You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafatyang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagaijangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki;karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus memancarkanjiwa bangsa, jati diri bangsa (Volksgeist) dan martabat nasional. Filsafat hidup dan jiwa bangsa ini diakui sebagai asas kerohanian bangsa dan negara,sebagai kaidah negara yang fundamental. Nilai fundamental filsafat hidup dijadikan dasar negara(filsafat negara); ditegakkan sebagai sistem ideologi nasional (ideologi negara) sebagaimanaterumus di dalam UUD Negara. Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi sebagaimanaterkandung dalam UUD Proklamasi 45, sekaligus memancarkan integritas sebagai SistemKenegaraan Pancasila dengan visi-misi sebagaimana diamanatkan di dalam UUD Proklamasi 45.Menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 adalah pembudayaanfilsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. 2. Apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum? Bagaimana peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia?

1.3 TUJUAN 1. Menjelaskan pengertian hakikat filsafat hukum 2. Menjelaskan peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia 1.4 RUANG LINGKUP MASALAH Pada makalah ini hanya membahas tentang peranan filsafat pancasila dalam pembangunan hukum nasional di indonesia 1.5 MANFAAT

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Filsafat dan Filsafat Hukum Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah a. b. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikanlogika, estetika, metafisika dan epistemologi. Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 322SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan didalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang a. Rasional, metodis, sistematis, koheren,integral, b. Tentang makro dan mikro kosmos c. Baik yang bersifat inderawi maupun non inderawi. 2.2 Pengertian Hakikat Filsafat Hukum Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek. Kemudian berkenaan dengan Filsafat Hukum Menurut Gustaff Radbruch adalah cabangfilsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni DAmato mengistilahkan dengan Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti studi tentang filsafat hukum. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi

objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebutdengan hakikat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut dengan hakikat. Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan sembilan arti hukum, yaitu : a. Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. b. Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi. c. Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan. d. Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis. e. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law enforcement officer) f. Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi g. Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan h. Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian. i. Jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk. Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum. Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya.

Lebih jauh Prof. Dr. H. Muchsin, SH. dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu Kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang disebuah negara Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa dan Negara Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia,sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental. 1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup, kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia 2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan kewajiban asasi manusia sebagai amanat Maha Pencipta. 3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah: a) Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I) b) Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan c) Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral. Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensijasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya sebagaimna terpancar

dari akal-budi nuraninya serta sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral.

Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila UUD 45, sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia. Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 ---yang orisinal, bukan menyimpang sebagai terjemahan era reformasi yang menjadi UUD 2002--- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme. Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional. Visi-misi mendasar dan luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan integritas Ketahanan Nasional NKRI. B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45 Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45 bersifatimperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) ontologi bangsa dan NKRI adalah integral (manunggal) dan bersifat tetap (integritas, jati diri / Volksgeist) atau kepribadian dan martabat nasional. Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai : Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila UUD Proklamasi 45. Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-ideologis dan konstitusional berikut :

1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 52; Kelsen 1973: 127 135; 155 162; Notonagoro 1984: 57 70; 175 230; Soejadi 1999: 59 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerohanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya. Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya. 2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 45. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya satu kali oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara. 3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam

Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerohanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa terutama: "Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "Pembukaan" ialah Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. C. Undang-Undang Dasar Menciptakan Pokok-Pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam Pembukaan Dan Pasal-Pasalnya. Pokok-pokok pikiran dalam UUD 1945 Indonesia meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokokpokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-UndangDasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 1945 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan legalitas supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45). Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerohanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state) dengan membudayakannya. Ditinjau dari isi pengertian yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945; a. Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuk Negara yang merupakan rumusan dasar dasar pemikiran yang merupakan motif pendorong bagi tersusunnya kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam wujud terbentuknya Negara Indonesia (Alinea I, II dan III) Merupakan pernyataan dari pada peristiwa dan keadaan setelah Negara Indonesia terwujud (Alinea IV) Alinea pertama, kedua dan ketiga dengan alinea keempat dipisahkan dengan adanya perkataan kemudian daripada itu pada bagian alinea keempat Pembukaan. Maka sifat hubungan antara masing masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD adalah : a) Alinea pertama, kedua dan ketiga Pembukaan merupakan segolongan pernyataan yang tidak mempunyai hubungan organis dengan Batang Tubuh UUD ; b) Alinea keempat Pembukaan mempunyai hubungan causal dan organis dengan Batang Tubuh UUD yang menyangkut beberapa segi :

UUD itu ditentukan akan nada ; Yang diatur dalam UUD ialah tentang pembentukan Pemerintah Negara yang memenuhi berbagai persyaratan ; Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat ; Ditetapkannya dasar kerohanian (filsafat Negara pancasila). Jadi bilamana diteliti, alinea keempat Pembukaan itu mempunyai kedudukan yang penting sekali dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD. Ditinjau dari pokok pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan antara lain disebutkan sebagai berikut : a. Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan ; b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ; c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar tas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan ; d. Negara berdasar atas ke Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Ditinjau dari hakikat dan kedudukan Pembukaan Seperti dikemukakan di atas, bahwa Pembukaan berkedudukan sebagai pokok kaidah fundamental dari pada Negara Republik Indonesia. Maka Pembukaan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada Batang Tubuh UUD. 2.3 Tatanan Nilai Pancasila Manusia adalah insan yang hidup berkelompok (zoon politicon) yang menampilkan insansosial (homo politicus) sekaligus aspek insan usaha (homo economicus), dalam arti bahwa naluri hidup berkelompoknya adalah untuk mencapai kesejahteraan bersamanya. Di dalalam hidup berkelompok tersebut meningkat menjadi bernegara, maka falsafah hidup tersebut disebut didalam Rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia disebut sebagai filosofische grondslag dari pada Negara yang didirikan. Falsafah hidup suatu bangsa akan menjelmakan suatu tata nilai yang di cita-citakan bangsayang bersangkutan, ia membentuk keyakinan hidup berkelompok sekaligus

menjadi tolak ukurkesejahteraan kehidupan berkelompok sesuai yang dicita-citakan bangsa yang bersangkutan. Tatanan nilai-nilai Pancasila yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Nilai materiil Nilai ini adalah yang terindah, sifatnya pokok, tetapi kebutuhannya terbatas. Tuhan, Hukum semesta, dan alam menjamin berbagai kemudahan untuk memenuhi kebutuhan materiil. Nilai materiil itu harus di konkritkan, materi bukan sebagai tujuan, tetapi sebagai kelengkapan. (segala sesuatu yang mampu melahirkan kebahagiaan, baik secara fisik maupun lahiriah) Nilai-nilai materiil ini penting,tetapi hanya sebatas hal-hal tertentu. 2. Nilai vital Nilai-nilai yang berupa kemudahan-kemudahan bagi manusia, dalam rangka melakukan aktivitas-aktivitasnya. Nilai ini mengandung beragam kontekstual Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan, ketertiban, kemakmuran. Hukum menjadi nilai vital yang tinggi. Pada nilai vital ini, kebutuhan materiil harus dapat terpenuhi, kebutuhan rohaniah juga harus terpenuhi. 3. Nilai Rohaniah a) Nilai kebenaran / kenyataan b) Nilai estetika / keindahan c) Nilai moral / etika Akhlak, melalui suatu tata cara yang santun dan sopan. Kaitannya dengan kepekaan terhadap hati. Nilai moralitasnya : hukum harus bisa memberikan ketentraman dan kenyamanan terhadap manusia. Ketika ada hukum, kita merasa terlindungi, terjamin Oesman Oetojo, Pancasila Sebagai Ideologi; dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. d) Nilai religius / Ketuhanan Nilai kerohanian merupakan nilai yang repenting, pada bagian-bagian di dalam pancasila. Setiap orang tentu pada ujung atau puncaknya akan mencari Tuhan,pencarian seperti ini ada yang dilakukan secara mudah atau sulit. Hukum harus memiliki nilai religius seperti ini, tidak boleh memisahkan dari nilai agama / Ketuhanan dengan mengatur segala sesuatunya di dalam dunia ini. Nilai kerohanian; nilai kebenaran (penting dalam aplikasinya di berbagai ilmu). 2.4 Peran Filsafat Hukum Di Indonesia Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari segala sumber hukum adahal ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun

dalam kitab-kitab suci atau yang serupa denga itu, kemudian untuk negara yang menganut paham negara kekuasaan (rechstaat) yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kekuasaan, lain halnya dengan negara yang menganut paham kedaulatan rakyat, yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kedaulatan rakyat, dan Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, akan tetapi berbeda dengan konsep kedaulatan rakyatoleh Hobbes (yang mengarah pada ke absolutisme) dan John Locke (yang mengarah padademokrasi parlementer). Fungsi Hukum secara garis besar adalah sebagaimana termaktub dibawah ini : a. Sebagai alat pengendalian sosial (a tool of social control). b. Sebagai alat untuk mengubah masyarakat ( a tool of social engineering). c. Sebagai alat ketertiban dan pengaturan masyarakat. d. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin. e. Sebagai sarana penggerak pembangunan. f. Sebagai fungsi kritis dalam hukum. g. Sebagai fungsi pengayoman. h. Sebagai alat politik. Sedangkan konsep Hukum yang dipaparkan oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, M.PA Tujuan Hukum Menurut Teori Etis (Aristoteles) Hukum hanya semata-mata bertujuan untuk mewujudkan rasa keadilan, sedangkan keadilan dibedakan menjadi dua yaitu : a. Keadilan Komutatif, yang menyamakan prestasi dan kontraprestasi, dan b. Keadilan Distributif, keadilan yang membutuhkan distribusi atau penghargaan. Lain halnya Utiliteis (Jeremy Bentham) menganggap hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja, sedangkan ajaran yuridis dogmatic (John Austin, HansKelsen) bertujuan untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kita tahu bahwa Hukum diIndonesia ini merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat, sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Juga hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturanaturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Pancasila sebagai asas kerohanian dan dasar filsafat Negara merupakan unsur penentu dari pada ada dan berlakunya tertib hukum Indonesia dan pokok kaidah Negara yang fundamental itu,maka pancasila itu adalah inti dari pada pembukaan. Dengan dicantumkannya pancasila didalam Pembukaan UUD maka pancasila berkedudukan sebagai norma dasar hukum obyektif. Sesuai dengan kedudukan Pembukaan sebagai pokok kaidah fundamental dari pada Negara Republik Indonesia, mempunyai kedudukan yang sangat kuat, tetap, tidak dapat diubah oleh siapapun, dengan perkataan lain perumusan pancasila yang sah adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD.11 Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalahsumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk filsafat hukum negara Indonesia, Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang majemuk, untuk itu munculah filsafat hukum untuk menyatukan masyarakat Indonesia dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan, walau tindak lanjut hukumhukum yang tercipta sering terjadi hibrida (percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat (civil law / khususnya negara Belanda), hukum Islam (baca ; Al-Quran) sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit dari hukum Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk filsafat hukum adalah UndangundangNo. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, apalagi didalamnya terdapat pasal tentang bolehnya poligami bagi laki-laki yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2. Pihak yang protes pada pasal kebolehan poligami tersebut, namun di sisi lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal serta isi dari Undang-undang Perkawinan tersebut. DPR adalah lembaga yang berjuang mengesahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan sampai sekarang masih berlaku tanpa adanya perubahan, ini bukti nyata dari perkembangan filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan masyarakat perihal penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas masyarakat Indonesia adalah agama Islam, yang menganggap ayat-ayat ahkam dalam kitab suci Al-Quran adalah mutlak untuk di ikuti dalam hukum. Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara Indonesia, contoh adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-undang Otonomi daerah, yang pada intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Maka dengan filsafat hukum yang di

kembangkan melalui ide dasar Pancasila akan dapat mengakomodir berbagai kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan perbedaan ideologi dalam masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan demikian masyarakat Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satubangsa, satu kesatuan, satu bahasa, yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila. Prof. Dr. H. Muchsin, S.H., kemudian menjelaskan definisi dari tiap hubungan bagan sebagai berikut: Filsafat adalah ilmu pengetahuan alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya, Filsafat Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, Teori merupakan pendapat yang dikemukakan oleh seseorang mengenai suatu asas umum yang menjadi dasar atau pedoman suatu ilmu pengetahuan, kemudian hukum adalah semua aturan-aturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang dibuat maupun diakui oleh negara sebagai pedoman tingkah laku masyarakat yang memiliki sanksi yang tegas dan nyata bagi yang melanggarnya, jadi Teori Hukum adalah teori yang terdiri atas seperangkat prinsip-prinsip hukum yang menjadi pedoman dalam merumuskan suatu produk hukum. Asas Hukum adalah dasar-dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum dasar-dasar umum tersebut mengandung nilai-nilai etis, Politik Hukum adalah perwujudan kehendak dari pemerintah Penyelenggaraan Negara mengenai hukum yang belaku di wilayahnya dan kearah mana kukum itu dikembangkkan, Kaedah Hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara mengikat setiap orang dan belakunya dapat di paksakan oleh aparat negara yang berwenang sehingga berlakunya dapat dipertahankan, Praktik Hukum adalah pelaksanaan dan penerapan hukum dari aturan-aturan yang telah dibuat pada kaedah hukum dalam peristiwa konkrit.

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : 1) Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia. Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing, dan sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerohanian negara dan jati diri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif- filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis- konstitusional. 2) Secara spekulatif dan secara kritis filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsi hukum yang diciptakan, Indonesia memang menganut paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, kaitannya filsafat hukum terhadap pembentukan hukum di Indonesia adalah filsafat hukum sangat berperan dalam perubahan hukum kearah lebih demokratis, lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat yang hakiki, filsafat hukum mengubah tata urutan Peraturan Perundangundangan yang pernah berlaku di Indonesia, dimulai dari berlakunya tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP XX/MPRS tahun 1966, kemudian tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari TAP III/MPR/2000, sampai terakhir adalah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan yang hingga kini berlaku di Indonesia, pengubahan itu atas dasar pembaharuan yang didasari pada asas kemanfaatan dan asas keadilan, jadi pembaharuan hukum lewat filsafat hukum di Indonesia ada pada teori hukumnya, hal ini telah sesuai dengan bunyi kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945 : Undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dalam pasalpasalnya, maka perubahan hukum di Indonesia adalah didasarkan dari ide-ide pasal-pasal dalam Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 (sebagai teori hukumnya). Kita harus tahu pula bahwa fungsi hukum nasional adalah untuk pengayoman, maka perubahan atau pembangunan hukum Indonesia harus melalui proses filsafat hukum yang

didalamnya mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat- tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas yang cenderung majemuk, yang mana hukum yang diciptakan adalah merupakan rules for the game of life, hukum diciptakan untuk mengatur prilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor nilai-nilai sosial budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan yang terpenting hukum diciptakan sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat luas, tanpa membedakan ras, golongan, suku, partai, agama, atau pembedaan lain. 3.2 SARAN Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafati hukum positif kita, Dengan demikian filsafat hukum Indonesia di mulai dari pemaham kembali (re interpretasi) terhadap pembukaan UUD 1945; hal ini merupakan peran penting bagi aparat pemerintah dalam hal pembuatan produk hukum tersebut selalu dijiwai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum maka setiap butir ketetapan harus mencerminkan silasila Pancasila sebagai suatu landasan yang kokoh dalam negara hukum Pancasila. Hendaknya sering dilakukan diskusi (pembahasan ulang) oleh pakar filsafat hukum terhadap perundang-undangan yang masih belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat luas, dan tentunya peran diskusi ilmiah antar pakar filsafat hukum di indonesia sangatlah urgen untuk dilakukan dalam mengubah hukum yang hanya mengedepankan legalitas belaka, tanpa melihat living law yang terjadi dalam masyarakat, serta mengingat sekian lama Indonesia di doktrin oleh Belanda untuk dipaksa, memakai sistem Civil law yang bermuara pada legalitas belaka, yang terkadang sering tidak bermuara pada keadilan yang seutuhnya.

DAFTAR PUSTAKA Hartono, Pancasila; ditinjau dari segi historis, cetakan pertama, 1992 Lukoni Huda, Filsafat Hukum dan Perannya dalam Pembentukan Hukum di Indonesia, www.badilag.netLab.pancasila.um.ac.idwp...03filsafat-pancasila-mpr-ubb Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh Jakarta, 1980 Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006 Mulyono, Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara eprints.undip.ac.id.3_artikel Oesman Oetojo, Pancasila Sebagai Ideologi; dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, BP-7 Pusat, 1990 Sudjito Bin Atmoredjo, materi perkuliahan pascasarjana magister hukum bisnis. http://www.slideshare.net/engkyndx/peranan-filsafat-pancasila-dalam-pembangunan http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/384/jbptunikompp-gdl-dewitriwah-19191-10%28pertemu-a.pdf http://www.mpr.go.id/files/pdf/2012/03/12/peran-empat-pilar-kehidupan-berbangsa-danbernegara-dalam-penanganan-konflik-sosial-1331521126.pdf

You might also like