You are on page 1of 15

TUGAS MAKALAH HIPERTERMIA PADA STROKE

Oleh : Eudensia.a.w.guru S.Ked Fertica doures N R .S.ked Moh badrus sholeh S.Ked 06700099 08700008 08700065

Pembimbing Dr. UTOYO SUNARYO Sp. S

SMF ILMU SYARAF RSUD Dr. MOH SALEH PROBOLINGGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNYA, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah berjudul HIPERTERMIA PADA STROKE. Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi kepanitraan klinik dibagian klinik dibagian ilmu penyakit syaraf. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing kami, Dr UTOYO SUNARYO.Sp.S yang telah dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat kepada kami dalam kepanitraan klinik ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun tugas makalah ini. Akhir kata, kami meyadari bahwa tugas makalah ini sangat jauh dari sempurna. Dan kami membuka diri atas kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas makalah ini. Semoga tugas makalah ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan kita.

Probolinggo, November 2012

DAFTAR ISI

http://eprints.uns.ac.id/176/1/166060109201010431.pdf

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Stroke merupakan salah satu penyakit serebrovaskuler yang mengacu pada setiap gangguan neurologi ( nyeri kepala, menurunnya kesadaran, kejang, hemiparese, hipertermi dll ), yang di sebabkan karena kurang bahkan terhentinya aliran darah ke otak. Penyakit ini bisa mengakibatkan gejala sisa mulai derajat sedang sampai berat, dan gejala sisa ini akan berdampak terhadap pekerjan orang tersebut yang akhirnya juga akan menjadi faktor penghambat dalam pembangunan. Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak menarik perhatian, bahkan di pusat pelayanan neurologi di Indonesia, jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari seluruh penderita rawat inap (Harsono,2005). Dilihat dari kelompok umur, di Indonesia, penderita stroke tersebut terbanyak pada kelompok umur yang produktif. Apabila mortalitas dan cacat yang terjadi dapat diatasi maka penderita stroke yang produktif tersebut masih dapatmeneruskan kariernya untuk mendapatkan penghasilan dalam menghidupi keluarganya, menyumbangkan pikiran dan darma baktinya kepada nusa dan bangsa. Dengan penanganan stroke yang baik, cepat dan tepat, berarti dapat mengatasi berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dalam masyarakta Indonesia (Lamsudin, 1998). Sedangkan dalam era pembangunan di segala bidang, pemerintah dituntut sosok manusia yang sehat jasmani ataupun rohani. Kecacatan (disabilitas, invaliditas) akibat penyakit stroke yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama baik di negara maju maupun di negara berkembang.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit.Lamsudin, 1998). Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia,yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak . Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Bila dapat diselamatkan,kadang-kadang penderita mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya. Beberapa tahun belakangan ini makin populer istilah serangan otak stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. Emboli bisa berupa kolesterol atau udara.Strok dibagi menjadi dua jenis yaitu strok iskemik maupun stroke hemorragik . Pada strok iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami strok jenis ini. Pada strok hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus strok hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

B.

ANATOMI FISIOLOGI

Anatomi Otak dan Peredaran darah Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu : a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan sulkus sentralis. b. c. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi olek karaco oksipitalis. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis. d. Lobus Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian : Korteks Frontalis Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter. Korteks Parietalis Mempunyai peranan utama pada kegiatan memproses dan mengintergrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya. Lobus Temporalis Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. Korteks pendengaran primer berfungsi sebagai penerima suara. Korteks asosiasi pendengaran penting untuk memahami bahasa ucap, dan lesi daerah ini (terutama pada sisi dominan) dapat mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa serta sulit mengulang kata-kata. Lobus oksipitalis Mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Salah satu ciri khas otak mengendalikan sensorik dan motorik yaitu bahwa setiap hemisfer otak terutama mengurus sisi tubuh kontra lateral. ( Prince, Sylvia Anderson, 1995 :922-923) Sirkulasi Peredaran Darah Otak Otak memperoleh darah dari dua pembuluh darah besar : karotis atau sirkulasi anterior dan vertebra atau sirkulasi posterior. Masing-masing sistem terlepas dari arkus aorta sebagai pasangan pembuluh : karotis komunis kanan dan kiri dan vetebra kanan dan kiri. Masing-masing karotis membentuk bifurkasi untuk membentuk arteri karotis interna dan eksterna. Arteri vetebra berawal dari arteri subklavia. Vetebra bergabung membentuk

arteri basiler, dan selanjutnya memecah untuk membentuk kedua arteri serebral posterior yang mensuplai permukaan otak inferior dan mediana juga bagaian lateral lobus oksipital.

Fisiologi Otak Sistem karotis terutama melayani hemisfer otak dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh 3 faktor. Dua yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri kapiler ke sistem vena dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). Dari faktor pertama, yang penting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah dan lain-lain) dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50 150 mmHg. Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga diantaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam ( pH rendah ), menyebabkan vasodilatasi, sebaiknya bila tekanan parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi

vasokontriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis dan aliran darah lambat, akibat ADO yang menurun. .( Harsono, 1996 : 82-83) Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena trombus atau embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak. Kekurangan selama satu menit dapat mengarah pada gajal-gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama dapat menyebabkan nekrosisi mikroskopis neuron-neuron. Area nekrotik kemudian disebut infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia umum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena proses anemia atau kesukaran bernafas. Jika neuron hanya mengalami iskemik dan belum mengalami terjadi nekrosis masih ada peluang untuk menyelamatkannya. Aterosklerosis dan arteriorsklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara : penyempitan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombus atau perdarahan aterom, terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli menyebabkan dinding pembuluh darah menjdai lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek, pecahnya pembuluh darah inilah yang menyebabkan terjadinya stroke ( Harsono ; 1996 : 87 ).

C. PENGATURAN SUHU TUBUH Suhu tubuh umumnya berkisar antara 36,5 C sampai 37,5 C. Demam (hipertemi) bila suhu > 37,2 0 C. Walaupun tidak ada batasan yang tegas, beberapa literature mengatakan bahwa apabila terdapat variasi suhu tubuh harian yang lebih 1-1,50 C adalah abnormal. Suhu tubuh dapat diukur melalui rektal, oral atau aksila, dengan perbedaan kurang lebih 0,5- 0,60 C, serta suhu rektal biasanya lebih tinggi. Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai pusat pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu nilai yang sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point. Peningkatan suhu tubuh secara abnormal dapat terjadi dalam bentuk hipertermi dan demam. Pada hipertermi, mekanisme pengaturan suhu gagal, sehingga produksi panas melebihi pengeluaran panas. Sebaliknya, pada demam hypothalamic thermal set point meningkat dan mekanisme pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu tertentu yang baru. Tingginya peningkatan suhu tubuh tidak dapat dipakai untuk membedakan hipertermi dengan demam. D. MEKANISME TERJADINYA DEMAM Castillo, et al (1998) melaporkan bahwa hipertermia pada stroke akut, 58% disebabkan oleh infeksi, 42% disebabkan oleh nekrosis jaringan atau oleh perubahan mekanisme termoregulasi yang terjadi jika lesi mengenai daerah anterior hipotalamus. Dapat juga disebabkan oleh keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peninggian temperatur. Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya progesterone. Pirogen eksogen bekerja pada fagosit untuk menghasilkan IL-1, suatu polipetida yang juga dikenal sebagai pirogen endogen. IL-1 mempunyai efek luas dalam tubuh. Zat ini memasuki otak

dan bekerja langsung pada area preoptika hipotalamus. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis PGE-2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia/ demam.

Secara skematis mekanisme terjadinya demam dapat digambarkan sebagai berikut :


Infectious agents Toxins Mediator of inflammation

FEVER

Monocytes/macrophages Endothelial cells Other cell types

Heat Conservation Heat Production

Pyrogenic cytokines IL-1, TNF, IL-6, IFNs

Elevated Thermoregulatory Set point

Anterior hypothalamus

PGE-2

Dikutip dari Gelfand JA, Dinarello CA: Alteration in Body Temperature, 1998. E. SUHU TUBUH DAN METABOLISME Reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan menimbulkan peningkatan metabolic,hemodynamic dan hormonal respon. Peningkatan pengeluaran hormone katabolic (stress hormone)yang dimaksud adalah katekolamin,glucagon,dan kortisol. Ketiga hormone ini bekerja secara sinergistik dalam proses glukoneogenesis dalam hati terutama berasal dari asam

aminoyang pada akhirnya menaikan kadar glukosa darah ( hiperglikemia). Faktor lain yang menambah pengeluaran hormone katabolic utamanya katekolamin adalah dilepaskannya pirogen dapat merubah respon hiperkatabolisme dan juga merangsang timbulnya panas.

F. SUHU TUBUH DAN SIRKULASI SEREBRAL Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah meningkatkan permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara partial maupun komplit dalam terjadinya edema serebral. Selain itu hipertermia meningkatkan metabolisme sehingga terjadi lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron (neuronal injury) dan menambah adanya edema serebral. Edema serebral (ADO Regional kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi tekanan perfusi otak dan menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana kita ketahui edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah otak akan menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema serebral dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat yang cukup tinggi, maka aliran darah otak dapat bertambah. Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena terdapatnya pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin nekrotik (daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja yang tidak dapat diselamatkan lagi / nekrotik. Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong daerah perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik akan meluas, sehingga lesi irreversible mencakup juga daerah yang sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya berkorelasi dengan cacat fungsional yang menetap, sehingga dengan mencegah atau mengobati hipertermia pada fase akut stroke berarti kita dapat mengurangi ukuran infark dan edema serebral yang berarti kita dapat memperbaiki kesembuhan fungsional.

G. PENGARUH SUHU TUBUH TERHADAP STROKE Beberapa masalah bisa terjadi setelah serangan stroke. Diantaranya penurunan kesadaran, memburuknya keadaan umum, penyakit sistemik lain yang sudah terjadi sebelumnya, demam dan infeksi, dan lain-lain. Suhu yang meningkat harus dicegah,misalnya dengan obat antipiretik atau kompres. Penyebab suhu yang meningkat harus dicari dan diobati, dan harus diturunkan. Data klinik mengenai manfaat hipotermi atau antipiretik dalam menangani stroke belum memadai. Namun studi ekperimental melaporkan bahwa menurunkan suhu badan mengurangi ukuran infark. Dari studi hewan percobaan tikus diketahui bahwa pendinginan dapat melindungi otak pada stroke akut. Pendinginan dapat menghambat pelepasan glutamate di otak. Pendinginan dapat mengurangi ukuran infark 50-60% dan mengurangi kematian jaringan sebanyak 75-100%. Laporan pendahuluan menunjukan bahwa penurunan sedikit saja, misalnya 2-3 derajat celcius, sampai tingkat 33 derajat celcius atau 34 derajat celcius member perlindungan terhadap otak. Lagipula pembentukan oksigen free radikal meningkat pada keadaan hipertermi. Hipotermi ringan sampai sedang mempunyai efek baik, selama kurung waktu 2-3 jam sejak stroke terjadi, dengan memperlebar jendela kesempatan untuk pemberian obat terapi. Akibat buruk hipotermi ( suhu tinggi ) pada otak yang iskemik : 1. Meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitotoxic 2. Meningkatkan produksi oksigen free radikal 3. Memperluas rusaknya sawar darah otak 4. Meningkatkan depolarisasi pasca iskemik yang dapat memperburuk keadaan di penumbra iskemik 5. Mengganggu pemulihan metabolism energy dan meningkatkan hambatan proteinkinase 6. Memperburuk sitoskeleton proteolisis 7. Meningkatkan asidosis laktat

You might also like