You are on page 1of 61

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI BERBASIS MOBILE CAMTASIA STUDIO SEBAGAI ALTERNATIF BELAJAR SISWA DIFABEL NETRA DI SMA/MA

KELAS X

Disusun oleh: Nimatul Jamilah 08680044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia tidak hanya ditujukan untuk anak-anak yang normal saja. Akan tetapi, pendidikan juga diwajibkan bagi anak berkebutuhan khusus. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk siswa yang berkelainan atau siswa yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (Dirjen Pendidikan Islam, 2006:55). Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi memberikan kesempatan kepada seluruh anak untuk memperoleh pendidikan yang layak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Tujuan pendidikan inklusi tersebut tentunya ditujukan bagi semua anak bangsa tanpa adanya diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus sebagaimana yang tertulis dalam Al-Quran Surat AzZuhruf, 43: 32, yang intinya bahwa dalam kehidupan di dunia, Tuhan mewajibkan kepada hambaNya untuk menaburkan rahmat kepada semua,

tanpa melihat perbedaan kondisi fisik maupun psikis seseorang, sebagaimana kondisi siswa yang cacat (Smith, 2006:10). Pendidikan inklusi dijalankan disekolah inklusi. Berdirinya sekolah inklusi disambut baik orang tua siswa berkebutuhan khusus karena memfasilitasi dan melayani siswa berkebutuhan khusus dalam hal pendidikan. Melalui sekolah inklusi siswa berkebutuhan khusus bersama siswa lain dapat mengoptimalkan kemampuannya. Sekolah inklusi berdiri dengan tujuan untuk memberikan pendidikan dan hak belajar siswa berkebutuhan khusus agar terbiasa dan bisa bersosialisasi, sedangkan bagi siswa tidak berkebutuhan khusus berdirinya sekolah inklusi bertujuan untuk mengingatkan bahwa masih banyak siswa yang memiliki kekurangan yang ingin menuntut ilmu serta bisa menghargai siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, tujuan lain dari pendidikan inklusi adalah untuk menghilangkan kendala bagi semua anak dalam memperoleh layanan pendidikan yang bermutu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2010: 2). Siswa berkebutuhan khusus yang belajar di sekolah berbasis inklusi ditempatkan satu kelas dengan siswa tidak berkebutuhan khusus. Pada umumnya siswa berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi adalah siswa difabel netra. Siswa difabel netra merupakan salah satu siswa berkebutuhan khusus yang memiliki kekurangan dalam hal penglihatan. Siswa difabel netra yang kehilangan kemampuan visualnya mengandalkan indera

pendengaran dan indera peraba untuk belajar. Cara belajar siswa difabel netra juga harus mendapat bantuan dari orang disekitarnya. Pada sekolah inklusi siswa difabel netra mendapatkan mata pelajaran yang sama termasuk biologi. Pembelajaran biologi bagi siswa difabel netra merupakan proses penciptaan sistem lingkungan yang merupakan seperangkat peristiwa yang diciptakan dan dirancang untuk mendorong, menggiatkan, mendukung dan memungkinkan terjadinya siswa difabel netra belajar biologi sehingga terjadi perubahan perilaku dan ketrampilan biologi siswa difabel netra kearah yang lebih baik. Pada prinsipnya pembelajaran biologi bagi siswa difabel netra sama dengan pembelajaran biologi pada sekolah reguler. Hanya saja, pada difabel netra dibutuhkan prasyarat tambahan seperti penggunaan huruf braille ataupun gambar timbul untuk siswa difabel netra category totally blind, dan pembesaran huruf atau tulisan untuk category low vision (Smith, 2006:215). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru biologi kelas X MAN Maguwoharjo Tahun Ajaran 2012/2013, saat proses pembelajaran biologi di kelas siswa difabel netra mencatat dengan huruf braille dan dibantu teman sebangku dengan didektekan. Seringnya siswa difabel netra tidak mencatat secara keseluruhan dikarenakan keterbatasan waktu dalam proses pembelajaran dan bahkan catatan tersebut terkadang hanya berupa lembaran kertas yang kemungkinan bisa hilang karena tidak menyatu dengan catatan lain. Selain mencatat siswa difabel netra juga merekam semua kegiatan pembelajaran dikelas menggunakan tape recorder.

Saat diluar sekolah siswa difabel netra belajar dengan catatan sendiri atau meminta orang lain untuk membacakan materi atau merekamkan buku maupun LKS Biologi. Kendala bagi siswa difabel netra salah satunya tidak memiliki catatan yang lengkap sehingga pada saat sewaktu-waktu ingin belajar biologi dan tidak ada orang yang dapat membantu, siswa difabel netra terkendala dalam belajar. Selain itu rekaman tape recorder saat pembelajaran di kelas kurang efektif untuk belajar siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu media khusus agar bisa membantu siswa difabel netra belajar biologi. Media pembelajaran yang dapat diakses oleh siswa difabel netra diantaranya adalah buku braille, komputer bicara, dan benda lain yang dapat diakses dengan indera yang masih bisa dimanfaatkan siswa difabel netra. Buku dengan tulisan braille sedikit bahkan tidak dimiliki oleh sekolah inklusi. Media lain seperti komputer bicara masih jarang dimiliki siswa difabel netra ditempat tinggal karena alasan ekonomi. Selain itu, siswa difabel netra juga belum dapat mengoperasikan komputer bicara meskipun di sekolah sudah ada komputer bicara. Siswa difabel netra membutuhkan media yang lebih praktis, ekonomis, dan mudah dioperasikan. Objek biologi yang bersifat riil memungkinkan siswa difabel netra kurang memahami secara keseluruhan materi biologi karena keterbatasan kemampuan visual. Oleh karena itu, dalam rangka memaksimalkan fungsi indera yang masih ada untuk belajar adalah dengan merekam materi menggunakan tape recorder. Berdasarkan teori siswa

mengingat informasi 20% berasal dari mendengar, selain itu menurut Sharon (2011:5) siswa dengan keterbatasan indera penglihatan membutuhkan media belajar yang bersifat audio. Menanggapi hal ini, diperlukan media alternatif yang dapat memudahkan siswa difabel netra untuk mempelajari biologi dimana saja dan kapan saja siswa inginkan sebagai alternatif media belajar mandiri. Salah satu alternatif untuk siswa difabel netra dalam belajar mandiri biologi yang dapat dikembangkan adalah media berbasis Mobile Camtasia Studio. Media pembelajaran yang dikembangkan ini disimpan dalam format mp3. Penyimpanan dalam format mp3 lebih mudah dioperasikan pada banyak alat yang mempunyai software mp3 player dan juga mudah digandakan daripada menggunakan tape recorder. Mp3 merupakan format penyimpanan file audio digital yang ukuran filenya lebih kecil dibandingkan format penyimpanan file audio digital yang lain (Daryanto, 2010:41). Hasil observasi juga menunjukkan semua siswa difabel netra kelas X di MAN Maguwoharjo dan SMAN 1 Sewon memiliki fasilitas Handphone (HP) yang dapat memutar mp3. Adanya produk media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio ini diharapkan dapat memudahkan siswa difabel netra dalam belajar biologi karena dapat memanfaatkan media belajar ini dimanapun dan kapanpun. Dari uraian diatas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan yang berjudul Pengembangan Media Pembelajaran

Biologi Berbasis Mobile Camtasia Studio sebagai Alternatif untuk Siswa Difabel Netra di SMA/MA Kelas X. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut ada beberapa

Belajar

masalah

yang

teridentifikasi, yaitu sebagai berikut : 1. Minimnya media pembelajaran yang dapat membantu belajar siswa difabel netra. 2. Kebiasaan siswa difabel netra merekam semua kegiatan pembelajaran dikelas dengan menggunakan tape recorder kurang efektif. 3. Dibutuhkan media pembelajaran biologi yang praktis dan mudah dioperasikan oleh siswa difabel netra 4. Media pembelajaran biologi alternatif berupa media berbasis Mobile Camtasia Studio masih terbatas. 5. Belum banyak dikembangkan media pembelajaran biologi alternatif siswa difabel netra dalam bentuk file mp3 yang bisa diputar pada handphone (mobile).

C. Pembatasan Masalah Masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengembangan media

pembelajaran alternatif berupa media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang berisi materi pencemaran lingkungan dan penilaian kualitas media pembelajaran dilakukan oleh 1 dosen ahli materi, 1 dosen ahli media, 2 guru biologi, 5 peer reviewer dan direspon 4 siswa difabel netra SMA/ MA kelas X. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengembangan media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X? 2. Bagaimanakah kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang dikembangkan layak digunakan sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa difabel netra terhadap media

pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X?

E. Tujuan Pengembangan Tujuan penelitian pengembangan ini adalah untuk: 1. Mengetahui cara mengembangkan media pembelajarana biologi berbasis Mobile Camtasia Studio sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X. 2. Mengetahui kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang dikembangkan layak sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X. 3. Mengetahui tanggapan siswa difabel netra terhadap media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X. F. Pentingnya Pengembangan 1. Bagi siswa dapat dijadikan sebagai media alternatif belajar biologi kelas X khususnya materi pencemaran lingkungan. 2. Bagi guru dapat digunakan sebagai referensi alternatif sumber belajar. 3. Bagi peneliti menambah pengalaman mengembangkan produk yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. 4. Bagi sekolah dapat digunakan sebagai referensi media pembelajaran sekolah inklusi.

10

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan Spesifikasi produk yang diharapkan dalam penelitian pengembangan ini adalah: 1. Media pembelajaran biologi dibuat berisi materi biologi berdasarkan standar isi dan disertai latihan soal serta kunci jawaban. 2. Media pembelajaran biologi ini dibuat dengan bantuan program Camtasia Studio. 3. Media pembelajaran biologi ini disajikan dalam bentuk audio yang disimpan dalam format mp3. 4. Media pembelajaran biologi menggunakan suara asli untuk membacakan teks narasinya. 5. Media pembelajaran biologi yang dikembangkan dapat diputar pada semua alat yang mempunyai software mp3 player. H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1. Asumsi Asumsi dari penelitian pengembangan ini adalah pengembangan media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio dapat dijadikan sebagai alternatif belajar siswa difabel netra SMA/MA kelas X dalam mempelajari biologi khususnya materi pencemaran lingkungan.

11

2. Keterbatasan a. Tidak semua materi Biologi kelas X diaudiokan dalam media pembelajaran. b. Media pembelajaran ini belum diujicobakan dalam proses

pembelajaran. c. Media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio hasil pengembangan diuji coba terbatas pada respon 4 siswa difabel netra kelas X SMA/MA Inklusi. I. Definisi Istilah 1. Penelitian pengembangan adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan suatu produk/model dan menilai produk/model yang dikembangkan (Sugiyono, 2010:407). 2. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman, 2011:7). Dalam penelitian ini yang dikembangkan adalah media pembelajaran biologi berbasis mobile dengan format mp3 yang dibuat dengan bantuan program Camtasia Studio. 3. Difabel atau different abilities (perbedaan kemampuan) merupakan tema baru yang digagas untuk menggantikan istilah penyandang cacat (Kustawan, 2012:10).

12

4. Difabel netra atau tuna netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (totally blind) atau sebagian (low vision) (Kustawan, 2012:25). 5. Camtasia studio adalah program aplikasi yang dikemas untuk recording, editing dan publishing dalam membuat video tutorial atau video presentasi yang ada pada layar screen komputer (Wahana, 2011: 1).

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Pembelajaran Biologi Proses belajar mengajar hakikatnya adalah proses komunikasi. Proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu kepada penerima pesan (Sadiman, 2011:90). Proses belajar mengajar mengandung proses interaksi antara guru dan siswa serta komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Komunikasi dan timbal balik antara guru dan siswa merupakan ciri dan syarat utama berlangsungnya proses belajar mengajar (Sanaki, 2006:9). Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Pertanda bahwa seorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam diri menyangkut perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik) dan yang menyangkup nilai serta sikap (afektif) (Sadiman, 2011:1-2). Mengajar bagi seorang guru biologi bukan saja suatu usaha untuk menciptakan interaksi antara guru dengan siswa, tetapi juga harus menciptakan interaksi antara siswa dengan objek sehingga ilmu yang didapat tidak mudah dilupakan oleh siswa (Widodo: 2010:6).

14

Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang keadaan dan sifat mahluk hidup. Biologi berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami tentang alam secara sistematis, sehingga biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, dan prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Biologi di sekolah menengah diharapkan menjadi wahana bagi siswa untuk mengetahui diri sendiri dan alam sekitar serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Widodo, 2010: 10). Biologi sebagai ilmu memiliki karakteristik keilmuan, salah satunya adalah gejala dan persoalan. Objek biologi merupakan satu kesatuan interaktif antara karakteristik subyek didik, teknologi pembelajaran dan biologi yang terstruktur. Biologi sebagai sebuah mata pelajaran memiliki karakteristik berbeda daripada mata pelajaran lain yang diajarkan di sekolah. Objek Biologi yang berupa makhluk hidup merupakan daya tarik tersendiri yang dapat menarik perhatian dan minat siswa untuk mempelajarinya (Widodo, 2010:11). 2. Media Pembelajaran Istilah media berasal dari bahasa latin yaitu medius yang berarti perantara atau pengantar. Menurut Assosiation of Education and

Communication Technology (AECT) media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Media dalam pembelajaran dapat diartikan segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan informai dari sumber (guru) ke siswa, tujuannya adalah merangsang siswa untuk belajar. Media dapat digunakan

15

untuk mengantarkan pembelajaran secara utuh, menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran dan memberikan penguatan maupun motivasi (Uno, 2011:121-122). Kedudukan media pembelajaran ada dalam komponen metode pembelajaran sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Oleh sebab itu fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang diperlukan guru. Melalui penggunaan media diharapakan dapat mempertinggi kualitas proses belajar mengajar yang pada ahirnya dapat mempengaruhi kualitas belajar siswa. Manfaat penggunaan media dalam proses pembelajaran (Arsyad, 2006:2): a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa b. Bahan ajar akan menadi lebih jelas maknanya sehingga dapat dipahami siswa c. Metode mengajar menjadi lebih bervariasi sehingga siswa tidak bosan d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati, mendemonstrasikan tidak hanya mendengar guru

16

Memilih media untuk kepentingan pembelajaran terdapat beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, yaitu (Arsyad, 2006:5): a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran c. Kemudahan memperoleh d. Ketrampilan guru dalam menggunakan e. Tersedia waktu untuk menggunakannya f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa Anderson (1994:37) mengklasifikasikan media menjadi beberapa macam yaitu: a. Audio, misalnya pita audio, kaset audio, radio. b. Bahan cetak, misalnya alat bantu kerja, gambar, buku pelajaran. c. Audio cetak, misalnya buku pegangan siswa disertai kaset audio. d. Visual proyeksi diam, misalnya film bingkai. e. Audio-visual proyeksi diam, misalnya film bingkai bersuara. f. Visual gerak, misalnya film gerak tanpa suara. g. Audio-visual gerak, misalnya film gerak bersuara, video (VCD). h. Objek fisik, misanya benda nyata, model.

17

i. Sumber-sumber manusia dan lingkungan, misalnya guru, rekan lingkungan. j. Computer, misanya CAI dan CMI

3. Media Audio Media audio merupakan suatu media untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima pesan melalui indera pendengaran. Pesan yang disampaikan dalam media audio dituangkan dalam lambang auditif, baik verbal (kata atau bahasa) maupun non verbal. Media audio memiliki karakteristik sebagai media untuk mengkomunikasikan informasi melalui unsur suara. Media audio dapat menjadi menarik karena media ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Media audio bermanfaat untuk melatih kemampuan dalam memahami gagasan utama dan penjelasan yang dikomunikasikan melalui suara. Pemanfaatan media audio secara tepat, akan membuat media ini efektif sebagai suatu media komunikasi (Sadiman, 2011:118). Media audio untuk pembelajaran dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk auditif yang dapat merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga terjadi proses pembelajaran. Perangkat media audio terdiri dari (Sanaki, 2006: 94): a. Hardware, berupa alat elektronik atau lainnya.

18

b. Software atau material audio yang berupa rekaman pita suara atau radio kaset, rekaman piringan hitam, dan naskah program siaran radio.

Pengembangan media audio secara garis besar meliputi kegiatan berikut ini (Arsyad, 2006:39): a. Perencanaan Meliputi kegiatan penentuan tujuan, menganalisis keadaan sasaran, penentuan materi dan format yang akan digunakan serta penulisan skrip/naskah. b. Produksi Produksi adalah kegiatan perekaman bahan sehingga seluruh program yang telah direncanakan dapat direkam. c. Evaluasi Evaluasi dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menilai program, apakah program bisa dipakai atau direvisi/ disempurnakan lagi. Adapun kelemahan dan kekurangan media audio adalah sebagai berikut (Anitah, 2009. 40-41): a. Kelebihan media audio: 1) Tidak begitu mahal untuk kegiatan pembelajaran

19

2) Dapat digunakan untuk pembelajaran kelompok maupun individu 3) Cocok bagi siswa tuna netra maupun tuna aksara 4) Bagi anak yang masih kecil atau untuk siswa yang belum dapat membaca media audio dapat membentuk pengalaman belajar bahasa permulaan 5) Media audio dapat membawakan pesan verbal yang lebih dramatis 6) Media audio mudah divariasikan oleh guru 7) Media audio seperti cassette tape recorder dapat dibawa kemana-mana dan dapat digunakan di lapangan 8) Media audio cassette tape recorder ideal untuk belajar mandiri di rumah 9) Media audio yang berformat digital sangat menarik perhatian b. Kekurangan media audio: 1) Membosankan bila diputar berulang-ulang 2) Siswa menjadi kurang fokus karena tidak ada tampilan yang bisa dilihat 3) Pengembangan program audio yang baik menyita banyak waktu 4) Penentuan cara penyamaan informasi dapat menimbukan kesulitan bila pendengar memiilki latar belakang serta kemampuan yang berbeda 5) Tidak ada imbal balik secara langsung karena penyampaian informasi satu jalur 4. Difabel Netra a. Pengertian Difabel netra

20

Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa difabel netra disamakan dengan buta. Bila istilah difabel netra disamakan dengan buta, hal ini kurang tepat karena terdapat sekelompok penyandang kerusakan mata yang tidak termasuk didalamnya, salah satu diantaranya adalah low vision (kurang lihat). Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2010: 23) mendefinisikan difabel netra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Menurut Howard dan Oransky (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2010:23) difabel netra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan. Difabel netra memiliki keterbatasan dalam penglihatan antara lain: 1) tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 m 2) ketajaman penglihatan 20/200 kaki, yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki 3) bidang penglihatanya tidak lebih luas dari 20 derajat b. Klasifikasi Difabel Netra Banyak orang yang mengira bahwa difabel netra adalah orang yang tidak melihat secara keseluruhan padahal tidak demikian. Klasifikasi difabel netra menurut direktorat pendidikan luar biasa secara garis besar

21

dibagi menjadi 4 yaitu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2010:24): 1) Berdasarkan waktu terjadi difabilitas penglihatan a) difabel netra sebelum dan sejak lahir b) difabel netra setelah lahir atau pada usia kecil c) difabel netra pada usia sekolah atau pada usia remaja d) difabel netra pada usia dewasa e) difabel netra dalam usia lanjut 2) Berdasarkan kemampuan daya penglihatan a) difabel netra ringan (detective visison / low vision) b) difabel netra setengah berat (partially sighted ) c) difabel netra berat (totally blind) 3) Berdasarkan pemeriksaan klinis a) difabel netra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat b) difabel netra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan 4) Berdasarkan kelainanan pada mata a) myopia b) hyperopia c) astigmatisme

22

c. Karakteristik Difabel Netra Setiap anak dengan disabilitasnya memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi dibawah ini disebutkan ciri-ciri yang menonjol untuk difabel netra (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2010:26) a) tidak mampu melihat b) tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter c) kerusakan nyata pada kedua bola mata d) sering meraba-raba atau tersandung e) mengalami kesulitan mengambil benda kecil didekatnya f) bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering g) peradangan hebat pada kedua bola mata h) mata bergoyang terus. d. Pendidikan Bagi Difabel Netra Pendidikan bagi siswa difabel secara menyeluruh maupun bagi difabel netra memiliki tujuan sama yaitu membantu siswa difabel dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, disiplin, kerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan trampil serta sehat jasmani dan rohani. Tujuan khusus pendidikan bagi anak difabel netra yaitu (Widjajatin, 1999:133):

23

1) agar anak difabel netra memahami ketunaannya dan dapat menerima keadaannya 2) agar anak difabel netra menyadari bahwa mereka merupakan anggota masyarakat, warga negara dengan hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya 3) agar anak difabel netra mampu berusaha dan berjuang untuk keperluan sendiri 4) agar anak difabel netra mempunyai keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kemampuan sendiri dan mampu mencari nafkah 5) agar anak difabel netra dapat bergaul dengan masyarakat tanpa merasa rendah diri dan canggung Bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi difabel netra dalam Widjajatin (1999: 115-117) dapat berupa: 1) Sekolah terpadu, yaitu sekolah umum atau biasa yang didalamnya terdapat siswa difabel netra atau difabel lainnya yang dididik bersama. 2) Kelas khusus, kelas khusus yang ada di Indonesia masih jarang itupun kebanyakan baru pada jenjang Sekolah Dasar (SD) 3) Guru kunjung, yaitu guru pada satuan pendidikan TKLB atau SDLB, SLTPLB dan SMALB. Guru kunjung diberi tanggung jawab mengajar siswa luar biasa termasuk difabel netra. 4) SLB/A, adalah sekolah luar biasa khusus difabel netra. SLB/A merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan berbentuk sistem unit-

24

unit karena didalamnya bisa ditemukan semua jenjang pendidikan dari TK sampai Perguruan Tinggi. 5) SDLB, adalah sekolah yang didirikan untuk memeratakan pendidikan bagi semua anak usia sekolah dasar.

Mengingat SLB yang terbatas dan biaya tinggi maka pemerintah mencetuskan pendidikan dalam konsep terpadu yaitu sekolah terpadu. Sekolah terpadu saat ini diarahkan untuk menuju pendidikan inklusif sebagai wadah ideal untuk memberikan pendidikan bagi semua terutama bagi anak dengan kebutuhan khusus. Sekolah terpadu berwujud sekolah inklusi dimana terdapat anak berkebutuhan khusus yang mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak reguler untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2010: 2). Konsep penyelenggraan sistem pendidikan inklusi diselenggrakan secara fleksibel dan responsif. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan inklusi memiliki karakteristik, yaitu (Stubs, 2002:41): 1) Kurikulum yang fleksibel Kurikulum pemenuhan dalam pendidikan siswa inklusi diadakan lebih kearah daripada

kebutuhan

berkebutuhan

khusus

penguasaan seluruh materi. Adanya kurikulum yang fleksibel akan

25

membantu siswa berkebutuhan khusus termasuk difabel netra dapat belajar bersama-sama siswa lainnya. 2) Pendekatan pembelajaran yang fleksibel Pendekatan pembelajaran yang fleksibel dalam proses pembelajaran di sekolah inklusi membuat guru selalu inovatif untuk dapat menciptakan kelas yang menarik, sehingga kelas menjadi menyenangkan dan merangsang siswa belajar bersama. 3) Sistem evaluasi yang fleksibel Evaluasi dalam penyelenggaraan sekolah inklusi diharapkan bersifat fleksibel. Penilaian disesuaikan dengan kompetensi semua siswa termasuk siswa difabel netra 4) Proses pembelajaran yang ramah Lingkungan pembelajaran yang ramah adalah ramah kepada siswa dan guru. Proses yang ramah itu esensinya ada pada seorang guru yang memahami setiap siswa sebagai individu yang memiliki keunikan, kemampuan, minat, kebutuhan serta karakteristik yang berbeda-beda. Pemahaman tersebut sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. e. Sumber Belajar Bagi Siswa Difabel Netra Sumber belajar bagi siswa difabel netra adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dan atau memfasilitasi kegiatan

26

belajar siswa difabel netra. Jenis-jenis sumber belajar untuk siswa difabel netra yaitu (Rudiati, 2003: 107-108): 1) Sumber belajar yang dirancang atau sengaja dibuat (Learning resources by design). 2) Sumber belajar yang tinggal memanfaatkan (Learning resources by utilization).

f. Media Pembelajaran Bagi Siswa Difabel Netra Media pembelajaran siswa difabel netra adalah segala sesuatu yang dipakai untuk mengajarkan atau mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu bagi siswa difabel netra. Menurut Rudiati (2003: 108) dari subyek yang menggunakan, media pembelajaran pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu media pembelajaran umum seperti: benda asli, awetan, model, media visual serta media audio visual; dan media pembelajaran khusus difabel netra seperti: mesin ketik Braille, stylus, reglet, serta papan huruf atau bacaan. 5. Pencemaran Lingkungan a. Pengertian Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan yang disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkat radiasi, bahan-bahan fisika, kimia dan jumlah organisme.

27

Perubahan lingkungan ini sebagian karena tindakan manusia. Dari pengertian diatas, bahan pencemar (polutan) dapat didefinisikan sebagai materi atau keadaan yang dapat menimbulkan perubahan yang tidak diinginkan terhadap individu, organisme, populasi, komunitas, ekosistem, atau dengan kata lain menurunnya kualitas lingkungan hidup (Prabawati, 2008:21).

Gambar 2.1. Siklus Perubahan Lingkungan Stimulus oleh lingkungan

Manusia beradaptasi

Pengembangan teknologi

Akumulasi bahan pencemaran

Pencemaran lingkungan Dari gambar diatas masalah pencemaran lingkungan merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dengan lingkungan buatannya (Amsyari, 1997:52-53). Perubahan lingkungan ini ditentukan oleh 2 faktor yaitu:

28

1) Faktor internal yaitu perubahan yang disebabkan oleh peristiwa alam seperti kebakaran hutan pada musim kemarau, letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir, badai, dan kekeringan. 2) Faktor ekternal perubahan yang diakibatkan oleh ulah manusia contoh penebangan hutan, pembangunan pemukiman dan intensifikasi pertanian (Wardhana, 2004: 16).

Manusia memiliki dampak paling besar pada komunitas. Penebangan dan pembukaan hutan untuk pengembangan perkotaan, pertambangan dan pertanian telah mengurangi hamparan hutan yang sangat luas menjadi kumpulan kecil rumpun pepohonan yang tidak saling terhubung. Hutan hujan tropis dengan cepat menghilang sebagai aibat dari penebangan untuk mengambil kayu dan pembukaan lahan. Gangguan manusia umumnya mengurangi keanekaragaman spesies dalam komunitas. Saat ini sekitar 60% lahan bumi digunakan sebagai lahan pertanian, hutan dan padang penggembalaan (Campbell, 2004:377). b. Macam- macam pencemaran Lingkungann Berdasarkan tempat tenjadinya pencemaran diklasifikasikan

menjadi pencemaran air, udara, tanah dan suara. Adapun berdasarkan bahan pencemarnya pencemaran lingkungan dapat digolongkan menjadi

29

pencemaran fisik, biologi, kimiawi dan pencemaran sosial budaya (Amsyari, 1997:52). 1) Pencemaran udara Berdasarkan PP No. 29 Tahun 1986 pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannnya mahluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Prabawati, 2008:29). Pencemaran udara dapat juga diartikan sebagai masuknya zat pencemar (berbentuk gasgas dan partikel kecil/aerosol) kedalam udara (Soedomo, 2001:3). Pencemaran udara dapat disebabkan karena faktor alami dan aktivitas manusia. (1) faktor alami contoh: debu yang beterbangan akibat tiupan angin, abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik dan proses pembusukan sampah organik; (2) faktor aktivitas manusia contoh: hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu/ serbuk dari kegiatan industri dan pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan keudara (Wardhana, 2004: 28). Zat-zat pencemar udara terdapat dalam bentuk gas atau partikel (biasanya sebagai bahan-bahan partikulat). Kedua bentuk zat pencemar tersebut berada di atmosfer secara simultan, tetapi seluruh zat pencemar udara 90% berbentuk gas. Bentuk-bentuk zat pencemar yang sering

30

terdapat dalam atmosfer antara lain gas, embun, uap, awan, kabut, debu, haze dan asap. Adapun senyawa yang termasuk zat pencemar udara antara lain (Prabawati, 2008:29): a) Karbon monoksida (CO) b) Nitrogen oksida (NOx) c) Hidrokarbon d) Sulfur dioksida (SO2) e) Partikel Tabel 2.1. Bentuk Bahan Pencemar dan Efek yang Dihasilkannya Bahan Pencemar Akibat Terutama Pada Individu / Masyarakat Sulfur Dioksida (SO2) Bronchitis, alergi, mutasi sel Carbon manoksida (CO) Gangguan proses pernafasan Carbon dioksida (CO2) Green house effect Nitrogen dioksida (NO2) Iritasi dan mutasi sel Debu (partikel) Bronchitis Timbal (Pb) Kerusakan organ visera Cyanida gangguan metabolism dalam sel Bahan biologis (kuman pathogen) Penyakit infeksi Adapun dampak udara yang tercemar dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya. Gangguan tersebut terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru-paru dan pembuluh darah, atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit (Soedomo, 2001: 7). Selain itu dampak dari pencemaran udara adalah sebagai berikut : a) Penipisan lapisan ozon (Ozon depletion)

31

Ozon (O3) merupakan lapisan yang berada dalam lapisan stratosfer membentuk lapisan yang tebalnya 35 KM. Fungsi utama lapisan ozon adalah menyaring sinar UV matahari yang berbahaya bagi mahluk hidup (Prabawati, 2008:48). Perusakan lapisan ozon atmosfer disebabkan oleh Kloro Fluoro Karbon (CFC) yaitu gas buatan manusia yang berwarna biru tua, stabil, tidak mudah terbakar, mudah disimpan, harga murah, oleh karena itu CFC biasa digunakan dalam industri seperti untuk bahan pendingin pada AC dan kulkas, gas pendorong dalam aerosol (misalnya parfum dan hairspray) dan bahan industri pembuat plastik, busa dan styrofoam (Kristanto, 2004: 143). Kerusakan lapisan disebabkan karena ozon bereaksi dengan radikal Chlor. Radikal Chlor berasal dari senyawa CFC yang dikenal dengan nama Freon. Satu molekul CFC dapat berikatan dengan beberapa molekul ozon dan menyebabkan terurainya molekul ozon sehingga terjadi penipisan ozon. Dampak penipisan lapisan ozon (Prabawati, 2008: 48): (1) Merusak materi genetik DNA (2) Penyebab utama kanker kulit (3) Menurunkan kualitas hasil pertanian (4) Menimbulkan kerusakan sampai 20m dibawah permukaan air jernih, terutama bagi plankton, ikan, udang dan kepiting. (5) Sinar UV menyebabkan penyakit katarak mata. b) Efek rumah kaca (Green house effect)

32

Istilah Efek rumah kaca berasal dari pengalaman petani di daerah iklim sedang yang menanam sayuran dan bunga didalam rumah kaca. Cahaya matahari masuk kedalam rumah kaca dan dipantulkan kembali oleh benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas berupa sinar infra merah. Namun gelombang panas tersebut terperangkap dalam ruangan kaca serta tidak tercampur dengan udara dingin di luarnya. Akibatnya, suhu dalam rumah kaca lebih tinggi dripada di luarnya (Prabawati, 2008: 32). Pengalaman petani tersebut kemudian dikaitkan dengan apa yang terjadi pada bumi dan atmosfer. Radiasi sinar matahari yang diterima bumi sebagian diserap dan sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk sinar infra merah. Sinar infra merah yang dipantulkan bumi diserap oleh molekul gas yang ada di atmosfer berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas infra merah ini terperangkap oleh CO2 dan gas lainnya maka sinar infra merah akan kembali memantul kebumi, oleh karenanya suhu udara di troposfer dan permukaan bumi menjadi naik, maka terjadilah efek rumah kaca. Gas yang menyerap sinar infra merah disebut gas rumah kaca. Efek rumah kaca atau kenaikan suhu bumi yang terjadi di seluruh bagian bumi disebut dengan Pemanasan global (Global warming). Akibat yang ditimbulkan karena Pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim global yang menyebabkan (Prabawati, 2008:33):

33

(1) Peningkatan air laut (2) Penurunan hasil panen pertanian dan perikanan (3) Perubahan keanekaragaman hayati. c) Hujan asam (Acid rain) Hujan asam pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam. Asam yang terkandung dalam deposisi asam adalah asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3). Asam sulfat berasal dari gas SO2 dan asam nitrat berasal dari gas nitrogen oksida (NOx). Gas NOx di alam terdapat dua macam yaitu nitrogen monoksida (NO) dan nitogen dioksida (NO2). Gas SO2 dan NOx yang terdapat di atmosfer bereaksi dengan uap air membentuk H2SO4 dan HNO3 kemudian turun kebumi bersama hujan. Polutan yang berperan akan terjadinya hujan asam adalah SO2 dan NOx di udara. Sumber SO2 50% berasal dari proses alami gunung meletus dan kebakaran hutan yang alami. Sedangkan 50% lagi berasal dari aktivitas manusia terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Sumber NOx 50% dari proses alami dan 50% dari aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit listrik dan kendaraan bermotor, serta aktivitas jasad renik tanah. Dampak terjadinya hujan asam (Prabawati, 2008:41-42): (1) Hilangnya beberapa spesies ikan (2) Menghambat pertumbuhan tumbuhan dan mempercepat bergugurnya daun dan kepunahan spesies hewan dalam tanah.

34

(3) Merusak bangunan tua, monument serta candi karena asam mempercepat proses pengkaratan material batu kapur, pasir besi, marmer, patu pada dinding beton serta logam. (4) Menyebabkan penyakit pernafasan serta mempertinggi resiko kanker kulit.

Cara penanggulangan pencemaran udara yang dapat dilakukan diantaranya adalah (Prabawati, 2004:43): (1) Menggunakan bahan bakar dengan kandungan belerang rendah (2) Mengaplikasikan unit-unit pengendali sisa pembakaran pada industri (3) Menggunakan teknologi ramah lingkungan seperti solar sistem (4) Reboisasi (5) Penghematan energi 2) Pencemaran Air Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: KEP-02/MENKLH/I/1988 tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan disebutkan bahwa pencemaran air: masuk atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lainnya dalam air atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Dengan kata lain

35

pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersedia di alam tidak pernah terdapat dalam air murni, tetapi bukan berarti semua air terpolusi. Sebagai contoh meskipun di daerah pegunungan atau hutan dengan udara yang bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan terlarut seperti CO2, O2 dan N2 serta bahan tersuspensi seperti debu dan partikelpartikel lainnya yang terbawa dari atmosfer. Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 jenis berdasarkan perbedaan sifat-sifat sebagai berikut (Prabawati, 2008:21-22): a) Padatan: sedimen, senyawa organik dan anorganik yang terlarut, tanah liat dan bahan padat lainnya yang berasal dari erosi di daratan. b) Bahan buangan yang membutuhkan oksigen misalnya: limbah domestik, kotoran hewan, dan beberapa limbah industri. Jika suatu perairan kemasukan limbah ini dalam jumlah yang berlebihan (overloaded), maka mikroorganisme dekomposer dapat menghabiskan cadangan oksigen dari perairan tersebut, sehingga dapat membunuh ikan dan hewan akuatik. c) Mikroorganisme seperti bakteri dan virus yang merupakan agen penyebab penyakit d) Komponen organik sintetik, seoperti plastik, deterjen, limbah industri, minyak, pembersih septic tank, dan pestisida e) Nutrient tanaman: nitrat dan fosfat.

36

f) Minyak g) Senyawa anorganik dan mineral: asam, garam, dan logam toksik. h) Bahan radioaktif

Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk penentuan tingkat polusi air (Prabawati, 2008: 23-24): a) Nilai pH pH air normal adalah 6-8, sedangkan pH air yang tercemar berbedabeda tergantung jenis buangannya. b) Suhu Kenaikan suhu air menimbulkan akibat seperti: jumlah oksigen terlarut dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan hewan air terganggu. c) Warna, bau dan rasa Warna air yang yang tedapat dialam bervariasi, misalnya air rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan.air sungai berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur dan air buanganyang mengandung besi tannin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal menunjukkan adanya polusi. Bau air tergangtung dari sumber airnya, bau air dapat disebabkan oleh

37

bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan air dan hewan air. Air normal biasanya tidak mempunyai rasa, timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi. d) Jumlah padatan e) Nilai BOD dan COD f) Pencemaran mikroorganisme patogen g) Kandungan minyak h) Kandungan logam berat i) Kandungan bahan radioaktif Pencemaran air ini menyebabkan beberapa dampak antara lain adalah air menjadi tidak bermanfaat lagi yakni air menjadi tidak berguna lagi untuk keperluan rumah tangga, industri, pertanian dan menjadi penyebab penyakit. Adapun cara penanggulangan pencemaran air salah satunya adalah mengantisipasi kemungkinan tercemarnya lingkungan air lebih parah dengan pengolahan terlebih dahulu pada limbah sebelum dibuang keperairan (Wardhana, 2004:137). Pencemaran lingkungan dapat diukur dengan parameter kualitas limbah. Parameter tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi pada lingkungan. Beberapa parameter

pencemaran kimia kualitas air adalah (Prabawati, 2008:11): a) BOD (Biochemical Oxygen Demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam

38

waktu tertentu pada suhu 200 C. merupakan proses yang lambat dan secara teoritis memerlukan reaksi sempurna (waktu dan suhu mempengaruhi hasil). b) COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi bahan organik menggunakan kalium bikarbonat yang dipanaskan dengan asam sulfat pekat. COD umumnya lebih besar daripada BOD karena jumlah senyawa kimia yang bisa dioksidasi secara kimiawi lebih besar dibandingkan oksidasi secara biologi. c) DO (Dissolved Oxygen) merupakan kadar oksigen terlarut dalam air. Penurunan DO diakibatkan oleh pencemaran yang mengandung bahan organik. Semakin kecil nilai DO tingkat pencemaran semakin tinggi. d) pH merupakan ukuran keasaman atau kebasaan suatu limbah. Air yang tidak tercemar memiliki pH 6-8. Air dengan pH dibawah normal akan bersifat asam sedangkan air diatas pH normal akan bersifat basa. Air dengan kisaran lebih kecil atau lebih besar dari pH normal tidak sesuai untuk kehidupan mikroorganisme. 3) Pencemaran Tanah Tanah mengalami pencemaran bila ada bahan-bahan asing, baik yang bersifat organik maupun anorganik dan berada dipermukaan tanah yang menyebabkan tanah menjadi rusak, serta tidak dapat memberikan

39

daya dukung bagi kehidupan manusia. Secara garis besar pencemaran tanah disebabkan oleh 2 faktor yaitu (Wardhana, 2004: 97-99): a) faktor internal: pencemaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam seperti letusan gunung berapi yang memuntahkan debu, pasir, batu dan bahan vulkanik lainnya yang menutupi dan merusak dataran sehingga dataran menjadi tercemar. b) faktor ekternal: pencemaran tanah yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Pencemaran tanah dapat terjadi secara langsung yaitu karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida (zat kimia pembunuh hama), herbisida (zat kimia pembunuh tanaman pengganggu) dan insektisida (zat kimia pembunuh serangga) serta pembuangan limbah yang tidak dapat diurai; serta melaui air dan melalui udara. Pencemaran tanah pada umumnya berasal dari limbah berbentuk padat yang dibuang ditempat penampungan limbah. Bentuk dampak pencemaran tanah tergantung pada komponen limbah padat yang dibuang serta jumlahnya. Bentuk dampak pencemaran tanah dapat berupa langsung dan tidak langsung (Wardhana, 2004:152-156). a) dampak langsung akibat pencemaran tanah adalah timbunan padat dalam jumlah besar yang akan menimbulkan pemandangan yang tidak sedap, kotor dan kumuh;

40

b) dampak tidak langsung yang dirasakan oleh manusia, contohnya tempat pembuangan limbah padat, baik tempat pembuangan sementara maupun tempat pembuangan ahir, akan menjadi pusat

perkembangbiakan tikus dan serangga yang merugikan manusia misalnya lalat dan nyamuk. Penyakit menular yang disebabkan perantara tikus, lalat, nyamuk adalah penyakit pes, kaki gajah, malaria dan demam berdarah (Wardhana, 2004: 152-153). Cara penanggulangan pencemaran tanah salah satunya setiap rumah tangga hendaknya memisahkan sampah yang mudah terurai (misalnya: daun, kertas, sisa organisme) dan sampah yang sulit terurai (plastik, kaleng, kaca, logam). Sampah organik yang mudah terurai bisa didaur ulang dan dijadikan kompos, sedangkan sampah yang sulit terurai bisa dimanfaatkan kembali dengan mendaur ulang menjadi benda-benda yang bermanfaat serta membuang sampah pada tempat yang disediakan. 4) Pencemaran suara Pencemaran suara adalah gangguan pada lingkungan yang diakibatkan oleh bunyi atau suara yang mengganggu ketentraman hidup dan lingkungan. Pencemaran suara dapat ditimbulkan oleh adanya suara bising dengan kadar melebihi 50 dB yang disebabkan oleh suara mesin pabrik, mesin penggiling padi, mesin las, pesawat, kendaraan bermotor yang berlalu lalang, dan suara kereta api. Sesuai dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 48/MENLH/11/1996

41

tentang baku tingkat kebisingan menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Sulistyorini, 2009:251). Pencemaran suara disebabkan oleh suara bising yang berlangsung secara terus-menerus. Satuan kekuatan suara dikenal dengan satuan Desibell (dB). Pengukurannya menggunakan alat bernama Sound Pressure Level Meter (SPL). Adapun jenis-jenis kebisingan tiga macam yaitu (Wardhana, 2004:62): a) kebisingan impulsif yaitu kebisingan yang datangnya tidak terusmenerus, akan tetapi sepotong-sepotong contoh: suara palu yang dipukulkan, suara mesin pemasang tiang pancang. b) Kebisingan kontinyu yaitu kebisingan yang datang secara terusmenerus dan dalam waktu yang cukup lama contoh: suara mesin yang dihidupkan. c) Kebisingan semi-kontinyu (intermitten) yaitu kebisingan kontinyu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi contoh: suara mobil atau pesawat. Dampak dari pencemaran suara antara lain membuat susah tidup, dapat mengganggu pendengaran dan mempengaruhi sistem metabolisme antara lain perubahan tekanan darah, gangguan jantung, perubahan denyut nadi, stress dan kontraksi perut. Upaya penanggulangan pencemaran suara

42

yang dapat dilakukan adalah tidak membuat kegaduhan seperti membunyikan radio, TV atau musik dengan suara keras, mengganti knalpot yang rusak dan meredam suara yang bising dengan membuat dinding kedap suara atau menanam pohon disekitar rumah (Wardhana, 2004:43).

Berdasarkan sifat zat pencemar (polutan) pencemaran lingkungan dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu: 1) Pencemaran kimiawi, yaitu pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh polutan berupa zat kimia seperti zat radioaktif, logam Hg, Pb, As, Cd, Cr, dan Ni, pupuk anorganik, pestisida dan minyak. 2) Pencemaran biologi, yaitu pencemaran yang disebabkan polutan berupa mikroorganisme seperti E.choli, Entamoeba coli, dan Salmonella thyposa. 3) Pencemaran fisik yaitu pencemaran yang disebabkan benda-benda yang sulit terurai di alam seperti kaleng, botol, plastik dan karet. 4) Pencemaran sosial budaya yaitu tidak terfilternya kebudayaan asing yang masuk ke dalam suatu daerah akan menyebabkan tergesernya nilai budaya suatu daerah tanpa disadari, apalagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya. B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Kurniasih (2012) berjudul

Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Keanekaragaman Tumbuhan

43

Sebagai Bahan Ajar Alternatif Untuk Mengajar Siswa Difabel Netra Di Sekolah Inklusi MAN Maguwoharjo Yogyakarta Hasil penelitian yaitu berhasil dikembangkan bahan ajar dalam bentuk modul sensitif difabel untuk mengajar siswa difabel netra dan kelayakan bahan ajar dari penilaian ahli materi, ahli media, ahli difabilitas, guru biologi dan siswa modul memiliki kualitas yang baik dan layak digunakan sebagai bahan ajar. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Turnasih (2013) berjudul Pengembangan Handout Berbasis Pendidikan Karakter Pada Materi Pencemaran Lingkungan Untuk Siswa SMA/MA Kelas X Berdasarkan Standar Isi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa handout yang dikembangkan mempunyai kualitas sangat baik berdasarkan penilaian 3 guru biologi serta respon 15 siswa sehingga layak untuk digunakan sebagai sumber belajar siswa. C. Kerangka Berpikir Salah satu sistem pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus adalah pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang memungkinkan siswa yang memiliki kebutuhan khusus untuk bisa sekolah dan belajar bersama siswa normal dalam satu kelas. Siswa berkebutuhan khusus diantaranya adalah siswa difabel netra. Dalam sekolah inklusi walaupun terdapat siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal mata pelajaran yang diberikan juga sama termasuk biologi. Biologi merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk SMA/MA. Begitu juga standar kompetensi dan

44

kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa difabel netra dengan siswa normal dalam pendidikan inklusi juga sama. Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa difabel netra menjadikan siswa kesulitan untuk menggunakan media berbasis visual, maka proses pembelajaran menekankan pada alat indera peraba dan pendengaran. Prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pembelajaran pada siswa difabel netra adalah media yang digunakan harus bersifat tactual dan bersuara. Contohnya adalah penggunaan tulisan Braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata, sedangkan media yang bersuara adalah radio, tape recorder, DVD, televisi dan sebagainya (Kustawan, 2012:25). Siswa difabel netra mampu mengenali bendabenda pada proses pembelajaran terutama pada saat percobaan dan pada saat membaca huruf braille dengan indera peraba. Adanya indera pendengaran membuat siswa dapat belajar menggunakan media audio. Dibutuhkan media pembelajaran audio yang dapat membantu siswa untuk dapat mempelajari biologi dengan mudah dimana saja, kapan saja diinginkan. Sehingga dapat membantu siswa dalam belajar biologi. Media yang akan dikembangkan dalam penelitian ini berupa media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio. Materi biologi yang akan diaudiokan dengan program Camtasia Studio adalah materi kelas X (Pencemaran lingkungan) karena siswa difabel yang bersekolah di sekolah inklusi mendapatkan mata pelajaran biologi hanya pada kelas X, karena untuk tingkat selanjutnya siswa inklusi diarahkan untuk masuk kelas program IPS, Bahasa maupun Agama.

45

Perkembangan teknologi informasi sekarang ini sangat membantu proses pembelajaran dalam mengembangkan inovasi pada media yang digunakan. Siswa ditingkat SMA/MA sekarang ini hampir semua mempunyai handphone (mobile), sehingga kegunaan handphone disini sangat penting sebagai alat komunikasi dan informasi bagi siswa. Handphone oleh siswa dianggap sebagai barang pokok dan penting yang sering dibawa, tak terkecuali oleh siswa difabel netra. Handphone yang sering dianggap barang penting bagi siswa dan sering digunakan, maka dikembangkan sebuah inovasi berupa media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio bagi siswa difabel netra berbentuk file mp3 sehingga bisa diputar pada semua handphone. Diharapkan media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio ini dapat membantu siswa dalam proses belajar sesuai dengan tempat dan waktu siswa difabel netra inginkan untuk belajar. Berdasarkan hal tersebut, mendorong peneliti untuk mengembangkan media pembelajaran Biologi berbasis Mobile Camtasia Studio bagi siswa difabel netra sebagai alternatif belajar dalam bentuk file mp3. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development). Model yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini ADDIE dengan tahapan Analisis, Design, Development. Subyek dalam penelitian ini adalah guru biologi SMA/MA yang memiliki program inklusi yang dipilih secara purposive, ahli materi, ahli media dan siswa difabel netra. Instrumen dalam penelitian ini yaitu angket penilaian kualitas produk dan angket respon siswa terhadap produk. Uji coba terbatas dilakukan dengan memberi angket respon

46

penilaian produk kepada siswa difabel netra. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif.

BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development) yang bertujuan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Untuk dapat menghasilkan produk digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan, dan menguji keefektifan produk diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk (Sugiyono, 2010:407). Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). Penelitian ini difokuskan pada pengembangan media pembelajaran biologi berbasis mobile dengan program Camtasia Studio yang berbentuk file audio digital dengan format mp3. B. Prosedur Pengembangan Prosedur dalam penelitian pengembangan ini melalui tahapan ADDIE (Padmo, 2004:418). Tahapan yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini hanya pada tahap Analysis, Design dan Development. Produk yang dikembangkan

47

tidak sampai tahap Impementation, hanya diuji terbatas respon siswa tidak sampai penerapan secara empiris dalam pembelajaran. Evaluasi selalu dilakukan pada setiap ahir tahap. Adapun langkah-langkah pengembangan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Analisis (Analysis) a. Analisis kurikulum atau analisis kompetensi Tahap ini bertujuan untuk mengukur kedalaman kompetensi yang akan dikembangkan dalam media pembelajaran. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang memuat materi pencemaran lingkungan adalah: Tabel 3.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Materi Pencemaran Lingkungan
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4.Menganalisis hubungan antara 4.2 Menjelaskan keterkaitan antara komponen ekosistem, perubahan materi kegiatan manusia dengan masalah dan energi serta peranan manusia dalam kerusakan/pencemaran keseimbangan ekosistem lingkungan dan pelestarian lingkungan

b. Analisis Karakter Siswa Analisis karakter bertujuan untuk mengetahui secara pasti kondisi siswa yang akan menggunakan media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yaitu siswa difabel netra kelas kelas X SMA/MA sekolah Inklusi. Analisis karakter siswa dilakukan dengan melakukan wawancara

48

kepada siswa difabel netra kelas X dan beberapa guru biologi sekolah inklusi untuk mengetahui nilai kemanfaatan dari produk yang akan dikembangkan.

2. Tahap perencanaan (Design) Beberapa hal yang dilakukan dalam tahap ini: a. Menentukan kerangka media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang akan dibuat. Desain media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang dibuat secara garis besar berisi: 1) judul, 2) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, 3) Tujuan Pembelajaran, 4) Materi, 5) Evaluasi. b. Menentukan sistematika atau urutan penyajian materi dalam media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio. Kegiatan ini meliputi penyajian urutan konten materi dan pelengkapnya (seperti percakapan, musik latar, kegiatan eksperimen sederhana dan kuis) yang akan disajikan dalam media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio. c. Membuat rancangan jenis evaluasi.

49

Kegiatan ini bertujuan untuk menentukan jenis evaluasi dan uji kompetensi yang digunakan. Jenis evaluasi yang akan digunakan dalam media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio berupa soal pilihan ganda dan soal uraian yang dilengkapi dengan kunci jawaban serta penjelasannya.

3. Tahap pengembangan dan produksi (Development) a. Pra penulisan. Merupakan tahap pengumpulan referensi dari berbagai buku dan pembuatan naskah/skrip yang akan direkam. b. Perekaman naskah. Proses perekaman naskah media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio 1) Penyuntingan. Kegiatan ini meliputi proses review-edit produk awal media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio menjadi file mp3 sebelum media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio disunting oleh dosen ahli. Selanjutnya produk awal media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. Setelah mendapat masukan dan direvisi, produk awal

50

media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio dikaji dosen ahli materi, dosen ahli media, dan peer reviewer. Pengkajian tersebut meliputi beberapa aspek seperti aspek kelayakan isi, aspek kebahasaan, dan aspek penyajian. Hal ini bertujuan untuk

penyempurnaan produk awal media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio.

2) Revisi Perbaikan atau revisi dilakukan setelah produk awal media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio mendapat masukan dari dosen pembimbing, dosen ahli media, dosen ahli materi serta peer reviewer. Revisi ini dilakukan terhadap semua aspek yang dianggap perlu guna mendapatkan produk akhir media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang berkualitas baik atau sangat baik. Setelah direvisi kemudian dilakukan uji coba terbatas melalui penilaian 2 guru biologi SMA/MA yang mengajar siswa difabel netra dan direspon 4 siswa difabel netra SMA/MA kelas X. Data hasil uji coba terbatas pada siswa dan penilaian guru biologi selanjutnya dianalisis. Hasil penilaian digunakan sebagai masukan untuk revisi akhir produk serta membuat kesimpulan produk media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang

51

dikembangkan dinyatakan layak digunakan sebagai media pembelajaran jika mempunyai kualitas baik atau sangat baik.

C. Uji Coba Produk 1. Desain Uji Coba Uji coba dilakukan untuk mendapatkan data yang digunakan sebagai dasar untuk merevisi produk. Sebelum diujicobakan, produk dievaluasi oleh beberapa ahli. Uji coba lapangan dilakukan setelah mendapat validasi dari ahli dan masukan yang diperoleh dijadikan sebagai dasar untuk merevisi produk. Tujuan dari uji coba adalah untuk mengetahui kelayakan dari media pembelajaran yang dikembangkan. 2. Subjek Uji Coba Uji coba produk dilakukan dengan uji coba terbatas kepada 4 siswa difabel netra kelas X SMA/MA. Uji coba terbatas dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio yang dikembangkan. Pemilihan tempat uji coba

52

terbatas terhadap respon siswa ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yaitu sekolah yang berbasis inklusi dan terdapat siswa difabel netra kelas X. 3. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah: a. Data kualitatif Data kualitatif berupa kategori yaitu: SB (Sangat Baik), B (Baik), C (Cukup), K (Kurang), SK (Sangat Kurang) digunakan pada instrumen penilaian oleh dosen ahli, peer reviewer serta guru; dan kategori SS (Sangat Setuju), KS (kurang Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) digunakan pada angket respon siswa. b. Data kuantitatif Data kuantitatif berupa skor penilaian yaitu: Sangat Baik (5), Baik (4), Cukup (3), Kurang (2), Sangat Kurang (1) digunakan pada instrumen penilaian oleh dosen ahli, peer reviewer serta guru; dan kategori Sangat Setuju (4), Kurang Setuju (3), Tidak Setuju (2), Sangat Tidak Setuju(1) digunakan pada angket respon siswa. 4. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini berupa agket, yaitu: a. Angket untuk ahli materi, ahli media, peer reviewer dan guru biologi SMA/MA Inklusi. Angket ini digunakan untuk menilai kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatsia Studio. Setelah mendapat penilaian kualitas dan masukan dari reviewer, media

53

pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatsia Studio akan direvisi dan selanjutnya diuji cobakan terbatas pada respon siswa. Kisi-kisi instrument kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatsia Studio adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Angket Penilaian Kualitas Media Pembelajaran Biologi Berbasis Mobile Camtasia Studio
No 1 Komponen Kelayakan isi / Materi Aspek Kebenaran konsep Kedalaman konsep Keluasan Konsep Evaluasi Mengembangkan kecakapan akademik Merangsang keingintahuan (curiuosity) Mengembangkan kecakapan akademik Kejelasan kalimat Kesesuaian bahasa Keterlaksanaan Tampilan suara Kemudahan penggunaan Jumlah Indikator 1, 2 3, 4 5, 6 7, 8 9, 10 11,12,13 14,15 16,17,18,19 20,21 22,23,24,25,26,27,28 29,30,31,32 33,34,35 Jumlah 2 2 2 2 2 3 2 4 2 7 4 3 35

2 3

Kebahasaan Penyajian

b.

Angket respon siswa terhadap media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatasia Studio. Angket ini digunakan untuk mengetahui respon atau tanggapan siswa terhadap media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatasia Studio yang dikembangkan. Kisi-kisi

54

instrument angket respon siswa terhadap media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camatasia Studio adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrument Angket Penilaian Respon Siswa Difabel Netra Terhadap Media Pembelajaran Biologi Berbasis Mobile Camtasia Studio
No 1 Indikator Perhatian (Attention) Variabel Senang belajar Tidak terjadi salah pemahaman materi Meningkatkan retensi Mudah memahami materi pelajaran Keterkaitan Tidak membosankan (Relevance) Berbeda dengan media yang sekarang digunakan Keyakinan Termotivasi untuk belajar (Confidence) Meningkatkan penalaran individu Kepuasan Berani mengeluarkan (Satisfiction) pendapat Sharing atau diskusi dengan teman Jumlah No Butir Positif Negatif 1 4 10 15 9 3 6 17 5 8 12 7 10 19 14 18 13 2 11 16 20 10 Jumlah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20

2 3 4

Angket yang digunakan dalam penelitian ini dimodifikasi dari instrument penilaian tahap II buku pelajaran biologi SMA/MA Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang memuat lina aspek yang

55

dijabarkan menjadi dua puluh indikator. Validasi instrument dilakukan secara logis dengan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing (sebagai validator).

5. Teknik Analisis Data a. Data Proses Pengembangan Produk Penilaian ini menggunakan analisis data deskriptif. Media

pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio dinilai oleh dosen pembimbing untuk memperoleh revisi I, selanjutnya dinilai oleh ahli media, ahli materi, dan peer reviewer untuk memperoleh revisi II. Hasil revisi II kemudian dinilai guru biologi SMA/MA di sekolah inklusi dan diuji coba terbatas pada respon siswa difabel netra kelas X SMA/MA Inklusi. Data yang dihasilkan dari penilaian reviewer digunakan untuk analisis kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio, dan masukan yang diperoleh digunakan untuk merevisi produk media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio sebelum menjadi produk akhir. b. Data Kualitas Produk Yang Dihasilkan

56

Analisis data penelitian kualitas produk media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio dijelaskan sebagai berikut: a. Hasil penilaian yang masih dalam bentuk huruf diubah menjadi skor dengan ketentuan yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut (Sudijono, 2010:161)

Tabel 3.4. Konversi Nilai Huruf


Keterangan SB (Sangat Baik) B (Baik) C (Cukup) K (Kurang) SK (Sangat Kurang) Skor 1 2 3 4 5

b.

Menghitung skor ratarata dari setiap aspek kriteria yang dinilai dengan rumus (Sudijono, 2010: 174): Keterangan:
= = = Skor rata-rata Jumlah skor Jumlah Penilai

=
c.

x N

Data skor rata-rata tiap komponen ditabulasikan dan dianalisis. Skor rata-rata tiap komponen dapat ditabulasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

57

Tabel 3.5 Skor Rata-rata Tiap Komponen Media Pembelajaran Biologi Berbasis Mobile Camtasia Studio
No. 1. 2. 3. Komponen Kelayakan Isi Aspek Kebahasaan Aspek Penyajian Skor dari tiap guru Biologi SK K C B SB 1 2 3 4 5 Skor rata-rata

d.

Mengubah skor ratarata nilai media pembelajaran Biologi menjadi nilai kualitatif sesuai dengan kriteria kategori penilaian dengan ketentuan dalam tabel berikut (Sudijono, 2009: 174) :

Tabel 3.6. Kriteria Kategori Penilaian Ideal


No 1. 2. 3. 4. 5. Rentang skor (i) kuantitatif < < < < Kategori Kualitatif Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang

Keterangan: Mi : rata-rata ideal yang dapat dicari dengan menggunakan rumus.

SBi : simpangan baku ideal yang dapat dicari dengan rumus.

58

Skor maksimal ideal = butir kriteria x skor tertinggi Skor minimal ideal = butir kriteria x skor terendah e. Menghitung nilai

keseluruhan dengan menghitung skor rata-rata seluruh kriteria penilaian, kemudian diubah menjadi nilai kualitatif sesuai dengan kriteria penilaian ideal (tabel 3.6). skor tersebut menunjukkan kualitas media pembelajaran biologi berbasis Mobile Camtasia Studio. c. Data Hasil Angket Respon Siswa Angket respon siswa disusun dengan skala likert, dimana terdapat pernyataan positif dan negatif, jawaban siswa dikategorikan dalam Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Cara memberi skor pada angket siswa dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.7. Skor Angket Berdasarkan Skala Likert
Pernyataan Positif Negatif Sangat Setuju (SS) 4 1 Setuju (S) 3 2 Skor Tidak Setuju (TS) 2 3 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan rumus distribusi frekuensi relatif, yaitu (Sudijono, 2010: 43): Keterangan: F = Frekuensi yang sedang dicari presentasenya N = Number of Cases (jumlah frekuensi/ banyaknya individu) P = Angka presentasi Dalam mengidentifikasi respon siswa, peneliti menggunakan empat kategori yaitu: kategori Sangat Baik, Baik, Cukup, Kurang dan Kurang

59

Sekali. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut (Arikunto, 2007: 44): Tabel 3.8 Skala Persentase Penilaian Kualitas Produk
No. 1. 2. 3. 4. 5. Interval 81 % - 100% 61 % - 80 % 41 % - 60 % 21 % - 40 % 0 % - 20 % Kriteria Sangat Baik Baik Sedang Kurang Sangat Kurang

DAFTAR PUSTAKA Anderson, Ronald H. 1994. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran Jakarta: Rajawali Amsyari, Fuad. 1997. Prinsip-prinsip Masalah pencemaran Lingkungan. Jakarta: Ghalia Indonesia Anitah, Sri. 2009. Media Pembelajaran. Solo: Lembaga pengembngan pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan pencetakan UNS (UNS Press). Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-dasar evaluasi pendidikan (edisi revisi). Jakarta. Bumi aksara. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja grafindo Persada. Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.

60

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI. 2006. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang pendidikan . Jakarta: departemen Agama RI Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.2010. Model Pembelajaran Pendidikan Khusus Difabelnetra (A) . Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional. Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Kurniasih, Dewi. 2012. Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Keanekaragaman Tumbuhan Sebagai Bahan Ajar Alternatif Untuk Mengajar Siswa Difabel Netra Di Sekolah Inklusif Man Maguwoharjo Yogyakarta (Skripsi). Yogyakarta : Fakultas Sains dan Teknologi. Kustawan, Dedy. 2012. Pendidikan Inklusif dan Upaya Implementasinya. Jakarta: Luxima.Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2010. Profil Pendidikan Inklusif Indonesia. Jakarta: Kemendiknas. Padmo, Dewi. 2004. Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran. Jakarta: pusat teknologi komunikasi dan informasi Prabawati, Susy Yunita, dkk. 2008. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Rudiati, Sari. 2003. Ortodidaktif Anak Difabelnetra. Yogyakarta: FIP UNY. Sadiman, Arief S. 2011. Media pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: rajawali. Sanaki, Hujair, A.H. 2011. Media Pembelajaran (Buku Pegangan Wajib guru dan Dosen). Yogyakarta: Kukaba Sharon, Smaldino. E., etc. 2011. Instructional Technology & Media For Learning (Teknologi Pembelajaran dan Media untuk Belajar). Jakarta: Kencana Smith, J. David. 2006. Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung: Nuansa. Soedomo, Moestikahadi. 2001. Pencemaran Udara. Bandung ITB. Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

61

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sulistyorini, Ari. 2009. E-Book SMA Biologi I. Jakarta: PT Balai Pustaka. Turnasih. 2013. Pengembangan Handout Berbasis Pendidikan Karakter Pada Materi Pencemaran Lingkungan Untuk Siswa SMA/MA Kelas X Berdasarkan Standar Isi (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Sains dan Teknologi. Uno , Hamzah B. dan Nina Lamatenggo. 2011. Teknologi komunikasi dan informasi pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.Wardhana , Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi revisi). Yogyakarta: Andi. Wahana Komputer. 2011. Mudah Membuat Video Tutorial dengan Camtasia 7,0. Jakarta: Elex Media Widjajatin, dkk. 1999. Physical Dissability and Health Impairments An Introduction. Columbus: USA Widodo. 2010. Handout perkuliahan program perencanaan pembelajaran biologi . Yogyakarta : Saintek UIN Suka.

You might also like