You are on page 1of 1

Pasar surat utang di Indonesia menunjukan pertumbuh-an yang pesat sejak diterbitkannya obligasi rekapitalisasi (recap bonds) oleh

pemerintah pada tahun 1999 dan dimulainya perdagangan recap bonds tersebut di pasar sekunder pada tahun 2000. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang ditandai dengan penurunan tingkat suku bunga juga sangat mendukung perkembangan pasar surat utang pada saat itu. Nilai recap bonds, atau kemudian disebut Surat Utang Negara (SUN), yang diperdagangkan di pasar sekunder tumbuh pesat dari hanya senilai Rp. 31,6 triliun pada tahun 2000, menjadi Rp. 648,3 triliun pada akhir tahun 2008. Seiring dengan kondisi yang sangat kondusif tersebut, penerbitan baru obligasi korporasi pada tahun 2003 pernah mencapai hingga Rp. 23,5 triliun atau mengalami peningkatan sekitar 108% dalam setahun. Selama kurun waktu tahun 1999 hingga tahun 2008 jumlah emiten obligasi di Indonesia telah tumbuh rata-rata 11% pertahun, sementara nilai emisi tumbuh dengan rata-rata 26% pertahunnya. Pertumbuhan pasar surat utang Indonesia juga ditandai dengan semakin beragamnya jenis dan jumlah instrumen surat utang yang diterbitkan oleh Pemerintah maupun swasta. Jenis yang beragam tersebut meliputi Obligasi Negara seri fixed dan variable coupon, zero coupon, ORI (Obligasi Negara Ritel), SPN (Surat Perbendaharaan Negara), dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), dalam mata uang rupiah dan valuta asing, serta obligasi korporasi seperti straight bonds, amortized bonds, callable /puttable bonds, Sukuk korporasi (mudharabah, ijarah, dll) dan MTN (Medium Term Notes). Nilai outstanding dari obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dan swasta dan diperdagangkan di pasar sekunder dari tahun ke tahun juga mengalami pertumbuhan yang pesat dari sekitar Rp. 49 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp. 720 triliun pada tahun 2008. Perkembangan pasar surat utang tersebut turut mendorong iklim investasi jangka panjang. Hal ini terlihat dari pertumbuhan dan keberagaman jenis instrumen investasi berbasis surat utang seperti reksadana, unit-link, bancassurance, EBA (Efek Beragun Aset), dan lain-lain. Semakin berkembangnya pasar surat utang Indonesia merupakan bukti nyata pentingnya peran instrumen surat utang sebagai instrumen fiskal dan moneter bagi pemerintah maupun sebagai instrumen pendanaan dan investasi bagi dunia usaha. Perkembangan pasar dan struktur surat utang yang semakin kompleks mendorong diperlukannya suatu mekanisme penetapan nilai pasar wajar Efek yang objektif, transparan, dan independen. Meskipun ketentuan Marked-to-Market (MtM) sudah menjadi salah satu standar dalam penetapan nilai pasar wajar Efek pada industri keuangan, namun di pasar OTC (over the counter) praktek MtM masih rentan akan manipulasi, cenderung bias, dan kurang transparan. Sulitnya mendapatkan harga yang benar-benar mencerminkan nilai wajar semakin diperburuk dengan kondisi pasar obligasi yang relatif kurang likuid. Berbeda dengan pasar saham, maka hanya sebagian kecil dari seluruh obligasi yang beredar di pasar sekunder diperdagangkan setiap hari dan memiliki informasi harga harian. Kondisi ini menjadikan kebutuhan akan nilai pasar wajar harian menjadi sangat vital bagi pelaku pasar dan investor dalam pengelolaan investasi dan risiko portfolio.

You might also like