You are on page 1of 135

115

KHUSUS
1. HIPEREMESIS GRAVIDARUM dr. H.B. Hafied, dr. H.M.M. Palisuri, SpOG BATASAN : Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan, sehingga mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidarasi, terdapat aseton dalam urin, bukan karena penyakit seperti apendisitis, pielitits dsb.(1) ETIOLOGI : Tidak jelas(2) KLASIFIKASI : (2,3,4) Secara klinis dibedakan atas 3 tingkat 1. Tingkat I : muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu dan terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 x/menit dan tekanan darah sistole menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, urine masih normal. 2. Tingkat II : Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan , haus hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih 100 - 140 x/menit, tekanan darah sistole lebih rendah 80 mm Hg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus (+), aseton (+), bilirubin (+), berar badan turun cepat. 3. Tingkat III : Gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, ikterus (+), sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin (+), proteinuria.

116 DIAGNOSIS : (2,3) 1. Amenorea yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu, haus hebat. 2. Fungsi vital : nadi meningkat 100 x/menit, tekanan darah turun pada keadaan berat subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma), 3. Fisis : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan turun. VT porsio lunak, uterus besar sesuai besarnya kehamilan. 4. Laboratorium : kenaikan relatif Hb dan Hm, shift to the left, benda keton (+) dan proteinuria. PENATALAKSANAAN : (2,3) 1. Rawat di Rumah Sakit, batasi pengunjung. 2. Stop per oral 24 - 48 jam 3. Infus glukosa 10 % atau 5 % : RL = 2 : 1, 40 tetes per /menit 4. Vitamin B1, B2, B6 masing-masing 50 - 100 mg per/hari/infus Vitamin B12 200 mcg/hari/infus, vit. C 200mg/hari/infus. Phenobarbital 30 mg im 2 - 3 x/hari ATAU Chlorpromasime 25 - 50 mg/hari im ATAU Diazepam 5 mg 2 - 3 x/hari im. Antiemetik : Prometazine (Avopreg) 2-3 x 25 mg/hari p.o, ATAU Prochlorperazine (Stimetil) 3x3 mg/hari p.o, ATAU Mediamer B6 3x1/hari p.o. Antasida : Acidrine 3x1 tab/hari p.o ATAU Mylanta 3x1 tab/hari p.o ATAU Magnam 3x1 tab/hari p.o 5. Diet : a. Diet Hiperemsis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat-zat gizi, kecuali vitamin c, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari. b. Diet Hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang, Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.

117 c. Diet Hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium.

2. ABORTUS dr. Rudianto HP, dr. Retno B. Farid, SpOG BATASAN: Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (1,2,3,4) Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang 20 minggu. Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri. Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri. Abortus membakat adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Missed abortion adalah abortus dimana embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali berturut-turut atau lebih.1 Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia . Abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau toksin kedalam peredaran darah atau peritoneum.(2) KLASIFIKASI : I. Menurut terjadinya dibedakan atas : (1,5,6) 1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja.

118 2. Abortus provokatus (induksi abortus) hanya dibolehkan bila bertujuan menjaga kesehatan fisik, mental serta kehidupan ibu hamil.(7) Abortus yang disengaja ini dapat bersifat murni medisinalis, tetapi dapat pula bersifat medisinalis kriminalis tergantung dari pelaku abortusnya yang dibedakan antara : a. Abortus provokatus medisinalis ( terapeutik ) yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis. b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan tanpa indikasi medis. II. Menurut gambaran klinis, dibedakan atas : (1,2,3,4,5,6) 1. Abortus membakat 2. Abortus insipiens 3. Abortus inkomplit 4. Abortus komplit 5. Missed abortion Disamping itu dikenal pula abortus habitualis, abortus infeksiosa dan abortus septik. ETIOLOGI : (2,4,6) 1. Kelainan telur (ovum yang patologik ) 2. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi 3. Kelainan pada plasenta 4. Kelainan traktus genitalis 5. Penyakit ibu. DIAGNOSIS : (1,2) 1. Adanya amenore pada masa reproduksi dengan hasil tes kehamilan positif/pernah positif 2. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai jaringan hasil konsepsi 3. Rasa sakit atau keram perut pada daerah atas simfisis. PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1) 1. Pemeriksaan USG 2. Pemeriksaan laboratorium : tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan kadar fibrinogen pada missed abortion , pemeriksaan lain yang diperlukan untuk melacak abortus habiatualis seperti HSG, Toksoplasmosis, GDS, hormonal.

119

PENATALAKSANAAN : Penatalaksanaan abortus tergantung dari jenis abortusnya : Diagnosis 1. Abortus membakat Gejala klinis Amenore Tanda -tanda hamil muda Perdarahan pervaginam sedikit Nyeri/mules Ostium uteri internum tertutup USG : kantung gestasi utuh Penatalaksanaan Tirah baring minimal 2X24 jam Fenobarbital 3X30 mg/hari kalau perlu

2. Abortus insipiens

Perdarahan pervaginam Nyeri/mules lebih sering/kuat Ostium uteri terbuka, ketuban menonjol Hasil konsepsi masih utuh dalam uterus

Kehamilan 12 minggu bila diterapi sesuai abortus komplit,bila inkomplit di terapi sesuai ab.inkomplit. Kehamilan < 12 minggu bila komplit diterapi sesuai abortus komplit, bila inkomplit diterapi sesuai ab. Inkomplit Perbaiki keadaan umum Kosongkan uterus dengan kuret Amoxycillin 3X500mg/oral / hari 5 - 7 hari/oral Metyhl ergometrin 3X1/oral /hari 5 hari Hematinik Methyl ergometrin 3X1/hari Hematinik

3. Abortus inkomplit

Perdarahan pervaginam banyak Nyeri, kadang disertai syok Ostium uteri terbuka USG : kantung gestasi tidak utuh ,sisa hasil konsepsi

4. Abortus komplit

Perdarahan pervaginam sedikit Hasil konsepsi sudah keluar Uterus kecil Ostium uteri tertutup

5. Missed abortion

Perdarahan Keluhan kehamilan hilang Tinggi fundus uteri menetap, bahkan mengecil Tes kehamilan ( - ) Kadang disertai fluor warna coklat USG : janin mati

Periksa CT,BT, Trombosit, Fibrinogen,Hb dan leukosit normal, transfusi darah Dilatasi serviks Bila kehamilan 12 minggu lakukan kuret Bila kehamilan > 12 minggu diberikan tetesan Oksitosin 20 -30u dalam 500cc Dextrose 5% mulai 20 tetes/menit bila tidak timbul

120 kontraksi uterus, dosis dinaikkan 10 u tiap 30 menit tanpa mengubah kecepatan tetesan sampai timbul kontraksi uterus dan ini dipertahankan, dosis tertinggi 140 u Bila dengan dosis tersebut tidak berhasil,diulangi lagi setelah istirahat 24 - 48 jam. (7) 6. Abortus habitualis Abortus yang terjadi 3 kali berturut-turut atau lebih Pada inkompetensi serviks dapat dilakukan operasi menurut Shirodkar atau Mac Donald.(2) Terapi dengan hormon progesteron,tiroid bila kekurangan hormon ini.(2) Toksoplasmosis diterapi dgn Spiramisin 50 - 100 mg/kgBB/hari.
(8)

7. Abortus infeksiosa

Diabetes melitus ( lihat penatalaksanaan DM dalam kehamilan) Adanya tanda-tanda infeksi Procaine PenicillineG 1 juta genitalia seperti panas, unit /6 jam im takikardia, perdarahan Streptomycin 0,5 gr/12jam IM pervaginam yang berbau, uterus Bila tidak syok,kuret 24 jam besar lunak, nyeri tekan dan kemudian leukositosis Bila syok/perdarahan (N>120X/menit),infus RL, transfusi darah dilanjutkan kuret Bila ada tanda-tanda resistensi PP,dilakukan biakan darah dan tes kepekaan Gejala seperti abortus infeksiosa hanya lebih berat, demam lebih tinggi, peritonitis, nadi lebih cepat, tensi lebih rendah bahkan sampai syok Periksa biakan darah dan tes kepekaan Procaine PenicillineG 10 juta unit/6 jam im Streptomycin 0,5 gr/12jam IM Metronidazol 0,5gr/infus dilanjutkan 1 gr/oral, kemudian 3 X 0,5 gr/oral/hari ( 5 hari ) Bila perdarahan terus, segera kuret Bila tidak berdarah,kuret 6 jam setelah pemberian obat Dilakukan histerektomi total bila

8. Abortus septik

121 gagal kuret, infeksi oleh Cl. Welchii, ada tanda- tanda perforasi uterus, kerusakan alat abdomen. (9) Abortus septik dengan syok lihat penatalaksanaan septik syok. PERAWATAN RUMAH SAKIT : Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM (10) Umumnya setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang kerumah. Kecuali bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi. Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase keluarga terdekat pasien menanda tangani surat persetujuan tindakan.(1) PENYULIT : (1,2,6) 1. Anemia:Biasanya anemia post hemoragi,diatasi dengan transfusi darah bila Hb < 8 gr% 2. Infeksi :Kasus abortus yang datang dalam keadaan infeksi harus mendapat perlindungan antibiotik dulu sebelum dikuret 3. Perforasi : Untuk mencegahnya: pemberian uterotonik, sondase uterus, kuretase secara sistimatis dan lege artis 4. Syok LAMA PERAWATAN : Setelah kuretase pasien tidak perlu dirawat, kecuali bila ada komplikasi. (1)

3. KEHAMILAN EKTOPIK
dr. Helida Abbas, dr. IMS. Murah Manoe, SpOG

BATASAN : Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang telah dibuahi tidak berinplantasi ditempat yang biasa, tetapi berinplantasi diluar endometrium kavum uteri
(1)

. Bila Kehamilan

Ektopik tersebut berakhir dengan abortus atau ruptur disebut Kehamilan Ektopik Terganggu (2) ETIOLOGI : (3)

122 Kerusakan tuba dapat disebabkan : LOKASI : (1,2) DIAGNOSIS : Kehamilan tuba (95% - 98% dari seluruh Kehamilan ektopik). Kehamilan ovarium Kehamilan intraligamenter Kehamilan abdominal Kehamilan ektopik pada uterus Inflamasi Infeksi Pembedahan

1. Anamnesis dan gejala klinis. Trias klasik Kehamilan ektopik yaitu : Terlambat haid (amenore) Nyeri perut suprapubik Perdarahan pervaginam berupa bercak. Tes kehamilan positif (+) membantu diagnosis. Nyeri bisa dirasakan bilateral atau unilateral atau hanya perut bagian bawah. Berat ringannya nyeri tergantung pada jumlah darah yang terkumpul dalam peritonium. Ditemukan nyeri ketok, mungkin ringan atau berat bahkan mungkin ditemukan nyeri bahu menunjukkan bahwa perdarahan peritonium telah mengiritasi diafragma (1, 2,4). 2. Pemeriksaan fisis . Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor didaerah adneksa Adanya tanda-tanda syok hipovolemik yaitu, hipotensi, takikardi, pucat dan ekstremitas dingin. Adanya tanda-tanda abdomen akut yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen. Pemeriksaan ginekologis

123 Pemeriksaan dengan spekulum : ada fluksus sedikit. Pemeriksaan dalam : Serviks teraba lunak Nyeri goyang serviks (+) Kanan/kiri uterus : Nyeri pada perabaan dan dapat teraba massa tumor Kavum douglasi bisa menonjol, nyeri tekan (+). 3. Pemeriksaan penunjang Labotratorium : Hb, leukosit dan HCG USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri - Adanya kantung kehamilan diluar kavum uteri. - Adanya massa komplek dirongga panggul Kuldosentesis untuk mengetahui adanya daerah dalam kavum douglas. Laparoskopi diagnosis.

DIAGNOSIS BANDING : ( 1,2,4) Radang panggul Kista ovarium pecah dan mengalami perdarahan Torsi kista ovarium Abortus iminens Endometriosis Apendisitis

Konsultasi bila perlu ke bagian bedah. PENATA LAKSANAAN : (1,2,3) Perbaiki keadaan umum Kehamilan ektopik dengan gejala klinis jelas + pemeriksaan penunjang (+) siapkan laparotomi Curiga Keamilan ektopik, dilakukan observasi dan USG, bila (+) laparoskopi . Hasil laparoskopi, bukan hamil ektopik konservatif.

124 Bila laparoskopi Kehamilan ektopik laparotomi/tindakan sesuai tempat kejadian Laparotomi bila , Kehamilan tuba, lakukan salpingektomi Kehamilan ovarium, lakukan ovarial kistektomi Kehamilan abdominal, keluarkan anak saja dan plasenta di tinggalkan. Kehamilan serviks, lakukan kuret, tampon atau ligasi arteri hipogastrika, bila anak cukup histerektomi total.

125 SKEMA PENATALAKSANAAN KEHAMILAN EKTOPIK

CURIGA KEHAMILAN EKTOPIK

Gejala Klinis Amenore Nyeri abdomen suprapubik Perdarahan bercak

Lab. Hb. Hm. Leuko.gol darah Tes kehamilan USG Laparoskopi

Tidak jelas Gejala klinis

Observasi GK & USG

Laparotomi tindakan Sesuai tempat kejadian

Kehamilan Kehamilanektopik ektopik

Laparoskopi Bukan hamil ektopik

TUBA

OVARIUM

ABDOMINAL/ Hamil lanjut Hamil muda

Konservatif SERVIKS

Interstisial kornu

Tuba kontra lateral

Lekat dengan tuba

Tidak lekat dengan tuba

Tidak baik

Baik

Tuba kontra lateral

Keluarkan anak saja tinggalkan plasenta Reseksi baji ooforektomi

Anak cukup tidak mau anak

mau anak

Anak cukup tidak mau anak

Anak tidak ada

Salpingektomi dg ovarial kistektomi

Histerekto mi

Reseksi kornu histerektomi

Masih mau anak

Anak tidak ada

mau anak

tidak mau anak Tubektom i

Kuret+tampon ligasi A hipogastrika

Slpingektomi Bilateral

Slpingektomi Unilateral

Tuba dibiarkan

Salpingostomi Slpingektomi parsial

Salpingostomi Slpingektomi Unilateral

126 4. MOLAHIDATIDOSA dr.Efendi Lukas, dr.H.A.Arifuddin Djuanna, SpOG BATASAN : Molahidatidosa adalah penyakit yang berasal dari kelainan pertumbuhan trofoblas plasenta atau calon plasenta dan disertai dengan degenerasi kistik villi dan perubahan hidropik(1,2). PATOFISIOLOGI : Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas. Pertama teori missed abortion : Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Kedua teori neoplasma dari Park yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematia mudigah3. GEJALA KLINIK : (1,2,3) Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan. Perdarahan ini bisa intermitten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Hiperemesis gravidarum Tanda-tanda preeklampsia pada trimester I Tanda-tanda tirotoksikosis Kista lutein unilateral/bilateral Umumnya uterus lebih besar dari usia kehamilan Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan anak, balotemen negatif kecuali pada mola parsial

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1,2,3)

127 Foto toraks Pemeriksaan hCG urin atau serum Ultrasonografi Uji sonde menurut Hanifa. Sonde masuk tanpa tahanan dan dapat diputar 360 dengan deviasi sonde kurang dari 10 T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis

PENANGANAN : Terapi mola hidatidosa terdiri dari 3 tahap yaitu :


1.

Perbaikan keadaan umum(4,5) Koreksi dehidrasi Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr%) Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan protokol penanganan di Bagian OBSGIN FK.UNHAS Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis dikonsulkan ke Bagian Penyakit Dalam

2.

Pengeluaran jaringan mola Dengan cara :

A. Kuretase (3,5) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar hCG serta foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian Sebelum kuretase terlebih dahu;u siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan OxytocinS 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5% Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi

B.

Histerektomi (1,2,6)

128
3.

Umur 35 tahun Anak hidup 3 orang

Pemeriksaan tindak lanjut(1,3) Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun Selama pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat penderita datang kontrol Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan kadar -hCG normal 3 kali berturut-turut Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG normal selama 6 kali berturut-turut Bila telah terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisk, dan foto toraks setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi Bila selama masa observasi kadar -hCG tetap atau bahkan meningkat dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi atau pada pemeriksaan klinis, foto toraks ditemukan adanya metastasis maka penderita harus

KOMPLIKASI : (1,2) Perdarahan hebat Anemia Syok Infeksi Perforasi uterus Keganasan (PTG)

LAMA PERAWATAN : Bila tidak ada komplikasi yang berat maka lama perawatan kurang lebih 7 hari

129
SKEMA PENATALAKSANAAN MOLA HIDATIDOSA
MOLA HIDATIDOSA

PERBAIKI KEADAAN UMUM

PENGELUARAN JARINGAN MOLA

PEMERIKSAAN TINDAK LANJUT

HISTEREKTOMI BILA : UMUR 35 THN ANAK HIDUP 3

* KURET I & II

PAKAI KB PIL, KONDOM TUBEKTOMI PERIKSA KADAR -hCG TIAP MINGGU

REMISI SPONTAN BILA : KADAR -hCG NORMAL 3 x BERTURUT-TURUT

KADAR -hCG MENETAP/MENINGGI

EVALUASI METASTASIS & TERAPI SEBAGAI PTG

Keterangan : * sebelum kuret periksa - foto toraks - kadar -hcg - darah rutin * kecuali bila terjadi perdarahan maka pemeriksaan foto toraks dan kadar -hcg dilakukan setelah kuret

130 5. ASFIKSIA INTRAUTERIN dr. Setia Budi, dr. Ny. IMS. Murah M., SpOG BATASAN : Asfiksia intrauterina adalah keadaan kekurangan oksigen dan adanya penimbunan karbon-dioksida yang menyebabkan asidosis intrauterina akibat gangguan pertukaran gas melalui plasenta dan jika beban tersebut lama, berat dan nyata sehingga terjadi kegagalan mekanisme kompensasi, maka gejala asfiksia tampak jelas.(1,2) Asfiksia atau hipoksia biasanya ditimbulkan oleh 3 mekanisme : (2) 1. Menurunnya aliran darah uteroplasenter 2. Menurunnya oksigenasi ibu 3. Menurunnya aliran darah umbilikus KLASIFIKASI(1) Akut : Klinis : ETIOLOGI (2) Akut : Ibu : Hipotensi (misalnya Supine hypotensive syndrome) Hipoksia atau hiperkarbia (misalnya maternal aspiration syndrome) Gangguan pernafasan (shock-lung, bronchospasm) Hipertensi pada kehamilan Syok (hemorrhagic, cardiac, septic) Sickle cell crisis Berupa episode hipoksemia sementara yang tidak disertai asidosis

Uterus : Hipertonik atau polysystole Pemberian oksitosin yang berlebih Ruptur uteri

Plasenta

131 Fetus : Payah jantung (hydrops fetalis, tachyarrhythmia, myocarditis) Kelainan kongenital Perdarahan Iso immunozation Solusio plasenta plasenta previa Premature placental aging

Tali pusat : Prolaps Ruptur vasa previa Terjepit atau tali pusat pendek Tali pusat tersimpul

Kronis : Ibu : Spasme pembuluh darah : Hipertensi kronis Hipertensi pada kehamilan DM

Sirkulasi sistemik yang tidak adekuat : Penyakit jantung yang berat Anemia berat

Oksigenasi yang tidak cukup didalam darah : Penyakit jantung sianotik longeterm pulmonary shunting Tinggal didaerah tinggi

Plasenta : Prematur placental aging DM

132

Fetus : Postmaturity syndrome Kehamilan multiple Twin-to-twin transfusion Kelainan kongenital Erythroblastosis fetalis Maternal-fetal transfusion

KRITERIA DIAGNOSIS : Akut : (1,2,3,4,5) FHM (Fetal Heart Monitoring) memperlihatkan adanya kelainan Profil biofisik janin (gerak janin, tonus janin) berkurang atau menghilang Perubahan PH janin

Kronis : (1,4,6) Oligohidramnion Pertumbuhan janin terhambat Pewarnaan mekoneum pada cairan ketuban

PEMERIKSAAN PENUNJANG : (1,2,3,4,5) Kardiotokografi (KTG), NST, OCT USG Fetal blood sampling (pengambilan contoh darah janin) Amnioskopi

PENANGANAN : (1) Resusitasi intra uterin (lihat Bab resusitasi intra uterin) Terminasi kehamilan tergantung keadaan asfiksia dan keadaan janin

133

134 6. PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT


dr. Aphrodite pandin, dr. Suzanna SP.., SpOG

BATASAN : Pertumbuhan janin terrhambat keadaan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, sehingga beberapa parameter janin berada dibawah 10 persentil dari umur kehamilan yang seharusnya. (1) PATOFISIOLOGI : Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) dapat dibedakan atas : (1) Faktor ibu : Faktor plasenta : Faktor janin : Penyakit hipertensi Malnutrisi Anemi berat Penyakit paru kronis Penyakir jantung sianotik Perokok Insufisiensi plasenta Cacat bawaan Trisomi Kehamilan kembar Infeksi intrauterin : ~ AIDS ~ TORCH Ada 3 tipe pertumbuhan janin terhambat : 1. Tipe I (simetrik) : Terjadi pada saat dini dari suatu kehamilan dimana terjadi pengecilan semua ukuran baik berat maupun panjang janin.Terjadi pada saat hiperplasia selluler, karena itu akan mempengaruhi jumlah sel pada seluruh tubuh janin.(2) 2. Tipe II (asimetrik) : Biasanya terjadi pada trimester III dari suatu kehamilan juga dapat terjadi pada periode postterm dari suatu kehamilan. Meskipun demikian selama trimester II hiperplasia selluler dan hipertrofi selluler dapat terjadi dan gambaran yang tidak simetrik. (2) 3. Tipe kombinasi, yang disebabkan oleh kombinasi faktor ibu dan faktor janin.(1)

135 DIAGNOSIS : 1. Anamnesis : Ada riwayat / faktor risiko : (1,3) Hipertensi Anemia kronis Penyakit jantung sianotik Pemakaian obat-obatan Merokok Infeksi Riwayat PJT sebelumnya

2. Pemeriksaan klinik : pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dan linkaran perut (LP). Kecurigaan PJT ditegakkan apabila TFU menetap pada 2 kali pemeriksaan dengan selang waktu 1-2 minggu atau menurun dibawah garis 10 persentil. (1,3,4) Kecurigaan PJT ditegakkan apabila tidak ditemukan penambahan berat badan ibu pada 2 kali pemeriksaan dengan selang 1 atau 2 minggu. (1) Penambahan berat badan ibu kurang dari 7 kg pada saat aterm atau berat badan ibu kurang dari 45 kg. (3) 3. USG berkala untuk menentukan : (1,3) BPD Panjang femur Lingkaran kepala Lingkaran perut Volume air ketuban Cacat bawaan Taksiran berat badan janin Kondisi biofisik janin Kematangan plasenta

4. Pemeriksaan Kardiotokografi : (1,3) Tes tanpa kontraksi Tes dengan kontraksi

136 Secara berkala tiap 7 hari, bila perlu dilakukan setiap hari pada pasien DM. TERAPI : Terapi kausal terhadap penyebab atau penyakit yang mendasarinya. Secara umum setiap kasus PJT dikelola sebagai berikut : (1,3) Istirahat baring (tidur miring) Minum lebih dari 2000 ml/hari Makan lebih dari 2100 kal/hari

Secara khusus : Hipertensi (preeklampsia) : sesuai penatalaksanaan preeklampsia. Malnutrisi : konsultasi/kerjasama bagian gizi. Penyakit paru kronik, penyakit ginjal, penyakit jantung sianotik, AIDS : kerja sama dengan Bagian Penyakit Dalam Anemi : Koreksi anemi dengan pemberian tablet besi

Terminasi kehamilan : sesuai penatalaksanaan terminasi kehamilan / induksi persalinan. Bila pertumbuhan janin berdasar USG masih berlangsung, terminasi dilakukan pada kehamilan 37 minggu. Bila pertumbuhan janin tidak ada, maturitas paru cukup (biasanya pada kehamilan 35 minggu), lakukan terminasi. (1,3)

137 SKEMA PERTUMBUHAN JANIN TERHAMBAT

Faktor Faktorrisiko risikoPJT PJT Konfirmasi penyakit Konfirmasi penyakityang yangendasari endasari Pemeriksaan PemeriksaanTinggi Tinggifundus fundusuteri uteri dan danberat beratbadan badanibu ibu

Ulangi 2 minggu

Kecurigaan KecurigaanPJT PJT USG Serial

(normal)

PJT

Tidak simetris Tidak cacat Umur kehamilan

simetris Cacat ringan Cacat berat

37 minggu

37 minggu

Pertimbangkan terminasi kehamilan

Terminasi kehamilan

Evaluasi kesejahteraan janin USG + Doppler Tes tanpa kontraksi Tes dengan kontraksi

Evaluasi kembali tiap minggu spi aterm

Gawat janin

Tidak gawat janin

Akhiri kehamilan (Bila memungkinkan, berikan dulu Betametason 12mg/hari selama 2 hari

138 7. KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM dr. Rahmat Landahur, dr. H.E.R. Moeljono, SpOG BATASAN : Kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam uterus yang beratnya 500 gr atau lebih, usia kehamilan telah mencapai 20 minggu atau lebih (1). DIAGNOSIS : Diagnosis didasarkan atas ditemukannya gejala dan tanda-tanda dibawah ini (2) : Anamnesis : berwarna coklat. Palpasi : diatas kehamilan 20 minggu Auskultasi :

Riwayat amenore, tidak dirasakan gerakan anak, kadang ditemukan fluksus pervaginam yang

Biasanya tinggi fundus uteri lebih kecil atau sesuai umur kehamilan, gerakan janin tidak ada

Tidak terdengar bunyi jantung janin Pemeriksaan dalam vagina : Ditemukan uterus lebih kecil atau sesuai umur kehamilan, serviks kaku, belum ada pembukaan serviks. DIAGNOSIS BANDING : Mioma uteri (1,2) Molahidatidosa (1,2)

PEMERIKSAAN PENUNJANG : a. USG: Tidak ditemukan pulsasi ajntung embrio mulai kehamilan 6 minggu dengan USG transvaginal, dan sekitar 6-7 minggu dengan USG transabdominal dan tidak tampak gerakan janin pada kehamilan 10 minggu
(3)

. Dapat ditemukan gambaran Double line of the fetal

head, Deformed or collapsed head, Overlapping the skull bones (4)

139 b. Foto polos abdomen bila diperlukan, dianjurkan pada kehamilan 16 minggu. Tanda yang ditemukan, Robert Sign (ditemukan gas dalam tubuh fetus), Halo Sign (bayangan radiolusen yang melebar antara kulit kepala dan tulang kepala fetus), spalding sign (overlapping dari tulang-tulang kepala), tulang belakang melengkung, posisi janin abnormal (1,2,3). c. LAB (2) : Waktu perdarahan Waktu pembekuan Hitung thrombosit Fibrinogen

PENANGANAN : (1,2) a. Konservatif/pasif : Rawat jalan Menunggu persalinan spontan 2-3 minggu Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit fibrinogen tiap minggu

b. Aktif : Dilatasi dengan batang laminaria, balon kateter Induksi : oksitosin, prostaglandin tablet vagina

PERAWATAN RUMAH SAKIT : (1,2) 1. Bila segera tindaki 2. Bila ada gangguan pembekuan darah 3. Penyulit Infeksi berat PENYULIT : (1,2) 1. Penyakit gangguan pembekuan darah 2. Perforasi INFORMED CONSENT : (1) Sebelum tindakan dan dengan persetujuan tertulis 8. PERDARAHAN ANTEPARTUM

140
dr. Neni Moerniaeni, dr. John Rambulangi, SpOG

BATASAN : Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu (1). Klasifikasi perdarahan antepartum yaitu : (2) 1. Plasenta pervia 2. Solusio plasenta 3. yang tidak jelas sumbernya (idiopatik) Pada penatalaksaan ini dibahas mengenai plasenta previa, solusio plasenta dan vasa previa. Tabel : Perbedaan klinis antara plasenta previa dan solusio plasenta (2)
KLINIS PLASENTA PREVIA tidak Ya merah segar sesuai darah yang keluar perlahan-lahan sewaktu hamil biasanya tidak ada Biasa Ada jaringan plasenta tidak masuk PAP mungkin abnormal Ya tidak merah coklat tidak sesuai Tiba-tiba sewaktu hamil dan inpartu Ada Tegang biasa tidak ada ketuban tegang dapat terjadi tidak ada hubungan SOLUSIO PLASENTA

1. Perdarahan dengan nyeri 2. Perdarahan berulang 3. Warna merah 4. Anemia / renjatan 5. Timbulnya 6. Terjadinya 7. His 8. Palpasi 9. denyut jantung janin 10. 11. 12.
Periksa dalam vagina Penurunan Presentasi

141 PLASENTA PREVIA BATASAN : Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal, yakni pada segmen bawah rahim (SBR), sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ositium uteri internum).
(2)

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yakni : (2) 1. Plasenta previa totalis 2. Plasenta previa lateralis : bila seluruh pembukaan tertutup oleh plasenta : bila hanya sebagian dari pembukaan tertutup oleh plasenta.

3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan. 4. Plasenta letak rendah : bila plasenta berada 3 - 4 cm di atas pinggir pembukaan. ETIOLOGI : Tidak jelas. (2)

DIAGNOSIS : (2) 1. Anamnesis, adanya perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 20 minggu, berlangsung tanpa sebab. 2. Pemeriksaan luar sering didapati kelainan letak, bila letak kepala maka kepala belum masuk PAP. 3. Inspekulo, adanya darah dari otsium uteri eksternum. 4. USG untuk menentukan letak plasenta. 5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan meraba langsung melalui kanalis servikalis, tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak, karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi. PENATALAKSANAAN : (2) 1. Konservatif bila : a. Kehamilan < 37 minggu b. Perdarahan tidak ada / tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).

142 c. Tempat tinggal penderita dekat dengan rumah sakit (dapat ditempuh dalam waktu 15 menit). Pada perawatan konservatif dilakukan : Istirahat, atasi anemia beri hematinik, spasmolitik, antibiotik bila ada indikasi., periksa USG, periksa Hb dan hematokrit. Bila selama 3 hari tidak berdarah dilakukan mobilisasi bertahap dan bila tidak berdarah penderita dipulangkan. Bila timbul perdarahan segera ke rumah sakit dan tidak boleh bersanggama. 2. Penanganan aktif bila : a. Perdarahan banyak, tanpa memandang usia kehamilan. b. Umur kehamilan 37 minggu c. Anak mati Penanganan aktif dapat berupa persalinan pervaginam atau perabdominal. Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double 33set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan : a. Plasenta previa marginalis b. Plasenta letak rendah. c. Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk PAP dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit, maka dilakukan amniotomi diikuti dengan drip Oxitocins untuk partus pervaginam bila gagal drips (sesuai dengan bab terminasi kehamilan), bila perdarahan banyak dilakukan seksio sesar. Sedang indikasi melakukan seksio sesar bila : Plasenta previa totalis Perdarahan banyak tanpa henti Presentasi abnormal Panggul sempit Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang) Gawat janin

Pada keadaan dimana tidak memungkinkan untuk dilakukan seksio sesar maka dilakukan pemasangan Cunam Willet atau Versi Braxton - Hicks.

SOLUSIO PLASENTA

143

BATASAN : Solusio plasenta adalah pelepasan plasenta sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal sebelum janin lahir. (2) Klasifikasi berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu : 1. Ringan : Perdarahan kurang dari 100 - 200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang dari 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih dari 120 mg %. 2. Sedang : Perdarahan lebih dari 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta sampai 2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%. 3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati pelepasan plasenta bisa terjadi lebih dari 2/3 bagian atau keseluruhan. ETIOLOGI : Tidak jelas(2)

DIAGNOSIS : (2) Pada solusio plasenta ringan kadang sulit menentukan diagnosis karena tidak semua gejala klinis nampak nyata ; karena itu kadang diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu USG, dengan USG juga dimaksudkan untuk menyingkirkan plasenta previa. PENATALAKSANAAN : (2) Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif, kemudian penentuan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, haematokrit dan trombosit. Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin.

Penatalaksanaannya meliputi : a. Pemberian transfusi darah

144 b. Pemecahan ketuban (amniotomi) c. Pemberian infus Oxytocins d. Kalau perlu dilakukan seksio sesar Bila diagnosis solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi sekurang-kurangnya sebanyak 1000 cc. Dengan demikian transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus Oxytocins 5 UI dalam 500 cc Dextrose 5 %. Sedang seksio sesar dilakukan bila: a. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam. b. Perdarahan banyak. c. Pembukaan tidak ada atau < 4 cm. d. Panggul sempit. e. Letak lintang. f. Preeklampsia berat. g. Pelvik score < 5.

VASA PREVIA BATASAN :

145 Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi vilamentosa yakni pada selaput ketuban. (2) ETIOLOGI : Tidak jelas (2) DIAGNOSIS : (2) Pada pemeriksaan dalam vagina dirabanya pembuluh darah pada selaput ketuban, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti djj yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi khususnya bila perdarahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer - Betke serta hapusan darah tepi. PENATALAKSANAAN : (2) Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan ultrasonografi dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera. Namun bila janin sudah meninggal atau imatur dilakukan persalinan pervaginam. KEPUSTAKAAN : 1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I, Jakarta 1991 : 9 - 13. 2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan perdarahan antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UNHAS, Ujung Pandang 1997.

146 SKEMA PENATALAKSANAAN PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan antepartum Diagnosis Anamnesis Pem. Fisik Pem. Lab USG Vassa previa Sedang atau berat Kehamilan 37 minggu Penilaian maturitas janin
Janin mati atau imatur Janin hidup (prematur atau aterm)

Plasebta previa

Solusio plasenta Ringan

Kehamilan < 37 minggu

Kehamilan 37 minggu

Kehamilan < 37 minggu

Perdarahan (-)

Perdarahan >>

Anak mati
Istirahat R/ Hematinik Antibiotik k/p Spasmolitik Periksa USG Periksa Hb, Hm

Istirahat Sedatif Observasi Periksa HB, Fibrinogen

Gejala Progresif

Persalinan pervaginam

PDMO (Double set up)

Darah (-) Nyeri (-) Uterus tidak tegang Pulang

Resusitasi cairan Transfusi darah Amniotomi Infus Oxytocins

3 hari darah (-) mobilitas bertahap, bila tetap darah (-)

P. marginalis, p.ltk. rendah, serviks sudah matang, kepala masuk panggul dan perdarahan <

Pulang * Amniotomi Infus Oxitocins

P. Totalis/lateralis Perdarahan >> Presentasi abnormal Panggul sempit Gawat janin Serviks belum masuk panggul

6 jam belum partus Serviks belum matang Perdarahan >> Pembukaan <4 cm atau (-) Panggul sempit Letak lintang Toksemia gravidaru Pelvic Score <5

Berhasil Pervaginam

Gagal atau Perdarahan >>

Seksio sesar

*) Dianjurkan untuk tidak kerja keras dan tidak boleh bersanggama, bila berdarah segera ke rumah sakit, jarak tempat tinggal penderita dengan rumah sakit harus dapat ditempuh dalam 15 menit.

147 9. PREEKLAMPSIA & EKLAMPSIA dr. Ong Tjandra, dr. John Rambulangi, SpOG PREEKLAMPSIA RINGAN BATASAN :
(1,2,3)

Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu pada penyakit tropoblas. PATOFISIOLOGI :
(4)

Penyebabnya sampai sekarang belum jelas benar. Penyakit ini dianggap sebagai maladaptation syndrome dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala akibat-akibatnya. GEJALA KLINIS :
(4)

1. Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau diastol 15 mmHg (dari tekanan darah sebelum hamil) pada kehamilan 20 minggu atau lebih, atau sistol 140 mmHg (< 160 mmHg) diastol 90 mmHg (< 110 mmHg). 2. Proteinuri : gr/lt dalam 24 jamatau secara kwalitatif (+ +) 3. Edema pada Pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah/tangan. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS : 1. Kehamilan > 20 minggu 2. Kenaikan tekanan darah ( 140/90 mmHg) dengan pemeriksaan 2 x selang 6 jam dalam keadaan istirahat. (untuk pemeriksaan pertama dilakukan 2 x setelah istirahat 10 menit). 3. Edema : edema tekan pada : Tungkai (pretibial), dinding perut, Lumbosakral, wajah/tangan. 4. Proteinuri : > 0,3 gr/lt/24 jam Kwalitatif (+ +) PENATALAKSANAAN :
(2) (4)

148 A. Rawat jalan. Banyak istirahat (berbaring tidur/miring) Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam Sedativa ringan : Tablet Phenobarbital 3 x 30 mg atau Diazepam 3 x 2 mg peroral selama 7 hari Roborantia Kunjungan ulang tiap 1 minggu Pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, trombosit, urine lengkap, asam uart darah, fungsi hati, fungsi ginjal B. Rawat tinggal
(1) (1)

Kriteria preeklampsia ringan untuk dirawat di rumah Sakit : 1. Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan, tidak menunjukkan adanya perbaikan dari gejalagejala preeklampsia. 2. Kenaikan berat badan ibu : 1 kg/minggu selama 2 kali berturut-turut (2 minggu) 3. Timbul salah satu atau lebih gejala/tanda-tanda preeklampsia berat . Bila setelah 1 minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan, maka preeklampsia ringan dianggap sebagai preeklampsia berat. Bila dalam perawatan di Rumah Sakit sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm, maka penderita tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan kemudian disesuaikan dengan perawatan rawat jalan. Perawatan Obstetrik : 1. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu) a. Bila desakan darah mencapai normotensif, selama perawatan : persalinan ditunggu sampai aterm. b. Bila desakan darah turun, tetapi belum mencapai normotensif selama perawatan, maka kehamilannya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu 2. Pada kehamilan aterm ( 37 minggu) a. Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada taksiran tanggal persalinan 3. Cara persalinan

149 a. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II PREEKLAMPSIA BERAT BATASAN :
(4)

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg disertai proteinuri dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih. PENATALAKSANAAN :
(1)

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : A. Aktif : kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian medisinal B. Konservatif : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan memberi pengobatan medisinal.

A. Perawatan aktif Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakukan pemeriksaan fetal assesment (NST & USG) a. Indikasi Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu atau lebih keadaan gawat dibawah ini : 1. Ibu Kehamilan 37 minggu Adanya tanda-tanda/gejala impending eklampsia, kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu : dalam waktu setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan 2. Janin Hasil fetal assesment jelek (NST & USG) Adanya tanda-tanda IUGR 3. Laboratorik darah atau setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medisinal, gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan).
(3,4,5)

150 Adanya HELLP Syndrome (Sindroma : Hemolisis, Peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia) b. Pengobatan Medisinal 1. Segera masuk rumah sakit. 2. Tirah baring miring kesatu sisi Tanda vital diperiksa tiap 30 menit, refleks patella setiap jam. (3) 3. Infus Dextrose 5 % yang tiap satu liternya diselingi dengan infus Ringer Laktat (60cc /jam) 500 cc 4. Antasida 5. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam 6. Pembagian obat anti kejang : Magnesium Sulfat Cara pemberian: a. Dosis awal : 4 gram MgSO4 intravena (20% dalam 20cc) selama 1 gram/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40% dalam 10 cc) dengan jarum no. 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat ditambah 1cc Xylocain 2 % yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan im. (6). b. Dosis ulangan Diberikan 4 gram im 40 % setelah 6 jam pemberian dosis awal. Selanjutnya dosis ulangan diberikan 4 gram im tiap 6 jam, dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari. (3) c. Syarat-syarat pemberian MGSO4 : (4,7) 1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu calsium glukonas 10%. 1 gram (10 % dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit. 2. Refleksi petella (+) kuat 3. Frekuensi pernafasan > 16 x / menit 4. Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/ kg BB/jam). d. Magnesium Sulfat dihentikan bila : (7) 1. Ada tanda-tanda keracunan, yaitu : a. Kelemahan otot 125

151 b. Hipotensi c. Refleks fisiologis menurun d. Fungsi jantung terganggu e. Depresi susunan saraf pusat f. Kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot -otot pernafasan. Kadar serum ion Magnesium pada dosis edequat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan dan > 15 mEq/liter terjadi henti jantung (3,7). 2. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat (dikutip oleh 7) a. Hentikan pemberian magnesium sulfat b. Berikan calsium glukonase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV dalam waktu 3 menit. c. Berikan Oxigen d. Lakukan pernafasan buatan. 3. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif). 7. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada : ederma paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan Furosemid injeksi 40 mg/IM. (4). 8. Antihipertensi diberikan bila : - Desakan darah sistolis > 180mmHg, diastolis > 110mmHg atau MAP > 125mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (jangan < 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. (8,9) Dosis dari obat-obat antihipertensi ini sama dengan dosis pada hipertensi pada umumnya. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya dapat diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinu), catapres injeksi dosis yang biasa dipakai adalah 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual, maka obat yang sama mulai diberikan secara oral (Syakib Bakri, 1997; komunikasi pribadi).

152 9. Kardiotonika Indikasi memberikan kardiotonika bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung. Diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D. 10. Lain-lain Konsul bagian penyakit dalam /jantung, mata Obat-obat anti piretik diberikan bila suhu rektal diatas 38, 5 C, dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau Xylomidon 2cc im. Antibitik diberikan atas indikasi
(4) o

. Diberikan Ampicillin 1 gram /6 jam/IV/hari.

Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus, dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir). c. Pengobatan Obstetrik Cara terminasi kehamilan. Belum inpartu : Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai bishop 5 dan dengan fetal heart monitoring.
(4)

Seksio sesaria bila : Fetal assesment jelek Syarat tetesan oxytosin tidak dipenuhi (nilai Bishop < 5) atau adanya kontra indikasi tetesan oksitosin . 12 jam sejak dimulainya tetesan oksitosin belummasuk fase aktif. Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesar
(1,2)

Sudah Inpartu : Kala I :

(1,2)

Fase latent : 6 jam tidak fase aktif dilakukan seksio sesar Fase aktif :

153 Amniotomi saja Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesar, (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin ) Kala II : Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan . Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan medisinal. Pemantangan paru-paru janin. Pada kehamilan 37 minggu; bila keadaan memungkinkan terminasi ditunda 2 x 24 jam untuk memberikan kortikosteroid (lihat bab pematangan paru) 1. Perawatan Konservatif (1,2) a. b. Indikasi : Bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik Pengobatan medisinal : sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif, hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan IV cukup im saja, yaitu 4 gram bokong kiri dan 4 gram bokong kanan c. Pengobatan obstetrik 1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini tidak ada terminasi. 2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambatlambatnya dalam waktu 24 jam 3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi 4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan : maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2 gram IV. d. Penderita dipulangkan bila : 1. Penderita kembali ke gejala-gejala/tanda-tanda Preeklampsia ringan dan tetap dirawat selama 3 hari.

154 2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan Preeklampsia ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai preeklampsia ringan. (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

EKLAMPSIA BATASAN : (1,2) Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklampsia. (Kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik). PATOFISIOLOGI : (4) Sama dengan preeklampsia, dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati, ginjal, otak, paru dan jantung, yakni terjadinya nekrosis dan perdarahan pada organ-organ tersebut. GEJALA KLINIS : (4) 1. Kehamilan > 20 minggu, atau persalinan atau masa nifas 2. Tanda-tanda preeklampsia (hipertensi, edema dan proteinuri) 3. Kejang-kejang dan atau koma 4. Kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi organ-organ PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS : (4) 1. Berdasarkan gejala klinis diatas 2. Pemeriksaan laboratorium adanya protein dalam urin fungsi organ, hepar, ginjal, jantung fungsi hematologi/hemostasis

PENATALAKSANAAN : (1,2) Tujuan pengobatan : Untuk menghentikan dan mencegah kejang Mencegah dan mengatasi penyulit khususnya hipertensi krinis

155 Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin Mengakhiri kehamilan dengan trauma seminimal mungkin untuk ibu.

Pengobatan medisinal : Sama seperti pengobatan preeklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gram iv selama 2 menit sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan satu kali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital/thiopental 3-5mg/kgBB/IV pelan-pelan. Perawatan bersama Konsul bagian syaraf, penyakit dalam/jantung, bagian mata, anastesi dan anak. Perawatan pada serangan kejang : Perawatan di kamar isolasi cukup terang/ICU

Pengobatan obstetrik : (1,2) Sikap dasar : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Bilamana diakhiri, sikap dasar : kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolisme ibu. Stabilisasi ibu dicapai dalam 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini : Setelah pemberian obat anti kejang terakhir Setelah kejang terakhir Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir Penderita mulai sadar (responsive dan orientasi)

Terminasi kehamilan (4) Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi, maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.

156 Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amnitomi selanjutnya diikuti dengan partograf, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar. Tindakan seksio sesar dilakukan pada keadaan : Penderita belum inpartu Fase laten Gawat janin

Tindakan seksio sesaria dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan kondisi ibu.

157

PREEKLAMPSIA
RINGAN BERAT

RAWAT JALAN

Kunjungan ulang 1 minggu Dua minggu menetap


Umur kehamilan Tanda-tanda vital Laboratorium Fetal Assesment

Membaik

RAWAT RS

1 Minggu Tidak membaik

KONSERVATIF
Kehamilan < 37 minggu Janin Baik Setelah 24 Jam Perbaikan menjadi Preeklampsia Ringan Rawat selama 3 hari Tidak ada Perbaikan

AKTIF
Kehamilan 37 minggu Tanda-tanda impending 6 jam Terapi TD Meningkat Fetal Assesment jelek IUGR Sindroma HELLP

TERMINASI KEHAMILAN

BELUM INPARTU

INPARTU

Bishop skor < 5 Kontra Indikasi Drip oksitosin Fetal Assesment Jelek

Bishop skor 5 Fetal Assesment Baik Drip Oksitosin

FASE LATENT

FASE AKTIF Amniotomi Bila perlu Drip Oksitosin Setelah 6 jam Tidak masuk Kala II

KALA II PARTUS BUATAN

Setelah 12 jam Tidak masuk Fase Aktif

Setelah 6 jam Tidak masuk Fase Aktif

SEKSIO SESARIA

BELUM INPARTU

INPARTU 158

EKLAMPSIA
Waktu Diakhiri Stabilisasi hemodinamika dan Metabolisme, yaitu setelah : Terapi Obat Kejang terakhir Kejang terkahir Terapi obat Hipertensi Terakhir OS mulai sadar

Kehamilan Diakhiri Tanpa Memandang usia Kehamilan dan Keadaan janin

INPARTU

BELUM INPARTU

FASE LATENT

FASE AKTIF

Ada Janin

Gawat
Tidak ada Amniotomi Kalau perlu Drip Oksitosin Setelah 6 jam Tidak masuk kala II

Masuk Kala II

PARTUS BUATAN

SEKSIO SESARIA

159 10. PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEHAMILAN 10.1. DIABETES MELITUS GESTASIONAL dr. Haryanto Kasy, dr. Ny. Josephine LT, SpOG BATASAN : Diabetes melitus gestasional adalah suatu intoleransi karbohidrat, ringan maupun berat yang terjadi atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. (1) PATOFISIOLOGI : Faktor -faktor yang dapat mengganggu keseimbangan karbohidrat pada kehamilan dapat berasal dari : (2) 1. Faktor Plasenta

Human plasental lactogen bersifat diabetogenik dan meningkatkan proses lipolisis trigliserida. Sehingga asam lemak meningkat yang menyebabkan meningkatnya resistensi jaringan terhadap insulin.

Adanya enzim yang bekerja seperti enzim insulinase yang dapat merusak insulin dalam plasma.

2. Faktor ibu Pada wanita hamil kadar kortisol meningkat 3 X dari keadaan sebelum hamil. FAKTOR RISIKO : 1. Riwayat kebidanan (1,2)

Beberapa kali abortus Riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacat bawaan Pernah melahirkan bayi 4000 gram Pernah preeklampsia Polihidramnion

2. Riwayat Ibu (1,2)

160

Umur ibu hamil > 30 tahun Riwayat diabetes melitus dalam keluarga Riwayat diabetes melitus gestasi pada kehamilan sebelumnya Infeksi saluran kemih berulang selama hamil

CARA PENAPISAN DAN KRITERIA DIAGNOSIS : 1. Materi Penapisan. (1) a. b. Penapisan Diabetes Melitus Gestasional (DMG) sebaiknya harus dilakukan pada semua wanita hamil Waktu penapisan. (1) mereka yang hasilnya negatif, pemeriksaan diulang pada minggu gestasi ke 24 -26. c. Cara Penapisan (1,4) darah, kemudian diberi beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam setelah beban glukosa. 2. Kriteria diagnosis Kriteria diagnosis Diabetes Melitus pada wanita hamil sama seperti pada penapisan bukan wanita hamil. (1) Tabel 1. Kriteria diagnosis menurut WHO Glukosa plasma vena ( mg/dl ) Puasa jam < 100 < 140 140 200 100 - 139 140 - 199 Adalah cara satu tahap yaitu wanita hamil dalam keadaan puasa pada pagi hari diambil contoh Dianjurkan pada semua ibu hamil pada pertemuan pertama dengan petugas kesehatan. Untuk

Normal Diabetes Melitus Toleransi glukosa terganggu

PENATALAKSANAAN :

161 Penatalaksanaan kehamilan dengan diabetes melitus selayaknya dilaksanakan secara terpadu oleh spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri ginekologi, ahli gizi dan spesialis anak. (1,4) 1. Penatalaksanaan medis ibu DMG. Sasaran : Keadaan normoglikemia selama kehamilan sampai persalinan, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl dan dua jam sesudah makan adalah 120 mg/dl. (1,4) Untuk mencapai sasaran tersebut dapat dilakukan : (1,5) a. Perencanaan makan yang sesuai kebutuhan. (1,5) Jumlah kalori yang dibutuhkan : 35 kal/kg BB ideal menurut cara Broca. Keterangan : Berat Badan ideal = (tinggi badan-100) 10% (kg) b. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan perencanaan makan. (1,4,5) Dosis Insulin : 0,5 - 1,5 unit/kg BB. 2/3 diberikan pada pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Pengendalian kadar glukosa darah dilakukan oleh ahli penyakit dalam dan ahli gizi. (5) Memantau diabetes terkendali. (1,4,5) Meliputi : pemantauan glukosa meter. pemeriksaan secara berkala HbAlc setiap 6-8 minggu. 1. Penatalaksanaan obstetri. (1) Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan : Pengukuran tinggi fundus uteri Mendengarkan denyut jantung janin Pemeriksaan khusus : USG dan karditokografi (KTG) Penilaian menyeluruh janin dengan menggunakan nilai Fungsi Dinamik Janin Plasenta (FDJP) darah sendiri dirumah dengan reflectance

162 Skema pengelolaan ibu DMG. (1) DMG

terkendali Sejak usia kehamilan 34 minggu Pemantauan setiap minggu USG + KTG

tidak terkendali Sejak usia kehamilan 34 minggu Rawat Pemantauan setiap minggu USG + KTG

Janin sehat

PJT, gawat janin, Makrosomia

Amniosentensi s paru belum matang steroid

40 minggu

paru matang

partus biasa Terminasi

163 10.2. PENYAKIT JANTUNG DALAM KEHAMILAN dr. Johnsen Mailoa, dr.Ny.Margaretha J. Wewengkang, SpOG

BATASAN Penyakit jantung dalam kehamilan adalah penyakit dengan kumpulan gejala : nyeri dada, lesu, sesak nafas, palpitasi, hemoptisis, edema, pingsan dan kesulitan bernafas1,2,3,4,6 Menurut klasifikasi New York Heart Association 3,5,6 : Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV : Tanpa gejala : Gejala timbul bila aktifitas lebih dari normal : Gejala timbul pada aktifitas normal : Gejala timbul saat tirah baring

Pengaruh kehamilan pada penyakit jantung 5 Perubahan sirkulasi darah mempunyai dampak pada wanita hamil dengan penyakit jantung. Resiko tergantung dari kerusakan dan kemampuan kapasitas jantung untuk kompensasi. Peningkatan volume darah dan isi sekuncup memperberat kerusakan katup jantung bahkan sampai kegagalan jantung. Pengaruh penyakit jantung pada kehamilan 5 Perubahan hemodinamik dalam kehamilan tidak berpengaruh pada kehamilan dengan kecil masa kehamilan. DIAGNOSIS Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria, satu diantaranya sudah cukup untuk membuat diagnosis penyakit jantung dalam kehamilan 1: 1. Bising diastolik, presistolik atau bising jantung terus menerus 2. Pembesaran jantung yang jelas 3. Bising jantung nyaring, terutama bila disertai thrill 4. Aritmia yang berat Pemeriksaan laboratorium 6: Menurut Ueland dkk (1972), penderita penyakit jantung dalam kehamilan cenderung melahirkan bayi prematur

164 darah dan urine rutin apusan tenggorok

Pemeriksaan penunjang 5,6,7: Elektrokardiografi Ekokardiografi (Doppler) Kardiotokografi (usia kehamilan > 20 minggu)

PENATALAKSANAAN Kelas I dan kelas II


1,2,3

kehamilan aterm, dapat melahirkan pervaginam observasi ketat selama kehamilan, persalinan dan nifas cegah timbulnya dekompensasi kordis tidur malam cukup ( 8-10 jam) setiap kali makan istirahat baring jam diit rendah garam, tinggi protein batasi aktifitas berat ( usia kehamilan 28 32 minggu) pemeriksaan antenatal setiap 2 minggu sampai kehamilan 36 minggu, kemudian setiap minggu masuk rumah sakit 1 minggu sebelum taksiran partus, pengawasan spesialis penyakit jantung atau penyakit dalam

Menurut Mackenzie 1 bila terdengar ronki menetap di dasar paru, dan tidak hilang setelah menarik nafas dalam 23 kali, merupakan gejala awal gagal jantung. Bila timbul gejala dekompensasi kordis, segera rawat dan digolongkan satu kelas lebih tinggi. Penderita harus tirah baring, obati dengan digitalis. Seksio sesarea hanya atas indikasi obstetri (plasenta previa , disproporsi sefalo-pelvik, panggul sempit). Kala persalinan 1: tidak berbahaya nyeri persalinan dikurangi

165 obat sedasi dan analgesia derivat morfin dapat diberikan partus posisi setengah duduk Awasi terjadinya dekompensasi kordis 1: periksa nadi setiap 10 15 menit, bila nadi >100x/menit dan pernapasan >28x/menit (disertai sesak napas) obati digitalis (delanosid /cedilanid 1,2 mg sampai 1,6 mg i.v. dengan dosis awal 0,8 mg), dapat diulangi 1-2 kali, setelah 1-2 jam. Pemberian oksigen, Morfin (10-15mg), dan Furosemid bila kala II > 20 menit atau ibu tidak kuat meneran, persalinan diakhiri dengan forseps atau ekstraksi vakum sediaan Ergometrin merupakan indikasi kontra masa nifas dapat terjadi kolaps setelah anak lahir, perdarahan postpartum, infeksi nifas dan tromboemboli istirahat dan mobilisasi bertahap dianjurkan tubektomi laktasi dibolehkan jika sanggup secara fisik Kelas III dan IV 1 : tidak boleh hamil bila hamil<12 minggu abortus terapeutik dipertimbangkan bila hamil > 12 minggu cegah dekompensasi kordis tirah baring selama kehamilan dan nifas.

gurita kantung pasir untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi darah oksitoksin intravena atau intramuskulus bila perdarahan. pada kala II, partus segera diakhiri dengan cunam atau ekstraksi vakum. setelah kala II, awasi ketat tanda gagal jantung atau edema paru. laktasi dilarang Prognosis tergantung beratnya penyakit

166 10.3. MALARIA DALAM KEHAMILAN dr. Adjardiana Idrus, dr. Syahrir Muhammad, SpOG BATASAN : Malaria dalam kehamilan adalah penyakit protozoa yang dipindahkan pada manusia melalui gigitan nyamuk anopheles (1) yang ditemukan pada wanita hamil. ETIOLOGI (2) : Disebabkan oleh Plasmodium, yaitu : 1. Plesmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana / vivax. 2. Plasmodium falsiparum, memberikan banyak komplikasi, memiliki kemampuan resisten dengan pengobatan 3. Plasmodium Malariae, menyebabkan malaria quartana/malariae : jarang. 4. Plasmodium ovale, memberikan infeksi yang paling ringan, sering sembuh spontan tanpa pengobatan. GEJALA : Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Dalam kehamilan, kekebalan ibu terhadap penyakit malaria berkurang terutama pada trimester terakhir.(1) Penyakit ini mempunyai gambaran karakteristik, yaitu demam periodik, anemia & splenomegali. Adapun gejala klasik, yaitu terjadinya Trias Malaria secara beruntun yakni : (2) a. Periode dingin sampai menggigil b. Periode panas c. Periode berkeringat

167 KOMPLIKASI : (1,2,3,4,5) 1. Abortus, dismaturitas, partus prematur 2. Kematian intra uterin 3. Dapat pula terjadi anemia pada nifas 4. Karena ibu lemah, dapat terjadi atonia (6) 5. Gawat janin selama persalinan sering dijumpai pada wanita yang mengalami anemia akibat infeksi malaria yang berat. PEMERIKSAAN PENUNJANG (2) Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Adapaun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a. Tetetsan preparat darah tebal Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria sekaligus identifikasi jenis plasmodium b. Tetesan darah tipis Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit dilakukan Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak menyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam dapat meningkatkan kemungkinan ditemukan parasit. PENANGANAN : Pengobatan Pengobatan malaria pada wanita hamil seperti biasa, tetapi tanpa pemberian primaquin, yaitu : (6,7) Hari I Hari II Hari III Chloroquine 600 mg Chloroquine 600 mg Chloroquine 300 mg

Pada serangan tiba-tiba, cara yang paling aman ialah suntikan intramuskulus, biasanya diberikan 300 mg chioroquine dan Mepacrine.

Dapat diluang 10 jam kemudian. Setelah itu, pengobatan dilanjutkan per Oral.(3) Penanganan Malaria berat adalah : (6) 1. Pemberian obat anti malaria kinin Hcl 20 mg/kgBB dalam 100-200 cc cairan dextrose 5 % selama 4 jam. Segera dilanjutkan dengan 10 mg/kgBB dilarutkan dalam 200 cc

168 Dextrose 5 % diberikan dalam waktu 4 jam. Selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama tiap 8 jam. Kinin dapat diberikan intramuskuler bila melaui infus tidak memungkinkan. Dosis 20 mg/kgBB/im terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti dengan dosis 10 mg/kgBB/8 jam sampai penderita dapat minum peroral. Bila sudah sadar kinin diberikan peroral dengan dosis 3 x 400-600 mg selama 7 hari 2. Tranfusi 3. Pemberian cairan nutrisi 4. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami komplikasi Bila terdapat anemi yang berat (Hb 6 gr %) harus dilakukan transfusi dengan packed red cells atau whole blood. (4) Untuk wanita hamil dengan malaria falciparum yang resisten terhadap choroquine dapat diberikan preparat kina peroral. Preparat ini bisa diberikan intravena pada infeksi yang berat.
(5)

PENCEGAHAN : (5) Pencegahan dengan chioroquine 300 mg/oral, sekali seminggu sampai 4 minggu setelah kembali ke daerah non endemik.

169 SKEMA PENATALAKSANAAN MALARIA DALAM KEHAMILAN


MALARIA DLM KEHAMILAN
Etiologi : Plasmodium Gejala : Trias Malaria Pem. Penunjang : Laboratorium - Pem. tetesan darah tebal, bila sulit - Pem. Tetesan darah tipis Koplikasi : Abortus, dismatur, prematur KJDR Anemia Atonia/Intesia Uteri Gawat janin

Penanganan

Pencegahan Chioroquine 300 mg/minggu (1 x)/oral (mulai sebelum masuk wilayah andemik sampai 4 minggu setelah kembali kedaerah non endemik) Malaria Berat

Pengobatan

Malaria Ringan
Hari I Chloroquine 600 mg

Tidak sadar
Kinin Hcl 20 mg/kgBB/100-200 cc Dextrose 5 % infus selama 4 jam dilanjutkan Kinin Hcl 10 mg/kgBB/200 cc Dextrose 5 %/infus selama 4 jam, dilanjutkan Kinin Hcl dengan Dosis yang sama tiap 8 jam Atau Kinin 20 mg/kgBB/im dilanjutkan dengan Kinin 10 mg/kgBB/8 jam

Sadar
Kinin 3 x 400-600 mg selma 7 hari

Hari II Chloroquine 600 mg Hari III Chloroquine 300 mg Bila resisten Kina per oral atau intra vena

170 10.4. TUBERKULOSIS PARU DALAM KEHAMILAN dr. Haryanto Kasy , dr. H.A. Arifuddin Djuanna, SpOG BATASAN : Penyakit tuberkulosis paru yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis yang dijumpai dalam masa kehamilan.(1) KRITERIA DIAGNOSIS : 1. Anamnesis.(2) Batuk terus menerus berdahak 3 minggu atau lebih. Pernah batuk dahaknya bercampur bercak darah. Sesak nafas atau rasa nyeri dada. Lemah badan, kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Badan kurang enak malaise, keluar keringat malam.

2. Pemeriksaan fisik.(3) Perkusi dada yang redup, pada auskultasi suara napas yang bronkial serta didapatkan ronki basah kasar dan nyaring. 3. Pemeriksaan penunjang. a. Pemeriksaan radiologis : foto toraks posteroanterior dan lateral.(2,3) b. Pemeriksaan sputum.(2) BTA (basil tahan asam) : pewarnaan sputum dilakukan dengan metode Ziehl Nielson 3 kali berturut-turut dengan menggunakan mikroskop binokuler. Biakan / kultur : biakan dilaksanakan dengan metode yang baik seklaigus resistensi tes. c. Laboratorium darah rutin.(2) Hitung jenis, biasanya didominasi limfosit. LED (laju endapan darah) mungkin tinggi. Tes fungsi hati.

d. Tes tuberkulin. Biasanya dipakai cara Mantoux dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD Purified protein derivative

171 Intrakutan.(3) Hasil tes : indurasi 10-15 mm = Mantaoux positif(3) . Tes tuberkulin yang positif tidak selalu diikuti dengan penyakit, hasil yang negatif tidak selalu menyngkirkan penyakit.(2) PENGELOLAAN : 1. Rawat bersama dengan Subbagian Pulmonologi Bagian Penyakit Dalam.(4) 2. Pengobatan medikamentosa. a. Bila tes tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinik diberikan : INH selama 1 tahun. b. Bila TBC paru (BTA +) : 1R7H7E7 - 5-8R2H2.(5) Artinya : Rifampisin, INH, Etambutol diberikan intensif kali dalam seminggu selama 5-8 bulan. c. Dosis obat anti tuberkulosis.(2) Keterangan : R = Rifampisin H = INH E = Etambutol Berat badan Jenis obat fase intensif R 300 mg 450 mg 600 mg H 200 mg 300 mg 400 mg E 800 mg 800 mg 1200 mg Jenis obat fase lanjutan/periodik. R H 300 mg 500 mg 450 mg 600 mg 600 mg 600 mg setiap hari selama 1 bulan, kemudian dilanjutkan rifampisin, INH periodik 2

< 33 kg 33 - 50 kg > 50 kg 3. Penanganan obstetri a. Masa kehamilan

Perawatan kehamilan dapat dilakukan seperti biasa. cukup, diet tinggi kalori tinggi protein, b. Masa persalinan.

(1)

Kegiatan fisik dikurangi, istirahat

Selama persalinan penderita TBC paru aktif ditempatkan dikamar tertentu / kamar isolasi, diberi masker untuk menutup mulut dan hidung.(1) Persalinan kala I maupun kala II diusahakan seringan-ringannya, bila persalinan berjalan lancar tidak dilakuka sesuatu dan diusahakan agar persalinan dapat berlangsung dengan

172 spontan.(5) Namun apabila kala II melelahkan sebaiknya dipercepat dengan bantuan ekstraksi foeceps, vakum atau ekstraksi kaki.(5) Tindakan seksio sesar hanya dilakukan atas indikasi obstetri dan tidak atas indikasi tuberkulosis paru.(5) c. Masa nifas Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang observasi 6 - 8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika dan obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka lakukan.(1) Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat diruang isolasi.(1) Dalam keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.(1) PROGNOSIS : Kecepatan diagnosis dan tatalaksana berperan dalam prognosis.(5)

173 TBC PARU DALAM KEHAMILAN Penderita kemungkinan tuberkulosis

Ada riwayat kontak Faktor risiko : Sosial ekonomi Perumahan padat Gejala mencurigakan : Batuk darah Nyeri dada Keringat malam berat badan menurun demam

Pemeriksaan fisik paru. Tes tuberkulin Laboratorium Bila perlu foto toraks

TBC paru aktif

Hanya tes tuberkulin + (tanpa kelainan radiologis ataupun gejala klinis)

Pengobatan medikamentosa : INH, Rifampisin, Etambutol.

Pengobatan medikamentosa : INH selama 1 tahun

Perawatan kehamilan

Penanganan persalinan atas indikasi obstetri

174 10.5. ASMA BRONHIALE DALAM KEHAMILAN dr. Dorphiana Litaay, dr. H. Eddy R. Moeljono, SpOG BATASAN : Asma dalam kehamilan (ADK) adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas terutama sel mast, eosinofil sehingga menimbulkan gejala periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk yang ditemukan pada wanita hamil. (1) ETIOLOGI : A. reaksi imunologi (alergi) dimana lg E meninggi B. faktor genetik Gabungan A dan B KRITERIA DIAGNOSTIK : Batuk, sesak, wheezing, hiperventilasi, dispnea, takipnea, ortonea, ekspirasi memanjang, sianosis, takikardi persisten, penggunaan otot bantu pernapasan, kesukaran bicara, pulsus paradoksus. (1,2,5) INDIKASI MASUK RUMAH SAKIT : (1,3) Asma akut dengan bronkodilator tidak membaik Takikardi persisten Dispnea Hipertensi Pulsus Paradoksus Sianosis Hipoksemia (PO2 < 70 mmHg) Hiperkarbia (PCO2 < 38 mmHg) Emfisema subkutan

175 PEMERIKSAAN PENUNJANG : Uji faal paru

KONSUL BAGIAN PENYAKIT DALAM INFORM KONSET (PERLU) PENATALAKSANAAN : (1,2,3) Prinsip pengobatan asma dalam kehamilan pada dasarnya tidak berbeda dengan asma lain. Sedapat mungkin memakai obat oral sesedikit mungkin, obat yang terpilih yaitu golongan bronkodilator seperti agonis beta-2 inhalar dengan atau tanpa steroid. Asma akut : O2 4-6 liter Beta-2 agonis : salbutamol 5 ml ; feneterol 2,5 mg ; terbutalin 10 mg dengan inhalasi nebolisasi dapat diulang setiap 20 menit dalam 1 jam ; parenteral, subcutan, intravena. Terbutalin 0,25 mg atau Salbutamol 0,25mg dalam dekstrosa 5 % pelan-pelan. Aminofilin bolus IV 5-6 mg per kg berat badan. Bila sudah menggunakan aminofilin kurang dari 12 jam berikan setengah dosis saja. Kortikosteroid sistemik

Asma kronik Desenitasi alergen : Teofilin 800-1200 mg per hari (oral) : Terbutalin 2,5-5,0 mg oral : Prednison 30-60 mg per hari : Betametrion inhalar 100 mg. Persalinan biasanya dapat berlangsung akan tetapi bila penderita masih dalam serangan dapat diberi pertolongan tindakan berupa ekstraksi vakum atau forceps. Tindakan seksio sesaria atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan.(4)

176 11. KELAINAN LETAK, POSISI DAN PRESENTASI JANIN 11.1. LETAK SUNGSANG DAN PENATALAKSANAANNYA dr. A. Mardiah Tahir, dr. Syahrir Muhammad, SpOG

BATASAN : (1,2) Letak sungsang adalah letak janin yang memanjang dengan kepala terletak pada fundus uetri dan bokong menempati bagian bawah kavum uteri. Tergantung dari bagian janin yang terendah, dapat dibedakan : 1. Letak bokong murni : Frank Breech, yakni bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus keatas. 2. Letak bokong kaki : Complete Breech, yakni disamping bokong teraba kaki. Disebut letak bokong kaki sempurna bila disamping bokong teraba kedua kaki dan letak bokong kaki tidak sempurna bila disamping bokong teraba satu kaki saja. 3. Letak lutut 4. Letak kaki Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut, atau hanya teraba satu kaki atau lutut, disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna (Incomplete Breech = Footing Breech). ETIOLOGI : (1,2) Diagnosis letak sungsang biasanya tidak sulit. Anamnesis akan didapatkan gerakan anak dirasakan terutama dibagian bawah rahim, adanya perasaan berat didaerah epigastrium, sering merasakan adanya benda keras yang menekan tulang iga. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan fisik : 1. Palpasi :Leopold I meraba adanya kepala pada fundus uteri Leopold II teraba punggung disatu sisi, bagian-bagian kecil disisi lain. Leopold III bokong teraba dibagian bawah rahim Leopold IV menentukan bokong sudah masuk atau belum kedalam pintu atas panggul.

177 2. Auskultasi : Bunyi jantung janin umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi dari pusat. 3. Periksa dalam vagina : pada pasien inpartu terutama bila ketuban sudah pecah dapat teraba bagian terendah janin yaitu bokong, kaki atau lutut 4. USG : Diperlukan untuk konfirmasi letak janin apabila pemeriksaan fisik tidak jelas, menentukan letak plasenta, menentukan kemungkinan adanya cacat bawaan, kehamilan ganda, taksiran berat badan janin, volume cairan amnion, usia kehamilan dan lain-lain. 5. Radiologi (bila perlu) : Menentukan posisi tungkai bawah, konfirmasi menentukan secara akurat ukuran dan bentuk panggul. PENATALAKSANAAN : A. Dalam kehamilan (1) Dalam kehamilan sedapat mungkin dilakukan versi luar menjadi letak kepala. Bila syarat-syarat versi luar dipenuhi dan tidak ada indikasi kontra versi luar. Pada nullipara versi luar dilakukan pada umur kehamilan 34-36 minggu, sedangkan pada multipara dilakukan pada umur kehamilan 36-38 minggu. Versi luar dilakukan dengan hati-hati tanpa anestesi. Setelah versi luar dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan ultrasonografi dan Fetal Heart Monitoring. Bila versi luar gagal, dapat dilakukan versi luar 1-2 minggu kemudian, bila tidak ada komplikasi pada janin. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk menilai ukuran biparietal, menaksir berat badan janin, ada tidaknya cacat bawaan janin, lokasi plasenta, lilitan tali pusat dan kedudukan kepala apakah hiperektensi atau tidak . Apabila ada dugaan hiperekstensi kepala janin yang tidak jelas dilihat dengan ultrasonografi serta dugaan disproporsi fetopelvik, dilakukan pemeriksaan radiologi. B. Dalam persalinan (1,3) Beberapa kriteria yang dipakai dalam mempertimbangkan persalinan pervaginam adalah : Umur kehamilan aterm, prakiraan berat badan 2500-3175 gram, stasi -1 atau lebih rendah, serviks lunak, mendatar dan dilatasi lebih dari 3 cm, bentuk pelvik ginekoid atau antropoid dan pernah melahirkan bayi letak sungsang dengan berat badan lebih dari 3175 gram atau letak kepala dengan berat badan lebih dari 3630 gram. letak janin, menentukan kemungkinan adanya kelainan bawaan anak ( hidrosefalus / anensefalus ),

178 Selama persalinan dilakukan pemantauan kesejahteraan janin dengan Fetal Heart Monitoring (FHM), yang bila ada kelainan dapat dipertimbangkan melakukan persalinan perabdominam dengan segera. Menolong kelahiran janin dalam letak sungsang memerlukan kesabaran. Selama turunnya janin tidak terganggu dan tidak ada tanda-tanda janin dalam bahaya, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Dikenal ada 3 tahp dalam menolong persalinan letak sungsang yaitu : 1. Tahap I : Fase lambat, mulai dari lahirnya bokong sampai pusar (skapula depan). Disebut fase lambat karena hanya untuk melahirkan bokong yaitu bagian janin yang tidak berbahaya. 2. Tahap II : Fase cepat, mulai lahirnya pusar sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena fase ini kepala janin sudah masuk PAP sehingga kemungkinan tali pusat terjepit, oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat harus dilonggarkan. 3. Tahap III : Fase lambat, mulai lahirnya mulut sampai kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang bertekanan rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptura tentorium serebelli). Dalam persalinan pervaginam sedapat mungkin dilakukan dengan cara Bracht. Pada perkiraan anak besar dan primigravida dapat dipertimbangkan ekstraksi parsial terutama dengan cara Klasik atau Muller, yang bila tidak berhasil dipakai cara Lovset. Untuk melahirkan kepala dipakai cara Mauriceau, bila tidak berhasil digunakan cunam Piper. Pada partus lama kala II, preeklampsia berat dan eklampsia, prolapsus funnikulidan ibu dengan penyakit jantung atau paru yang tidak memungkinkan ibu mengedan, dilakukan ekstraksi total. Sedang indikasi melakukan persalinan perabdominal adalah : primigravida tua, nilai sosial janin yang tinggi atau infertilitas, riwayat persalinan yang buruk, prakiraan berat badan janin lebih dari 3500 gram atau kurang dari 2000 gram, adanya disprorsi, plasenta previa, kepala hiperekstensi, presentasi kaki, prematur (< 37 minggu), ketuban), ketuban pecah lebih dari 12 jam, diameter biparietal > 9,5 cm, bokong belum masuk panggul pada akhir kehamilan pada nullipara, bokong belum masuk panggul pada inpartu multipara, indeks Zatuchni Andros 0-3 dan prolapsus funikuli disertai gawat janin. Pada dasarnya Oxytocin drips pada letak sungsang tidak dianjurkan, oleh karena deteksi kemungkinan adanya CPD/FPD sulit. CARA-CARA PERSALINAN PADA LETAK SUNGSANG :

179 a. Pervaginam : Bracht Ekstraksi parsial (melahirkan bahu), terdiri dari : Klasik (Deventer) & Muller Lovset (bila melhirkan bahu secara ekstraksi parsial gagal) Mauriceau (melahirkan kepala), bila gagal pakai cunam Piper Ekstraksi total, terdiri dari : Ekstraksi bokong & Ekstraksi kaki.

b. Perabdominam : bila ada indikasi lihat skema penatalaksanaan letak sungsang. PROGNOSIS : (1,2) Bila dibandingkan dengan letak kepala, letak sungsang memberikan resiko yang lebih tinggi bagi ibu maupun anak. Morbiditas ibu meningkat disertai sedikit peningkatan mortalitas oleh karena tindakan persalinan operatif, termasuk seksio sesar pada letak sungsang yang menetap. Prognosis untuk janin letak sungsang lebih buruk dibandingkan dengan letak kepala. Penyebab utama kematian perinatal adalah persalinan prematur, kelainan kongenital dan trauma persalinan. Kerusakan pada otot, jaringan lunak, organ visera serta kerusakan pada pleksus brachialis dan trauma pada medulla spinalis servikalis dapat terjadi baik pada persalinan pervaginam maupun perabdominal.

PENATALAKSANAAN LETAK SUNGSANG PADA KEHAMILAN TUNGGAL

199

DALAM KEHAMILAN VL

DALAM PERSALINAN DITENTUKAN UMUR KEHAMILAN PREMATUR ATERM

Hasil pemeriksaan USG


BERHASIL Versi dapat dilakukan TIDAK TIMBUL KOMPLIKASI TIMBU KOMPLIKASI TIDAK BERHASIL Versi tidak dapat dilakukan TIDAK TIMBUL KOMPLIKASI HIPEREKSTENSI KEPALA FLEKSI KEPALA Dilahirkan pervaginal bila : panggul normal kemajuan persalinan baik pernah melahirkan bayi let su dengan BB>3175 gr atau let kep > 3630 gr BAYI BESAR >.3500 gr) BAYI KECIL <2000 GR) BERAT NORMAL 2000-3500 gr

DJA tetap baik pada 3 kali pemeriksaan dgn interval 5 PARTUS LETAK KEPALA

sulusio plasenta ketuban pecah gawat janin (DJA > 160/m, tidak teratur VL DICOBA SEKALI LAGI

Seksio sesar bila : FPD persalinan terhenti gawat janin Ketuban pecah 12 jam

MRS UNTUK OBSERVASI

SEKSIO SESAR Solusio plasenta tetap gawat janin ketuban pecah lebih 12 jam pada kehamilan aterm

KEHAMILAN DIPERTAHANKAN DJA anak bertambah baik ketuban pecah pada prematur dirawat sebagai ketuban pecah dini

SEKSIO SESAR Tindakan seksio sesar primer dilakukan pada kasus : nulipara tua riwayat infertilitas riwayat persalinan yang buruk (anak mati/sakkit akibat proses persalinan Stasi bokong tinggi atau belum masuk panggul pada impartu plasenta previa prolapsus funikuli dengan gawat janin

PERSALINAN PERVAGINAL KLASIK MULLER

CARA BRACHT prakiraan anak kecil CARA LOVSET Cara klasik & muller gagal

EKSTRAKSI PARSIAL

EKSTRAKSI TOTAL - partus lama kala II - preeklampsia/eklampsia - prolapsus funikuli - ibu dengan penyakit jantung/paru-paru

nulipara cara Bracht gagal VL tidak berhasil

Catatan/alat yang disiapkan : Sebaiknya semua kasus dilakukan Fetal Heart Monitoring Cunam Piper, alat resusitusi dan tabung oksigen harus disiapkan. Episiotomi dilakukan pada waktu bokong membuka vulva, dan kerjakan secara rutin Pada kepala menyusul dan anak sudah mati, dilakukan embriotomi bila tidak dapat dilahirkan dengan cara Maureceau

CARA MAURICEAU EKSTRAKSI CUNAM (CUNAM PIPER) - Cara Mauriceau gagal

EKSTRAKSI BOKONG (EXVAKUM) - Letak bokong kani - letak bokong murni

EKSTRAKSI KAKI - Letak kaki

11.2. LETAK LINTANG dr. Nursanty AP., dr. H.M.Maramis Palisuri, SpOG BATASAN : Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu memanjang tubuh anak tegak lurus dengan sumbu memanjang tubuh ibu. Janin melintang didalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu dan bokong pada sisi yang lain. (l,2,3,4,5) Posisi kepala menunjukkan kiri atau kanan sedangkan punggung janin terletak didepan (dorso anterior), dibelakang (dorso posterior), diatas (dorso superior) atau dibawah (dorso inferior). (l,4) ETIOLOGI : Penyebab utama letak lintang adalah : (l,2,3,4,5,6) 1. Multiparitas akibat dari relaksasi berlebihan dinding abdomen . 2. Prematur. 3. Hidramnion. 4. Plasenta previa 5. Uterus abnormal. 6. Panggul sempit. 7. Kehamilan kembar. DIAGNOSIS : Ditegakkan berdasarkan : Pemeriksaan fisis. Inspeksi : Abdomen melebar kesamping dan fundus uteri membentang sedikit diatas umbilikus. (3,4,5) Palpasi : Fundus uteri kosong, kepala janin berada disamping, dan diatas simpisis kosong, kecuali bahu sudah turun kedalam panggul, denyut jantung janin ditemukan disekitar umbilikus.
(3,4)

Pada pembukaan lengkap

ketuban sudah pecah, apabila bahu sudah masuk kedalam panggul, pada pemeriksaan dalam dapat diraba bahu dan tulang-tulang iga. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula kadang-kadang dapat diraba

201 tali pusat yang menumbung.(3,4,5) Dapat pula teraba tangan, bila teraba tangan hendaknya ditentukan tangan kanan atau kiri, untuk menentukan posisi janin dalam uterus. Tangan kanan cocok untuk berjabatan dengan jari pemeriksa. (5,6) Pemeriksaan penunjang : Dengan pemeriksaan radiologis dan ultrasonografi. (6) PENANGANAN : Pada kehamilan : Sebaiknya mengubah menjadi presentasi kepala atau menjadi presentasi bokong dengan cara versi luar. Pada persalinan : Pervaginam : Konduplikasio korpore atau dengan evolusio spontan bila janin kecil, sudah mati, dan menjadi lembek (3,4) Versi ekstraksi : pada kehamilan kembar setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua dalam letak lintang. Embriotomi : pada janin mati. Seksio sesarea : pada janin hidup . (l,2,3,4) KOMPLIKASI : Ruptur uteri spontan Ruptur traumatik . (2,3,5) PROGNOSIS : Janin letak lintang berbahaya, baik bagi ibu maupun janin. Kebanyakan kematian pada bayi dan ibu akibat komplikasi.(3)
(2,3,4,5)

202 8.3. LETAK MEJEMUK dr. Cornelia ST., dr. Telly Tessy, SpOG

BATASAN : Letak majemul adalah satu ekstremitas menumbung (prolapsus) disamping bagian terendah dan turun dalam rongga panggul bersama-sama.(1) Presentasi bokong kaki dan presentasi bahu tidak dimasukkan kedalam golongan ini. (1) Klasifikasi.(1) 1. Presentasi kepala dengan bagian yang menumbung berupa : a. Tungkai atas (lengan-tangan) salah satu atau kedua-duanya. b. Tungkai bawah (tungkai-kaki) salah satu atau kedua-duanya. c. Lengan dan kaki bersama-sama. 2. Presentasi bokong dengan tangan atau lengan yang menumbung. Semua kombinasi diatas dapat disertai komplikasi tali pusat yang menumbung dan ini merupakan masalah yang penting dalam hal prognosis.(1,3) ETIOLOGI : (1,2,3,4) Presentasi letak janin meliputi semua keadaan menghalangi pengisian dan penutupan pintu atas panggul sepenuhnya oleh bagian terendah janin. Penyulit : Kemungkinan terhambatnya kemajuan persalinan lebih besar, serta menghalangi putaran paksi dalam. DIAGNOSIS : Pada pemeriksaan dalam vagina teraba kepala dengan satu ekstremitas (tungkai atas, tungkai bawah, atau kedua lengan dan kaki bersamaan). Bila teraba bokong maka yang didapatkan yaitu tangan atau lengan. Pada letak majemuk dapat juga disertai penumbungan tali pusat.

203 PENATALAKSANAAN : A. Tanpa komplikasi. Penanganan paling baik untuk letak majemuk (tanpa komplikasi seperti tali pusat menumbung) adalah menunggu dengan penuh perhatian(1). Pada kebanyakan kasus setelah pembukaan menjadi lengkap dan bagian terbawah turun, lengan dan kaki yang menumbung naik keluar dari panggul sehingga memungkinkan persalinan berjalan normal. Jadi selama persalinan maju tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa(1). Sedangkan pada tangan yang menumbung, tidak menghalangi persalinan spontan jadi baiknya dibiarkan, kalau terjadi gangguan putaran paksi dapat diselesaikan dengan ekstraksi forceps dengan memasang sendok forceps antara tangan yang menumbung dan kepala anak (3), tetapi lengan yang menumbung baiknya direposisi kalau pembukaan sudah lengkap, karena dapat menghalangi turunnya kepala(3). Kalau kepala sudah jauh masuk kedalam rongga panggul, reposisi tidak mungkin lagi, maka persalinan diselesaikan dengan forceps.(3) Kalau reposisi tidak berhasil dan kepala tidak mau turun dilakukan seksio sesarea(3). Kaki yang menumbung disamping kepala baiknya direposisi(3). Selanjutnya penanganan letak majemuk tanpa komplikasi dibagi berdasarkan klasifikasinya yaitu presentasi kepala dan presentasi bokong (lihat lampiran 1). B. Dengan komplikasi penumbungan tali pusat. Penumbungan tali pusat adalah keadaan tali pusat ada disamping atau dibawah bagian terbawah janin(1). Penekanan tali pusat antara bagian terbawah janin dengan panggul ibu mengurangi atau menghentikan aliran darah kejanin dan bila tidak dikoreksi akan menyebabkan kematian janin(1). Pada 13 sampai 23 persen kasus presentasi majemuk ada komplikasi tali pusat menumbung. Ini kemudian menjadi masalah yang besar dan penting sehingga penanganannya ditujukan terutama pada tali pusat yang menumbung(1). Selanjutnya penanganan letak majemuk dengan komplikasi penumbungan tali pusat dibagi berdasarkan klasifikasi yaitu presentasi kepala dan presentasi bokong (lihat lampiran 2). KOMPLIKASI :

204 Penumbungan tali pusat(1). PROGNOSIS : Dengan penanganan konservatif hasilnya tidak harus lebih jelek dibanding dengan presentasi-presentasi lainnya(1).

205

SKEMA PENALAKSANAAN LETAK MAJEMUK


LETAK MAJEMUK

PRESENTASI KEPALA Observasi kemajuan persalinan

PRESENTASI BOKONG Observasi kemajuan persalinan

Ada kemajuan

Tidak ada kemajuan Reposisi penumbangan Observasi kemajuan persalinan

Ada kemajuan

Tidak ada kemajuan

DJA (+)

DJA (-)

Ekstraksi total

Seksio sesarea

BERHASIL

TIDAK BERHASIL Partus pervaginam (lihat penatalaksanaan bokong) Embriotomi

Ekstraksi total

Embriotomi

Seksio sesarea

DJA (+)

DJA (-)

HISTEREKTOMI (Kepala pengiring gagal embriotomi)

Ekstraksi vakum PARTUS PERVAGINUM

Ekstraksi forsipal Seksio sesarea

Ekstraksi vakum

Ekstraksi forsipal Seksio sesarea

PARTUS PERVAGINUM

206

LETAK MAJEMUK

DJA (+)

DJA (-)

Presentasi Kepala Reposisi tali pusat posisi Trendelenburg

Presentasi Bokong Observasi kemajuan persalinan

Presentasi Kepala

Presentasi Bokong

Ada kemajuan

Tidak ada kemajuan

Ada kemajuan

Tidak ada kemajuan

Ada kemajuan

Tidak ada kemajuan Ekstraksi vakum Ekstraksi Forsipal Embriotomi

Ekstraksi total

Embriotomi

Seksio sesarea

Ekstraksi total

Seksio sesarea

Seksio sesarea

Partus pervaginam (lihat penatalaksanaan bokong) Seksio sesarea

PARTUS PERVAGINAM

Partus pervaginam (lihat penatalaksanaan bokong)

HISTEREKTOMI (Kepala pengiring gagal embriotomi)

207 11.4. POSISI OKSIPUT POSTERIOR PERSISTEN dr. Benyamin Rapa, dr. Maggie Wewengkang, SpOG BATASAN : Posisi oksiput posterior persisten adalah : suatu keadaan letak belakang kepala dengan posisi oksiput posterior dimana tidak terjadi putaran paksi. Pada umumnya presentasi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara. Angka kejadian adalah 10 % dari seluruh posisi oksiput posterior. (1,2) ETIOLOGI : (1,2,3,4) Panggul anthropoid Panggul android Kesempatan panggul tengah Ketuban pecah sebelum waktunya Fleksi kepala kurang Inersia uteri Arkus pubis sangat luas DIAGNOSIS : (1,2,3) Pemeriksaan dalam vagina : Putaran paksi terhalang atau tidak terjadi pada saat penurunan kepala berada pada Hodge III/Hodge IV. PENATALAKSANAAN : (1,2,3) a. Partus pervaginam berupa : Persalinan spontan Persalinan dengan forseps Rotasi forseps Rotasi manual Ekstraksi vakum Tindakan episiotomi (bila perlu)

208 b. Seksio sesar : bila gagal partus pervaginam KEPUSTAKAAN : 1. Cunningham F, Mac Donald PC, Gant NF. Distosia karena kelainan pada presentase, posisi atau perkembangan janin, Dalam : Rohardi Dh. Obstetri Williams. Edisi 18 (Bahasa Indonesia). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 403-21 2. Sastrawinata S. Distosia karena kelainan presentase, posisi atau kelainan janin, Dalam : Obstetri patologi UNPAD, Bandung, Elstar Offset, 1994 : 160-69 3. Mochtar R. Distosia karena kelainan janin, Dalam : Sinopsis obstetri, Obstetri patologi, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 1990 : 378-91. 4. Ronald M, Caplan M.D Abnormal lies, presentation and position in : Principles of obstetrics, Baltimore U.S.A, Waverly Press, 1982 : 262-64.

209 11.5. PRESENTASI MUKA dr. A. Mardiah Tahir, dr. H. Habar Garu, SpOG BATASAN : Presentasi muka adalah kepala janin terdapat dalam keadaan defleksi maksimal sehingga aksiput tertekan pada punggung dan muka menghadap kebawah. (1) INSIDEN : Cruikshank & white (1973) melaporkan 1 : 600 kelahiran atau 0,17 % (2) Sarwono Prawirodihardjo 1948) di RSCM melaporkan 0,1 % Lembaga Statistik Obstetri & Pernoll M.L. masingmasing melaporkan 0,2 % (2,3) Dari hampir 50.000 kelahiran bayi tunggal di RS Parkland dalam tahun 19831986, 41 kelahiran atau 1 : 1200 adalah kelahiran dengan presentasi muka (2)+ ETIOLOGI : (1,2,3) Grandemultipara Anomali kongenital (anensefalus, hidrosefalus, tumor pada leher depan, dls) Prematuritas Disproporsi Sefalopelvik Usia Tumor pelvik Polihidramnion Kehamilan ganda Plasenta previa Makrosomia

DIAGNOSIS : Diagnosis ditegakkan dengan :

210

Pemeriksaan Fisi (Leopaold), bagian kepala menonjol yakni belakang kepala terdapat disebelah yang bertentangan dengan letak dada dapat teraba bagian kecil janin dan denyut jantung janin dapat terdengar jelas (1,3).

Pemeriksaan dalam v agina, muka dapat diidentifikasi dengan meraba mulut, hidung, tulang pipi dan sebagian tulang orbita. Hati-hati karena dapat keliru membedakan dengan letak bokong (1,3)

Pemeriksaan penunjang : Radiologi. Kepala bayi dalam posisi hiperekstensi & tulang muka berada pada atau sudah dibawah pintu atas panggul merupakan gambaran yang cukup khas (2,3)

PENATALAKSANAAN Persalinan pervaginam : bila tidak ada penyempitan panggul persalinan spontan dapat diharapkan bila dagu berada didepan dengan syarat kepala belum jauh masuk kedalam panggul dan masih mudah didorong ke atas (1) Persalinan pervaginam juga dapat berlangsung spontan bila anak kecil dan tidak ada disproporsi sefalopelvik (1) Persalinan perabdominam (seksio sesar) bila ada kesempitan panggul, partus macet/lama, dan posisi mento posterior yang tidak dapat lagi dikoreksi (1) PROGNOSIS : (1) Pada umumnya persalinan berjalan tanpa kesulitan, pada kasus panggul sempit dan anak besar daapat menimbulkan kesulitas, disamping itu muka tidak dapat melakukakan dilatasi serviks dengan sempurna Prognosis letak mento posterior kurang baik bila dibandingkan dengan letak mento anterior karena sulit lahir pervaginam Angka kematian janin adalah 2,5 - 5 %

211 KEPUSTAKAAN : 1. Sarwono Prawirodihardjo. Ilmu Kebidanan. Ed. II, 1981. Hal. 548-53 2. FG Cunningham, PC Mac Donal, NF Gant. Obstetri Williams. Ed. 18, cetakan I (Edisi Bahasa Indonesia), 1995. Hal. 412-5 3. Pernoll ML, Herrera E, Complications of labor & Delivery. In : Current Obstetric Gynecologic Diagnosis & Threatment. 7th Ed. A Lange Medical Book, 1991. 493-501

SKEMA PENATALAKSANAAN PRESENTASI MUKA

PRESETASI MUKA

MENTO ARTERIOR

MENTO POSTERIOR BERHASI L VERSI TIDAK BERHASIL PERABDOMINAM Bila : CPD/FPD Panggul sempit Anak bernilai sosial tinggi Partus macet/lama

PERVAGINAM

PERABDOMINAM

PERVAGINAM Bila : Bila : Panggul normal Panggul sempit Bila : Anak CPD/FPD Anak kecil diperkirakan Anak bernilai Multipara dapat lahir sosial tinggi Panggul pervaginam Partus normal Multipara macet/lama

212 8.6. PRESENTASI DAHI


dr. Rudianto HP, dr. H.E.R Moeljono. SpOG

BATASAN : Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal sehingga bagian kepala bayi diantara lengkungan orbita dan fontanel anterior, berada diatas pintu atas panggul.(1,2,3,4 ) Pada umumnya presentasi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala. Angka kejadian letak dahi kurang lebih satu diantara 400 persalinan.1 ETIOLOGI : Dari ibu: Multipara,panggul sempit,perut gantung. plasenta previa, polihidramnion Dari janin : Janin besar, anensefali, tumor - tumor dileher bagian depan.1,2,4

DIAGNOSIS : Diagnosis ditegakkan dengan: Pemeriksaan fisis (Leopold), sama seperti presentasi muka tetapi bagian belakang kepala tidak seberapa menonjol dan terdapat disebelah yang berlawanan dengan dada. Pada dada dapat teraba bagian kecil janin dan denyut jantung janin dapat terdengar jelas. Pemeriksaan dalam vagina dapat diraba sutura frontalis yang bila diikuti, pada ujung yang satu diraba ubun - ubun besar dan pada ujung yang lain teraba pangkal hidung dan lengkungan orbita.(1,2,4) Ultrasonografi : untuk menemukan etiologi dari janin, yang menimbulkan kecuriga an adanya presentasi dahi.(4)

213 PENATALAKSANAAN : Persalinan pervaginam bila : Janin kecil dan panggul yang luas Presentasi berubah menjadi presentasi muka (lihat penatalaksanaan presentasi muka) atau belakang Seksio sesar bila : kepala. Janin dan ukuran panggul normal Akhir kala I kepala belum masuk PAP Kala II tidak mengalami kemajuan walaupun kepala sudah masuk rongga panggul.(2,3) PROGNOSIS : Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal tidak dapat lahir pervaginam, kecuali bayi kecil dan panggul yang luas. (1,2)

214 KEPUSTAKAAN : 1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Presentasi dahi . Dalam : Ronardy Dh. Obstetri Williams. Edisi 18 ( Bahasa Indonesia ). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995; 415 -16 2. Martohoesoedo, Abadi A. Presentasi dahi. Dalam : Wiknyosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan. Edisi 3 . Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. 1991; 602-06 3. Fields DH. Brow presentation. In : Barber HK, Fields DH, Kaufman SA. Quick Reference To Ob - Gyn Procedure. Third Edition. J.B. Lippincott Company. Philadelphia. 1990;139 4. Cruikshank DP. Brow presentation. In: Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB, Spellacy WN. Danforths Obstetrics and Gynecology. Sixth Edition. J.B. Lippincot Company. Philadelphia. 1990; 578 -79.

215 12. KETUBAN PECAH DINI dr. Cornelia, ST, dr. Telly Tessy, SpOG BATASAN : Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu. (1) ETIOLOGI :

Belum diketahui dengan pasti (1,2,3,4,5,6,7,8,9) Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya KPD adalah : a. Infeksi, contoh : korioamnionitis (1,2,3,4,5,6,7,8,9) b. Trauma, contoh : amniosentesis, pemeriksaan panggul atau koitus.(2,5) c. Inkompeten serviks. (1,4,5,7) d. Kelainan letak atau presentasi janin. (1,9) e. Peningkatan tekanan intrauterina, contoh : kehamilan ganda dan hydramnion.
(4,5,9)

DIAGNOSIS : 1. Keluarnya cairan jernih dari vagina. (1,2,5,8,9) 2. Inspekulo keluar cairan dari OUE, bila fundus uteri ditekan atau digerakkan pemeriksaan mikroskopis. (8,9) 3. Adanya perubahan kertas lakmus merah ( nitrazim merah ) jadi biru. (1,2,5,8,9) 4. PDV : ketuban negatif. Pemeriksaan Penunjang. 1. USG. (6,9) 2. Leukosit dan suhu badan (37,5 C) untuk menilai adanya infeksi (leukositosis). (6,7,9) 3. Pemantauan kesejahteraan janin. (7,8,9) 4. Pemeriksaan laboratorium. Contoh : TORCH, dll. (5,9) PENATALAKSANAAN : (9)

216 1. Konservatif : a. Rawat dirumah sakit, tirah baring. b. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin. c. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu. d. Antibiotik profilaksis adalah Amoxycillin 3x500 mg (5 hari). e. Pemberian tokolitik (bila ada konstraksi uterus) dan pemberian kortikosteroid (pematangan fungsi paru janin), lihat penatalaksanaan persalinan prematur. f. Jangan melakukan PDV, kecuali bila sudah ada tanda-tanda persalinan. g. Bila ada tanda-tanda infeksi, gawat janin maka dilakukan terminasi kehamilan . h. Bila dalam tiga kali 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada konstraksi uterus maka dilakukan mobilisasi bertahap, bila pelepasan air berlangsung terus dilakukan terminasi kehamilan. 2. Aktif : Bila didapatkan infeksi berat diberikan antibiotik dosis tinggi, dan ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin dilakukan terminasi kehamilan : a. Induksi/akselerasi persalinan (lihat penatalaksanaan induksi dan masingmasing letak janin). b. Seksiosesaria dilakukan bila gagal induksi/akselerasi persalinan (lihat penatalaksanaan masing-masing dari letak janin yaitu letak kepala, letak sungsang, letak lintang dan lain-lain). c. Seksio histerektomi bila ditemukan tanda-tanda infeksi uterus yang berat. KOMPLIKASI : 1. Ibu : Infeksi, sepsis dan kematian. (3,7,9) 2. Janin (3,7,9) Kelahiran prematur Infeksi janin Deformitas janin. Kematian janin.

217

218 KEPUSTAKAAN :
1.

Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF, eds. Obstetri Williams (terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh R.Hariadi, R Prajitno P, Soedarto). Edisi 17. Surabaya : Airlangga University Press, 1991 : 880-3

2.

Sura N, Muhammad S dan Manuputty J. Pengelolaan ketuban pecah dini. Majalah Dokter Keluarga, 1986 ; 5 : 62-4 Garite TJ. Premature rupture of membranes. In: Scott JR, Disaia PJ, Hammond CB , Spellacy WN, eds. Danforths obstetrics and gynecology. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1990 ; 353 - 63 6th ed.

3.

4.

Artal R. Premature rupture of the membranes. In: Mishell DR, Brenner PF, eds. Management of common problems in obstetrics and gynecology. 3rd ed. Boston : Blackwell Scientific Publications, 1994 ; 108 - 15

5.

Fields DH.

Abnormalities of fetal growth and development concerning both

antepartum and intrapartum care. In: Barber HRK, Fields DH, Kaufman SA, eds. Quick reference to OB-GYN procedures. 3rd ed. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1990 ; 119-32
6.

Borten M. Premature rupture of membranes. In. Friedman EA, Acker DB, Sachs BP, eds. Obstetrical decision making. 2nd ed. Philadelphia : BC Decker Inc, 1987 ; 170-1

7.

Oxorn H,Forte WR, eds. Medica, 1990 ; 592-602

Ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi persalinan

(terjemahan dalam bahasa Indonesia dan editor ahli M. Hakimi). Yayasan Essentia
8.

Saifuddin AB, Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I. Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991 ; 39-40 Tessy T dan Garu H. Penatalaksanaan ketuban pecah dini. Laboratorium Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.Ujung Pandang (masih dalam proses penyelesaian)

9.

219

KPD Kehamilan 37 minggu AKTIF

DIAGNOSIS : Anamnesis Pemeriksaan inspekulo Pemeriksaan pH Pemeriksaan USG Lab. Leukosit

LETAK KEPALA MASA LATEN > 6 JAM INDUKSI/ AKSELERASI

LETAK LINTANG LETAK SUNGSANG GAWAT JANIN

BERHASIL

GAGAL

PARTUS PERVAGINAM GAGAL

EKSTRAKSI VAKUM

EKSTRAKSI FORSIPAL

SEKSI SESAREA

220

KPD Kehamilan 20 - < 37 mgg

DIAGNOSIS : Anamnesis Pemeriksaan inspekulo Pemeriksaan pH Pemeriksaan USG Lab. Leukosit

INPARTU INFEKSI GAWAT JANIN Bila selama observasi ditemukan tandatanda ini AKTIF

TIDAK INPARTU TIDAK INFEKSI TIDAK GAWAT JANIN

KONSERVATIF

Cairan ketuban keluar terus (Pemeriksaan USG)

Cairan ketuban tidak keluar lagi

Terminasi kehamilan Lihat persalinan prematur

Terminasi kehamilan Lihat persalinan prematur

Mobilisasi/ berobat jalan

Bila cairan ketuban tidak keluar lagi diobservasi

Bila cairan ketuban keluar lagi dikonservatif

Kehamilan 37 mgg

221 13. PANGGUL SEMPIT


dr. Yusuf Manga, dr. H. Maramis Palisuri, SpOG

BATASAN : Panggul sempit adalah setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, sehingga dapat menyebabkan distosia pada persalinan.(1,2) KLASIFIKASI : Panggul sempit dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1,2) Kesempitan pada pintu atas panggul : apabila diameter antero-posterior kurang dari 10 cm (conjugata diagonalis kurang dari 11,5 cm), atau jika diameter transversal kurang dari 12 cm. Kesempitan pada panggul tengah : bila jumlah diameter interspinalis ditambah diameter sagitalis posterior panggul tengah kurang dari 13,5 cm (biasanya 10,5 + 5 cm), atau diameter interspinalis kurang dari 10 cm. Kesempitan pada pintu bawah panggul : berkurangnya diameter intertuberosum menjadi 8 cm atau kurang dari 10 cm. Kesempitan panggul menyeluruh : kesempitan meliputi semua bagian jalan lahir Kesempitan panggul yang jarang : pelvis kifosis, kiforakitis, kifoskoliosis dan pelvis kifosskoliorakitis.(1) DIAGNOSIS : Pelvimetri : pemeriksaan dalam dengan tangan.(3) PEMERIKSAAN PENUNJANG : Tes Muller.(1) Ultrasonografi : mengukur diameter biparietal janin. (1,3)

222 PENANGANAN : Kesempitan pada pintu atas panggul Kesempitan panggul tengah : Seksio sesar. (1,2) : Ekstraksi vakum, dilakukan setelah diameter biparietal janin telah melalui penyempitan panggul. (4) Kesempitan pada pintu bawah panggul Pada bayi yang sudah mati KOMPLIKASI : Pada ibu Pada bayi : Ruptur uteri, fistula, infeksi intrapartum. (1,2) : Infeksi intrapartum, perubahan pada kulit kepala janin dan tulang kepala, prolapsus funikuli. (1,2) : Episiotomi mediolateralis yang luas. (4) : Kraniotomi dan kranioklasik.(3)

KEPUSTAKAAN : 1. Cunningham F, Mac Donald PC, Gant NF. Dystocia due to pelvic contaction. In: Williams Obstetric. 20th ed. Connecticut; Appleton & Lange, 1997: 461-72 2. Gant NF, Cunningham F. Dystocia due to pelvic contaction. In: Basic Gynecology and Obstetrics. 19th ed. Connecticut; Appleton and Lange, 1993: 370-1 3. Wiknjosastro H. Distosia karena kelainan panggul. Dalam Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ed. Ilmu kebidanan. Edisi Ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono, 1991: 637-48 4. Cunnigham F, MacDonald PC, Gant NF. Dystocia due to Pelvic Contaction. In: William Obstetric. 18th ed. Connecticut; Appleton & Lange, 1989: 377-83

223 14. KELAINAN HIS


dr. Frits Rumintjap dr. Josephine LT., SpOG

BATASAN : Kelainan His adalah suatu


(1,2)

keadaan dimana his tidak normal baik dalam

kekuatan maupun dalam sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan. His normal/adekuat : his persalinan yang menyebabkan kemajuan persalinan, yaitu : (3) Klinis : 3 kali kontraksi/10 menit, lamanya 40-60 detik, sifatnya kuat. KTG : 3 kali kontraksi/10 menit, lamanya 40 - 60 detik, dengan tekanan intrauterin 40 - 60 mmHg. KLASIFIKASI : (3,4) 1. Intersia uteri hipotoni (disfungsi uteri hipotoni) : kontraksi uterus terkordinasi, tapi tidak adekuat 2. Intersia uteri hipertoni (disfungsi uteri hipertonik/disfungsi uteri inkordinasi) : kontraksi uterus tidak terkordinasi, kuat tapi tidak adekuat. ETIOLOGI : (1,2,3,4) 1. Inersia uteri hipotoni : panggul sempit, kelainan letak kepala, penggunaan analgesi terlalu cepat, hidramnion, gemeli, perasaan takut dari ibu, salah pimpinan persalinan. 2. Inersia uteri hipertoni : pemberian oksitosin berlebihan. PENYULIT : (3) 1. Inersia dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran 2. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga menyebabkan kematian anak meninggi 3. Kelelahan ibu dan dehidrasi, dengan tanda-tanda : nadi & suhu meningkat, pernafasan cepat , turgor berkurang, meteorismus dan asetonuri.

224 PEMERIKSAAN PENUNJANG : (3,4) 1. K.T.G 2. U.S.G PENATALAKSANAAN : (1,2,3,4) 1. Pemberian infus pada persalinan lebih lama dari 18 jam, untuk mencegah timbulnya gejala-gejala/penyulit diatas. 2. Inersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada, dilakukan amniotomi dan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit : seksio-sesar). 3. Inersia uteri hipertoni : (lihat bab resusitasi intra-uterin). KEPUSTAKAAN : 1. Mochtar R. Distosia karena his (Power). Kelainan dalam persalinan. Dalam : Sinopsis obstetri. Obstetri fisiologi. Obstetri patologi. I . Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 1989 : 347-51 2. Martohoesodo S. Distosia karena kelainan tenaga. Patologi persalinan dan penanganannya. Dalam : Ilmu kebidanan. Edisi 4. Jakarta, Yayasan Bina pustaka, 1994 : 537-44 3. Pedoman diagnosis dan terapi obstetri dan ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin. Bagian pertama (obstetri), edisi kedua, cetakan pertama, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK-UNPAD, Bandung, 1996 : 107-09. 4. Cunningham F G et al. Dystocia Abnormalities of the expulsive forceps. Abnormal labour. In : Williams obstetrics 20 th edition. USA, Prentice-hall international inc., 1997 : 415-32.

225 15. RUPTURA UTERI dr. O. Tjandra, dr. IMS. Murah Manoe, SpOG BATASAN : Ruptura uteri ialah robeknya dinding uterus, yang dapat terjadi antepartum atau intrapartum.(1) KLASIFIKASI : 1. Menurut robek tidaknya peritoneum. (1) a. Ruptura uteri komplit : semua lapisan dinding rahim robek b. Ruptura uteri komplit : kalau peritoneum masih utuh 2. Menurut gejala klinik : (3) a. Ruptura uteri imminens (mengancam) b. Ruptura uteri FAKTOR PREDISPOSISI DAN ETIOLOGI : (3,4,5) 1. Ruptura spontan uterus normal a. Multiparitas b. Disproporsi c. Presentasi abnormal d. Penggunaan oksitosin yang tidak tepat. e. Anomali janin (hidrosefalus). 2. Ruptura bekas parut a. Bekas parut seksio sesar b. Bekas parut bukan seksio sesar Miomektomi Histerorafi Reseksi kornu Akibat tindakan kuretase Plasenta perketa/akreta Metroplasti

226

Penyakit trofoblastik invasif

DIAGNOSIS : (2,6) 1. Ruptura uteri imminens a. Anamnesa adanya faktor predisposisi / etiologi b. Penderita gelisah, ketakutan disertai perasaan nyeri di perut c. Mengerang kesakitan pada setiap his d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya e. Tanda-tanda dehidrasi f. His makin lama makin kuat dan sering g. Ligamentum rotundum teraba keras dan tegang h. Segmen bawah rahim tipis dan nyeri tekan i. Nampak lingkaran bandl dan bertambah tinggi j. Perasaan mau sering kencing dan katetirasi ada hematuria k. Denyut jantung janin ireguler l. Terdapat tanda-tanda dari obstruksi (edema jalan lahir) dan kaput janin yang besar. B. Ruptur uteri 1. Anamnesis dan inspeksi a. Pada suatu his yang kuat sekali, penderita kesakitan luas biasa, keringat dingin dan tak sadarkan diri b. Pernafasan cepat dan dangkal c. Muntah-muntah d. Kadang nyeri menjalar di tungkai bawah dan bahu e. Anemis f. Perdarahan pervaginam 2. Palpasi a. Nadi kecil dan cepat b. Kontraksi uterus biasanya c. Defance muskuler sampai meteorismus d. Dapat terjadi krepitasi bila ada emfisema subkutan

227 e. Kepala janin bila belum turun menjadi mudah dilepaskan dari pintu atas panggul f. Uterus dapat teraba sebagai bola keras disamping bagian janin bila keluar dari kavum uteri 3. Auskultasi a. Paralisis usus b. DJJ sulit atau tidak terdengar lagi 4. Pemeriksaan dalam a. Kepala janin mudah didorong disertai banyak perdarahan pervaginam b. Kalau rongga rahim sudah kosong, jari tangan dapat meraba usus atau bagian melalui robekan dinding uterus. 5. Kateterisasi a. Hematuri DIAGNOSIS DIFERENSIAL : (7) Akut abdomen pada kehamilan abdomen lanjut PEMERIKSAAN PENUNJANG : (7) Hb dan hematokrit darah PENANGANAN : (2,3,5,6,8) A. Resusitasi a. Memperbaiki keadaan syok, anemia dan infeksi b. Pada keadaan tertentu kompresi aorta dan pemberian oksitosin bisa membantu mengurangi perdarahan. B. Laparotomi, segera setelah diagnosis ditegakkan, dapat dipilih antara memperbaiki kerusakan uterus atau histerektomi. Keputusan berdasarkan tempat ruptur, sifat robekan, luasnya robekan, penyebab ruptur, adanya parut uterus, kondisi umum pasien dan keinginan untuk mengandung di kemudian hari. a. Histerektomi baik total ataupun subtotal Dilakukan pada keadaan umum memungkinkan dan bila ada kolporeksis.

228 b. Histerorafia Dilakukan bila pinggir luka harus rata, beraturan, tidak terlalu rapuh dan tidak ada tanda-tanda infeksi. c. Histerorafia dengan ligasi tuba, dilakukan pada luka bersih ruptura bekas parut dengan anak cukup. PENYULIT : (7) a. Sepsis b. Luka yang meluas ke kandung kencing dan vagina c. Hematoma pada daerah parametrium d. Syok irreversible

229 KEPSUTAKAAN : 1. Wibowo B, Saifuddin AB. Istilah obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Panitia Ilmiah POGI; Jakarta, 1973 2. Mochtar R. Sinopsis obstetri. Jilid I. Jakarta ; {enerbit Buku Kedkteran EGC, 1990 : 323-33 3. Taber B. Kapita selekta ; Kedaruratan obstetri dan ginekologi. Alih bahasa : Supriyadi T, Gunawan J. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994 : 450-4 4. Oxorn H. Ilmu kebidanan : patologi & fisiologi persalinan. Alih bahasa : Hakimi M. Yayasan Essentia Medica, 1990 : 469-75 5. Dutta DC. Text book of obstetrics. Calcuta ; New Central Book Agency, 1983 : 436-42 6. Martohoesodo S, Marsinto. Perlukaan dan persitiwa lain pada persalinan. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1992 : 664-74 7. Saifuddin AB, Utama H. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Bagian I. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI, 1991 : 46-7. 8. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri Williams. Alih bahasa : Suyono J, Hartono A. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 467-77

230 16. PERSALINAN PREMATUR dr. Annas Budi, dr. Ny. Suzanna S. Pakasi, SpOG BATASAN : Persalinan prematur adalah persalinan pada usia kehamilan antar 20 dan 37 minggu penuh, atau antara 140 dan 259 hari, dihitung dari hari pertama haid terakhir (1). Faktor risiko : (1). Dibagi atas kriteria mayor dan minor untuk meramalkan terjadinya persalinan spontan. Mayor : 1. Kehamilan multipel 2. Hidramnion 3. Anomali uterus 4. Serviks terbuka lebih dari 1 ccm pada kehamilan 32 minggu 5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu 6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali 7. Riwayat persalinan prematur sebelumnya 8. Operasi abdominal pada kehamilan prematur 9. Riwayat operasi konisai 10. Minor : 1. Penyakit yang disertai demam 2. Perdarahan per vaginam setelah kehamilan 12 minggu 3. Riwayat pielonefritis 4. Merokok lebih dari 10 batang / hari 5. Riwayat abortus Trimester II 6. Riwayat abortus Trimester I lebih dari 2 kali Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai : 1 atau lebih faktor risiko mayor ; atau 2 atau lebih faktor risiko minor ; atau keduanya. Kriteria diagnosis : 1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap, atau 140 dan 259 hari (1). Iritabilitas uterus

231 2. Kontraksi uterus yang reguler dengan interval kurang dari 10 menit dan lamanya kontraksi minimal 30 detik (2). 3. Adanya pendataran dan dilatasi serviks secara progersif atau dilatasi serviks minimal 2 cm sejak penderita masuk rumah sakit setelah diobservasi selama 3060 menit (2). 4. selpaut ketuban seringkali telah pecah (1). 5. Merasakan gejala seperti : rasa kaku diperut menyerupai kaku menstruasi ; rasa tekanan intra pelvik ; nyeri bagian belakang (1). 6. Mengeluarkan lendir per vaginam, mungkin bercampur darah. Pemeriksaan penunjang (1). 1. Ultrasonografi : usia kehamilan, besar janin, jumlah janin, aktivitas biofisik, cacat bawaan, letak dan maturasi plasenta, volume cairan amnion, kelainan uterus. 2. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensidan kekuatan kontraksi. 3. Pemeriksaan vaginal berkala untuk mengetahui dilatasi / pemendekan serviks. 4. Pemeriksaan surfaktan (amniosnetesis). 5. Pemeriksaan bakteri vagina 6. Pemeriksaan kultur urine 7. Pemeriksaan gas da pH darah janin. PENATALAKSANAAN : Masalah utama ini dalam menghadapi perlu persalinan prematur, untung dan adalah ruginya, apakah dengan kelangsungan proses itu perlu dihentikan atau sama sekali tidak. Untuk menjawab pertanyaan dipertimbangkan memperhitungkan kematangan janin (misalnya : berat janin, kematangan paru), penentuan kondisi janin inutero, fase persalinan, risiko ibu janin bila persalinan dilanjutkan, dan tentu saja risiko pengobatan itu sendiri (3). Bilamana keadaan penderita sudah dinilai, dan diagnosis persalinan prematur sudah dibuat, maka pilihan tersebut adalah sebagai berikut (3). 1. Menghambat persalinan untuk memperpanjang kehamilan dan menunda persalinan mencapai atau menjelang aterm;

232 2. Menghambat persalinan selama 48 - 72 jam dan mencoba mempercepat kematangan paru janin agar risiko sindrom gawat nafas dapat dikurangi. 3. Membiarkan persalinan berlangsung dengan anggapan bahwa terapi tokolisis tidak berguna bagi ibu dan janin yang akan lahir, atau karena ada indikasikontra terhadap obat tokolisis. Terapi penundaan persalinan prematur : (1) 1. Istirahat baring 2. Deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan prematur 3. Pemberian sedai dan hidrasi 4. Pemberian obat tokolitik : (lihat bab, tokolitik) Pemberian obat pematangan paru patut diberikan pada persalinan prematur 28-35 minggu. Terutama pada kasus dengan indikasi terminasi kepentingan ibu bab. Pematangan paru). INDIKASI KONTRA PENUNDAAN PERSALINAN : (1) Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak, gestosis, diabetes melitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm, kelainan kongenital, dan kematian janin CARA PERSALINAN : (1) 1. Janin presentasi kepala : per vaginam dengan episiotomi lobar 2. Indikasi seksio sesar : a. Janin sungsang b. Taksiran berat janin kurang dari 1500 g (masih kontra versi) c. Gawat janin, bila syarat per vaginam tidak terpenuhi d. Infeksi intraprtum, bila syarat per vaginam tidak terpenuhi e. Kontraindikasi per vaginam lainnya (letak lintang, plasenta previa, dsb) KEPUSTAKAAN :
(4)

. (lihat

233 1. Pengurus besar POGI. Standar pelayanan medik Obstetri dan Ginekologi. Bagian I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1991 ; 59-61 2. Fadel HE. Preterm labor. In : Fadel HE, ed. Diagnosis and management of Obstetric emergencies. London : Addison-Weslay Publishing Company. 1982 ; 647 3. Muchsin LH, Wiknjosastro GH. Perbandingan tokolisis dengan salbutamol dan magnesium sulfat dalam pencegahan persalinan preterm. Maj Obstetri Ginekologi Indonesia 1993 ; 19 : 24-6 4. Wiknjosastro GH, Saifuddin AB. Manajemen persalinan preterm. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.

234 SKEMA PENATALAKSANAAN PERSALINAN PREMATUR

KRITERIA DIAGNOSIS

PERSALINAN PREMATUR

PEMERIKSAAN PENUNJANG

MENGHAMBAT PERSALINAN

MEMBIARKAN PERSALINAN BERLANGSUNG Pada terapi tokolis tidak berguna Indikasi kontra

Memperpanjang Kehamian & menunda persalinan, mencapai atau menjelang aterm

Selama 48-72 jam & mencoba mempercepat kematangan paru

Istirahat Deteksi & penanganan terhadap faktor resiko Terapi sedasi & hidrasi Tokolitik CARA PERSALINAN

PERVAGINAM PRESENTASE KEPALA + EPISIOTOMI LEBAR

SEKSIO JANIN SUNGSANG TBJ < 1500 GR GAWAT JANIN INFEKSI INTRA PARTUM K.I. PERVAGINAM (LL, PLAS PREVIA)

235 17. KEHAMILAN LEWAT WAKTU dr. Rahmy Djamil, dr. Henrie Usmany, dr. I.M.S. Murah Manoe SpOG BATASAN : Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang berumur 42 minggu atau lebih.(1) ETIOLOGI : Sampai sekarang belum jelas dipahami seluruhnya, keadaan ini berkaitan dengan adanya defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan ekstra uteri. (2) PATOFISIOLOGI : Perubahan plasenta menunjukkan penurunan diameter dan panjang vilikorialis, nekrosis fibrinoid dan terjadinya arterosis pembuluh darah desidua dan korion. Perubahan ini disertai dengan terjadinya gambaran infark hemoragik yang merupakan tempat penimbunan kalsium dan pembentukan infark. Pada kehamilan lewat waktu infark ditemukan 60- 80% pada plasenta.(3) Apabila kehamilan berlangsung melampaui masa fungsi plasenta, maka janin mungkin kekurangan nutrisi / oksigen akbiat dari penurunan fungsi plasenta. (4) Sindroma postmaturitas dapat terjadi hanya 10 - 20 % dari bayi persalinan kehamilan lewat waktu. (5) Gawat janin dapat terjadi akibat penekanan tali pusat yang dihubungkan dengan oligohidramnion. (1) Walaupun dapat bertumbuh menjadi postmaturitas, sebagian (25 - 30 %) janin juga dapat terus bertumbuh dan melebihi 4000 gram.(6) DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN : 1. Pemeriksaan umur kehamilan Umur kehamilan dihitung dengan rumus Naegele berdasarkan anamnesis tanggal hari pertama haid terakhir. Konfirmasi umur kehamilan dengan : (1) a. Terdengarnya denyut jantung janin pada kehamilan 17 - 20 minggu.

236 b. c. 2. a. b. Tinggi fundus uteri antara 18 - 30 minggu. Pemeriksaan USG sebelum umur kehamilan 26 minggu. Amnioskopi : untuk melihat warna serta kejernihan cairan ketuban.(3) Pemantuan detak jantung janin : b.1. Non stress test (NST) (4) b.2. Oxytocin chalenge test (OCT)(4) Seksio sesar dilakukan bila OCT positif. c.3. Profil biofisik : Manning menganjurkan pemeriksaan ini 2 kali seminggu dan persalinan janin tersebut bila ada oligohidramnion. PEMERIKSAAN DALAM : Untuk menilai kematangan serviks (digunakan nilai Bishop). PENATALAKSANAAN : 1. 2. Pada dasarnya, penatalaksanaan kehamilan lewat waktu adalah : Penanganan kehamilan dengan pemantauan dan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilang tergantung : 3. Keadaan janin. Tidak adanya gangguan fungsi plasenta. Pematangan serviks.
(2)

Penentuan fungsi plasenta / keadaan janin.

Penanganan antepartum : Pemanatauan kesejahteraan janin : Pemeriksaan NST atau CST Pemantauan profil biofisik. NST Gerak napas janin Gerak janin Tonus otot janin

237

Cairan amnion

Pematangan serviks Dilakukan pada serviks yang belum matang (nilai Bishop < 6). Pematangan serviks dapat dilakukan dengan Prostaglandin (Prostaglandin gel E2 3,0mg intravaginal dan 0,5 intraservikal)(6) atau balon kateter kateter Foley no 18 F(7) atau 26F. (3)

Induksi persalinan. Induksi persalinan dilakukan pada nilai Bishop 6.(8) Induksi persalinan dengan menggunakan Oksitosin S 5 U / 500 cc Ringer Laktat, dimulai dengan 6 tetes mikro / menit dan dinaikkan tiap 30 menit 6 tetes / menit, maksimum 60 tetes / menit.(8)

Seksio sesar. Makrosomia (perkiraan berat janin 4500 gram). (1,6) Dilakukan pada janin dengan yang selama persalinan menunjukan nonreaktif dan positif.(6)

4.

Penanganan intrapartum Amnioinfusion dilakukan pada amnion yang kental.(6) Pada keadaan distosia bahu diperlukan bantuan dokter anestesi dan dokter anak serta seorang ahli kebidanan yang sudah berpengalaman dalam melahirkan distosia bahu dengan berbagai maneuver.(6) Seksio sesar dilakukan pada : Suspek makrosomia.(1,6) Deselerasi lambat persisten disertai variabilitas atau peningkatan denyut jantung.(6) Aspirasi trakheal pada neonatus.(1,6)

238 KEPUSTAKAAN : 1. Cunninghham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstap III LC, Hankins GDV, Clark SL. Post term . In: Williams obstetrics. 20 th ed. Stamford; Appleton & Lange, 1997 : 827 - 37 2. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Kehamilan Preterm dan Postterm. Dalam: Obstetri Williams. Alih Bahasa: Sutoyo J, Hartono A. Editor: Ronardy DH. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995:903 -10 3. Arias F. Prolonged pregnancy. In: Practical 150 - 61 4. Laboratorium/UPF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit Kandungan . Post Datism. Pedoman Diagnostik dan terapi . Jakarta; Fakultas kedokteran Universitas Airlangga,1988 : 76 -8 5. 6. Resnik R. Post-term pregnancy. In: Creasy RK, Resnik R . Maternal-fetal medicine.3rd ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1994 : 521 - 6 Freeman RK, Lagrew DC. Prolonged pregnancy. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Obstetrics normal and problem pregnancies . 2nd. New York; churcill Livingstone, 1991: 945 -55 7. 8. Porto M. The unfavorable cervix: methods of cervical priming. Clin Obstet Gynecol. 1989, 32 : 2 : 262 - 7 Satin JQ, Hankins DV. Induction of labor in the posdate fetus. Clin Obstet Gynecol, 1989; 32: 2: 270 - 1 guide to high-risk pregnancy and delivery , 3 nd ed . Sint Louis; Mosby Year Book, 1993 :

239

18. KEHAMILAN DAN PERSALINAN KEMBAR DUA (GEMELI)


dr. Armyn A. Oesman, dr. Telly Tessy, SpOG

BATASAN : Kehamilan kembar dua adalah kehamilan dengan dua janin. KLASIFIKASI : (1,2,3,4,5) 1. Kehamilan kembar monozigot : yang terjadi dari ovum dan satu sperma. (Homolog uniovuler) 2. Kehamilan kembar dizigotik : yang terjadi dari dua ovum dan dua sperma. (Heterolog biovuler) ETIOLOGI : Tidak jelas. DIAGNOSIS : (1,2,3,4,5) 1. Anamnesis : ibu merasa perutnya lebih besar dari kehamilan sebelumnya, gerakan anak lebih sering, adanya riwayat persalinan kembar dalam keluarga. 2. Pemeriksaan fisik : perut tampak lebih besar dari kehamilan biasa, fundus uteri lebih tinggi dari kehamilan biasa, teraba 3 bagian besar janin, teraba 2 balotemen , teraba banyak bagian-bagian kecil anak, adanya penambahan berat badan yang menonjol yang tidsak disebabkan oleh edema dan obesitas. Terdengarnya bunyi jantung anak pada dua tempat yang berbeda dan sama jelasnya serta ada perbedaan frekwensi sekurang-kurangnya 10 kali dihitung pada saat yang sama. 3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG), dengan pemeriksaan ini kehamilan kembar sudah dapat diketahui pada kehamilan 6-7 minggu. Pemeriksaan ini merupakan cara diagnosis yang mudah, cepat, tidak membahayakan ibu dan anak.

PENATALAKSANAAN : Dalam kehamilan : (1,3,4)

240 Komplikasi utama yang sering terjadi pada kehamilan kembar yaitu partus prematur dan preeklampsia, sehingga perlu diadakan pencegahan untuk kepentingan ibu dan anak. 1. Pemeriksaan antenatal yang lebih sering dan teratur. Dalam hal ini pemeriksaan USG dapat juga dilakukan lebih sering atas indikasi. 2. Memperbaiki kesehatan umum dan mengusahakan pertambahan berat badan yang cukup. 3. Kebutuhan makanan harus diperhatikan , sehubungan dengan peningkatan kebutuhan terhadap kalori, protein, mineral, vitamin dan asam folat selama kehamilan. 4. Untuk mencegah anemia, secara rutin diberikan sufas ferrosus 1 x 100 mg dan diperiksa Hb sekali dalam 3 bulan. 5. Kerja ringan, istirahat cukup, tidak melakukan perjalanan jauh dan tidak melakukan koitus setelah kehamilan 28 minggu. Dalam persalinan : Pimpinan persalinan Pimpinan persalinan kembar dua tergantung pada umur kehamilan atau perkiraan berat badan lahir anak. Untuk tiap persalinan kemar dua dapat dilakukan tindakan sebagai berikut : Persiapan : persiapan untuk persalinan biasa dan operasi. Persiapan resusitasi oleh bagian neonatologi. Pimpinan pada kala I :seperti pada partus biasa. Terminasi persalinan tergantung pada indikasi. Pimpinan pada kala II : Persalinan anak pertama ditolong seperti biasa bila letak anak membujur. Padasetiap perpanjangan waktu persalinan pada kala I dan kala II, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya locked twins atau adanya conjoined twins. Tindakan yang paling baik pada locked twins dan conjoined twins ialah seksio sesarea. Bila ternyata anak pertama letak lintang, maka harus dilakukan seksio sesarea. (3,4) Seseudah anak pertama lahir, maka dilakukan : (1,2,3,4,5)

241 1. Pemeriksaan obstetric luar untuk mengetahui letak, presentase dan keadaan anak kedua (denyut jantung) 2. Pemeriksaan dalam untuk mengetahui letak, presentase anak kedua, apakah ada prolapsus tali pusat, presentase ganda dan lain-lain Bila ternyata letak anak kedua memanjang (kepala atau bokong) dan keadaannya baik, maka ketuban segera dipecahkan kemudian ditunggu sampai partus spontan sambil fiksasi presentasi anak kerongga panggul dengan melakukan penekanan seperlunya pada fundus uteri. Bila letak anak kedua melintang, kedaan anak baik, ketuban positif, maka dilakukan versi luar. Jika tidak berhasil, dilakukan versi dan ekstraksi atau seksio sesarea. Bila letak kedua anak kedua melintang dan ketuban negatif, segera dilakukan versi dan ekstraksi bila masih memungkinkan atau seksio sesarea. Persalinan anak kedua harus dipercepat menurut cara yang sesuai bilamana : Di temukan presentasi atau prolapsus tali pusat. Terdapat tanda-tanda foetal distress atau ancaman foetal distress anak kedua Ketuban negatif sesudah anak pertama lahir.

Pada stadium awal dari partus imaturus dan prematurus yaitu pada pembukaan serviks 4 cm atau kurang, ketuban positif, keadaan janin masih baik, diusahakan untuk menghentikan persalinan bila mungkin dengan tokolitik. Interval persalinan anak pertama dan kedua : (1,2,3,4,5) Anak kedua diusahakan harus sudah lahir dalam waktu kurang dari 30 menit sesudah anak pertama lahir. Bila perlu his dapat diperkuat dengan pitosin drips. Semua persiapan untuk tindakan obstetrik sudah harus dilakukan setelah anak lahir. Untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum, maka tindakan pencegahan mutlak diperlukan. Pengawasan komplikasi postpartum dilakukan dan dirawat seperti biasa. KEPUSTAKAAN : 1. Tinggogoy J. Kembar dua di Rumah Sakit Umum Ujung Pandang. Skripsi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK. UNHAS. Ujung Pandang, 1981.

242 2. Manuaba IBG. Kehamilan Ganda. Dlama : Melfiawati S, ed. Penuntun kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi. Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1993 : 134 - 36 3. Wibowo B, Hanafiah MJ. Kehamilan Ganda. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Eds. Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 1992 : 386 - 97 4. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar Offset.1982 : 68 - 78 5. Kovacs BW. Multiple gestations. In : Mishell JR, Brenner PF, eds . Management of common problems in obstetrics and gynecology. 3rd ed. Boston : Blackwell Scientific Publications, 1994 : 154 - 60

243 SKEMA PENATALAKSANAAN KEHAMILAN KEMBAR DUA (GEMELI) (1,2)

Diagnosis gemeli

Hamil < 30 minggu

Hamil 30-36 minggu Rawat di RS rutin/selektif **

Hamil aterm Partus di RS

Komplikasi (-)

Komplikasi (+)

Rawat jalan atau RS *

Periksa hamil intensif Inpartu ***

Komplikasi ***

Masuk RS R/Tocolotik bila pembukaan 4cm (rawat=prematur)

Persalinan pervaginam Atonia/hipotonia Prolong labor Induksi persalinan Memecahkan ketuban Persalinan pervaginam Spontan Vakum/forceps/ekstr aksi kaki

Seksio sesarea : Anak I lintang atau sungsang Gawat janin Indikasi obstetri

244 KEHAMILAN DAN PERSALINAN PADA BEKAS SEKSIO SESAR dr. Hindar Jaya, dr. Maggie Wewengkang, SpOG BATASAN : Kehamilan dan Persalinan bekas seksio sesar adalah kehamilan dan persalinan yang terjadi pada rahim yang pernah diseksio sesar. (1) 1. Kehamilan pada bekas seksio sesar a. Anamnesis (1) : a) Mempunyai data umur, tinggi badan penderita b) Mengetahui riwayat kehamilan yang lalu c) Mengetahui riwayat persalinan yang lalu d) Mengetahui indikasi seksio yang lalu b. Melakukan pemeriksaan antenatal (PA) yang teratur yaitu (1) : a) Sebelum mencapai umur kehamilan 28 minggu PA dilakukan tiap 4 minggu b) Pada umur 28 - 32 minggu tiap 2 minggu c) Dari umur 32 - 38 minggu pemeriksaan dianjurkan tiap minggu d) Mulai umur > 38 minggu atau 2 minggu sebelum taksiran persalinan ibu sudah harus rawat apabila (2) : e) Tingkat pendidikan rendah f) Transportasi sulit g) Tempat tinggal jauh c. Pemeriksaan Penunjang Ro pelvimetri pada panggul suspek sempit (1) USG untuk menentukan usia kehamilan, perkiraan berat badan janin dan letak plasenta (1,2) 2. Persalinan pada bekas seksio sesar a. Seksio Sesar bila (2) : Seksio sesar dulu seksio sesar klasik/korporal

245

Penyembuhan luka operasi buruk Sudah dua kali atau lebih seksio sesar Kehamilan ini disertai dengan penyulit seperti : a) Kelainan letak b) Kelainan presentasi c) Plasenta previa d) Disproporsi sefalo pelvik (D.S.P) e) Distosia

b. Partus pervaginam dapat dilakukan (1) : Bila anamnesis dan pemeriksaan fisis obstetri seperti : a) Umur kehamilan pertama < 35 tahun b) Umur kehamilan sekarang > 28 minggu c) Ukuran panggul luar dan dalam normal (conyungata vera > 11,5 cm) d) Posisi letak kepala fisiologis (ubun-ubun kecil depan) e) Tidak ada tumor jalan lahir f) Kehamilan bekas seksio sesar transperitoneal profunda murni dan hanya satu kali seksio sesar g) Pernah melahirkan bayi pervaginam yang berat badan lebih besar dari perkiraan berat badan janin kehamilan ini Dengan observasi ketat (1) : a) Tanda vital b) His c) Denyut jantung janin (DJJ) d) Kemajuan persalinan

246 KEPUSTAKAAN : 1. Wewengkang MJ, Djasmadi N. Penatalaksanaan persalinan bekas seksio sesar di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UH, 1989: 1-26 2. POGI. Bekas Seksio Sesarea. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Jakarta, 1991: 72-3

247 20. PARTUS KASEP dr. Henrie Usmany, dr. I.M.S.Murah Manoe SpOG BATASAN : Partus kasep adalah suatu keadaan dari suatu persalinan yang mengalami kemacetan dan berlangsung lama sehingga timbul komplikasi pada ibu maupun anak.(1) PATOFISIOLOGI : Penyebab kemacetan dapat karena : (2) 1. Faktor panggul 2. Faktor anak 3. Faktor tenaga 4. Faktor penolong Persalinan normal rata-rata berlansung tidak lebih dari 24 jam dihitung awal pembukaan sampai lahirnya anak.(1,2) Kemungkinan terjadi partus kasep bila terjadi (sesuai Friedman) perpanjangan fase laten ( nulipara 20 jam, multipara 14 jam), fase aktif (nulipara 1,2 cm per jam, multipara 1,5 cm per jam) atau kala pengeluaran yang memanjang (nulipara 2 jam, multipara 1 jam).(2,3,4) Partus lama yang telah disertai penyulit (partus kasep), meliputi : (1,2) a. Kelelahan pada ibu. b. Dehidrasi pada ibu. c. Infeksi intrauterin d. Penekanan jalan lahir dengan akibat edema dan perlukaan jalan lahir. e. Gawat janin atau kematian janin GEJALA KLINIS : 1. Tanda-tanda kelelahan dan intake yang kurang : (2) 1. Dehidrasi : nadi cepat dan lemah, serta febris 2. Meteorismus 3. His yang melemah atau hilang 4. Oligouri

248 2. Tanda-tanda infeksi :(2) 1. Pelepasan air ketuban yang keruh kehijauan dan berbau 2. Suhu rektal > 37,5 0 C 3. Tanda-tanda ruptura uteri membakat : a. Peningkatan aktifitas kontraksi.(5,6 ) b. Regangan berlebihan dengan nyeri pada segmen bawah rahim.(5,6) c. Cincin Bandl mendekati pusat atau melewati pusat. (6) d. Kegelisahan ibu yang akan bersalin. 4. Tanda-tanda ruptura uteri : 1. His hilang.(2,5) 2. Bagian anak mudah diraba.(2,5) 3. Berhentinya denyut jantung janin atau pergerakan atau keduanya.(5) 4. Gejala rangsangan peritoneal. (5) 3. Syok (nadi kecil dan cepat). (5) 4. Perdarahan melalui ostium uteri eksternum (2,5) 5. Robekan dapat meluas sampai ke serviks dan vagina.(2) 6. Periksa dalam: bagian terendah janin mudah didorong ke atas (2) 5. Tanda-tanda gawat janin : (2) 1. 2. 3. Air ketuban bercampur mekonium Denyut jantung janin takhikardi (160 x menit) / bradikardi ( 120x/ menit ) / tidak teratur Gerakan anak melemah berkurang atau hiperaktif (gerakan yang konvulsif)

DIAGNOSIS : A. Keadaan umum ibu : (2) 1. Dehidrasi. 2. Febris. 3. Meteorismus. 4. Syok. 5. Oligouri. B. Palpasi : (2)

249 1. His lemah atau hilang. 2. Gerak janin tidak ada. 3. Bagian janin mudah diraba. C. Auskultasi : (2) Denyut jantung janin lemah atau menghilang Takhikardi / bradikardi. Tidak teratur. Menghilang (bila sudah mati)

D. Periksa dalam vagina : 1. Pelepasan air ketuban yang keruh, berbau dan bercampur mekonium. (2) 2. Bagian terendah anak sukar digerakkan bila belum terjadi ruptur, dan mudah digerakan bila sudah terjadi ruptur. (2) 3. Kelainan letak (pada yang kelainan letak) (Pada pemeriksaan dalam vagina dinilai seviks, pembukaan serviks, penurunan kepala,posisi kepala dan keadaan panggul ) DIAGNOSIS BANDING : (2) Kehamilan / persalinan dengan infeksi genetalia eksterna KOMPLIKASI : A. Ibu : Infeksi sampai sepsis. (1,2) Gangguan elektrolit. (2) Dehidrasi, syok, kegagalan fungsi organ-organ. (1,2) Robekan jalan lahir. (1,2) Fistula buli-buli, vagina, uterus dan rektum. (2) B. Anak :
(2)

Gawat janin sampai meninggal Cacat otak yang menetap akibat asfiksia berat Trauma karena persalinan

250

PENANGANAN : A. Memperbaiki keadaan umum penderita 1. Rehidarsi. (2) Pemberian cairan yang memadai, Dextrose 5% (500cc) dan NaCl (500cc) dalam 1 -2 jam pertama , dengan memantau produksi urin (pasang kateter) 2. Pemberian antibiotik :(2) Ampicillin 1gram / 8 jam IM selama 2 hari, dilanjutkan 4 x 500 mg / hari peroral selama 3 hari dan Gentamycin 60 - 80 mg, 2 - 3 kali sehari selama 5 hari, atau Sephalosporin 1 gr / 12 jam / IV selama 5 hari Dapat dikombinasi dengan Metronidasole 500 mg suppositoria/ 8 jam, selama 5 hari. 3. Penurunan panas :(2) Antipiretika per oral (paracetamol 3 x 500 mg) atau parenteral xyllomidon 2 cc IM (bila tidak bisa peroral). Kompres basah (dingin). B. Akhiri persalinan Sesuai dengan penyebab dan keadaan . Pervaginam bila pembukaaan lengkap serta memenuhi syarat pervaginam. (Vakum / forsep atau perforasi kranioklast) Seksio sesar bila syarat pervaginam tidak terpenuhi dan belum lengkap. KEPUSTAKAAN : 1. Hariadi R. Pemakaian partograf untuk keselamatan ibu dan bayi dalam persalinan. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia, 1992 : 2: 290-300 2. Pedoman diagnostik dan terapi . Rumah Sakit umum Daerah Dokter Soetomo Surabaya, 1994: 55 - 8 3. O'Brien WF., Cefalo RC. Inc, 1991 : 435 -46 4. CunninghamFG., Mac Donal PC., Gant NF. Cedera jalan lahir. Dalam: Obstetri Disoder Labor. In : Gabbe SG.,Niebyl RJ., Simpson JL.Obstetrics normal & problem pregnancies. New York. Churchill Livingstone -

251 Wiliams. Edisi18. Alih Bahasa Joko Suyono, Hartonao A. editor Ronaldy DH. Jakarta . Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995 : 469 - 77 5. Heller L. Ruptura uteri . Dalam : Gawat darurat ginekologi dan obstetri. Alih bahasa: Matroprawiro HM, Dharma A. EGC. Jakarta, cetakan 1988: 30 - 1 6. Goelam SA. Perdarahan waktu persalinan. Dalam : Ilmu kebidanan. Cetakan kelima. Jakarta. Balai Pustaka ,1971:197 - 8.

252 21. PERDARAHAN PASCA SALIN dr. Abd. Muin, dr. Habar Garu, SpOG BATASAN : Perdarahan pasca salin adalah perdarahan 500 cc atau lebih sesudah kelahiran bayi.
(1)

Perdarahan pasca persalinan dibagi atas : (2) 1. Perdarahan pasca persalinan primer yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama sesudah bayi lahir. 2. Perdarahan pasca persalinan sekunder yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. 1. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN PRIMER a. ETIOLOGI(3) Atoni uteri Laserasi jalan lahir Retensi plasenta atau sebagian plasenta Gangguan pembekuan darah b. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI(3) Trauma jalan lahir Multipara/grandimultipara Plasenta previa Preeklampsia/eklampsia Partus lama Solusio plasenta Tindakan operasi yang menggunakan anestesi Eter/Halotan Induksi Persalinan Penanganan Kala II dan Kala III yang salah Riwayat perdarahan pada pasca persalinan sebelumnya

253 Kelainan pada uterus c. GEJALA KLINIS (3) Gejala klinis ditandai dengan : Perdarahan pervaginam yang mengalir deras atau merembes, perdarahan dapat terjadi internal atau eksternal. Keadaan umum lemah, denyut nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun, penderita pucat dan dingin, pusing, gelisah sampai koma d. DIAGNOSIS (3) Diagnosis perdarahan pasca persalinan ditegakkan berdasarkan : Anamnesis : faktor-faktor predeposisi, keadaan penderita selama kehamilan. Palpasi : Untuk mengetahui adanya atoni uteri serta fundus uteri Pemeriksaan plasenta dan selaput ketuban, untuk mengetahui kemungkin tertinggalnya jaringan plasenta atau selaput ketuban Inspekulo : Untuk mengetahui adanya robekan pada perineum, vagina dan serviks Pemeriksaan dalam : Eksplorasi vagina, serviks dan kavum uteri untuk mencari robekan pada vagina, serviks uteri, serta kemungkinan plasenta suksenturiata. Pemeriksaan Lab : Hb, Haenatokrit, masa perdarahan, masa pembekuan darah
(1)

e. PENATALAKSANAAN (3) Penderita dengan kecenderungan perdarahan pasca persalinan, sebaiknya pada awal persalinan sudah diberikan infus larutan Ringerlaktat atau Glukosa 5% dan persiapan transfusi darah. Pada keadaan akut, tindakan penting adalah : Transfusi darah, minimal 500 ml untuk menggantikan darah yang hilang, diberikan dengan cepat. Pemberian plasma ekspander (Larutan Dextran L)

254 Drips Oksitosin 20 IU dalam 500 ml larutan Rengarlaktat atau NaCl 0,9% Vaksin serap tetanus 1/2 cc a) Atoni Uteri (3) (1) Drips oksitosin 20 UI dalam 50 ml larutan Ringerlaktat atau NacCL 0.9% disertai masase uterus (2) Bila uterus belum berkontraksi, berikan methergin 0.2 mg intravena, atau prostaglandin (PG): Sulproston (Nalador) 0.5 mg diulang tiap 6 jam (3) Bila perdarahan berhenti, uterus berkontraksi, drips dilanjutkan 28 tetes permenit, Jika perdarahan tetap berlangsung, persiapan kamar operasi, konsultasi keluarga penderita untuk tindakan Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau a. hipogastrika) (4) Jika perdarahan berkurang, lakukan tamponade utero vaginal kemudian observasi perdarahan. Bila selama observasi perdarahan bertambah atau tetap berlangsung dilakukan Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau a. hipogastrika) b) Retensi plasenta atau sebagian plasenta (3) Drips oksitosin 20 UI dalam 500 ml larutan Ringerlaktat atau NaCl 0.9% sampai uterus berkontraksi. Plasenta dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus. Jika plasenta tidak lepas, dicoba dengan tindakan manuil plasenta. Jika tindakan manuil plasenta tidak memungkinkan, jaringan plasenta dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta Bila plasenta tidak terlepas, kemungkinan plasenta akreta, histerektomi dapat dipertimbangkan. Jika hanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran plasenta dengan digital atau kuretase.

255

c) Robekan jalan lahir (3) Robekan jalan lahir dapat diketahui dengan pemeriksaan inspekulo pada perineum, vagina dan serviks (1) Robekan perineum, serviks dan vagina (5) Jahit luka robekan dengan jahitan terputus, jahitan teratas ditempatkan sedikit di atas puncak robekan. Antibiotika diberikan Ampicilin 4 x 500 mg, selama 5 hari. (2) Ruptur uteri(3) Ruptur uteri kadang sulit diketahui dengan pemeriksaan inspekulo, perdarahan dapat terjadi internal dalam rongga perut sehingga tidak nampak adanya perdarahan pervaginam. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan dalam eksplorasi kavum uteri. Bila ditemukan ruptura uteri tindakan defenitif adalah laporotomi, bila luka robekan kecil dapat dilakukan histerografi. Bila tidak memungkinkan perdarahan tetap berlangsung, tindakan histerektomi merupakan pilihan. d) Gangguan faktor pembekuan (3) (1) Transfusi darah segar, minimal 1 liter (2) Bila perdarahan masih berlangsung, dan bila keadaan penderita memungkinkan, tindakan defenitif adalah histerektomi (3) Bila perdarahan berkurang, transfusi darah segar dilanjutkan selain itu diberikan uteretonika oksitosin 20 UI mempertahankan kontraksi uterus (4) Konsul kebagin penyakit dalam 2. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEKUNDER a. ETIOLOGI (3) Subinvolusi uteri Tertinggalnya sisa plasenta Tumor / Mioma uteri perinfus untuk

256 Kelainan perdarahan Hematoma jalan lahir b. GEJALA KLINIS Gejala klinis ditandai dengan : Perdarahan pervaginam yang bervariasi sedikit sampai banyak Demam dan menggigil bila terdapat infeksi jalan lahir Pemeriksaan palpasi ditemukan uterus membesar, lunak dan nyeri bila ada infeksi. c. DIAGNOSIS : (3) Diagnosis ditegakkan dengan adanya perdarahan pervaginam, pembesaran uterus, nyeri dan demam bila ada infeksi. Pemeriksaan laboratorium ditemukan Leuksitosis pada infeksi. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menyingkirkan sisa plasenta. d. PENATALAKSANAAN : (3) Perdarahan segera diatasi dengan transfusi darah, pemberian cairan intravena RingerLaktat atau NaCl 0.9% Drips oksitosin 10 IU dalam larutan infus Preparat besi Vaksin serap tetanus 1/2 cc Diagnosis dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium a) Subinvolusi Uterus (3) Setelah keadaan umum diperbaiki, sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG, dan pemeriksaan laboratorium (1) Bila hasil pemeriksaan USG tidak ditemukan gambaran sisa jaringan plasenta, hasil pemeriksaan laboratorium tidak ada tanda-tanda infeksi, pengobatan dilanjutkan dengan uetrotonika, (Oksitosin) 20 IU dalam larutan infus dilanjutkan injeksi methergin 0,2 IM

257 (2) Profilaksis diberikan antibiotika Ampicilin 4 x 500 mg sehari selma 5 hari. (3) Bila perdarahan berkurang atau teratasi pengobatan dilanjutkan dengan uterotonika oral, methergin 3 x 0,125 mg selama 5 hari. Histerektomi atau ligasi (a. uterina atau a. hipostrika), dilakukan bila perdarahan tidak dapat diatasi. (4) Bila hasil pemeriksaan USG tidak ditemukan sisa jaringan, tandatanda infeksi positif, pengobatan dilanjutkan dengan antibiotika perenteral Procain penicillin G 2 juta IU tiap 6 jam, atau Ampicillin 4 x 500 mg selama 5 hari (5) Bila ditemukan sisa jaringan, tidak ada tanda infeksi, sisa jaringan dikeluarkan dengan kuretase. (6) Bila ada sisa jaringan disertai infeksi berikan dulu antibiotika sampai suhu turun. 3-4 hari kemudian kuretase, tapi bila perdarahan banyak segera kuretase walaupun ada demam. (4) (7) Kalau uterus harus dipertahankan untuk kemungkinan mempunyai anak lagi maka sebaiknya diberikan dulu obat secara intravena oksitosin, metilergometrin atau prostaglandin. Bila perdarahan mereda observasi saja dan bila perdarahan berhenti bisa dipulangkan. Tindakan kuretase dilakukan kalau perdarahan terjadi terus dalam jumlah banyak atau terjadi kembali setelah dilakukan tindakan , bila tidak berhasil laporotomi untuk dilakukan ligasi arteri uterina atau arteri hipogastrika atau histerektomi
(5)

. Pasca kuret, pengobatan

dilanjutkan pemberian Ampicillin 4 x 500 mg/hari selama 5 hari, methergin 3 x 0,125 mg/hari selama 5 hari. b) Uterus Involusi (5) Pada pemeriksaan phisis ditemukan uterus involusi baik perdarahan dapat berasal dari hematomi pada jalan lahir. (1) Pemeriksaan phisis, dan inspekulo untuk mengetahui letak sumber perdarahan jika ditemukan hematoma vulvoginal sebaiknya tidak dilakukan manipulasi, pengobatan dengan konservatif, transfusi

258 darah segar, oleh karena bekuan darah dalam hematom

menyebabkan gangguan pembekuan. Profilaksis diberikan antibiotika Ampicillin 4 x 500 mg/hari selama 5 hari (2) Bila perdarahan bertambah besar dipertimbangkan tindakan evakuasi hematoma (insisi hematoma), rongga hematoma dijahit dengan jahitan matrax. Bila dicurigai perdarahan retroperitoneal, tindakan defenitif adalah laporotomi.

259 KEPUSTAKAAN : 1. POGI. Standar pelayanan medik obstetri dan ginekologi. Cetakan ke-1 Jakarta. Gaya Baru, 1991: 48 - 52 2. OConnor TCF, Cavaragh D. Post partum emergencies, In: Cavaragh D, Woods RE, OConnor TCF, Kalipel RA, eds. Obstetric emergency, 3rd ed., Philadelphia Harper & Row Publishers, 1982: 292 3. Kaput JA, mansyur A, Oktavianus J, Djasuardi N. Penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS 1993 4. Sulaiman SR. Ratologi Kala III dan IV. Dalam: Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Padjajaran Bandung, 1981; 231-7 5. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Obstetrics Williams. Texas, 1995: 556-63

260 22. INFEKSI PUERPERALIS dr. Hindar Jaya, dr. Maggie Wewengkang, SpOG BATASAN : Infeksi puerperalis adalah infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu 38C yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam waktu 10 hari pertama pasca salin. Kecualis 24 jam pertama pasca salin.(1,2,3) FAKTOR PREDISPOSISI : (2,3) I. Periode Antepartum III. DIAGNOSIS : Klinis : (1,2,3,4) Febris ----------- menggigil Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi Nyeri perut bagian bawah Nadi cepat Kadang-kadang nyeri bila kencing Kekurangan gizi-anemia Penyakit menahun (DM dan keganasan) Ketuban pecah dini dan partus prematurus Hygene ibu yang jelek Infeksi traktur genetalia

II. Periode intrapartum Partus lama Periksa dalam yang sering Ketuban pecah dini Monitor janin yang intensif Periode Postpartum

261

Subinvolusi rahim

Inspikulo : Lokhia berbau Persiksa dalam vagina : Uterus dan paramterium nyeri pada perabaan PEMERIKSAAN PENUNJANG : (2,3) Laboratorium rutin lengkap Kultur dan uji sensitifitas USG bila perlu BNO bila perlu

TERAPI : (2,3,4) Antiobiotik spektrum luas yang sesuai untuk penderita. Bila resistensi tergantung hasil kultur Bila ada abses harus dilakukan insisi dan drainase. Jika ada abses pada Cavum Douglasi dilakukan kolpotomi posterior disertai pemasangan drain. Jika terjadi peritonitis dilakukan laparotimi. Jika terjadi syok septik : Rawat di ICU

262 KEPUSTAKAAN : 1. Cunningham FG. Mac Donal PC. Gants NF. Infeksi puerperalis. Dalam : Ronardy DH. Ed. Alih Bahasa : Suyono J, Hartono A. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran ECG, 1995 : 535-52 2. Wiknjosastro H. Infeksi nifas. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1991 : 689-99 3. Beydoun SN. Serious postpartum infeksios. In : Fedel HE, ed. Diagnosis and Management of Obstetri Emergencies. London ; Addison-Wesley Publishing Company, 1982 : 233-45 4. Duff P, Gibbs RS. Maternal sepsis. In : Berkowitz RL, ed. Critical Care of the Obstetric Patient. Ist ed. New York ; Churchill Livingstone, 1983 : 189-213.

263 23. SYOK SEPTIK


dr.Efendi Lukas, dr.H.Eddy Moeljono, Sp.OG

BATASAN : Syok septik adalah sindroma Klinik yang dicetuskan oleh masuknya dan menyebarnya produk mikroba ke dalam vaskuler sehingga menyebabkan kegagalan pada mikrosirkulasi, penurunan perfusi jaringan, dan abnormalnya metabolisme seluler (1). PATOFISIOLOGI : 1. Pembebasan endotoksin dari mikroba yang sudah mati diduga menjadi pencetus utama terjadinya syok septik. Endotoksin merupakan kompleks protein lipopolisakarida yang dilepaskan dari membran sel bakteri yang mati dan merupakan stimulan antigen yang kuat, kemudian berikatan dengan antibodi (Ig G dan Ig M) membentuk kompleks endotoksin - antibodi (2). 2. Selanjutnya terjadi pelepasan zat vasoaktif (histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, SRSA sehingga menyebabkan vasodilatasi arteriol, venokonstriksi dan peninggian permeabilitas membran kapiler, maka terjadi penumpukan (pooling darah) yang menyebabkan (1,2,3). tekanan hidrostatik dalam kapiler meningkat kerusakan pada dinding kapiler perembesan cairan dalam ruangan vaskuler ke ekstra vaskuler hipovolemik hebat sehingga manifestasi syok menjadi lebih jelas

GEJALA KLINIK : Syok septik dalam bidang Obstetri dan Ginekologi sering terjadi akibat komplikasi post abortus, endometritis post partum, korioamnionitis dan pielonefritis dalam kehamilan. Secara klinis syok septik terdiri dari 2 fase yaitu (2): 1. Syok reversible (syok septik primer) : a. Syok dini (warm hypotensive = stadium hipotensi hangat)

264 - hipotensi - kulit menjadi hangat dan kemerahan - takikardi (100 - 120 x/menit) - demam dengan suhu > 39 C b. Syok lanjut cold hypotensive = stadium hipotensi dingin) - curah jantung menurun - tahanan vaskuler perifer meningkat - oliguria sampai anuria - suhu tubuh dingin (hipotermia) - tahanan vaskuler sistemik meningkat (CVP meningkat) 2. Syok yang irreversibel - asidosis metabolik - kadar asam laktat dalam darah meningkat ( > 15 mg%) - koma - anuria - distres pernafasan dan distres jantung PEMERIKSAAN PENUNJANG : Laboratorium (2,3). - Pemeriksaan darah lengkap - Kultur darah dan tes sensitivitas - Pemeriksaan kimia darah : elektrolit serum, BUN, ureum, kreatinin - Pemeriksaan kadar asam laktat dalam darah - Analisa gas darah - Urinalisis

265 Radiologi (2,3) : - Foto toraks : untuk melihat apakah ada tanda-tanda bronkopneumoni sekunder, sindroma syok paru, atau emboli paru akibat tromboflebitis. - Foto tegak abdomen : untuk melihat tanda-tanda perforasi (Ada udara bebas) EKG : bisa tampak depresi segmen ST dan gelombang T terbalik2 USG : untuk melihat adanya cairan bebas sebagai tanda perforasi uterus KOMPLIKASI : (2,4) - DIC - Gagal ginjal - Sindroma distres pernafasan akut shock lung PENANGANAN : Penderita syok septik harus dirawat di ICU dengan monitoring ketat dan dilakukan penanganan multidisipliner (rawat bersama dengan Bagian Anestesiologi dan Bagian Interna) Selama perawatan perlu dilakukan monitoring : (2,4) - Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu tiap 30 menit - Hemodinamik : dengan melakukan pemasangan kateter CVP - Produksi urine - Laboratorium : Hb, Hm, lekosit, trombosit, fungsi hemostatis, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, analisa gas darah Prinsip penanganan terdiri dari : 1. Oksigenasi : Berikan oksigen konsentrasi tinggi Tujuannya untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat sehingga perfusi jaringan diperbaiki (2,4). 2. Terapi cairan : Untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat sehingga perfusi jaringan diperbaiki. Transfusi darah

266 Infus Ringer laktat atau Dextrose 5% atau NaCl fisiologis: 1-2 liter dalam waktu 20 - 45 menit atau 20 ml/menit sambil memperhatikan responsnya. 3. Pemberian obat-obat inotropik seperti : Dopamin dan Isoproterenol dilakukan setelah konsultasi dengan Bagian Interna. 4. Pemberian antibiotika Diberikan antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan tes kepekaan Diberikan kombinasi golongan cefalosporin 1gr per12 jam-24 jam (tergantung jenisnya) + Metronidazole 500 mg/12 jam dengan cara pemberian intravena Atau Ampicillin 1 gr/IV tiap 4 jam dan Gentamycin 80 mg/IV tiap 8 jam + Metronidazole 500 mg/12 jam/IV Bila hasil kultur dan tes kepekaan sudah ada maka antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil tes kepekaan. 5. Pemberian kortikosteroid Deksametason dengan loading dose 20 mg/IV kemudian dilanjutkan 3 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam selama 1-2 hari 6. Penanganan operatif Penanganan operatif meliputi drainase pus, eksisi jaringan nekrotik, histerektomi, kuret atau pengeluaran benda asing. Tindakan ini dilakukan setelah sistim kardiovaskuler dan pernafasan distabilkan, gangguan asam basa dan elektrolit sudah dikoreksi. LAMA PERAWATAN : Sangat tergantung pada keadaan umum pasien serta ada tidaknya komplikasi

267 KEPUSTAKAAN : 1. Tanra AH, Sjattar M.ID. Penggunaan kortikosteroid pada syok septik. MKI vol 36, nomor 7, 1986 : 345-54. 2. Cavanagh D, Rao PITON S, Comas MR. Septic shock in obstetrics and gynecology, In : Friedman EA, ed. Major problems in obstetrics and gynecology. Vol.11. Philadelphia; WB Saunders Company, 1976. 3. Andriole VT. Bacterial infection. In : Burrow GN, Ferris TF, eds. Medical complications during pregnancy, 2nd ed. Philadelphia; WB Saunders Company, 1982 : 302-19. 4. Taruli RA. Masalah syok dan penanganannya. MKI vol 35, nomor 3, 1985 : 167-80.

268 SKEMA PENANGANAN SYOK SEPTIK

Gejala Gejalaklinik klinik


Syok reversibel Syok dini hipotensi kulit hangat dan kemerahan Takhikardi (100-120 x/menit) demam dengan suhu > 39o C Syok lanjut curah jantung menurun tahanan vaskuler perifer meningkat oligura sampai anuria hipotermia CVP meningkat Syok irreversible asidos metabolik kadar asam laktat meningkat (>15mg%) koma anuria distres pernafasan dan distres jantung

Pemeriksaan Pemeriksaanpenunjang penunjang


Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap analisis gas darah kimia darah kadar asam laktat dalam darah kultur darah dan tes sensitivitas urinalis Radiologi : Foto toraks Foto tegak abdomen USG EKG

DIAGNOSTIK DIAGNOSTIK SYOK SYOKSEPTIK SEPTIK


oksigen terapi cairan obat-obat inotrapik anti biotik keortikosteroid

RAWAT DI ICU (kerja sama dengan Bagian Interna dan Anestesi)

sistem kardiovaskuler dan pernafasan stabil Gangguan asam basa dan elektrolit dikoreksi drainage pus eksisi jaringan nekrotik histerektomi kuret pengeluaran benda asing

PENANGANAN PENANGANAN OPERATIF OPERATIF

You might also like