tampak pada kemampuan siswa menguasai materi belajar. Dari

segi guru, penilaian hasil belajar akan memberikan gambaran mengenai keefektifan mengajar apakah pendekatan dan media yang digunakan mampu membantu siswa memahami pembelajaran (Depdikbud,2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yaitu faktor internal terdiri faktor fisiologis dan psikologis, dan faktor eksternal meliputi faktor lingkungan dan sekolah (Tim pengembangan MKDK IKIP Semarang, 1989). Tes hasil belajar siswa dilakukan setiap guru untuk memberikan informasi sampai dimana penguasaan dan kemampuan yang telah dicapai siswa tentang materi mata pelajaran yang telah diberikan (Simanjuntak dan Pasaribu,1993). Tes hasil belajar (achievement test) adalah salah satu alat dalam evaluasi. Arikunto (2001) mengatakan tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data-data atau alat yang diinginkan tentang seseorang dengan cara cepat dan tepat. Sedangkan Chabib Thoha (1990) mengartikan tes adalah Pertanyaan-Pertanyaan yang harus dijawab dan atau perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan harus bagaimana testee menjawab pertanyaanpertanyaan atau melakukan perintahperintah itu, penyelidik mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan degan standar atau testee lainnya. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat yang digunakan untuk mengukur pengetahuaan, intelegensi, kemampuan individu atau kelompok.

2. Pembelajaran Berbasis Chemoentrepreuneurship Pendidikan merupakan perpaduan aktifitas mengajar dan aktifitas belajar. Aktifitas mengajar dan belajar adalah inti proses pengajaran. Pengajaran melibatkan banyak komponen yang saling bergantung mulai perencanaan, pengelolaan, interaksi pengajaran, pemberdayaan sumber belajar sampai penilaian pengajaran. Pelaksanaan pembelajaran memerlukan perencanaan pengajaran yang ditulis dalam satuan acara perkuliahan. Realisasi perencanaan pembelajaran disebut strategi pembelajara yang

berupa prosedur atau langkah pengajar dalam melaksanakan rencana tersebut. Sudjana (1998) mendifinisikan strategi pengajaran sebagai taktik yang digunakan pengajar dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi siswa mencapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Kemungkinan-kemungkinan strategi pengajaran dapat diterapkan sesuai tujuan pengajaran yang saling berkaitan. Benyamin Bloom dalam Tim MKDK IKIP Semarang (1989) mengklasifikasikan tujuan pengajaran dalam 3 aspek (trichotom) yaitu aspek kogntif, afektif dan psikomotor. Glasser menyatakan banyak ragam pola pengajaran yang dikemukakan para ahli dimana masing-masing memiliki stressing (penekanan) yang berbeda. Rohani, (2004) merumuskan sebuah pola dasar mengajar tradisional (pola dasar pokok). Pola tersebut memiliki empat komponen pokok yaitu tujuan pengajaran, pengenalan peserta didik awal, proses mengajar dan penilaian. Kemp (1977) menyatakan pola mengajar terdiri dari prosedur sebagai berikut: perumusan tujuan umum, identifikasi ciri-ciri penting pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, pre test, pemilihan aktiftas mengajar, mengkoordinasikan layanan penunjang dan evaluasi. Gelder (1979) menyatakan komponen pembelajaran meliputi: tujuan pengajaran, materi pelajaran, kegiatan dosen, kegiatan peserta didik, alat dan metode serta evaluasi. Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Pembelajaran yang selama ini biasa diterapkan menggunakan metode ekspositori dengan menganut persepsi lama yang menganggap bahwa dosen sebagai sumber informasi dan fikiran peserta didik sebagai kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan berupa

10

pengetahuan dari dosennya. Sudah merupakan tugas dosen untuk mengajar dan menyodori mahasiswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan. Dosen menerangkan, mahasiswa mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan soal. Pembelajaran semacam ini membuat mahasiswa pasif dan kurang terlibat dalam pembelajaran yang dapat menimbulkan kejenuhan dan kurangnya pemahaman konsep, sehingga mahasiswa kurang termotivasi untuk belajar dan mengakibatkan rendahnya hasil belajar mahasiswa. Konsep pembelajaran CEP adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual, yaitu: pendekatan pembelajaran yang dikaitkan dengan obyek nyata

sehingga selain mendidik, pendekatan CEP ini memungkinkan peserta didik dapat mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi, dan dapat menumbuhkan minat kewirausahaan (Supartono, 2005). Mata pelajaran Enterpreneur diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) yang meliputi enterpreneur personal, sosial, vokasional, dan akademik. Ciri-ciri karakteristik seorang berminat enterpreneurship, yaitu: Motivasi berprestasi, Kemandirian, Kreativitas, Pengambilan resiko (sedang), Keuletan, Orientasi masa depan (Managemen Hidup), Komunikatif dan reflektif, Kepemimpinan, Locus of Control (Ruang Evaluasi), Perilaku instrumental, Penghargaan terhadap uang. (Geoffrey,1996). Karakteristik minat entrepreneurship diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut; 1. Motivasi berprestasi Menurut Petri (1981) motivasi adalah suatu konsep yang digunakan untuk menjelaskan tindakan pada atau di dalam suatu organisme untuk memulai (initiate) dan mengarahkan (direct) perilaku. Konsep motivasi juga dipakai untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam intensitas (intensity) perilaku. Perilaku
11

dengan intensitas yang lebih besar dianggap sebagai hasil level motivasi yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Soetanto (1998) motivasi adalah kendali perilaku (control of behavior), yaitu proses untuk mengaktifkan (activated) dan mengarahkan (directed) perilaku terhadap beberapa sasaran tertentu. Epstein (2001) mendefinisikan motivasi sebagai sebuah keadaan internal dari penimbulan (arousal) yang seringkali mendahului suatu perilaku. Motivasi ini diwujudkan dengan tindakan untuk mendapatkan apa yang dimaksud dengan kepuasan

terhadap kebutuhan kebutuhan tersebut. Motivasi berprestasi adalah rangkaian dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan keinginan yang dilandasi adanya tujuan mencapai prestasi yang baik.(Ahmadi dan Supriyono, 2004). 2. Mandiri Mandiri adalah membangun daya pikir kita untuk tidak tergantung pada orang lain atau membiasakan diri kita untuk selalu melakukan hal tanpa campur tangan orang lain. orang yang mempunyai sifat mandiri menyakini dan sadar bahwa tidak selamanya kita bergantung sama orang lain dan tidak selalu orang yang membantu kita itu ada (Geoffrey, 1996). 3. Pengambilan Resiko Pengertian resiko menurut Siswoyo (2008) sesuatu yang buruk (tidak diinginkan), baik yang sudah diperhitungkan maupun yang belum diperhitungkan, yang merupakan suatu akibat dari suatu tindakan atau kegiatan. Resiko

dikelompokkan menjadi 3 yaitu Resiko Tinggi Keberhasilannya sangat kecil dibandingkan dengan kegagalannya (sering gagal). Resiko Sedang Keberhasilan
12

relatif lebih besar dibandingkan dengan kegagalannya. Resiko rendah keberhasilan lebih besar dibandingkan dengan kegagalannya (sering berhasil) (Titik dan Rahman, 2002). Ciri orang yang memiliki minat entrepreuneurship dalam pengambilan keputusan adalah 1. Pengambilan resiko berkaitan dengan kreatifitas dan inovasi yang merupakan bagian penting dalam merubah ide menjadi realitas. 2. Pengambilan resiko berkaitan dengan kepercayaan pada diri sendiri. 3. Pengambilan resiko berkaitan dengan pengetahuan realistik mengenai kemampuan yang dimiliki. (Siswoyo,2005)

4. Kreativitas Kreativitas adalah ketrampilan untuk menentukan pertalian baru, melihat subjek dari perspektif baru dan mebentuk kombinasi-kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran. (James R Evan, 1994). Pengertian kreativitas juga dapat dijelaskan melalui berbagai dimensi pribadi (person), dimensi proes, dimensi produk dan dimensi pendorong (press). Berfikir kreatif menurut Lawson (1980) dimaknai sebagai suatu proses kreatif yaitu merasakan adanya kesulitan, masalah, kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang dan ketidakharmonisan, mendifinisikan masalah secara jelas, membuat dugaan- dugaan atau merumuskan hipotesis tentang kekurangan-kekurangan, menguji dugaan tersebut dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau bahkan mendidfinisikan ulang masalah dan akhirnya mengkomunikasikan hasilnya. Kretivitas akan menghasilkan ide-ide penemuan baru. Setiap batasan kreativitas

13

harus mencamtumkan unsur kebaruan. Ide-ide kreatif merupakan hal baru bagi kita, meskipun hal tersebut mungkin telah ditemukan orang lain ditempat atau waktu yang lain. Kreativitas merupakan perpaduan unsusr-unsur, diantaranya

pengetahuan, imajinasi dan evaluasi. Proses ini terjadi melalui pengetahuan kembali dan asosiasi pengetahun serta pengalaman dalam cara yang baru (James R Evan, 1994). Proses kreatifitas meliputi beberapa tahap yaitu; persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifiksi. Kretaifitas dalam perwujudannya memerlukan orongan internal (motivasi instrinsik) yaitu kemampuan kreatif maupun dorongan eksternal dari lingkunga, ada lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi dan menekankan kreatifitas dan inovasi (Utami Munandar, 1999). Identifikasi perilaku pendukung kreatif dapat diukur adanya: a. Kesadaran dan sensitivitas terhadap problem. b. Ingatan. c. Kelancaran. d. Fleksisbilitas. e. Keaslian f. Disiplin dan keteguhan diri. g. Kemampuan adaptasi. h. Permainan intelektual. i. Humor. j. Nonkomformitas. k. Toleran terhadap ambiguitas. l. Kepercayaan didri.

14

m. Skeptisisme. n. Intelegensi (James. R .Evan, 1994) Indikator-indikator individu yang kreatif adalah: 1. Memiliki rasa ingin tahu. 2. Sering mengajukan pertanyaan.
3. Memberikan banyak gagasan atau usul dalam suatu masalah.

4. Merasa bebas dalam menyatakan pendapat.


5. Memiliki langkah penyelesaian masalah buatan sendiri.

6. Mencari dan menganalisis data yang diketahui dalam menyelesaikan masalah.


7. Mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang. 8. Memilki rasa humor. 9. Mempunyai imajinasi. 10. Orsinil dalam mengungkapkan gagasan dalam menyelesaikan masalah.

(Supartono, 2006) Konsep pendekatan CEP adalah suatu pendekatan pembelajaran kimia yang kontekstual yaitu pendekatan pembelajaran kimia yang dikaitkan dengan objek nyata sehingga mendidik dengan pendekatan CEP memungkinkan

mahasiswa mempelajari proses pengolahan suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi dan menumbuhkan semangat wirausaha.

Pembelajaran kimia dengan pendekatan CEP akan lebih menyenangkan dan dapat menumbuhkan semangat dan minat entrepreneurship. Proses pembelajaran CEP menuntut siswa untuk belajar secara maksimal sehingga mampu menampilkan kompetensi tertentu. Proses belajar siswa tidak lagi berorientasi materi pelajaran

15

(subject matter oriented), tetapi lebih berorientasi pada kecakapan yang dapat ditampilkan siswa (life skill oriented). Pendekatan pembelajaran yang demikian, mengakibatkan sejumlah kompetensi dapat dicapai, proses pembelajaran jadi lebih menarik, siswa lebih memfokuskan perhatiaannya, termotivasi untuk mengetahui lebih jauh, serta hasil belajarnya meningkat serta hasil belajarnya menjadi lebih bermakna. Dampak dari penerapan CEP ini diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa pendidikan kimia pada aspek afektif, kognitif, psikomotor serta kreativitas. (Supartono, 2006)

3. Mata Kuliah Kimia Bahan Makanan Perkuliahan ini membahas kandungan dan sifat-sifat bahan pangan: Kandungan Bahan Makanan, Organoleptik Bahan Makanan, zat aditif, pengolahan dan pengawetan bahan makanan. 1. Materi Kimia Bahan Makanan a. Zat aditif dalam Makanan Secara ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, zat aditif makanan diantaranya pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal (Yandri,2006). Istilah zat aditif sendiri mulai familiar di tengah masyarakat Indonesia setelah merebak kasus penggunaan formalin pada beberapa produk olahan pangan, tahu, ikan dan daging yang terjadi pada beberapa bulan belakangan. Formalin sendiri

16

digunakan sebagai zat pengawet agar produk olahan tersebut tidak lekas busuk/terjauh dari mikroorganisme. Penyalahgunaan formalin ini membuka kacamata masyarakat untuk bersifat proaktif dalam memilah-milah mana zat aditif yang dapat dikonsumsi dan mana yang berbahaya. Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Dan kedua, (b) aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (De man, 1997). Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia (Anton,1990). Zat aditif makanan telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan, berikut adalah beberapa contoh zat aditif: Tabel.1. contoh zat aditif. Zat aditif Pewarna Contoh Keterangan Daun pandan (hijau), kunyit (kuning), buah Pewarna alami coklat (coklat), wortel (orange) Sunsetyellow FCF (orange), Carmoisine (Merah), Brilliant Blue FCF (biru), Pewarna sintesis Tartrazine (kuning), dll
17

Pengawet

Natrium benzoat, Natrium Nitrat, Asam Sitrat, Asam Sorbat, Formalin

Pala, merica, cabai, laos, kunyit, ketumbar Mono-natrium glutamat/vetsin Penyedap (ajinomoto/sasa), asam cuka, benzaldehida, Penyedap sintesis amil asetat, dll Butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi Antioksidan Mencegah Ketengikan toluena (BHT), tokoferol Hidrogen peroksida, oksida klor, benzoil Pemutih peroksida, natrium hipoklorit Baik dikonsumsi Pemanis penderita diabetes, Sakarin, Dulsin, Siklamat bukan gula Khusus siklamat bersifat karsinogen Menjadi lebih asam, Pengatur Aluminium amonium/kalium/natrium sulfat, lebih basa, atau keasaman asam laktat menetralkan makanan Ditambahkan ke Aluminium silikat, kalsium silikat, Anti Gumpal dalam pangan dalam magnesium karbonat, magnesium oksida bentuk bubuk sumber (Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan, 2006)
b. Pengolahan dan Pengawetan Makanan 1. Pengolahan bahan makanan sebelum di masak.

Terlalu banyak mengkonsumsi zat pengawet akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit Penyedap alami

Bahan makanan segar dapat langsung di masak dan kemudian di hidangkan, akan tetapi ada pula bahan makanan yang harus melalui beberapa cara pengolahan tertentu sebelum dapat di masak, misalnya beras. Untuk memperoleh beras dari padi, padi itu harus di giling atau di tumbuk terlebih dahulu. Setelah di giling, beras ini memiliki beberapa proses pengolahan lainya seperti di simpan, di angkut, di cuci dan sebagainya. Pada proses pengilingan yang di lakukan dengan cara yang kurang hati-hati dapat terjadi hasil dengan kualitas rendah, karena butir beras menjadi kecil (beras menir) sehingga terbuang pada proses pemisahan dengan butir yang tidak pecah. Cara menggiling yang terlalu intensif, sehingga menghasilkan beras yang putih bersih (polished rice) sangat merugikan karena bagian-bagian yang mengandung zat makanan dalam konsentrasi tinggi (lembaga dan kulit ari) turut terbuang. Sebaliknya beras seperti itu tahan lama, sehingga masih di gemari pula.
18

Presentase beras pecah waktu penggilingan cukup tinggi berkisar antara 8%, ke atas. Hanyalah pecahan butur-butir kecil, yang ikut terbuang bersama dedak, atau di pisahkan dengan saringan dari beras yang di jual kepada para kelas pekerja. Sebagian besar dari butir-butir yang pecah di saring dari derajat kualitas beras yang di jual para pedagang sebagai beras kualitas tinggi. Bila pembuangan dengan di pertahankan di bawah 8%, hanya butir-butir pecahan kecil saja yang di buang, maka hasil dari asal seharusnya 65% berupa beras giling ringan yang mengandung thiamin 2 ug per gram. Berbeda halnya dengan beras yang di peroleh melalui proses penggilingan, pada proses beras yang hanya di peroleh dari hasil penumbukan hasilnya beras tumbuk tersebut tidak tahan lama, tetapi dengan cara menumbuk berbagai zat makanan yang terdapat dalam lembaga dan kulit ari sebagian besar dapat di pertahankan, sebagai jalan tengah beras dapat di giling dengan cara setengah giling (half milled rice).
2. Bahan makanan pada waktu di masak

Beberapa contoh pengaruh memasak terhadap beras, sayuran, dan daging, tiga golongan bahan makanan yang paling penting dan dikenal di Indonesia. a. Memasak nasi Untuk memudahkan pengangkutan dan penyimpanan maka beras di masukan dalam karung. Karung ini tidak selalu bersih, banyak di pakai sekali-sekali. Kemudian penjual eceran menjualnya di toko atau di pasar dalam keadaan terbuka tanpa mengindahkan kemungkinan pengotoran oleh debu dan lain-lain. Justru karena itulah beras sering kali kotor mangandung debu, batu-batu kecil dan mungkin masih mengandung gabah serta di hinggapi serangga. b. Memasak sayuran Di beberapa daerah di Indonesia sayuran di makan dalam keadaan mentah sebagai lalap. Kebiasaan makan seperti ini baik sekali, karena memberikan pada menu sehari-hari sejumlah besar vitamin dan mineral. Tetapi ada biji-bijian yang sebaiknya tidak di makan mentah karena
19

mengandung zat yang merugikan badan. Sayuran yang sudah di masak berkurang kadar zat makananya, karena pengaruh berbagai faktor selama memasak. Jumlah vitamin dan mineral yang dipertahankan tergantung pada sifat yang di miliki oleh zat-zat makanan itu sendiri serta cara memasakyang di lakukan. Sebagian besar vitamin yang sudah rusak ialah yang tergolong vitamin yang mudah rusak oleh panas, yang larut dalam air dan yang mudah di oksidasikan sehingga berubah sifat. Dalam golongan ini yang paling banyak menderita kerusakan ialah vitamin C. jumlah mineral yang dapat berkurang karena larut dalam air pemasak terutama karena terdapat asamasam organik yang mempermudah pelarutan mineral itu. Dengan singkat, faktor-faktor yang dapat merendahkan kadar nutrien di dalam sayuran yang di masak ialah :
1. Bila jumlah air perebus yang di pakai terlalu banyak 2. Bila air perebus ini kemudian bila di buang setelah di pakai, dan

tidak terus di pergunakan sebagai bagian dari masakan


3. Bila sayuran akan di rebus itu di potong-potong dalam ukuran

yang kecil-kecil, dan di biarkan lama sebelum di masak


4. Bila air perebus tidak di biarkan mendidih dahulu sebelum

sayuran di masukan ke dalamnya


5. Bila pada waktu merebus, panci di biarkan terbuka 6. Bila di pergunakan panci atau lainya yang terbuat dari logam

yang dapat mengkatalisa proses oksidasi terhadap vitamin, misalnya alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan lain-lain. Sangat menarik hal sayuran yang dimasak dalam sedikit lemak (di tumis misalnya), karena lemak ini dapat meninggikan suhu memasak, sehingga suhu yang diperlukan untuk memasak menjadi lebih pendek. Berbagai vitaminyang mudah rusak oleh suhu memasak, biasanya tidak larut dalam lemak dan lemak mungkin dapat melindungi berbagai vitamin yang mudah di oksidasikan oleh zat asam. a. Memasak daging

20

Daging dapat di masak dengan mengoreng, merebus atau dengan di panggang. Pada umumnya memasak daging tidak akan menurunkan penurunan nilai gizi, bahkan dengan memasaknya, daya cerna (digestibility) daging jauh lebih baik di bandingkan dengan yang mentah. Ini di sebabakan oleh berbagai proses yang di akibatkan oleh suhu terhadap protein (denaturation and coagulation). Suhu memasak dapat menyebabkan terbentuknya zat-zat dengan aroma yang menarik selera, misalnya bau yang di timbulkan oleh kaldu (boullion), daging panggang dan sebagainya. Mungkin dengan mamanggang daging dapat terjadi penurunan kadar zat-zat makanan karena waktu lemak mencair, mungkin terbawa zat-zat makanan yang larut terbakar di dalam arang dan terjadi ikatan-ikatan organic yang merugikan tubuh. 1. Pengawetan Bahan Makanan Pada dasarnya kehilangan bahan gizi seperti lemak asam amino, vitamin, dan mineral pada proses pengolahan sudah bisa di tekan seminimal mungkin jika menggunakan teknik pengolahan yang berorientasi gizi. Kebutuhan tubuh akan bahan gizi yang tidak dapat di penuhi dari bahan yang kita konsumsi dapat di tambah dengan mengkonsumsi bahan lain yang mengandung zat yang kita butuhkan. Salah satu cara yaitu dengan mengonsumsi makanan yang masih segar, sayuran dan lain-lain. Dengan mengkonsumsi buah-buahan segar dan sayuran secara langsung maka kebutuha zat gizi yang kita butuhkan dapat teratasi karena dala buah-buahan dan sayuran segar tersebut sudah terdapat zat gizi seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral. Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahanperubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
21

Menurut Desrosier ( 2008 ) Pengawetan makanan dapat dilakukan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikro organisme pada makanan. Berikut adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat luas dunia. 1. Pendinginan Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada suhu penyimpangan yang terlalu rendah. Teknik pendinginan adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es. Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur, dan lain sebagainya. 2. Pengasapan

22

Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah.Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan. 3. Pengalengan Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara. 4. Pengeringan pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, teh, dan biji-bijian. Di samping keuntungankeuntunganya, pengeringan juga mempunyai beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum.

23

Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan. Mikro organisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan. 4. Pemanisan Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya. 5. Pengasinan Cara yang terakhir ini dengan menggunakan bahan NaCl atau yang kita kenal sebagai garam dapur untuk mengawetkan makanan. Tehnik ini disebut juga dengan sebutan penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.

A. Hipotesis Berdasarkan kajian teoritik pembelajaran Chemoentrepreunuership dan pengamatan di lapangan, diajukan hipotesis diatas dimunculkan hipotesis sebagai berikut
1. Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Chemoentrepreunuership (CEP) dapat

menumbuhkan kreatifitas mahasiswa untuk mencapai ketrampilan Kimia Makanan sesuai kompetensi dasarnya.

Bahan

24

2. Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Chemoentrepreunuership (CEP) dapat

menumbuhkan minat entrepreneurship mahasiswa untuk mencapai ketrampilan Kimia Bahan Makanan sesuai kompetensi dasarnya.
3. Pengembangan perangkat pembelajaran

berbasis Chemoentrepreunuership dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek kognitif.
4. Pengembangan perangkat pembelajaran

berbasis Chemoentrepreunuership dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek aspek afektif
5. Pengembangan perangkat pembelajaran

berbasis Chemoentrepreunuership dapat

meningkatkan hasil belajar mahasiswa mata kuliah Kimia Bahan Makanan dalam aspek psikomotor A. Metode dan Prosedur penelitian 1. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan ( Research and Development). 2. Subyek Penelitian Subyek yang akan diteliti ialah mahasiswa yag mendapat pembelajaran kimia bahan makanan semester VI tahun 2008/2009 Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Tadris Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang terdiri 22 mahasiswa. 3. Desain Penelitian Penelitian ini dititik beratkan pada pola pembelajaran melalui pendekatan Chemo-entrepreunurship. Penelitian ini akan dilakukan

25

menggunakan desain yang diadaptasi dari model pengembangan pengajaran yang didesain Sugiyono (2006) yang termodifikasi. Desain penelitian terdiri dari

sepuluh langkah yang dinyatakan dalam bentuk bagan pada Gambar 1.

Langkah 1

Kebutuhan mahasiswa
Langkah 3

(secara teoritis)
Langkah 2

Identifikasi kemampuan subyek penelitian


Langkah 4

Analisis kurikulum sains dan ketersediaan fasilitas

Pembuatan Perangkat Pembelajaran (PP) berbasis CEP

Langkah 5
Evaluasi PP oleh 26 pakar

Langkah 6

Perangkat yang telah diperbaiki


Langkah 7

Uji Coba I
Revisi PP hasil Uji Coba I

Langkah 8

Perangkat pembelajaran yang telah teruji (kategori baik)


Langkah 9

Penerapan

Aspek Kognitif

Aspek Afektif

Langkah 10 8 Langkah

Aspek Psikomotor

Kreativitas

Minat Wirausaha Hasil

Gambar 1. Bagan Desain Penelitian. 4. Tahap Penelitian


a. Tahap studi Pendahuluan, diawali dengan menganalisis secara teoritis kebutuhan

siswa sesuai dengan tingkat perkembangan berpikirnya (langkah 1), menganalisis kurikulum dan mendeskripsikan fasilitas pendukung pembelajaran pendidikan kimia IAIN Walisongo (langkah 2), serta mengungkap kemampuan (dengan instrumen tes dan evaluasi) kimia yang dimiliki oleh mahasiswa yang menjadi subyek penelitian ini (langkah 3).

27

b. Tahap

Pengembangan, Pembuatan Perangkat

Pembelajaran berbasis CEP

(langkah4). Evaluasi perangkat pembelajarn model oleh pakar (langkah 5) Perangkat Pembelajaran yang telah direvisi dan disetujui pakar (langkah 6). Uji Coba tahap pertama mengunakan Perangkat yang disetujui pakar (langkah 7). Revisi Perangkat pembelajarn berdasarkan hasil uji coba dan didapatkan perangkat yang baik (langkah 8).
c. Tahap Penerapan Perangkat Pembelajaran yang baik untuk diaplikasikan dan diamati

perubahan aspek kognitif, afektif, psikomotor, kreativitas, minat berwirausaha (langkah9) dan didapatkan hasil penelitian (langkah 10).
A. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini terdiri dari dua yaitu:


1. Fokus input adalah perangkat pembelajaran yang tercermin pada modul yang dilengkapi

dengan petunjuk praktikum mahasiswa.


2. Fokus output adalah respon mahasiswa yang terkait dengan:

a. Hasil belajar aspek kognitif. b. Hasil belajar aspek afektif.


c. Hasil belajar aspek psikomotor. d. Kreativitas yang berhubungan mata kuliah bahan makanan e. Minat entrepreunurship yang berhubungan mata kuliah bahan makanan.

A. Instrumen-instrumen 1. Instrumen Perangkat Pembelajaran Perangkat Pembelajaran yang disiapkan adalah


a. Satuan Acara Perkuliahan : digunakan untuk acuan pelaksanaan kegiatan

pembelajaran oleh dosen. b. Modul pembelajaran berbasis CEP ini digunakan untuk mengkondisikan peserta didik agar persiapannya lebih baik dan untuk mempermudah menerima materi pembelajaran.
28

c. Petunjuk praktikum berbasis CEP ini digunakan untuk mengkondisikan peserta

didik agar persiapannya lebih baik dan untuk mempermudah mahasiswa melakukan kegiatan di laboratorium.
2. Instrumen penelitian

Instrumen yang disiapkan adalah


a. Lembar pengamatan terdiri atas 2 bentuk yaitu lembar pengamatan untuk

mengamati kualitas proses belajar mengajar (PBM) berlangsung, dan lembar pengamatan yang bertujuan mendapatkan data aspek afektif dan aspek psikomotor peserta didik. b. Alat tes tertulis digunakan untuk mengukur kemampuan hasil/prestasi belajar mahasiswa, dan didapatkan data aspek kognitif.
c. Angket digunakan untuk mengungkap kreatifitas, minat, hasil belajar aspek

afektif, aspek psikomotor mahasiswa terhadap pendekatan pembelajaran Chemoentrepreunuership. .


A. Validasi dan Uji Coba Instrumen

1. Validasi Instrumen Validasi instrumen dilakukan dengan dua cara yaitu validasi isi dan validasi butir, serta dikonsultasikan pada pakar dibidangnya. Instrumen tes dan angket sebelum digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu diuji validitas, realiabilitas dan untuk instrumen tes dilakukan uji kesukaran, uji daya beda dan diuji coba pada kelas yang telah menerima materi tersebut. 2. Uji Coba Instrumen Penelitian
a. Pelaksanaan ujicoba instrumen berupa bahan ajar dan petunjuk praktikum

termasuk didalamnya lembar kerja mahasiswa dilaksanakan pada mahasiswa semester VI sebanyak 3 mahasiswa memiliki kemampuan belajar yang berbeda (tinggi, sedang dan rendah) dan 3 dosen observer untuk mengetahui tingkat keterbacaannya.
b. Pelaksanaan ujicoba instrumen berupa soal-soal untuk mengungkap prestasi 29

belajar siswa dilaksanakan pada mahasiswa semester VI. Soal yang digunakan merupakan soal-soal pilihan ganda sebanyak 30 buah. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui validitas, daya pembeda, reliabilitas dan tingkat kesukaran soal. Soal-soal yang telah diuji, digunakan untuk mengungkap hasil belajar mahasiswa semester VI yang menjadi subyek penelitian. 1. Analisis lembar angket Skala likert digunakan untuk mengukur aspek afektif, psikomotor, kreatifitas dan minat mahasiswa. Dengan skala likert variabel yang akan diukur dijabarkansebagai titik tolak acuanmenyususn item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. 2. Analisis Butir Soal Tes a. Analisis Validitas Validitas butir soal adalah validitas yang menunjukkan bahwa butir tes dapat menjalankan fungsi pengukurannya dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari seberapa besar peran yang diberikan oleh butir soal dalam mencapai keseluruhan skor. Uji validitas butir soal tes ini menggunakan rumus sebagai berikut (Arikunto, 1998):

rpbis =

Mp Mt St

p q

Keterangan : rpbis = Koefisien korelasi biseral Mp = Rata- rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
30

Mt = Rata- rata skor total St = Standar deviasi skor total p q = Proporsi siswa yang menjawab benar pada setiap butir soal = Proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal

Hasil perhitungan rpbis, kemudian digunakan untuk mencari uji signifikansi (t hitung) dengan rumus:

thitung = rpbis

N 2 1 rpbis

Keterangan: thitung = uji signifikansi rpbis = koefisien korelasi biserial N = jumlah siswa yang mengerjakan soal

Kriteria pengukurannya adalah jika thitung t1- dengan dk = N-2, rpbis signifikan atau butir tes valid. b. Reliabilitas Sebuah tes dikatakan reliabel apabila tes tersebeut dapat memberikan hasil tetap dan ajeg, artinya jika digunkan pada sejumlah subyek yang sama pada lain waktu maka hasilnya akan relatif tetap. Untuk menentukan reliabilitas pada penelitian ini mengunakan K-R.20, adapun langkahnya adalah

31

1. Membuat tabel analisis butir tanpa harus dikelompokkan nomor ganjil dan genap. 2. Menghitung proporsi yang menjawab benar dan proporsi yang menjawab salah pada masing-masing butir dalam tabel analisis butir.

3. Mengalikan proporsi yang menjawab benar dan proporsi yang menjawab salah. 4. Mencari varians (standar deviasi kuadrat) dari skor total. 5. Menghitung reliabilitas tes dengan rumus K-R.20

r11=kk-1SDt2-pqSDt2

Keterangan : r11 k p Q item pq = Jumlah total p dan q pada masing-masing butir yang sudah dikalikan (pxq) (Chabib thoha,1990) Menurut Arikunto (1998) klasifikasi reliabel soal adalah : r = 0,800 1,000 r = 0,600 0,799 r = 0,400 0,599 : sangat tinggi : tinggi : cukup = reliabilitas tes = Banyaknya butir Pertanyaan (soal) = Proporsi subyek yang menjawab btul dalam tiap butir. = proporsi subyek yang menjawab salah dalam tiap-tiap

32

r = 0,200 0,399 r < 0,200

: rendah : sangat rendah

a. Analisis Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran adalah angka yang menjadi indikator mudah sukarnya soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan adalah:

IK =
Keterangan: IK JSA JSB JBA JBB = Indeks kesukaran

JBA + JBB JS A + JSB

= Banyaknya siswa pada kelompok atas = Banyaknya siswa pada kelompok bawah = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah

Kriteria yang menunjukkan tingkat kesukaran soal adalah (Suherman, 1990) termodifikasi: IK 0.00 < 0.30 < 0.70 < IK IK IK IK = < < < = 0.00 0.30 0.70 1.00 1.00 Terlalu sukar Sukar Sedang Mudah Terlalu mudah
33

b. Daya Pembeda Daya pembeda soal merupakan kemampuan suatu soal untuk

membedakan antara mahasiswa yang berkemampuan tinggi dan mahasiswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda soal ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

DP =

JBA JBB JS A

Keterangan: DP JBA JBB JSA : Daya Pembeda : Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas : Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah : Banyaknya siswa pada kelompok atas Kriteria daya pembeda soal yang dipakai sebagai instrumen diklasifikasikan sebagai berikut (Suherman, 1990) yang termodifikasi: DP 0.00 < 0.20 < 0.40 < 0.70 < DP DP DP DP 0.00 0.20 0.40 0.70 1.00 = Sangat jelek = Jelek = Cukup = Baik = Sangat Baik

34

A. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi, selama proses berlangsung (selama kegiatan pembelajaran) dilakukan

pengamatan dengan lembar observasi untuk mengetahui aspek afektif, dan psikomotor mahasiswa. Observasi dilakukan oleh obervasi peran serta dan nonpartisipan.
2. Lembar

angket

minat,

kreativitas,

afektif

dan

psikomotor

berbasis

entrepreunuership diisi berdasarkan aspek-aspek tertentu. Data ini diambil ketika mahasiswa mengikuti proses pembelajaran.
3.

Uji coba soal-soal tes untuk mengetahui respon aspek kognitif mahasiswa terhadap pembelajaran dilakukan pada akhir pertemuan.

A. Analisis Data

Analisis data ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Langkah analisis data meliputi a. Uji Normalitas data Uji normalitas data dengan 2, dengan menggunakan rumus
2=fo-fe2fe

Dimana 2 = nilai Chi square fo = frekuensi yang diperoleh (obtained frequency) fe = frekuensi yang diharapkan (expexted frequency) b. Uji Hipotesis Hipotesis 1,2,3 akan diuji menggunakan tehnik t-tes, Apabila dari

35

hasil pengujian diperoleh p value atau signifikansi kurang dari 0,05 dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan yang signifikan hasil belajar mahasiswa yang dilihat dari hasil instrumen yang diisi mahasiswa. Hipotesis 4,5 berupa peningkatan hasil perkembangan dalam kreativitas dan minat entreprenuership diukur melalui lembar pengamatan dan laporan akhir pada penelitian ini menggunakan prosentase deskriptif. Prosentase deskriptif dituangkan dalam bentuk grafik yang menggambarkan kreatifitas, dan minat kewirausahaan mahasiswa selama penelitian

berlangsung(Lawson, 1980).

36

P Kegiatan 1 2 er 3 fo r m a

37

Gambar 2. Grafik Pola Kreatifitas, Inovasi dan Minat Entreprenuership Mahasiswa

A. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator keberhasilan pengembangan dalam berminat entreprenuership dapat dilihat dari 3 aspek Kognitif, Afektif, Psikomotor yang mengalami keajegan atau peningkatan presentase penguasaan tiap indikator. 1. Aspek Kognitif Penilaian hasil belajar mahasiswa di sekolah pada umumnya dilihat dari nilai prestasi belajar yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti tes prestasi belajar yang dilakukan di akhir kegiatan belajar mengajar. Keberhasilan belajar yang ingin dilihat yakni seberapa besar daya serap atau tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diberikan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung (Krestini, 2005). Untuk mengetahui apakah keberhasilan belajar tersebut tercapai atau tidak, maka menurut Djamarah dan Zaib (2002) dinyatakan ketentuan keberhasilan belajar mengajar dibagi atas beberapa tingkatan/taraf, yaitu:
a. Istimewa/maksimal, apabla seluruh bahan yang diajarkan dapat dikuasai

oleh mahasiswa 100%.


b. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar 76 90% bahan yang diajarkan

dapat dikuasai oleh mahasiswa.


c. Baik, apabila bahan yang diajarkan 60 70% dapat dikuasai oleh

mahasiswa.

38

d. Kurang/minimal, apabila bahan yang diajarkan kurang dari 60% dapat

dikuasai oleh mahasiswa. Pada penelitian ini target aspek kognisi yang diharapkan adalah mahasiswa menguasai bahan pembelajaran dengan kualifikasi Baik 1. Aspek Afektif Penilaian afektif dalam hal ini menggunakan skala sikap untuk mengukur sikap untuk mengukur sikap mahasiswa baik dalam maupun diluar kegiatan belajar mengajar. Pada peneliatian ini perubahan sikap yang diharapkan adalah Tanggapan mahasiswa berubah menjadi lebih baik tercermin dari 75 % mahasiswa menjadi baik sesuai dengan kisi-kisi sikap afektif dalam penelitian ini. 75%

2. Aspek Psikomotor Penilaian psikomotor tiap pembelajaran mempunyai penilaian yang berbeda-beda, tergantung pada sifat materi dan tujuan yang dicapai (Bastaman, 2005). Karena untuk mata kuliah Kimia Bahan Makanan

bertujuan agar mahasiswa trampil, maka indicator keberhasilannya yang diharapakan adalah 75% mahasiswa trampil dengan aspek yang dinilai dari mahasiswa terdiri dari persiapan, kerapihan, dan estetika. 3. Aspek Kreatifitas Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya

39

tidak dikenal pembuatnya. Target capaian Kreativitas penelitian ini adalah, rasa keingintahuan siswa, rasa puas siswa dalam melakukan sesuatu, kepercayaan diri siswa, dan keuletan dan sikap bekerja keras pada siswa meningkat.
4. Aspek Minat Entreprenuership

Minat ialah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang terlahir dengan penuh kemauannya dan yang tergantung dari bakat dan lingkungan. Target capaian pada penelitian ini adalah meningkatnya minat entrepreuneurship mahasiswa, selaku peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA Agung, Rusman,2007, Kewirausahaan Sebagai Sebuah Nilai, Terjemahan dari Educational Technology and society,ISSN 1436-4522 Agus Suwignyo, 2007, Dasar-dasar Intelektual : Yang terlupakan dalam hubungan Univesitas dan Dunia Kerja. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ahmadi dan Supriyono, 2004. Membangkitkan Motivasi Berprestasi Anak dengan Tes IQ, Jakarta. Hariwijaya press Ali. M. 2002. Bimbingan Belajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Anton, K. 1990, Analisis Makanan dan Bahan Makanan, Bogor :Pusat Antar Universitas IPB. Arikunto, S. 1998. Prosedur Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Bastaman, Otong. 2005. Perangkat Pembelajaran. Bandung: Tim Pengembangan Kurikulum Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Budiyanto. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi, malang : UMM press Chabib Thoha. 1990. Tehnik Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Dahar, R,W.1989.Teori-teori Belajar, Jakarta: Erlangga. De Man, J. 1997. Kimia Makanan, Bandung: Penerbit ITB.
40

Depnakertrans, 2008. Pengangguran di Indonesia tahun 2007, di unduh dari www. Nakertrans. go .id. tanggal 28 Febuari 2009 jam 20.00 Direktorat Survei dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2006. Pemanfaatan Zat Aditif Secara Tepat. Lampung: Badan Pengendalian Obat dan Makanan (BPOM). Djamarah, SB dan Zaib, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri, 1999. Psikologi Belajar. Jakarta. Rineka Cipta. Djiwandono, Siti wuryani,2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Grasindo Epstein, G. 2001. Paper presented at educational workshop off psychology, diunduh 10 Oktober 2008, Http://www.psychology.nottingham.ac.uk/grb/papers/ht97-flexitext Gelder, Leon Van.1979. Didactical Analisys. Groningen, Netherland: Wolters Noordhoff. Geoffrey g. Meredith. 1996. Kewirausahaan teori dan praktek. Jakarta: PT Pustaka binamanpressindo. Irianto, Agus. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Prenada Media Group James. R. Evans. 1994. Berfikir Kreatif dalam Pengambilan Keputusan dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Kemp, Jerrold, E. 1977. Instructional design; Aplan for unit and course development. Belmot: California Fearon Pitman Publisher, Inc. Khoiril Anwar, 2008. Pengangguran Intelektual; Kesenjangan antara pendidikan tinggi dan Dunia Usaha. Nadwa;Jurnal Pendidikan Islam, ISSN 1979-1739, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Krestini, E.H. 2005. Penerapan Metode Eksperimen Pada Pembelajaran Sistem Respirasi Manusia Sebagai Upaya Mencapai Hasil Belajar Siswa. Tugas Akhir Program Akta Mengajar Universitas Langlangbuana. Bandung: Tidak diterbitkan Lawson, Ralph. 1980. Teaching Science. London: Roultledge. Mulyasa, E. 2004. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Namuli, Sarah, Tamale.2002. A Presentation on Entrepreneurship Education and Training in Uganda, Uganda:Ministry of Education and Sports Petri, M. 1981. A study of adaptive link annotation in educational. Proceding 0f Media Vol 1 Pitsburgh, pa USA Rohani, A.2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Simanjutak, B, dan Pasaribu, L. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Siswoyo Banu, Bambang, 2008, Konsep Dasar UKM, Malang: fakultas Ekonomi UM Soetanto, 1998. Prinsip desain pembelajaran: instructional design principles. Jakarta: Kencana Suara Merdeka.2008.Formalin berbahaya Bagi Kesehatan. Semarang: Suara Merdeka press Sudjana, N 2002. Cara Belajar Siswa Aktif Dalam Proses Belajar Mengajar Bagaimana Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar. Jakarta: PT. Gramedia. Sudjana. N.1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
41

Supartono. 2005. Chemo-Entreprenuership (CEP) Sebagai Pendekatan Pembelajaran Kimia Yang Inovatif dan Kreatif, Semarang: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam. Supartono. 2006. Peningkatan Kreatifitas Peserta Didik Melalui Pembelajaran Kimia dengan Pendekatan Chemoentrepreunuership (CEP). Usulan Reaserch Grant_Program Hibah A2 Semarang: Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Tim Evaluasi diri Tadris Kimia. 2008. Borang Kimia. Semarang: IAIN Walisongo. Tim Pengembangan MKDK. 1989. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarag Press. Titi dan Rahman,2008 Menumbuhkan Sikap Entrepreneurship di Kalangan Mahasiswa, Buletin kimia Edu. Bandung: UPI Titi Wahyukaeni. 2006. Pembelajaran Dengan Pendekatan CHEMOENTREPRENEURSHIP Sebagai Strategi Peningkatan Kemampuan Mata Kuliah Kimia Organik I, Semarang: Proseding :Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 2006 Utami Munandar, 1999, Kreativitas dan Keberbakatan - Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia Pustaka. Yandri A. S. 2006. Zat Aditif. Makalah Seminar Kimia Expo X 2006. Jurusan Kimia FMIPA Lampung: Universitas Lampung

42

LAMPIRAN - LAMPIRAN

You might also like