You are on page 1of 16

ATRESIA ESOPHAGUS

Author: siiqebo Date Posted: January 16th, 2011 (2:13 am)

kali ini kita membahas tentang atresia esofagus (kerongkongan buntu/sempit). masih dari makalah ilmu kesehatan anak remedial saya. ATRESIA ESOPHAGUS Pengertian - Esofagus/kerongkongan yang tidak terbentuk secara sempurna, kerongkongan menyempit dan buntu tidak tersambung dengan lambung sebagaimana mestinya. - Atresia esophagus adalah tidak adanya kesinambungan esophagus secara congenital umumnya disertai fistula trakheo esophageal dan ditandai dengan salvias (pengeluaran air liur) berlebihan, tercekik, muntah bila makan, Cyanosis, dan dyspnea. - Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan yang diseababkan karena penyumbatan bagian proksimal(atas) esofagus sedangkan bagian distal(bawah) berhubungan dengan trakea. Beberapa penyebab yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan atresia esofagus : 1. Faktor obat; Salah satu obat yang diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomine 2. Faktor radiasi; Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janian yang dapat mengakibatkan mutasi pada gen. 3. Faktor gizi; Penyelidikan menunjukan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan Secara epidemiologi anomaly ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat = 1. Diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk masing-masing menjadi esophagus dan trekea 2. Perkembangan sel endoteral yang tidak lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia

3. Perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trekeo esophagus. Faktor genetic tidak berperan dalam patogenesis ini

Atresia Esofagus
Atresia esofagus termasuk kelainan kongenital yang terdiri atas gangguan kontinuitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea. Pada penyakit ini, terdapat suatu keadaan dimana bagian proksimal dan distal esofagus tidak berhubungan. Pada bagian atas esofagus mengalami dilatasi yang kemudian berakhir sebagai kantung dengan dinding muskuler yang mengalami hipertrofi yang khas memanjang sampai pada tingkat vertebra torakal segmen 2-4. Bagian distal esofagus merupakan bagian yang mengalami atresia dengan diameter yang kecil dan dinding muskuler yang tipis. Bagian ini meluas sampai bagian atas diafragma). Sekitar 50% bayi dengan atresia esofagus juga mengalami beberapa anomali terkait. Malformasi kardiovaskuler, malformasi rangka termasuk hemivertebra, dan perkembangan abnormal radius serta malformasi ginjal dan urogenital sering terjadi; semua kelainan itu disebut sindrom vacterl (vertebral defect, malformasi anorektal, defek kardiovaskuler, defek trakeoesofagus, kelainan ginjal, dan defek pada anggota tubuh). Terdapat suatu penyakit yang sering menyertai penyakit ini yakni fistula trakeoesofagus. Fistula trakeoesofagus adalah suatu kelainan hubungan antara trakea dan esofagus. Jika berhubungan dengan atresia esofagus biasanya fistula terdapat antara bagian distal segmen esofagus dan bagian trakea yang letaknya di atas karina. Meskipun begitu, kedua kelainan ini dapat pula muncul pada beberapa tingkat antara kartilago krikoid dan karina, fistula trakeosofagus dapat juga berjalan oblik pada bagian akhir proksimal trakea atau pada tingkat vertebra torakal segmen kedua. Insiden Secara internasional penemuan penyakit ini jarang tergantung pada kawasan yang berbeda di seluruh dunia, dimana diperkirakan sekitar 0,4-3,6 kasus per-10.000 kelahiran. Di Amerika Utara insiden dari Atresia Esofagus berkisar 1:3000-4500 dari kelahiran hidup, dimana sepertiganya merupakan kelahiran prematur. Angka ini makin lama makin menurun dengan sebab yang belum diketahui. Secara internasional angka kejadian paling tinggi terdapat di Finlandia yaitu 1:2500 kelahiran hidup. Atresia Esofagus 2-3 kali lebih sering pada janin yang kembar.(2,6,7) Epidemiologi Kecenderungan peningkatan jumlah kasus atresia esophagus tidak berhubungan dengan ras tertentu. Namun dari suatu penelitian didapatkan bahwa insiden atresia esophagus paling tinggi ditemukan pada populasi kulit putih (1 kasus per10.000 kelahiran) dibanding dengan populasi non-kulit putih (0,55 kasus per 10.000 kelahiran). Jenis kelamin laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan pada perempuan untuk mendapatkan kelainan atresia esophagus. Rasio kemungkinan untuk mendapatkan kelainan esophagus antara laki-laki dan perempuan adalah sebesar 1,26:1. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus adalah kelainan kongenital pada neonatus yang dapat didiagnosis pada waktu-waktu awal kehidupan. Beberapa penelitian menemukan insiden atresia esophagus lebih tinggi pada ibu yang usianya lebih muda dari 19 tahun dan usianya lebih tua dari 30 tahun, dimana beberapa penelitian lainnya juga mengemukakan peningkatan resiko atresia esophagus terhadap peningkatan umur ibu. Etiologi Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan atresia

esophagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena. Atresia esophagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21,13 dan 18 dengan dugaan penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang terjadinya atresia esophagus menurut sebagian besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tentang proses embriopatologi masih terus berlanjut. Selama embryogenesis proses elongasi dan pemisahan trakea dan esophagus dapat terganggu. Jika pemisahan trekeoesofageal tidak lengkap maka fistula trakeoesofagus akan terbentuk. Jika elongasi melebihi proliferasi sel sebelumnya, yaitu sel bagian depan dan belakang jaringan maka trakea akan membentuk atresia esophagus. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti : Trisomi 13, 18 dan 21

Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata) Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus) Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia) Gangguan Muskuloskeletal Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebr, anus, candiac, tracheosofagealfistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening). Lebih dari setengah bayi dengan fistula atau atresia esophagus memiliki kelainan lahir lain. Anatomi Esophagus adalah sebuah saluran yang terdiri atas otot yang menghubungkan faring dengan gaster. Pada pangkalnya esophagus terletak pada linea mediana, ketika masuk kedalam kavum thoraks tergeser sedikit ke sebelah kiri linea mediana. Disebelah ventral esophagus terdapat trakea, bronkus kiri, pericardium, dan diafragma. Disebelah dorsal esophagus terdapat dataran ventral columna vertebralis, arteri intercostale desktra, duktus torakikus, dan vena hemiazigos. Adapun vascularisasi esophagus diperoleh dari percabangan arteri thyroidea inferior, aorta descendens, arteria bronchialis, arteri gastrica sinistra, serta arteri pherenica inferior sisnistra. Sedangkan innervasinya diperoleh dari cabang-cabang nervus recurrens, nervus vagus dan truncus simpaticus. Patofisologi Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi. Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esophagus. Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa fektor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.

Klasifikasi Atresia Esofagus Adapun kasifikasi atresia esophagus menurut Voght adalah sebagai berikut: 1. Atresia esophagus dengan fistula trakeoesofagus distal Merupakan gambar yang paling sering pada proksimal esophagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh. 2. Atresia esophagus terisolasi tanpa fistula Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa. 3. Fistula trakeosofagus tanpa atresia Terdapat hubungan seperti fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup intak dengan trachea. Traktus yang seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga fistula. 4. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal Gambar kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding depan esofagus. 5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal dan proksimal Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat/merancang anastomase. Diagnosis Diagnosis dari atresia esofagus/fistula trakeoesofagus bisa ditegakkan sebelum bayi lahir. Salah satu tanda awal dari atresia esofagus diketahui dari pemeriksaan USG prenatal yaitu polihidramnion, dimana terdapat jumlah cairan amnion yang sangat banyak. Tanda ini bukanlah diagnosa pasti tetapi jika ditemukan harus dipikirkan kemungkinan atresia esofagus. Selain itu, diagnosa esofagus juga bisa ditentukan pada waktu diruang persalinan, karena aspirasi paru adalah faktor yang menentukan prognosis. Kesulitan memasukkan kateter kedalam lambung biasanya memperkuat kecurigaan. Kateter biasanya berhenti mendadak pada 10-11 cm dari garis gusi atas. Gejala Klinik Secara umum atresia esofagus harus dicurigai pada pasien dengan : 1. Kasus polihidramnion ibu 2. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi pada waktu lahir tidak bisa dimasukkan ke dalam lambung 3. 4. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut yang berlebihan Jika tersendak, sionosis, atau batu pada waktu berupaya menelan makanan

Gejala-gejala kelainan ini bervariasi tergantung dari tipe kelainan trakeoesofagus yang ada. Pada bayi yang dengan hanya atresia, diagnosis biasanya dibuat setelah kelahiran. Saliva tidak bisa terletak secara mengisi mulut dan nostril kemudian mengalami regurgitasi. Bayi dengan fistula pada bagian proksimal menghambat pernafasan, distress, dan sianosis selama makan. Pada bayi dengan atresia dan fistula distula, saliva yang banyak dan regurgitasi muncul bersamaan dengan sianosis dan pneumonia sekunder

yang terjadi akibat refluks dari isi lambung. Selain itu, udara biasanya masuk ke perut, sehingga perut menjadi timpani dan mungkin menjadi begitu kembung sehingga mengganggu pernapasan. Jika kedua fistula proksimal dan distal ada, biasanya fistula proksimal yang memberikan gejala. Tipe yang berikutnya merupakan tipe fistula trakeoesofagus tanpa atresia atau fistula tipe-H, akan menimbulkan gejala batuk dan tersedak sewaktu makan, pneumonia berulang dan distensi abdomen intermitten. Pada beberapa kasus yang jarang, kelainan dapat diagnosis pada masa kanak-kanak. Sedangkan pada pasien dewasa biasanya muncul dengan pneumonia rekuren dan bronkiektasis. Pada neonatus dengan atresia esofagus atau tracheasofageal fistual, trachea juga akan mengalami gangguan yang dikenali sebagai tracheomalacia. Trhaceomalacia berarti trakea menjadi lebih lunak dan rigiditasi lebih rendah dibanding normal. Tracheomalacia ini mungkin bervariasi pada beberapa anak. Trahceaomalacia dapat menyebabkan barking cough. Hal ini berpengaruh pad a pertumbuhan. Terkadang tracheomalacia lebih berat dan butuh penanganan tambahan. Gambaran Radiologi Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan sebagai screening non-invasif untuk mendiagnosis penyakit motilitasi esofagus. Biasanya pasien dengan disfagi memiliki beberapa pemeriksaan konvensional, seperti pemeriksaan barium atau endoskopi. Pada pelaksanaannya, bolus cairan atau makanan berjalan sepanjang esofagus oleh karena tekanan peristaltik dan gravitasi. Proses ini dikenal sebagai esofagus transit yang berbeda dengan esofagus clearance yang merupakan suatu proses pengosongan esofagus dari refluks bahan-bahan makanan yang berasal dari usus. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologi yang dapat menunjang diagnosis atresia esofagus. Kesemua pemeriksaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : a) Foto Thoraks Gambaran penebalan pada dinding posterior trakea merupakan suatu petunjuk adanya kelainan pada esofagus. Dimana jika didapatkan penebalan difus pada mediastium dengan air fluid level dapat disuspek dengan akalasia. Untuk massa pada esofagus cukup jarang dideteksi dengan kunci untuk mengevaluasi motilitas, refluks, dan aspirasi. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto thoraks termasuk abdomen atas dengan memasukkan sonde lambung kedalam esofagus, kalau perlu kateter diisi kontras non-ionik. Diagnosis atresia esofagus dapat dilakukan dengan pemeriksaan foto pada posisi postreroanterior (PA) dan lateral. Dimana akan didapatkan gamabaran gulungan nasogastrik tube pada bagian proksimal kantung esofagus. Selain itu, lokasi arkus aorta juga dapat terlihat. Pneumonia asprisai (khususnya pada bagian lobus kanan atas) dan atelektasis juga sering didapatkan. Selain itu, gangguan motilitas akan ditemukan pada anak dengan atresia esofagus dana dapat dilihat videofluoroskopi. Pada gangguan motilitas esofagus gambaran yang didapatkan adalah penyempitan esofagus, transit esofagus yang melambat, dan disorganisasi transit esofagus. Berikut gambaran foto thorak yang didapatkan sesuai dengan tipe atresia esofagus yang ada: 1. Atresia esofagus tanpa fistula. Dilatasi dari kantong proksimal esofagus yang berisi udara, akan menyebabkan trakea maju ke bagian depan. Abdomen yang berisi gas mungkin terlihat. Udara normalnya terlihat di dalam perut 15 menit setelah setelah kelahiran. Kantung esofagus bagian bawah dapat dilihat dengan menggunakan barium atau pemasukan dengan gastrostonomi. 2. Atresia esofagus dengan fistula distal. Distensi gas pada bagian perut dan usus halus (disebabkan udara melewati fistula kemungkinan akan ditemukan. Foto akan memperlihatkan gambaran udara yang sedikit jika fistula okolusi.

Sejumlah udara akan terlihat pada esofagus, meskipun biasanya udara dalam esofagus pada neonatus dan anak-anak normal. 3. Atresia esofagus dengan fistula proksimal. Pada gamabaran radiografi, tanda-tandanya sama dengan yang didapatkan pada atresia esofagus tanpa fistula. Abdomen yang berisi gas dapat terlihat. Pemeriksaan dengan menggunakan barium mungkin akan mengalami kegagalan dalam pemeriksaan ini. Gambaran fistula membutuhkan pemeriksaan videofluoroskopi selama pengisian pada kantung proksimal. 4. Fistula tanpa atresia. Pneumonia rekuren mungkin akan terlihat, dengan bentuk pneumonia secara umum. Penggambaran fistula sulit dilakukan. Sejumlah udara akan terlihat pada esophagus.

Pemeriksaan dengan kontras merupakan pemeriksaan pilihan untuk diagnosis. Kontrak nonionik merupakan pilihan kontras; dilusi barium dapat digunakan sebagai kontras alternatif. Jika pasien diintubasi atau dengan foto kontas menunjukkan trakea tanpa gambaran fistula, maka esofagram sebaiknya dilakukan. b) Computed Tomography (CT) Pemeriksaan CT-scan jarang dilakukan untuk mendiagnosa atresia esofagus. Pemeriksaan ini merupakan periksaan 3 dimensi esofagus dalam hubungannya dengan struktur yang berdekatan. Biasanya pemeriksaan ini digunakan pada pasien yang lebih dewasa. Gambar CT-scan penampakan aksial sulit untuk diindefikasi; fistula kemungkinan hanya terlihat sebagian. Pemeriksaan CT penampakan sagital selalu digunakan untuk diagnosis atresia esofagus pada neonatus secara akurat. Metode ini dapat memperlihatkan gambar panjang esofagus, lengkap dengan atresia, fistula dan batas-batasnya. Pemeriksaan ini jika dikombinasikan dengan endoskopi akan lebih memberi keuntungan, sebagai tambahan untuk memfasilitasi pemahaman hubungan anatomi yang kompleks.(13) c) Ultrasonografi (USG) USG merupakan pemeriksaan yang tidak rutin dilakukan untuk diagnosis atresia esofagus setelah kelahiran, akan tetapi dapat digunakan sebelum kelahiran. Pada pemeriksaan ini ditemukan adanya gelembung udara pada perut fetus yang dikombinasikan dengan polihidramnion pada ibu yang mengarah ke diagnosis atresia esofagos. Diagnosa akurat meningkat jika terdapat area anehoik pada bagian tengah leher fetus, tanda ini membedakan atresia esofagus dengan penyakit-penyakit gangguan menelan. Terdapatnya dilatasi kantung esofagus yang buntu pada pemeriksaan ini dapat merujuk ke atresia esofagus. tanda kantung ini telah didapatkan secara langsung pada usia 26 minggu masa gestasi, tetapi onsetnya diperkirakan paling cepat 22 minggu. Kemungkinan hubungan antara peningkatan tranlusens nuchal didapatkan pada trimester pertama dan atresia esofagus telah ditemukan. d) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Seperti pemeriksaan USG, MRI tidak disarankan untuk diagnosa atresia esofagus pada bayi setelah kelahiran. Meskipun begitu, MRI memberikan gambar esofagus dan sekitarnya pada posisi sgital dan karonal, dan resolusi kontrasnya lebih baik dibandingkan CT-scan. MRI sangat jarang digunakan untuk menjelaskan lokasi arkus aorta, tetapi sering digunakan untuk diagnosa molformasi congenital. Tidak seperti USG, pemeriksaan MRI pada prenatal memberikan ganbar lesi sekitar esofagus dan hubungan dan hubungan anatomi. MRI pada fetus memberikan bukti akurtat untuk diagnosis atresia esofagus pada anak dengan resiko tinggi berdasarkan penemuan USG. Akan tetapi, pemeriksaan MRI sulit untuk dilakukan pada kasus polihidramnion karena kualitas gambar jelek.

e) Nuclear Imaging Biasanya pemeriksaan ini tidak digunakan untuk mrngevaluasi atresia esofogus. Meskipun demikian pemeriksaan ini digunakan pada beberapa keluhan motilitas setelah perbaikan. Pemeriksaan scintigraph dan radionuclide dapat mendeteksi dan menghitung esofagus transit, esofagus clearance dan GER. f) Angiografi Angiografi umumya tidak digunakan untuk diagnosis anak dengan atresia esofagus. Tetapi pemeriksaan biasa digunakan untuk perencanaan penggantian atau perbaikan organ esofagus, jika hal itu menjadi penanganan yang dipilih. Diferensial Diagnosis Tanda awal dari atresia esofagus pada bayi yang berupa polihidramnion menyebabkan atresia esofagus memiliki banyak diferensial diagnosis, antara lain : 1. Atresia intestinal 2. 3. 4. 5. Hidrofetalis Cacat batang otak Hernia difragmatika Lesi intrathorakal

Penatalaksanaan Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatikan yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomaly penyerta. Sebelum dilaksanakan tindakan bedah, maka anomali kogenital lain pada bayi terlebih dahulu dievaluasi. Foto thoraks dapat mengevaluasi abnormalitas skeletal, malformasi kordiovaskular, pneumonia dan lengkung aorta kanan. Foto abdomen bertujuan mengevaluasi abnormalitas skeletal, obstruksi intestinal dan malrotasi. Foto thoraks dan abdomen biasanya sudah mencukupi, penggunaan kontraks tidak terlaku sering dibutuhkan untuk mengevaluasi atresia esofagus. Echocardiogram dan renal ultrasonogram mungkin dapat membantu. Terkadang karena keadaan penderita, maka operasi dilakukan secara bertahap, tahap pertama biasanya adalah pengikatan fistula dan pemasukan pipa gastrotomi untuk memasukkan makanan, dan langkah kedua adalah anastomosis primer, makanan lewat mulut biasanya dapat diterima. Esofagografi pada hari kesepuluh akan menolong keberhasilan anastomosis. Adapun komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus adalah sebagai beriku;(6) 1. Dismotilitas Esofagus. Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dinding esofagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum. 2. Gastrosofagus refluks. Kira-kira 50% bayi yang menjadi operasi ini akan mengalami gastroesofagus refluks pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluks ke esofagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medikal) atau pembedahan 3. Fistula trakeosofagus berulang. Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini. 4. Disfagia atau kesulitan menelan. Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esofagus yang diperbaiki.keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air mutu tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus. 5. Kesulitan bernafas dan tersendak. Konplikasi ini berhubungan dengan proses menalar makanan, terhadap makanan dan aspirasi makanan kedalam trakea.

6. Batuk kronis batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus. Hal ini disebabkan oleh kelemahan dari trakea. 7. Meningkatkan infeksi saluran pernafasan.pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontak dengan orang yang menderita Flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen. Prognosis Berdasarkan klasifikasi scheme, angka keselamatan di grup I 96 %, grup II 59 % dan grup III 22 % pada tahun 1980, tetapi sudah meningkat menjadi 98 %, 82% dan 58 % pada saat ini. Penelitian dari montreal mengidentifikasikan hanya preoperative yang tergantung ventilator dan kelainan penyerta yang berat dengan prognasis signifikan.

Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus


NOV 11 Posted by Saktya Yudha Ardhi Utama

2.1 Definisi Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut. Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata). Atresia Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%).

Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
2. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% ).

Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 12 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .
3. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.

4. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus. 5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% ). Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.

Gambar 2.Klasifikasi Atresia Esofagus 2.2 . Etiologi Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi yang paling sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung. Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :

1. Trisomi kromosom nomor 13, 18, dan 21 1. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata) 2. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus) 3. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia) 2. Gangguan muskuloskeletal 1. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac, trakeosofageal fistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening)

2.3 Manifestasi Klinis Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi Sianosis Batuk dan sesak napas Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

2.4 Patofisiologi Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esofagus. Trakea dan esofagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esofagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi. Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esofagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeoesofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embriogenesis atresia esofagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esofagus. Proses terbentuknya septum tracheosofageal selama masa embrional1 Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan proliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasanya terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya, seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem musculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea. 2.5 Diagnosis Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia esofagus, maka kegagalan untuk memasukkan suatu kateter ke dalam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esofagus bagian atas. Kadang kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esofagus yang mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal. Jika dipergunakan bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia. Beberapa fistula tanpa atresia :
1. Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia. 2. Fluoros copy dan Bronchos copy: memberi gambaran yang lebih jelas. 3. Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong : untuk menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus.

2.6 Penatalaksanaan Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.

1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi/ pembedahan.


2. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang. Pendekatan Post Operasi Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :
Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal. Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan. Analgetik diberi jika dibutuhkan. Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan. Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus. Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri. Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.

2.7 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut : 1. Dismotilitas esophagus Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum. 2. Gastroesofagus refluk Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan. 3. Trakeo esogfagus fistula berulang Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini. 4. Disfagia atau kesulitan menelan (post op) Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus. 5. Kesulitan bernafas dan tersedak Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea. 6. Batuk kronis Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea. 7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen. 1.1 Diagnosa Keperawatan
1. a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi. 2. b. Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung. 3. c. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube. 4. d. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan gtube.

1.2 Intervensi
1. a. Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:
Jalan napas tetap paten Bayi tidak teraspirasi sekresi Pernapasan tetap pada batas normal

No

Intervensi

Rasional Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring. Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki. Untuk membantu menghilangkan distress pernapasan. Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal.

1.

Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan.

2.

Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300).

3.

Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik.

4.

Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker). Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra operasi.

5.

Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong. Agar udara dapat keluar,

6.

Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.

meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.

1. b. Diagnosa keperawatan: Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat. Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan.

No

Intervensi Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan.

Rasional Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.

1.

2.

Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.

3.

Observasi dengan ketat. Pantau masukan keluaran dan berat badan. Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat.

4.

Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

5.

Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.

1. c. Diagnosa keperawatan: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi. Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.

No

Intervensi Bersihkan kateter sesering mungkin

Rasional

1.

Untuk mencegah bakteri masuk ke

dalam tubuh

1. d. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan. Kriteria Hasil:


Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi. Mulut tetap bersih dan lembab. Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.

No

Intervensi

Rasional Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan. Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab. Untuk mengurangi rasa nyeri yang berlebih

1.

Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).

2.

Beri perawatan mulut.

3.

Beri analgesik sesuai ketentuan Dorong orang tua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak.

4.

Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.


About these ads

You might also like