You are on page 1of 18

7

BAB 2 DATA DAN ANALISA

2.1 Sumber Data Data dan informasi yang dipakai untuk mendukung proyek Tugas Akhir Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia ini adalah berupa sumber data pustaka, sumber data lapangan, dan sumber data digital. Sumber data pustaka adalah sumber data yang diambil dari buku-buku ataupun karya tulis ilmiah. Sumber data lapangan adalah sumber data yang berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan lapangan. Sumber data digital adalah sumber data yang berasal dari media internet. Sumber data pustaka penulis jadikan sumber data utama. Penulis mengambil sumber dari 12 buah buku yang berkaitan dengan Topeng Bali. Buku-buku tersebut adalah sebagai berikut: Tesis pasca-sarjana: Topeng Bondres Dalam Perubahan M asyarakat Bali: Suatu Kajian Budaya oleh I Ketut Kodi. Tesis program magister: Kajian Pergeseran Fungsi Bentuk Simbolis Topeng Tradisional Topeng Pajegan Bali oleh I Dewa Alit Dwija Putra. Buku oleh Pusat Kebudayaan Prancis: Masques Traditionnels De Bali oleh I Wayan Tangguh Satu bab mengenai Topeng Bali karangan Prof. Dr. I M ade Bandem yang diterbitkan oleh Pusat Kebudayaan Prancis yang bekerja sama dengan Kanwil Depdikbud Jawa Timur; Mask The Other Face of Humanity.

8 Buku asing: Balinese Mask, Spirit of Ancient Drama karangan Judy Slattum; The Sacred Dances of Bali karangan Christian Racky. Buku oleh Proyek Sasana Budaya Bali Denpasar: Teknik Pembuatan Tapel Tradisionil Bali karangan I Dewa Gde Putra. Buku yang diterbitkan oleh Proyek Pembangunan Sarana Wisata Budaya Bali: Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukan. Buku yang diterbitkan oleh Pembinaan Kesenian Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Bali: Topeng Sidakarya, Deskripsi Dramatari Bali. Buku yang diterbitkan Kantor Perihal Kebudayaan kota Denpasar: Taksu, Never Ending Art Creativity oleh tim penulis. Buku berjudul Wayang Wong oleh Prof. Dr. I M ade Bandem, mantan rektor Universitas ISI Denpasar yang juga seorang penari dan budayawan. Artikel Koran Kompas Topeng Sidakarya dan Alam oleh Ayu Sulistyowati dalam rubrik Teropong.

Selain sumber pustaka yang menyangkut topeng di Bali, penulis juga menggunakan sumber data pustaka lainnya yang mendukung, seperti buku mengenai arsitektur Bali, tekstil Bali, adat Bali, seni ukir Bali, buku lukisan Bali, buku lukisa gaya Kamasan, kamus istilah bahasa Bali, dan lainnya. Sumber data lapangan adalah sumber data sekunder yang mendukung dan melengkapi sumber data pustaka serta memberikan pengertian dan penjelasan lebih kepada penulis. Sumber data lapangan yang penulis lakukan adalah wawancara narasumber ahli dan pengamatan lapangan. Penulis berkesempatan mewawancarai

9 empat narasumber ahli dan melakukan tanya jawab singkat dengan tiga narasumber yang terbukti sangat menolong penulis dalam melakukan penelitian Adapun keempat narasumber ahli yang penulis wawancarai adalah I Wayan Tangguh, salah seorang master seniman tapel yang diakui; I Ketut Kodi, putra I Wayan Tangguh, seorang ahli tari, seniman tapel, dalang wayang Bali dan juga dosen pedalangan di ISI Denpasar; Ida Bagus Oka, seorang seniman tapel ahli; dan I Gusti Ngurah Windia, salah seorang master tari topeng di Bali yang diakui yang juga berprofesi sebagai dalang wayang Bali. Tiga narasumber lain adalah I Wayan Sukarya, putra I Wayan Tangguh dan juga kakak dari I Ketut Kodi, yang juga seorang ahli pembuat tapel Bali; I Gusti Ngurah Sutarya, petugas perpustakaan Denpasar yang juga adik dari I Gusti Ngurah Windia; serta I Gusti Ngurah Artawan, putra I Gusti Ngurah Windia, juga ahli tari topeng. Sumber data digital merupakan sumber data tambahan untuk memperkaya dan mendukung proyek Tugas Akhir ini. Data-data pendukung yang penulis dapatkan antara lain: artikel Topeng Bali; artikel ataupun biografi tokoh-tokoh seniman Topeng Bali; artikel mengenai budayawan Bali; artikel dari Bali Pos online mengenai teknik pewarnaan Topeng Bali, artikel mengenai tulisan aksara Bali, artikel mengenai Pemerintah Kota Denpasar, dan foto-foto yang akan penulis gunakan sebagai bahan acuan pelengkap dan pembelajaran.

2.2 Data Produk Topeng di Bali dipercaya pada awalnya merupakan perwujudan suatu karakter, topeng Bali bukan sebagai bentuk penokohan, oleh karenanya Topeng Bali bersifat realistik dan rupanya adalah wajah manusia.

10 Dari estetika pertunjukannya, topeng mengandung seni tembang dan metaphor (pengajum/pengande). Dari konsep pemikiran religius, topeng merefleksikan ajaran Tri Rna, Panca Yadnya, Panca Maha Bhuta, Skala-Niskala sebagai pengejawantahan Rwa Bhineda, Trikaya Parisuda, Kanda Pat, Tri Marga, dan Sapta Sunya. Dari konsep sosial kemasyarakatan, topeng merefleksikan rasa malu (lek ), hubungan diantara senimannya, implementasi Pancasila, arsitektur Bali, kepemimpinan dan modernisasi (Kodi, 2006, p25).

2.2.1 Arti Etimologi Topeng Prof.Dr. I M ade Bandem dan Rembang dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Topeng Bali Sebagai Seni Pertunjukkan menjelaskan bahwa kata topeng berasal dari kata tup yang berarti tutup. Kata dasar tup ini kemudian ditambah eng dan menjadi tupeng yang kemudian menjadi topeng (Sumandhi et al, 1993, p3). Di Bali Topeng disebut Tapuk atau pertapukan. Kata pertapukan berasal dari kata dasar tapuk yang artinya topeng atau tapel atau penutup (Sumandhi et al, 1993, p5).

2.2.2 Definisi Topeng Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka (1999: 1068) dijelaskan topeng yaitu: to.peng/ topeng/ penutup muka (dari kayu, kertas, dan sebagainya) yang menyerupai muka orang atau binatang. Dikutip dari buku karangan Sedyawati yang terbit tahun 1993 pada halaman satu, topeng dapat didefinisikan sebagai suatu tiruan wajah yang

11 dibentuk atas bahan dasar yang tipis atau ditipiskan, dengan memperhitungkan kelaikan untuk dikenakan sebagai penutup wajah manusia sehingga menutupi sebagian atau keseluruhan wajah yang mengenakannya (Kodi, 2006, p8). Definisi topeng mengacu kepada pengertiannya dalam khasanah budaya Bali adalah tiruan wajah yang terbuat dari kayu (Kodi, 2006, p29). Topeng dalam masyarakat Bali juga memiliki tiga pengertian umum. Pertama, topeng sebagai benda/kayu/tapel penutup wajah; kedua, topeng sebagai suatu bentuk dramatari yang menggunakan tapel penutup wajah; dan ketiga, topeng sebagai pengertiannya kedustaan, yang abstrak, dan berbagai mirip realitas dengan yang

persembunyian,

kemunafikan,

terselubung (Kodi, 2006, p34).

2.2.3 Definisi Dramatari Topeng Dramatari topeng adalah penggabungan antara seni drama dan seni tari yang mengenakan topeng. Dramatari topeng merupakan seni pertunjukkan

yang bisa ditampilkan dalam kaitannya dengan berbagai jenis upacara maupun sebagai hiburan yang bersifat sekuler (Kodi, 2006, p1).

2.2.4 Sejarah Topeng Bali Pada masa pra-sejarah pertunjukkan topeng bersifat magis, mitos, dan religius, yang berfungsi sebagai pemujaan kepada roh nenek moyang. Berdasarkan kepercayaan animisme, topeng diperkirakan sudah ada sejak zaman pra-sejarah, namun istilah topeng baru dijumpai pada prasasti-prasasti abad ke-9 (Kodi, 2006, p26).

12 Dugaan mengenai munculnya topeng babad diperkirakan sekitar abad ke17 pada pemerintahan Dalem Sagening yang memeritah kerajaan Gelgel dari tahun 1580-1665, dengan penarinya I Gusti Pering Jelantik (Kodi, 2006, p26).

2.2.5 Sejarah Lahirnya Dramatari Topeng di Bali Para pakar di Bali pada umumnya menggunakan empat versi mengenai lahirnya topeng di Bali. Pertama, sejarah topeng di Bali biasanya mulai dari Prasasti Bebetin bertahun 896 masehi zaman Raja Ugrasena di Bedulu, ini merupakan catatan tertua yang ditemukan di Bali mengenai topeng. Versi yang kedua kemunculan topeng sebagai bagian dari purwaning kalangwan seperti yang tersurat dalam lontar (dan kini buku) Siwagama. Versi ketiga dari lahirnya dramatari topeng dari cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi mengenai Raja Waturenggong yang memimpin Kerajaan Gelgel mengutus Patih Ularan ke Jawa Timur untuk perang melawangan Kerajaan Blambangan dan mengambil seperangkat topeng sebagai pampasan perang. Ini adalah versi yang paling terkenal. Versi keempat berasal dari Sanghyang Legong. Keberadaan tari topeng juga bisa ditelusuri dari asal-usul topeng-topeng sakral di Ketewel. Selain dari keempat versi disebutkan diatas, topeng juga disebutkan di dalam Negara Kertagama, buku Raja-raja pada abad ke-14 yang sering disebut sebagai raket atau soritekes. Kisahnya selalu berupa seputar panji, cinta antara Panji yang berasal dari Kerajaan Jenggala dan puteri Candra Kirana dari Kerajaan Daha (Bandem, 2001a, p2).

13 Dalam buku karangan Laufer terbitan tahun 1923 halaman 29-30 disebutkan pula bahwa leluhur dari barong adalah tarian singa dari Cina, atau disebut barongsai, yang muncul sekitar Dinasti Tang (abad ke-7 hingga 10 masehi) dan tersebar ke banyak daerah Asia Timur (Bandem, 2001a, p2).

2.2.6 Klasifikasi Topeng Bali Topeng Bali dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian. Klasifikasi menurut karakternya/tipe psikologis, menurut unsur wajah, menurut

strukturnya, klasifikasi dari segi konteksnya, klasifikasi menurut zamannya, serta klasifikasi menurut genre seni pertunjukannya. Berikut klasifikasi menurut genre seni pertunjukkannya. Seperti yang dijabarkan oleh I Nyoman Catra dalam tesisnya yang berjudul Topeng: Mask Dance-Drama (1996), dewasa ini ada lima genre seni pertunjukkan yang menggunakan topeng. M ulai dari yang paling sakral, kelima genre seni pertunjukkan itu meliputi (1) Brutuk , (2) Barong dan Rangda, (3) Telek dan Jauk , (4) Wayang Wong, dan (5) Dramatari Topeng. Barong dan Rangda sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu Tari barong, Barong Landung, dan Calonarang. Wayang Wong dibagi lagi menjadi dua, yaitu

Wayang Wong Parwa dan Wayang Wong Ramayana. Sedangkan dramatari topeng menurut jumlah penari dan penggunaan tapel-nya, pertunjukan topeng dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) Topeng Pajegan, (2) Topeng Panca, (3)Topeng Prembon, dan yang baru muncul berdiri sendiri secara resmi barubaru ini (4) Topeng Bondres (Kodi, 2006, p61).

14 2.2.7 Proses Pembuatan Tapel /Topeng Bali Aspek sakral dari sebuah topeng, selain dari fungsinya, juga terbentuk dari perlakuan seniman pembuatnya, kayu yang digunakan, tulisan magis yang dituliskan didalamnya, kekuatan spiritual/Dewata yang dipanggil kedalamnya melalui upacara Pasupati, serta berbagai upacara-upacara yang mengiringi setiap tahap pembuatannya hingga siap dipakai. M ulai dari proses pemotongan kayu hingga memulai pemahatan didahului upacara terlebih dahulu. Setelah bentuk topeng jadi, cudamani , kulit kerang untuk gigi, dan taring dipasang pada topeng, kemudian dilakukan proses pewarnaan yang menggunakan sembilan warna Bali yang terbuat dari bahan alamiah. Setelah diwarnai, topeng dilapisi ancur hingga 10 lapisan yang disebut proses ngapon. Baru kemudian topeng dilapisi fernis agar tahan lama dan mengkilap. Setelah proses pewarnaan dilanjutkan dengan pemasangan unsur-unsur lain seperti pemasangan alis, kumis, janggut dan jambang. Kemudian adalah pemberian prade pada bagian hiasan topeng dan cudamani (Putra, 2001, p79). Begitu topeng tersebut selesai, jika perwujudannya adalah Topeng Barong, Topeng Rangda, dan Topeng Sidakarya, maka topeng tersebut akan dihidupkan kembali melalui upacara Ngutpeti dalam beberapa tingkatan. Pertama adalah upacara Prayascita dan Melaspas, kedua Ngatep dan Masupati, ketiga Masuci atau Ngerehin. Upacara diakhiri dengan pemberkatan dari air suci ( tirta).

2.3. Data Kompetitor Yang menjadi kompetitor dari proyek Tugas Akhir penulis berupa buku ini adalah buku berjudul Balinese Mask, Spirit of Ancient Drama karangan Judy Slattum yang

15 bekerjasama dengan fotografer Paul Schraub. Buku ini mendapat kata sambutan dari Hildred Geertz serta diterbitkan ulang oleh Periplus Edition (HK) Ltd. Berikut data-data mengenai buku Balinese Mask, Spirit od Ancient Drama. Judul buku Pengarang Fotografer : Balinese Mask, Spirit of Ancient Drama : Judy Slattum : Paul Schraub

Kata sambutan : Hildred Geertz Penerbit ISBN Desain Fisik buku Harga : Periplus Edition (HK) Ltd : 0 7946 0075 1 : mind, London : Hard cover dengan jaket buku, 128 halaman, full color. : Rp 311.000,00

Kelebihan kompetitor: Kompetitor melakukan penelitian yang cukup intensif tentang Topeng Bali. Buku kompetitor dilengkapi foto-foto lengkap dengan kualitas baik. Kompetitor dibimbing oleh seorang seniman tapel dalam membuat bukunya. Di bandingkan buku-buku Topeng Bali lainnya, kompetitor utama ini sudah memiliki desain yang baik dan menarik.

Kekurangan kompetitor: Pengarang buku adalah seorang ateis, unsur religius dan mistis yang kental dalam Topeng Bali tidak keluar. Kompetitor mengambil sudut pandang Topeng Bali sebagai kesenian saja.

16 Berdasarkan saksi ahli yang juga dijadikan narasumber oleh kompetitor, terdapat kesalahan-kesalahan informasi dalam bukunya.

Selain buku Balinese Mask, Spirit of Ancien Drama yang menjadi kompetitor utama (head to head) produk Tugas Akhir penulis, terdapat juga kompetitor-kompetitor sekunder, yakni buku-buku budaya mengenai atau yang menyangkut Topeng Bali lainnya, serta kompetitor tertier, yakni buku-buku budaya lainnya termasuk majalah. Kompetitor-kompetitor sekunder penulis antara lain: The Sacred Dances of Bali , Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukan, Topeng Sidakarya, Deskripsi Dramatari Bali, Wayang Wong, Perkembangan Topeng Bali Sebagai Seni Pertunjukan. Kompetitor-kompetitor tertier penulis adalah buku-buku kebudayaan lain yang tidak membahas mengenai Topeng Bali seperti: Bromo, The Majestic Mystical Mountain, Batik Kawuban Solo.

2.4. Data Mandatoris 2.4.1 Visi Visi Pemerintah Kota Denpasar, seperti yg tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka M enengah Daerah (RJPM D) Kota Denpasar Tahun 20052010 yaitu Terciptanya Kota Denpasar Berwawasan Budaya dengan

Keharmonisan dalam Keseimbangan secara berkelanjutan.

2.4.2 Misi M isi Pemerintah Kota Denpasar yaitu:

17 - M enumbuhkembangkan jati diri Ruang dan masyarakat Kota Denpasar yang berdasarkan kebudayaan Bali. - Pemberdayaan masyarakat dilandasi dengan Kebudayaan Bali dan Kearifan Lokal. - M ewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui Penegakan Supremasi Hukum. - M embangun pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. - M empercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui sistem ekonomi kerakyatan.

2.4.3 Logo

2.4.4 Program Pemerintah Kota Denpasar Adapun berikut adalah beberapa program Pemerintah Kota Denpasar yang telah dilaksanakan sehubungan dengan pelestarian budaya Bali: - Proyek Sasana Budaya Bali (buku Teknik Pembuatan Tapel Tradisionil Bali, buku Proses M elukis Tradisionil wayang Kamasan). - Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya (buku Perkembangan Wayang Wong Sebagai Seni Pertunjukkan). - Proyek Pembinaan Kesenian (buku Topeng Sidakarya-Deskripsi Dramatari Bali).

18 - Proyek Penggalian, Pembinaan, Pengembangan Seni Klasik/tradisional dan Kesenian Baru (buku Perkembangan Topeng Bali Sebagai Seni Pertunjukkan) - Proyek Pengembangan Permuseuman Bali (buku Seni Tenun Bali Koleksi M useum Bali)

2.5. Target Audiens Target Audiens penulis dalam Tugas Akhir Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia ini adalah kalangan orang-orang yang menghargai dan tertarik akan budaya lokal, kalangan yang mulai belajar mencintai budaya, khususnya budaya Bali. Selain orang yang tertarik pada budaya lokal yang menjadi target audiens utama penulis, terdapat juga target audiens sekunder, yaitu orang-orang grafis, para budayawan, kolektor buku budaya, dan juga turis asing/pasar asing yang tertarik dengan budaya Bali. Berikut data-data target audiens penulis (target audiens utama):

2.5.1 Demografi Target Audiens Target audiens penulis adalah orang-orang yang tertarik dan mulai belajar mencintai budaya lokal Indonesia, golongan atas, pria dan wanita dengan usia 24 tahun 35 tahun.

2.5.2 Geografi Target Audiens Target berdomis ili di kota-kota besar di Indonesia, terutama yang berdomisili di Kota Jakarta, Yogyakarta, dan Denpasar.

19 2.5.3 Psikografi Target Audiens Target memiliki karakteristik yang cerdas, teliti, dan kritis, menyukai dan sangat tertarik kepada kebudayaan lokal Indonesia dan juga kearifan lokal Indonesia, terutama kebudayaan lokal Bali, berorientasi pada tampilan visual, pemerhati brand, jarang nongkrong, kasual secara fesyen.

2.5.4 Kebiasaan Belanja Target Audiens Target adalah seorang yang kebiasaan belanjanya didorong oleh dua hal, yaitu kebutuhan dan spontanitas. Dalam berbelanja, terutama barang-barang skunder dan tertier secara kebutuhan, target sangat memerhatikan serta didorong oleh kualitas dan juga tampilan visual.

2.5.5 Alasan Pemilihan Target Target adalah golongan masyarakat yang memiliki ketertarikan dengan kebudayaan lokal Indonesia tetapi tidak sepenuhnya seorang budayawan. M ereka adalah kalangan yang memiliki potensi ataupun impian menjadi seorang budayawan, mereka juga adalah kalangan yang ingin diakui sebagai budayawan dan diam-diam mengganggap dirinya sebagai budayawan kecilkecilan. Kalangan budayawan adalah kalangan yang sudah mapan baik dari segi usia maupun keuangan, mereka begitu mencintai budaya sehingga sangat senang mengoleksi berbagai benda budaya, apalagi buku. Para budayawan ini memiliki kecenderungan tidak terlalu mementingkan tampilan visual maupun tata letak dan desain sebuah buku, yang dipentingkan adalah nilai informasi

20 dan kajian budaya yang disuguhkan dalam buku tersebut. Oleh sebab itu menurut hemat penulis, mendesain buku budaya Topeng Bali dengan para budayawan sebagai target utama tidak tajam. Sebaliknya dengan orang-orang yang tertarik dan mulai belajar mencintai kebudayaan. Kalangan orang-orang yang tertarik dan mulai belajar mencintai kebudayaan juga senang mengoleksi buku budaya layaknya budayawan. Akan tetapi, mereka ini adalah tipe kalangan yang memerhatikan aspek visual dan harga dari sebuah buku. M ereka mencari nilai lain, yang merupakan nilai tambahan, dari sebuah buku budaya yang mereka beli, seperti misalnya buku yang memiliki sampul dan desain konten yang menarik dan bernuansa kebudayaan secara visual (bernuansa etnik dan tradisional), buku yang memiliki banyak gambar atau foto dengan isi yang menurut mereka lengkap. Kalangan ini melihat sebuah buku sebagai satu paket lengkap, tidak hanya mementingkan faktor isi dan informasinya. Berbagai macam pertimbangan ini dilandaskan dari faktor pamor dan prestis. Kalangan ini tidak keberatan membeli sebuah buku budaya walaupun rata-rata memiliki harga yang cukup tinggi karena mereka yang dituju adalah yang mandiri dan mapan secara finansial. Dengan berbagai alasan tersebut diatas, penulis memilih orang-orang yang tertarik dan mulai belajar mencintai kebudayaan sebagai target audiens penulis.

21 2.6. Analisa 2.6.1 S WOT 2.6.1.1 Strength Adapun kekuatan internal dari produk yang penulis

publikasikan, Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia dan juga Topeng Bali sebagai obyek, memiliki kekuatan sebagai berikut: - Informasi dalam buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia sangat lengkap. - Buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia membahas Topeng Bali dengan sudut pandang kesenian yang religius dan sakral, seperti pada hakikatnya di Bali. - Buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia memberikan experience unik yang khas Bali bagi pembacanya. - Produk, Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia, diperkaya dengan visual menarik khas Bali dan desain yang baik. - Topeng Bali, obyek dari produk, sangat beraneka ragam dan indah dengan sejarah dan makna yang mengakar dalam.

2.6.1.2 Weakness Buku-buku mengenai Topeng Bali atau yang menyangkut topik seputar Topeng Bali yang sudah ada juga buku Topeng Bali penulis

22 memiliki kelemahan, beberapa faktor kelemahannya adalah sebagai berikut: - Kebanyakan topeng bersifat sakral atau setengah sakral, sehingga hanya bisa dilihat ketika ada upacara keagamaan. - Karena keterbatasan waktu dan biaya, penulis hanya melakukan penelitian singkat mengenai Topeng Bali. - Buku-buku mengenai Topeng Bali yang ada sekarang sebagian besar sudah tidak mungkin ditemukan lagi di toko-toko buku.

2.6.1.3 Opportunity Berikut adalah faktor-faktor peluang dari produk, Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia: - Bali terkenal di dunia Internasional, lebih dari Indonesia sendiri, minat terhadap Bali dan kebudayaannya sangat besar dan membuka peluang pasar internasional yang besar pula. - Buku-buku asing mengenai Topeng Bali yang beredar belum ada yang selengkap buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia. Buku-buku asing mengenai Topeng Bali, walaupun

pengolahan desain baik tetapi tampil hampir seragam, tidak unik serta tidak memberikan experience Bali. - Buku-buku asing mengenai Topeng Bali hanya memposisikan Topeng Bali sebagai objek kesenian dan kebudayaan.

23 - Buku-buku lokal belum ada yang diolah secara visual dengan serius, masih sangat tekstual. - Topeng Bali sebagai obyek yang sangat kaya terlestarikan, memudahkan penelitian dan sangat menarik bagi target. - Belum ada buku mengenai Topeng Bali yang lengkap (kompilasi), spesifik mengenai Topeng Bali, berbahasa Indonesia, dan menarik secara visual. - Buku mengenai Topeng Bali mempromosikan kekayaan budaya Bali dan juga Indonesia oleh karenanya didukung oleh Pemerintah Kota Denpasar dan juga Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. - Buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia ini akan diterbitkan dalam dua buku terpisah yang dapat dikoleksi.

2.6.1.4 Threat Berikut faktor-faktor ancaman eksternal dari buku Topeng Bali, Penghubung Dunia Para Dewa & M anusia: - Buku-buku kompetitor mungkin memiliki pembahasan yang lebih mendalam dan original karena pembuatannya didukung penelitian mendalam. - Kemungkinan tidak semua gambar Topeng Bali dimuat karena hanya bisa diabadikan ketika topeng tersebut dikeluarkan saat upacara.

24 - Buku-buku yang tersedia mengenai topeng Bali sulit ditemukan karena sebagian besar merupakan terbitan Pemkot Denpasar atau terbitan asing.

2.6.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Faktor pendukung topik ini adalah: - Siapa yang tidak tahu Bali? Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang sangat terkenal di dunia Internasional dan juga di dalam negri. Ketenaran Bali memungkin buku Topeng Bali penulis relatif mudah dikenal, mudah diterbitkan dan dipasarkan. - Buku Topeng Bali penulis mempublikasikan salah satu kekayaan dan kearifan lokal konten budaya nasional yang sekarang ini sedang diserang oleh klaim-klaim luar negri, sehingga buku-buku seperti Topeng Bali penulis lebih diapresiasi dan dicari.

Faktor penghambat topik ini adalah: - Penciptaan buku Topeng Bali ini, seperti buku-buku budaya pada umumnya, adalah mahal, oleh karena itu harga jual buku pun pastinya relatif mahal. Kemajuan teknologi

memungkinkan orang dan juga target audiens penulis lebih memilih mencari tahu melalui internet mengenai Topeng Bali.

You might also like