You are on page 1of 21

METODE PENELITIAN PSIKOLOGI SOSIAL

MAKALAH

Ditulis oleh: Novia (12120080037) Joice Limpo (12120080039)

Fakultas Psikologi Universitas Pelita Harapan Surabaya

2009

Metode Penelitian Psikologi Sosial


1. Pendahuluan Makalah ini adalah tulisan yang disusun sebagai tugas bagi mata kuliah Psikologi Sosial II. Di dalam tulisan ini, tim penulis akan mencoba memaparkan metode-metode penelitian yang digunakan dalam meneliti topik-topik yang berkaitan dengan psikologi sosial. Suatu ilmu pengetahuan hanya akan berkembang bila terus-menerus diadakan penelitian yang menggali lebih dalam tentang apa yang belum diketahui. Terutama bagi ilmu sosial, seperti psikologi, yang bukan merupakan ilmu pasti. Hasil temuan dalam suatu riset masih bersifat teori dan tidak dapat digeneralisasikan secara pasti. Di sinilah letak keunikan ilmu-ilmu sosial tersebut. Penemuan yang satu bisa bertentangan dengan penemuan yang lain. Lebih menariknya lagi, perbedaan kultur dan perkembangan zaman pun bisa mengubah hasil penemuan mengenai topik yang sama. Karena itu, ilmu ini masih perlu banyak berkembang, dan karena itu diperlukan banyak ilmuwan dan peneliti yang dapat berkontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Namun demikian, suatu ilmu yang bukan eksakta tidak berarti tidak objektif. Meskipun hasil penelitian dapat berbeda karena berbagai faktor, namun hasil itu dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Hal ini bisa dijamin, karena dalam tiap risetnya ada metode yang ilmiah dan dipergunakan secara luas, yang variasinya dapat dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Metode inilah yang akan penulis coba paparkan lebih lanjut, terutama dalam hal desain penelitian. 2. Pengantar Metode Riset Melakukan penelitian psikologi sosial merupakan hal yang sangat menarik. Penelitian ini ialah jalan untuk memahami individu dan dunia sosial di sekeliling kamu dalam cara yang sistematis. Penelitian ini juga mendorong kamu untuk bertanya dan memulai menjawab pertanyaan sulit namun penting tersebut. Daftar

pertanyaan menarik ini mungkin saja tidak ada habis-habisnya dan satu pertanyaan yang dipilih sebagai prioritas untuk penelitian tersebut bervariasi berdasarkan nilai yang dikandung oleh sang psikolog sosial, biaya dan waktu yang tersedia. Akan tetapi, adalah benar jika dikatakan bahwa dalam penelitian psikologi sosial yang utama berfokus pada isu-isu yang penting. Dalam melakukan penelitian, ada beberapa proses yang harus dilakukan. Secara umum, baik dalam penelitian psikologi sosial maupun penelitian dalam bidang psikologi lainnya, terdapat tujuh langkah dari proses penelitian. Langkah pertama, si peneliti mengembangkan pertanyaan penelitiannya. Dalam pengembangan pertanyaan, peneliti harus menyadari adanya etnosentrisme, yaitu suatu kecenderungan untuk melihat budaya hanya melalui sudut pandang budaya sendiri; biasanya etnosentrisme menyebabkan individu meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain. Kemudian, peneliti juga harus menambah pengalamanpengalaman pribadi dalam melakukan penelitian dan membaca sastra psikologis. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi-informasi yang mungkin saja bisa menjadi fokus dari penelitiannya itu. Langkah kedua, si peneliti membentuk hipotesis penelitiannya. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang diajukan oleh peneliti yang akan diuji dalam penelitiannya. Dalam pembentukan hipotesis ini, peneliti harus membaca teoriteori psikologi yang berhubungan dengan topik untuk memperdalam pengetahuannya. Selain itu, peneliti juga harus mengingat pengalaman pribadi, memikirkan pengecualian-pengecualian, dan memperhatikan ketidakkonsistenan pada penelitian sebelumnya. Langkah ketiga, si peneliti membentuk definisi-definisi operasional. Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau mengubah konsepkonsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Dalam pembentukan definisi operasional, peneliti dapat melihat penelitian sebelumnya mengenai cara pendefinisian konstruk yang sama atau serupa. Kemudian, peneliti juga harus memperkenalkan variabel-variabel yang akan diuji dalam penelitiannya tersebut.

Langkah keempat, si peneliti memilih desain penelitian. Dalam desain penelitian lainnya. ini, peneliti mengidentifikasi sampel partisipan yang akan untuk diikutsertakan dalam penelitian, baik jumlah, jenis kelamin, etnis, ras, atau yang Kemudian, pertanyaan penelitiannya diputuskan apakah menggambarkan, memberikan prediksi, atau mengidentifikasi hubungan sebabakibat. Masing-masing tujuan penelitian akan mempengaruhi pemilihan desain penelitian. Untuk menggambarkan dan memprediksi, digunakan metode observasional dan korelasional. Untuk pertanyaan penelitian hubungan sebabakibat, digunakan metode eksperimental. Untuk memahami dan mengobati sekelompok kecil atau satu individu, digunakan metode single-case. Sedangkan, untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan sebab-akibat dimana kontrol eksperimental lebih sedikit, digunakan metode kuasi-eksperimental. Langkah kelima, si peneliti mengevaluasi etika penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti harus mengidentifikasi adanya kemungkinan resiko dan keuntungan dari penelitian dan cara melindungi keselamatan partisipan. Peneliti harus memikirkan baik-baik mengenai hal tersebut. Apabila tidak, penelitian yang dilakukan dipastikan melanggar kode etik penelitian. Selain itu, peneliti harus mengajukan proposal kepada komite peninjauan etika. Kemudian, peneliti harus memperoleh izin dari orang-orang yang berotoritas. Langkah keenam, si peneliti mengumpulkan dan menganalisis data serta membentuk kesimpulan. Ada dua metode pengumpulan data, yaitu data elicitation dan data recording. Data elicitation merupakan cara untuk mendapatkan informasi; mengakses informasi dan membukanya untuk pemeriksaan. Dalam data elicitation, terdapat tiga teknik yang biasa digunakan, antara lain (1) observasi yaitu mengamati apa yang orang-orang lakukan, (2) selfreport yaitu menanyakan orang-orang mengenai apa yang dilakukan, dipikirkan atau dirasakan; terdiri dari metode interview (bertanya secara verbal) dan metode kuesioner (bertanya dalam bentuk tertulis), dan (3) archival data (menggunakan dokumen, rekaman, atau artefak). Masing-masing teknik dapat dilakukan melalui berbagai media dan memiliki perbedaan mengenai derajat interaksi antara peneliti dan subjek penelitian. Perkembangan teknologi, secara dramatis, mengubah sifat interaksi antara peneliti dan yang diteliti. Di samping itu, data recording

merupakan

penyusunan

informasi

yang

ditemukan

dengan

cara

yang

memungkinkan pertanyaan penelitian dapat dipecahkan. Data recording dapat disusun terlebih dahulu untuk mengajukan data elicitation. Beberapa penyusunan sebelumnya untuk analisis tidak dapat dihindarkan jika penelitian meliputi lebih dari deskripsi sebenarnya. Dalam penganalisaan data, terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dari data yang sama sering kali dapat dianalisis dengan menggunakan kedua teknik tersebut. Setelah dilakukan analisis, data-data diringkas dan apa yang dinyatakan oleh data tersebut dikonfirmasikan. Langkah terakhir yaitu si peneliti melaporkan hasil penelitian. Laporan penelitian dapat diberikan pada konferensi psikologi. Pada konferensi ini, peneliti mempresentasikan mengenai penelitiannya, mulai dari latar belakang sampai pada kesimpulannya. Selain itu, peneliti juga dapat memasukkan laporan penelitian tertulis pada jurnal psikologi. Setelah mengetahui ada enam langkah dalam melaksanakan penelitian, fokus dari makalah ini ialah mengenai langkah keempat, yaitu desain penelitian yang digunakan dalam penelitian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penggunaan desain ini akan ditentukan oleh tujuan penelitian. Penentuan rancangan penelitian yang tepat akan mempermudah peneliti, mulai dari pengumpulan data sampai pada penarikan kesimpulan penelitian. Dalam merancang sebuah penelitian, terdapat tiga metode yang terkenal, yaitu metode eksperimental, metode kuasi-eksperimental, dan metode non-eksperimental. Setiap metode ini memiliki karakteristiknya masing-masing, dan juga kelebihan dan kekurangannya. Masing-masing dari metode ini akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya dan dimulai oleh metode eksperimen 3. Metode Eksperimental 3.1 Definisi dan Tujuan dari Eksperimental Eksperimental merupakan pemberian sebuah ide atau pemikiran mengenai kenyataan. Dalam eksperimental, lingkungan dimanipulasi untuk mencari apakah

hasilnya konsisten atau tidak dengan ide tersebut. Pada awalnya, rancangan eksperimental dan prosedur pelaksanaannya rumit. Namun, prinsip pengorganisasian yang penting untuk memahami desain eksperimental yaitu dengan mengingat tujuan perancangan prosedur eksperimental ialah untuk memungkinkan demonstrasi dari hubungan sebab-akibat antara konstruk-konstruk (gagasan-gagasan). Ada dua alasan yang menyebabkan psikolog melakukan eksperimen. Pertama, para peneliti melaksanakan eksperimen untuk membuat pengetesan hipotesis yang empiris yang diperoleh dari teori-teori psikologi. Dengan kata lain, eksperimen dilakukan untuk menguji hipotesis, apakah konsisten dengan teori atau tidak. Jika hasil eksperimen konsisten dengan apa yang telah diprediksikan oleh hipotesis tersebut, maka teori yang mendasari memperoleh dukungan. Di sisi lain, jika hasilnya berbeda dari apa yang diharapkan, maka diusulkan penjelasan yang didasarkan pada teori tersebut perlu diubah dan hipotesis yang baru dikembangkan dan diuji pada eksperimen lainnya. Pengaruh dari perbaikan diri antara eksperimen dan penjelasan yang diusulkan juga merupakan alat fundamental yang digunakan oleh psikolog untuk memahami penyebab dari cara berpikir, merasakan, dan berperilaku. Kedua, eksperimen memungkinkan para peneliti untuk memutuskan apakah sebuah treatment atau program secara efektif mengubah perilaku. Eksperimen yang dilaksanakan dengan baik dapat memberikan informasi mengenai keefektifan treatment-treatment dan programprogram dalam berbagai bidang. Maka, eksperimen memberikan suatu kegunaan bukan hanya ketika menguji teori-teori, namun juga ketika mencari penyelesaianpenyelesaian untuk masalah-masalah masyarakat. 2.2 Hubungan Sebab-Akibat dan Eksperimen Ciri khas dari eksperimen ialah mencari hubungan sebab-akibat yang paling berpotensi dengan menghilangkan penyebab-penyebab alternatif dari apa yang menjadi tujuan peneliti. Namun, mengapa hubungan sebab-akibat menjadi ciri khas eksperimen? Hal ini bermula dari sifat manusia sendiri. Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia senantiasa ingin mengetahui sesuatu dan penyebab dari

terjadinya suatu hal. Berdasarkan teori atribusi, para psikolog sosial menjelaskan bagaimana pendapat individu mengenai hubungan sebab-akibat antara kepribadian seseorang dengan perilakunya. Sebagai contoh, ketika seseorang dengan sungguhsungguh menyatakan tidak suka dengan tempat tertentu, individu yang mendengarkan hal ini pasti akan mulai memikirkan penyebabnya. Individu tersebut mungkin akan menyimpulkan bahwa pernyataan yang diungkapkan orang tersebut dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan yang orang tersebut alami atau dikarenakan orang tersebut melakukan suatu hal yang menimbulkan konsekuensi negatif ketika berada di tempat itu. Untuk menjelaskan hubungan ini, individu memiliki aturan karakteristik yang berasal dari dalam dirinya untuk menentukan suatu konstruk termasuk dalam hubungan sebab-akibat atau tidak. Akan tetapi, aturan ini sering kali menyimpang dari kriteria objektif untuk menjelaskan bahwa satu konstruk menyebabkan konstruk yang lain. Untuk menghindari bias dari intuisi manusia ini, seorang pemikir yang jujur harus menyimpulkan bahwa penggunaan intuisi dalam pencarian kebenaran mengenai kenyataan harus dibantu dengan mekanisme alternatif yang bersifat ilmiah. Metode penelitian merupakan mekanisme alternatif yang digunakan oleh psikolog dalam menguji hubungan sebab-akibat yang mungkin. Karena munculnya aturan abstrak mengenai penyebab, bukan lagi dari intuisi, maka dapat dilakukan analisis secara logis tentang metode penelitian manakah yang paling berpotensi untuk menunjukkan sebuah hubungan sebabakibat. Dari beberapa metode penelitian yang dianalisis, metode eksperimen-lah mungkin paling memuaskan dalam melaksanakan hal ini. Eksperimen, sebagai alat untuk membantu penarikan kesimpulan sebabakibat, dikembangkan pertama kali untuk mencocokkan tiga kriteria untuk menunjukkan sebab-akibat yang dikemukakan oleh seorang filsuf abad ke-18, David Hume. Tiga kriteria ini terdiri dari pendahuluan sementara dari penyebab atas akibat, kovarians antara penyebab dan akibat, pengeluaran semua penyebab yang mungkin. Jika ketiga kriteria ini bertemu dalam sebuah demonstrasi, maka penyebabnya bisa diasumsikan. Pertama, adanya pendahuluan sementara dari penyebab atas akibat. Adanya pendahuluan sementara berarti harus ada penyebab yang diperkirakan benar yang harus terjadi sebelum adanya akibat dalam suatu

waktu. Kedua, kovarians antara penyebab dan akibat. Ketika penyebab muncul, maka akibatnya juga muncul. Sebaliknya, ketika penyebab tidak muncul, maka akibatnya juga tidak muncul. Oleh karena itu, penyebab dan akibat merupakan kovari, atau berubah bersamaan. Dalam menentukan hal ini, diperlukan lebih banyak informasi atau lebih banyak kondisi dimana akibat mungkin muncul. Selain itu, harus dibuat kondisi perbandingan agar bisa menyimpulkan adanya kovarians antara sebab dan akibat. Ketiga, pengeluaran semua penyebab lain yang mungkin. Dalam eksperimen, peneliti harus mengetahui penyebab lain yang mungkin menimbulkan akibat dan harus menemukan penyebab utama dari munculnya akibat tersebut. Penyebab-penyebab alternatif tersebut harus dikontrol. Prosedur yang membantu untuk menyisihkan penyebab-penyebab alternative dalam eksperimen disebut dengan kontrol eksperimental (experimental control). 2.3 Variabel-Variabel dalam Eksperimen Dalam eksperimen, terdapat dua jenis variabel yang dipakai untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat, yaitu variabel bebas ( independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas (independent variable atau IV) terdiri dari penyebab yang diduga benar dalam eksperimen. Suatu kondisi akan berbeda dari yang lain ketika kondisi-kondisi tersebut berbeda dalam jumlah variabel bebasnya. Variabel bebas sangat bervariasi. Sebagai contohnya, dalam suatu eksperimen, variabel bebasnya ialah identitas kelompok. Dalam satu kondisi, identitas kelompok dibuat lebih banyak (misalnya dengan terlebih dahulu dikondisikan ada diskusi kelompok), sedangkan kondisi lainnya tidak ada usaha untuk menimbulkan identitas kelompok. Jumlah dari variabel bebas yang ada dalam kondisi yang berbeda-beda disebut dengan level dari variabel bebas. Jumlah variabel ini dikontrol oleh peneliti. Sedangkan, variabel terikat (dependent variable atau DV) terdiri dari akibat yang diduga benar dalam eksperimen. Pada variabel terikat ini, partisipan-lah yang mengontrol level dari variabel terikat melalui respon terhadap stimulus berbeda yang diberikan pada mereka. Untuk melaksanakan eksperimen, harus ada kovarians antara variabel bebas dengan variabel terikat. Cara pertama yang digunakan untuk mengetahui

kovarians antara variabel-variabel ini ialah dengan membandingkan antara levellevel dari variabel terikat yang diteliti paling tidak dalam dua kondisi yang berbeda di level-level dari variabel bebas. Dalam cara ini, variabel bebas yang dipakai oleh peneliti hanya satu. Sedangkan, untuk dua atau lebih variabel bebas, cara yang paling tepat yang digunakan ialah interaksi. Sebuah interaksi muncul ketika akibat (variabel terikat) dari dua variabel bebas yang bersamaan berbeda dari akibat dari hanya salah satu variabel bebas tersebut. Sebagai contoh, variabel bebas yang pertama ialah antibiotik sebagai pembunuh bakteri yang mengganggu dan variabel bebas yang kedua ialah alkohol yang menyebabkan euphoria, relaksasi, dan kurangnya koordinasi. Kedua variabel ini dikombinasikan dan ada dua efek yang mungkin terjadi. Kemungkinan pertama, konsumsi antibiotik dan alkohol bersamaan dapat menyebabkan euphoria, relaksasi, kurangnya koordinasi dan sekaligus kurangnya bakteri yang mengganggu. Hasil dari kombinasi ini disebut dengan efek tambahan (additive effects). Kemungkinan kedua, pengkonsumsian dua jenis obat-obatan ini dapat menyebabkan penyakit yang parah bahkan kematian. Pada kemungkinan yang kedua ini, alkohol dan antibiotik berinteraksi sehingga menimbulkan efek yang berbeda dari efek saat alkohol sendirian atau antiobiotik sendirian. 2.4 Kontrol Eksperimen Untuk mempermudah pencarian hubungan sebab-akibat, peneliti harus mengeliminasi semua penyebab alternatif yang mungkin dalam hubungan tersebut. Oleh karena itu, harus ada penyusunan desain eksperimen dan prosedur eksperimen yang baik. Desain eksperimen merupakan perincian dari kondisikondisi atau perincian dari variabel bebas dan variabel terikat, beserta urutan pelaksanaannya. Sedangkan, prosedur eksperimen merupakan pelaksanaan dari desain eksperimen yang meliputi apa yang terjadi pada setiap kondisi, siapa yang berada dalam setiap kondisi dan bagaimana variabel-variabel terikat diukur. Dalam mengetahui dan mengeliminasi penyebab-penyebab alternatif, usaha pengontrolan dilaksanakan terhadap desain dan prosedur eksperimen tersebut. Usaha pengontrolan ini dinamakan kontrol eksperimen yang berarti derajat

ketaatan untuk sebuah kumpulan pedoman dan protokol yang, jika diikuti sepenuhnya, akan menjadikan eksperimen tersebut ideal. Pedoman dan protokol ini bisa dilakukan dengan manipulasi dan isolasi. Manipulasi berarti menyebabkan terbentuknya level dari variabel bebas. Manipulasi bisa juga disebut sebagai penyebab, meningkatkan, menurunkan, memunculkan, menyebabkan kepergian, mengubah atau mengakibatkan. Di sisi lain, isolasi merupakan unsur paling penting untuk menyimpulkan sebab-akibat. Dengan isolasi, peneliti menetapkan kondisi-kondisi yang berbeda hanya terdapat pada level variabel bebas. Jika tidak menggunakan isolasi, faktor-faktor sebab-akibat dalam suatu eksperimen tidak dapat ditetapkan. Hal ini dikarenakan mungkin saja masih ada variabel lain yang merupakan penyebab ataupun akibat. 2.5 Penugasan Acak dalam Eksperimen Penugasan acak merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam eksperimen. Penugasan acak ini ditujukan pada partisipan, menentukan secara acak partisipan mana yang berada dalam kondisi yang mana. Melalui penugasan acak ini, setiap partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk masuk dalam kondisi-kondisi dalam eksperimen. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan daftar nomor acak atau melemparkan koin. Dengan penugasan acak ini, ada kemungkinan tidak perlu dilakukan strategi pengontrolan dan melenyapkan gangguan-gangguan pada eksperimen. Selain itu, kondisi penugasan acak bisa membantu dalam pengisolasian variabel bebas dalam eksperimen dan memberikan kevalidan pada pengujian hubungan sebab-akibat yang dilaksanakan. 2.6 Kontrol Vs. Generalisasi Dalam metode eksperimen, usaha pengontrolan sangat diperlukan dan harus dilaksanakan. Akan tetapi, di balik usaha tersebut, kemampuan untuk menggeneralisasikan hasil yang didapat dari eksperimen tersebut menurun. Generalisasi hasil eksperimen harusnya bisa diberlakukan oleh seluruh manusia

10

jika hasilnya benar karena tujuan dari psikologi ialah untuk memahami perilaku setiap orang, sedangkan strategi kontrol ini menghambat terjadinya tujuan tersebut. Bukan hanya pengontrolan kondisi atau unsur-unsur yang mengganggu, namun prosedur khusus yang digunakan oleh peneliti dan laboratorium dilaksanakannya eksperimen juga dapat membatasi generalisasi dalam penelitian psikologi, terutama psikologi sosial. Penelitian psikologi sosial harus benar-benar didasarkan pada apa yang sebenarnya terjadi dan karenanya hasil penelitian harus mampu digeneralisasikan. Sebaliknya, metode eksperimen kurang bisa dibuat generalisasinya dalam kehidupan nyata bila dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Oleh karena itulah, kurangnya kemampuan menggeneralisasikan hasil merupakan kelemahan dari metode eksperimen dan akhirnya menyebabkan metode ini kurang dipakai dalam penelitian psikologi sosial. 4. Metode Kuasi Eksperimental Istilah kuasi, dalam kuasi-eksperimental, berasal dari bahasa Latin quasi yang berarti menyerupai. Karena itu, desain kuasi eksperimental dapat diartikan sebagai desain yang menyerupai eksperimen, atau lebih dikenal dengan eksperimen semu. Secara umum, desain kuasi-eksperimen sama seperti desain eksperimen dalam hal mencakup perlakuan atau intervensi dan dapat digunakan untuk membandingkan. Bedanya adalah desain kuasi-eksperimen kurang dalam hal kontrol terhadap situasi penelitian, terutama karena tidak adanya penugasan acak (random assignment) subjek penelitian. Namun demikian, desain kuasi-eksperimental adalah alternatif terbaik bagi peneliti yang ingin melakukan eksperimen lapangan, namun tidak memiliki kontrol yang cukup untuk melakukannya. Salah satu kondisi yang seringkali tidak mungkin dilakukan adalah penugasan acak. Contohnya, bila seorang peneliti ingin meneliti tingkat kepatuhan siswa kepada gurunya dalam berbagai kondisi dan perlakuan. Akan ada kelas yang berperan sebagai kelompok kontrol, juga yang lain sebagai kelompok eksperimen. Namun, peserta tidak dapat ditugaskan acak lagi, karena satu kelas adalah kelompok yang sudah paten. Karena keadaan yang tidak memungkinkan ini, maka metode kuasieksperimen dapat digunakan.

11

Kelemahan desain kuasi-eksperimen terutama terlihat pada berbagai ancaman terhadap validitas internal yang sesungguhnya dapat diatasi dengan melakukan eksperimen. Ancaman-ancaman tersebut antara lain (Shaughnessy, 2006): Pengurangan Subjek Dalam suatu penelitian, jumlah partisipan bisa saja berkurang karena berbagai alasan. Misalnya, seorang subjek mengikuti pre-test tetapi sedang berlibur ketika akan menjalani post-test, atau bila subjek memilih untuk berhenti dari penelitian, ataupun bila subjek meninggal. Sejarah Dalam suatu penelitian, sebuah peristiwa yang tidak diantasipasi oleh peneliti bisa terjadi, dan mengubah perilaku partisipan. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi validitas internal, karena bisa saja yang mengubah perilaku partisipan dalam studi sang peneliti bukanlah perlakuan (treatment) yang diberikan, tetapi peristiwa history tersebut. Karena itu, kesimpulan peneliti pun akan dipertanyakan. Instrumen Ancaman ini paling terlihat ketika instrumen yang digunakan untuk menilai partisipan adalah human observer. Apabila yang digunakan untuk menilai partisipan dalam pre-test dan post-test adalah tes yang sama, maka sudah pasti instrumen yang digunakan tidak berubah. Tapi dalam kasus human observer, pengalamannya dalam menilai pre-test bisa saja mengubah caranya dalam menilai post-test. Maturation Pertambahan umur subjek dapat menjadi ancaman bagi validitas internal. Hal ini disebabkan oleh perubahan subjek ketika mereka menjadi bertambah dewasa dalam berbagai aspek, seperti kognitif, biologis, dan sosioemosional. Namun maturation bukan hanya mengacu pada pertambahan umur saja. Perubahan-perubahan dalam diri subjek karena suatu penyakit pun akan sangat mungkin mempengaruhi hasil penelitian. Regresi Ancaman ini terjadi ketika partisipan dipilih berdasarkan skor/performa yang ekstrim rendah ataupun ekstrim tinggi. Suatu performa yang ekstrim rendah

12

ataupun tinggi biasanya bukan disebabkan oleh kemampuan ataupun kualitas subjek, namun oleh keberuntungan/kesialan. Contohnya, seorang peneliti yang ingin meneliti tentang dampak suatu program konseling terhadap tingkat agresivitas anak. Hipotesis yang diajukan adalah program tersebut dapat menurunkan tingkat agresivitas. Partisipan yang dipilih adalah anak-anak yang bermasalah dalam catatan sekolahnya, sebuah geng yang suatu kali pernah terlibat dalam tawuran. Bisa saja, subjek yang dipilih tidak sungguh-sungguh memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Terlibat tawuran sekali tidak berarti agresif, hal ini bisa saja terjadi karena ikut-ikutan dengan teman dari sekolah lain. Karena itu, hasil penelitian yang menunjukkan diragukan. Tes Tes yang sama digunakan dalam pre-test dan post-test dapat menimbulkan ancaman terhadap validitas internal. Hal ini terutama disebabkan oleh kemungkinan bahwa partisipan sudah familiar terhadap tes tersebut, sehingga hasil tes pun menjadi bias. Seleksi Ancaman ini terjadi ketika individu dalam grup kontrol memiliki kualitaskualitas yang jauh berbeda daripada indivu dalam grup eksperimen. Perbedaan perilaku antara subjek kontrol dan eksperimen bisa saja bukan terjadi karena perlakuan dari peneliti, tetapi karena perbedaan kualitas yang mereka miliki tersebut. Karena kelemahan ini tidak dapat diatasi oleh peneliti dalam penelitiannya, maka satu-satunya cara untuk mengeliminasi ancaman-ancaman di atas adalah dengan menganilisis situasi penelitian secara logis dan memaparkannya dalam bentuk argumen. Karena itu, peneliti yang menggunakan desain kuasi-eksperimen harus lebih pandai dalam berargumen untuk meyakinkan pembacanya akan validitas internal eksperimennya. bahwa setelah mengikuti konseling sang anak tidak menunjukkan tanda-tanda agresivitas yang melebihi batas normal, patut

13

Metode kuasi-eksperimental biasa dilaksanakan dengan beberapa desain eksperimen, seperti: 1. Desain Kontrol Grup Non-Ekuivalen Desain kontrol grup non-ekuivalen diperkenalkan oleh Campbell dan Stanley (1966) untuk mengidentifikasi desain kuasi eksperimental yang: (1) memiliki sebuah grup yang seperti grup yang akan diberi perlakuan yang bisa berperan sebagai pembanding, dan (2) ada kesempatan untuk melakukan pre-test dan post-test terhadap tiap individu dalam kedua grup. Grup kontrol disebut sebagai non-ekuivalen karena pemilihan grup kontrol dan eksperimen tidak berdasarkan penugasan acak. Karena tidak adanya penugasan acak, maka suatu untuk memastikan bahwa kedua grup memiliki starting point yang sama, maka perlu diadakan pre-test. Pre-test yang menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan mengindikasikan bahwa grup kontrol dapat berperan sebagai pembanding. Dengan adanya suatu grup pembanding, maka ancaman validitas internal yang berasal dari sejarah, maturation, tes, instrumen, dan regresi dapat dikontrol. Terlebih lagi apabila ketika hasil pre-test kedua grup sama dan hasil post-test kedua grup berbeda, maka peneliti dapat dengan lebih yakin menarik kesimpulan kausal bahwa perlakuan yang diberikan yang berkontribusi terhadap perubahan perilaku grup eksperimen. 2. Desain Interrupted Time-Series Desain interrupted time-series dapat digunakan ketika seorang peneliti dapat mengobservasi perilaku subjek beberapa saat sebelum dan beberapa saat sesudah perlakuan diberikan. Misalnya, peneliti ingin mengetahui apakah suatu kebijakan hukum yang baru dapat berdampak pada tingkat kriminal pengedaran narkoba yang terjadi dalam masyarakat. Untuk meneliti hal ini, peneliti harus mengobservasi tingkat kejahatan masyarakat secara berkala beberapa waktu sebelum dan sesudah kebijakan hukum diberlakukan. Efektivitas kebijakan itu kemudian dapat terlihat ketika terjadi perubahan besar tingkat kejahatan masyarakat sebelum dan sesudah kebijakan diberlakukan. Perubahan yang signifikan antara perilaku sebelum dan sesudah

14

perlakuan diberikan merupakan bukti bahwa perubahan perilaku terjadi karena perlakuan tersebut. Namun demikian, ancaman terhadap validitas internal masih dapat muncul. Ancaman terbesar adalah sejarah, atau pengalaman. Contohnya, ketika ternyata kebijakan hukum diberlakukan bersamaan waktu dengan tertangkapnya bandar besar narkoba di luar neger yang menjadi pemasok utama bagi pengedar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat kriminalitas bukan terjadi karena perlakuan yang diberikan (kebijakan hukum), tetapi karena faktor lain yang tidak terduga. Ada variasi lain dari desain ini, yaitu Time Series with Nonequivalent Group. Pada dasarnya, desain ini memiliki prinsip yang sama. Namun, dalam desain ini hadir suatu grup pembanding yang tidak ekuivalen (tidak melalui penugasan acak). Kedua grup ini kemudian diobservasi beberapa waktu sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Apabila grup eksperimen menunjukkan perubahan signifikan sesudah perlakuan diberikan, namun grup kontrol tidak menunjukkan perubahan apa-apa, maka peneliti bisa lebih yakin dalam menyimpulkan bahwa perubahan tersebut terjadi karena perlakuan yang diberikan. 5. Metode Non Eksperimental Metode non eksperimental adalah metode yang digunakan peneliti ketika tidak perlu ada manupulasi di dalam penelitiannya. Dari metode ini, jelaslah bahwa kesimpulan yang dapat ditarik tidak mungkin berupa hubungan kausalitas, namun dapat bersifat deskriptif ataupun korelasional. Metode inilah yang paling sering digunakan untuk psikologi sosial, terutama karena sifat penelitiannya yang natural, langsung turun ke lapangan. Dalam menggunakan metode ini, terdapat beberapa desain penelitian, seperti observasi dan survei. 5.1 Observasi Observasi adalah kegiatan memperhatikan suatu kejadian. Namun, dalam desain observasi, yang dilakukan peneliti bukan hanya memperhatikan, tetapi dilakukan dengan cara yang sistematis dan objektif dengan penyimpanan data

15

secara hati-hati. Jadi, peneliti akan menyimpan data yang diperolehnya dari hasil observasi untuk kemudian dianalisis. 5.1.1 Sampel Perilaku Sebelum melaksanakan studi observasi, seorang peneliti harus memutuskan kapan, di mana, siapa, dan apa yang harus diobservasi. Dalam kebanyakan studi observasi, seorang peneliti tidak bisa mengobservasi semua perilaku. Mereka hanya mengobservasi perilaku tertentu yang terjadi pada setting, waktu, dan situasi tertentu. Dengan kata lain, peneliti hanya mengambil sampel perilaku. Generalisasi hasil penemuan studi observasi hanya bisa dilakukan pada situasi, waktu, dan populasi yang mirip dengan kondisi dalam studi. Kemampuan hasil studi ini untuk digeneralisasi, atau yang biasa disebut validitas eksternal, dapat ditingkatkan dengan melakukan: Time Sampling Time sampling berarti peneliti memilih interval waktu, baik secara acak ataupun rutin/ berkala, atau keduanya, untuk mengobservasi perilaku. Seorang peneliti bisa memilih interval waktu yang acak, maupun berkala, contohnya observasi tiap sekian hari sekali. Namun, banyak peneliti yang menggabungkan kedua hal ini, jadi observasi dilakukan secara acak dan berkala. Contohnya, perilaku diobservasi pada interval hari yang acak dalam waktu satu bulan, tetapi tiap kali hari observasi, peneliti mengobservasi perilaku tiap-tiap setengah jam. Time sampling cocok digunakan untuk mengobservasi peristiwa yang sudah ada jadwalnya (contoh: kegiatan belajarmengajar di sekolah). Namun demikian, apabila peristiwa yang ingin diobservasi tidak memiliki jadwal, bahkan jarang terjadi, maka peneliti bisa menggunakan event sampling. Dengan teknik ini, peneliti mengobservasi perilaku yang diinginkan di berbagai event. Contohnya, peneliti yang ingin meneliti tentang kegiatan launching produk dapat datang ke tempat promosi dan melakukan observasi tiap ada kegiatan peluncuran produk baru. Situation Sampling

16

Seseorang tidak selalu berperilaku sama bila berada dalam konteks yang berbeda. Karena itu peneliti dapat mengadakan situation sampling, yaitu mengobservasi perilaku seseorang dalam beberapa situasi/konteks yang berbeda. Bila perilaku yang diobservasi muncul dalam berbagai situasi yang berbeda, maka validitas eksternal dari hasil penelitian pun akan tinggi. 5.1.2 Metode-metode Observasi Secara umum, metode observasi dapat dibagi 2, yaitu observasi tanpa intervensi dan observasi dengan intervensi. Observasi tanpa intervensi Observasi dalam setting natural tanpa intervensi dari peneliti biasa disebut naturalistic observation. Tanpa intervensi berarti bahwa peneliti tidak campur tangan dalam situasi yang diobservasi, situasi itu terjadi secara natural dan tidak dikontrol ataupun dimanipulasi oleh peneliti. Validitas eksternal dari observasi naturalistik tinggi, karena tidak ada variabel manipulasi di dalamnya. Selain itu, observasi naturalistik merupakan strategi riset penting, mengingat bahwa beberapa prinsip etis dan moral seringkali bertentangan dengan eksperimen terhadap manusia. Obesarvasi dengan intervensi Berlawanan dengan observasi naturalistik, metode observasi dengan intervensi akan melibatkan peran peneliti dalam situasi yang ingin diobservasi. Ada 2 metode yang digunakan, yaitu: Participant Observation Di dalam participant observation, peneliti memainkan 2 peran, yaitu sebagai observer dan partisipan dalam situasi yang diobservasinya. Dalam menggunakan metode ini, peneliti dapat memilih untuk menyembunyikan identitasnya atau tidak. Biasanya peneliti akan menyamar ketika diperkirakan bahwa perilaku subjek yang diteliti akan berubah apabila subjek tahu bahwa dia sedang diobservasi. Namun demikian, observasi dengan penyamaran seperti ini pun sering terbentur dengan masalah etis, terutama menyangkut privasi dan informed consent. Secara keseluruhan, participant observation memiliki keunggulan, yaitu efektif digunakan

17

untuk mengobservasi perilaku yang biasanya tidak terbuka untuk penelitian ilmiah. Akan tetapi juga terdapat kelemahan, yaitu kemungkinan observer kehilangan objektivitasnya karena berinteraksi dengan subjek yang diobservasi. Observasi Terstruktur Bila situasi yang ingin diobservasi adalah situasi yang jarang terjadi, maka peneliti dapat menggunakan metode observasi tersruktur, di mana peneliti akan menciptakan situasi tersebut dan mengobservasi respon subjek. Contohnya, seorang peneliti yang ingin mengobservasi tindakan prososial pejalan kaki di daerah X dengan sengaja membawa sekeranjang penuh jeruk yang kemudian dijatuhkan. Dalam kasus ini, peneliti berusaha menciptakan situasi yang berfungsi sebagai stimulus untuk memunculkan pilihan menolong atau tidak bagi subjek yang diobervasi. 5.2. Survei Metode survei adalah metode yang paling banyak dipakai dalam penelitian korelasi. Berbeda dengan metode observasi, dari metode survei peneliti dapat memperoleh banyak informasi mengenai pemikiran, pendapat, dan perasaan subjek yang diteliti. Metode yang bersifat self-report ini menyediakan informasi yang kaya untuk digali, namun banyak dipengaruhi bias. Cakupan dan tujuan survei dapat bersifat spesifik maupun global, sehingga metode ini memiliki nilai guna yang sangat tinggi. Survei yang dilakukan dalam cakupan spesifik, atau berdasarkan bidang ilmu, maupun dalam cakupan global, atau yang bersifat multidisiplin. Survei dapat pula dilakukan dengan tujuan spesifik, mengacu pada satu topik khusus, maupun global. Ciri utama metode ini adalah penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid, seorang peneliti harus memperhatikan kalimat dan urutannya dalam melaksanakan survei. Ketika melakukan survei terhadap banyak subjek, kalimat dan urutan pertanyaan sebaiknya jangan diubah, agar jangan mempengaruhi hasil penilitian yang diperoleh. Selain itu, jawaban sampel terhadap pertanyaanpetanyaan yang sama yang diberikan oleh peneliti dapat menggambarkan sikap

18

(attitude) yang dimiliki oleh populasi tersebut, yang kemudian dapat dibandingkan dengan populasi lainnya ataupun untuk dilihat perubahannya di kemudian hari. Metode survei terbagi 4, yaitu: Mail Survey Media survei yang digunakan dalam metode ini adalah melalui surat, baik konvensional maupun elektronik. Metode ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain metode ini mudah dilakukan, jawaban subjek mudah dikuantifikasi, dan absennya interviewer bias, karena subjek tidak bertatap muka dengan pewawancara. Namun demikian, terdapat pula beberapa kelemahan dari metode ini, seperti kemungkinan terjadinya response bias, yaitu subjek gagal melengkapi survei. Selain itu, dengan menggunakan mail survey, subjek tidak dapat bertanya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas baginya. Personal Interview Personal interview adalah metode wawancara face to face. Pewawancara bertemu dengan subjek secara langsung dan memberikan pertanyaan. Kelebihan metode ini adalah pelaksanaan survei lebih bisa dikontrol, di mana si subjek memiliki kesempatan untuk bertanya apabila ada yang dia kurang mengerti, dan di sisi lain pewawancara juga memiliki kesempatan untuk menggali informasi lebih dalam dari subjek. Response bias tidak berlaku dalam metode ini. Akan tetapi, terdapat interviewer bias, di mana pewawancara bisa saja hanya merekam bagian-bagian tertentu dari wawancara dan bisa mempengaruhi subjek untuk memberikan jawaban yang diinginkannya. Selain itu, metode ini tergolong mahal, karena untuk menghapus interviewer bias, peneliti harus menyewa seorang pewawancara yang telah terlatih dan kredibel. Telephone Interview Metode ini menggunakan media telepon sebagai alat komunikasi antara subjek dan pewawancara. Menggunakan media telepon mendatangkan banyak keuntungan bagi peneliti, contohnya wawancara dapat dilakukan dengan cepat dan tidak terbatas lokasi. Akan tetapi, akan sulit bagi pewawancara untuk

19

menjangkau subjek yang tidak memiliki telepon ataupun subjek yang terlalu sibuk untuk menerima telepon. Selain itu, metode ini pun memungkinkan jawaban yang tidak akurat dari subjek, karena kurangnya konsentrasi subjek terhadap arahan pewawancara di telepon. Interviewer bias dalam metode ini pun kemungkinan besar hadir. Internet Survey Metode ini menggunakan internet sebagai media survei. Menggunakan internet yang tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja, metode ini dapat mengumpulkan respon dari banyak subjek dari berbagai belahan dunia sehingga merupakan metode yang paling cocok untuk penelitian cross-culture. Selain itu, metode ini unggul dalam efisiensi waktu, karena menggunakan komputer, juga murah karena hanya bermodalkan komputer dan internet. Akan tetapi, terdapat batasan-batasan dalam metode ini, seperti resoponse bias, selection bias, yaitu terbatasnya sampel berdasarkan akses teknologi, juga kurangnya kontrol terhadap lingkungan penelitian. 6. Penutup Di atas adalah pemaparan penulis mengenai metode-metode penelitian yang dilakukan dalam riset ilmiah, khususnya dalam bidang psikologi. Sesungguhnya, metode ini dapat diterapkan dalam penelitian bidang ilmu yang lain, namun penulis memberi contoh lebih spesifik, terutama dalam bidang Psikologi Sosial. Metode ilmiah adalah pembahasan yang bersifat prinsipil, sehingga tidak sulit untuk menerapkannya dalam bidang lainnya. Isi makalah yang diajukan sudah tentu tidak memadai untuk menjelaskan metode penelitian secara lebih terperinci. Namun demikian, besar harapan penulis bahwa pembaca dapat memperoleh gambaran besar mengenai topik makalah ini, yaitu metode riset. References:
Breakwell, G.M. 2004. Doing Social Psychology Research. UK: British Psychological Society. Shaughnessy, J.J. 2006. Research Method in Psychology. New York: McGraw Hill.

20

21

You might also like