You are on page 1of 23

I.

IDENTITAS

An. R, Laki-laki, 16 tahun, bersekolah di program belajar kejar paket C, agama Islam, suku Betawi, tinggal di Galur Senen, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasien dibawa ke RSIJ Klender dengan diantar oleh kakak perempuannya pada tanggal 12 Januari 2012 karena sulit tidur dan membentur-benturkan kepala.

II.

RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari: Alloanamnesis dengan kakak kandung, Ny. Y, 43 tahun, suku Betawi, Pedagang. Alloanamnesis dengan kakak pasien, Ny. R, 46 tahun, suku Betawi, Ibu rumah tangga.

A. KELUHAN UTAMA Sulit tidur dan membentur-benturkan kepala.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien dibawa ke RSIJ Klender oleh kakak perempuannya karena sejak 1 minggu SMRS mengalami perubahan perilaku berupa: marah-marah tanpa sebab kepada anggota keluarganya. Pada awalnya pasien terlihat sering bengong (banyak diam) dengan memandang ke Kali Senen yang berada di depan rumahnya. Menurut kakak perempuannya, kemudian pasien menjadi sering marah-marah tidak jelas, tiba-tiba tegang dengan selalu merasa tidak puas padahal kemauannya telah dipenuhi semua. Pasien merasa iri dengan teman sebelah rumahnya yang memiliki playstation dan dapat bermain video games di rumah. Sejak pagi sampai sore, pasien terlihat gelisah dengan hanya mondar-mandir tanpa sebab dan dada seperti terdebar-debar. Pasien kemudian menjadi mudah tersinggung dan emosi saat ditanyakan perihal permasalahan yang mungkin dialaminya. Saat ditanya oleh kakak kandungnya, pasien menjadi galak, mau memukul ibunya dan terus langsung keluar dari rumah. Saat di jalan, pasien bertemu dengan kakak perempuan yang lainnya. Pasien kemudian meminta uang untuk membeli makanan dan uang jajan di sekolah 1

program kejar paket C. Setelah itu, pasien pulang larut malam dan langsung mengunci kamarnya. Selama 2 hari, pasien hanya keluar dari kamar untuk sarapan dan makan siang. Pasien mengatakan malas untuk ikut program kejar paket C karena pelajarannya membosankan. Pasien kemudian langsung masuk dan kembali mengunci kamarnya. Kakak kandungnya kemudian menjadi curiga dengan aktifitas yang dilakukan pasien selama sendirian di dalam kamar. Keluarga curiga bahwa pasien kembali melakukan aktifitas ngelem seperti yang pernah dilakukannya pada periode sebulan yang lalu. Saat pasien pergi ke luar rumah, kakak kandungnya mengecek ke kamar pasien. Didapati ruangan kamar pasien berbau lem aika aibon. Kaleng lem aika aibon yang terbuka sedikit ditemukan berada di bawah tempat tidurnya. Pada keesokan harinya, pasien menjadi gelisah, sering khawatir dan mudah tersinggung. Saat ditanyakan oleh keluarga perihal perilaku ngelem yang kembali di ulanginya, pasien awalnya menyangkal. Pasien kemudian mengatakan bahwa lem tersebut dibeli dari uang jajannya. Akibat merasa terdesak dan dimarahi kakak kandungnya, pasien kemudian menangis sambil menyakiti dirinya dengan cara meremas dan memelintir pergelangan tangan.. Pasien mencoba bunuh diri dengan mencekik lehernya dan mengatakan ingin mati saja. Saat dibawa ke dalam kamar, pasien menjadi ketakutan dengan mengatakan melihat pocong, padahal itu hanyalah sebuah guling. Pasien merasa bahwa kamarnya telah berubah menjadi tempat kuburan. Selama perjalanan waktu 3 hari tersebut, pasien menjadi semakin gelisah dengan mondar-mandir di dalam rumah tanpa tujuan. Pasien tampak ketakutan dan kemudian keluar rumah dengan berlari sambil marah-marah pada setiap orang yang ditemuinya. Pasein kemudian sampai tercebur di Kali Senen dan mengatakan melihat pocong. Keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit islam jakarta di cempaka putih. Sesampainya di rumah sakit, pasien menjadi tidak terkendali. Pasien menolak untuk diperiksa dengan memarahi dokter dan perawat yang sedang bertugas di unit gawat darurat. Pasien terlihat berdebar-debar dan curiga dengan mengatakan mau diapakan saya dan takut terhadap pasein lain yang

sedang dilakukan tindakan. Akibat perilakunya itu, pasien kemudian dirujuk ke RSIJ Klender. Pada saat itu keluarga menolak untuk dirujuk dan minta berobat jalan saja. Pasien kemudian dirawat sendiri di rumah selama 3 hari. Selama berada di rumah, pasien tidak mau minum obat. Keluarga tidak ingat nama, bentuk atau warna obat yang diberikan saat itu. Keluarga kemudian membawa pasien kepada pengobatan alternatif, yaitu pada seorang ustadz (ahli agama). Saat berada di tempat ustadz, pasien tenang. Tetapi setelah pulang ke rumah, pasien kembali marah-marah. Pasien kemudian keluar rumah dan dipergoki oleh tetangganya sedang ngelem dengan cara menghirup bau lem aika aibon di bawah kolong jembatan layang galur senen. Aktifitas ngelem tersebut dilakukan bersama dengan temannya yang menjadi pengamen jalanan di lampu merah jalur cempaka putih-senen. Pasien mengatakan bahwa perilaku ngelem sudah dilakukannya sejak setahun terakhir ini atas ajakan dari teman. Menurut pengakuan pasien, aktifitas tersebut tidak dilakukan secara rutin. Pasien ngelem apabila sedang kepingin saja. Keinginan tersebut dikatakan tidak timbul setiap saat. Dalam sebulan, pasien membeli 2-3 kaleng lem aika aibon untuk aktifitas ngelemnya. Pasien juga mengatakan suka membeli paket narkoba seharga 10 ribuan yang kemudian dihisap sebagai rokok. Saat ditanyakan nama paket atau zat tersebut, pasien kemudian bungkam. Apabila keinginan tersebut muncul, pasien biasanya meminta uang kepada kakak perempuannya dengan alasan buat jajan atau makan. Pasien merupakan anak yang dimanja oleh kakak perempuannya yang lain ayah, sehingga terkadang kakak tersebut begitu mudah memberikan uang kepada pasien. Kaleng lem aika aibon tersebut biasanya dapat habis dihirup olehnya untuk pemakaian 3 hari. Pasien mengaku bahwa uang jajannya sering habis digunakan untuk membeli satu kaleng lem aika aibon untuk pemakaian 3 hari. Saat sedang asik ngelem di kolong jembatan galur senen tersebut, pasien dibawa paksa oleh keluarga untuk pulang ke rumah. Pasien menjadi marah, berdebar-debar, dan kemudian melemparkan barang-barang di rumahnya. Setelah 2 hari, perilaku pasien menjadi semakin gelisah, mondar-mandir tanpa tujuan dan 3

tidak terkendali berupa menantang setiap tetangganya. Pasien sering membenturbenturkan kepala ke dinding rumah, tidak bisa tidur dan mengatakan ingin mati saja. Pasien mengatakan bahwa kucing yang sedang lewat di depan rumah itu dianggap sebagai monster jahat yang selalu menganggu dirinya. Pasien kemudian melemparkan vas bunga yang berada di atas meja kepada kucing itu. Pasien juga mengatakan merasa takut, khawatir dan terancam pada hal yang tidak jelas. Pasien menjadi sering menangis dan mengatakan ingin mati saja. Pasien mengatakan pada saat itu, pikirannya tidak seperti dikendalikan atau dibaca oleh orang lain. Pasien juga mengatakan tidak terdapat gangguan berupa bisikanbisikan atau suara ghaib. Akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RSIJ Klender untuk mendapat pengobatan lebih lanjut. Pasien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat gambaran permasalahan psikologis berupa rasa sedih, mudah menangis dan tersinggung seperti yang dialami olehnya saat ini dan bertahan selama periode kurang lebih 2 minggu dalam kehidupannya. Pasien juga mengatakan tidak pernah mengalami perasaan yang meningkat, perilaku berlebihan seperti banyak gagasan dan seperti banyak energi selama periode kurang lebih 2 minggu dalam kehidupannya.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA a. Psikiatri dan Penyalahgunaan Zat Pasien memiliki riwayat menyalahgunakan zat sebelumnya (ngelem) dan perilaku merokok. b. Kondisi Medis Umum Pasien tidak pernah menderita penyakit medis lain seperti kejang, pingsan dan trauma kepala. c. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Kakak satu ibu dari pasien mengalami gangguan depresi dan kontrol rutin di Poli Dewasa RSIJ Klender.

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Periode Prenatal dan Perinatal Pada saat mengandung pasien, ibu menerima kehamilannya dengan senang hati dan rutin memeriksakan kandungannya itu kepada dokter kandungan. Selama mengandung pasien, dikatakan tidak terdapat permasalahan fisik maupun psikologis pada ibu kandung pasien. Menurut kakak kandungnya, pasien lahir dengan persalinan normal, cukup bulan dan langsung menangis kuat, di sebuah klinik dengan di tolong oleh dokter. Berat badan dan panjang badan lahir dikatakan cukup.

2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun) Menurut kakak pasien, tumbuh kembang pasien dikatakan normal dan tidak terdapat cacat bawaan. Pasien sudah mulai bisa berjalan saat usia 9 bulan dan mulai bicara pada usia sekitar 1,5 tahun. Pasien diasuh dengan perhatian yang cukup oleh ibu kandungnya. Keluarga sangat senang dengan kehadiran pasien sebagai adik bungsu. Pasien Pada usia sekitar 9 bulan, pasien pernah mengalami kejang demam tetapi setelah itu tidak ditemukan lagi permasalahan kejang. Pasien diberikan ASI sampai usia sekitar 6 bulan, kemudian dilanjutkan dengan susu formula karena air susu ibunya sudah tidak keluar lagi.

3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun) Menurut kakaknya, pasien tumbuh seperti anak seusianya. Pada periode usia ini, ayah kandung pasien lebih banyak menyerahkan pola pengasuhan pasien kepada ibu kandung dan kakak-kakak perempuannya yang berbeda ayah. Ayah bekerja sebagai kuli serabutan di pasar senen, dari pagi sampai malam hari untuk mencukupi kehidupan keluarga. Pasien diasuh secara bergantian oleh keluarganya yang tinggal dalam dua rumah yang saling bersebelahan. Saat diasuh, pasien dikatakan tidak rewel dan mau diajak bermain dengan senang bersama kakakkakak perempuannya itu. Menurut kakak perempuan pasien, tidak ditemukan permasalahan dalam pola makan pada pasien. Pasien termasuk anak yang gemar makan, sehingga kakak-kakaknya sangat senang apabila menyuapinya. 5

4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun) Menurut kakak perempuannya, pasien merupakan anak yang periang dan penurut. Dalam bermain dengan teman sebayanya, pasien cenderung penakut

dibandingkan teman-temannya. Apabila diganggu oleh temannya, pasien dikatakan sebagai anak yang cengeng. Pasien kemudian menyampaikan hal tersebut kepada ibu kandungnya. Kakak perempuan pasien akhirnya yang sering ikut membantu pasien menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membelanya apabila pasien pulang ke rumah dengan keadaan menangis.. Ayah meninggal karena sakit saat pasien berusia 4 tahun. Setelah itu, Ibu kandung pasien memutuskan untuk berdagang di pasar senen demi memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam pola asuh selanjutnya, pasien lebih banyak diasuh oleh kakak perempuannya yang nomor dua dan berbeda ayah. Pasien dikatakan lebih dekat dengannya, karena kakak pasien tersebut cenderung memanjakannya. Pasien kemudian tinggal berpindah-pindah. Pasien kadang tinggal di rumah milik ahmarhum ayah bersama ibu dan kakak-kakaknya yang satu ayah atau menginap di rumah kakak-kakaknya yang lain dan berbeda ayah.

5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai 11 tahun) Pada masa kanak akhir, pasien dikenal sebagai anak yang periang. Pasien senang bermain dengan teman sebayanya, tetapi cenderung lebih banyak menjadi pengikut saja. Pasien lebih banyak menghabiskan waktu dengan berada di dalam rumah setelah pulang dari sekolah. Selama berada di rumah kakaknya, biasanya pasien disuruh untuk mengulang pelajaran sekolah atau sesekali bermain dengan keponakannya. Kakak perempuan pasien cenderung melarang pasien untuk bermain di luar rumah karena khawatir terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang banyak memakai narkoba. Saat berada di sekolah, pasien dikatakan senang dan dapat mengikuti pelajaran sekolah dengan baik. Penanaman sikap moral mengenai perbuatan baik dan buruk lebih banyak diberikan oleh kakak-kakak

perempuannya. Pasien pernah dilaporkan berkelahi dengan teman sebayanya oleh guru di sekolah. Saat diberitahukan bahwa perilaku tersebut itu tidak baik, pasien dapat mendengarkan dan berjanji tidak akan mengulanginya. 6

6. Riwayat Remaja (11 tahun sampai sekarang) Pasien lebih banyak bermain bersama teman-teman seusianya, baik di lingkungan tetangga ataupun berkumpul bersama anak-anak jalanan. Pasien suka ikut mengamen di bis atau lampu merah di kala siang hari apabila di ajak oleh temantemannya di jalanan. Menurut kakak perempuannya, pasien di katakan sebagai anak yang lugu karena sering menjadi pengikut atau menurut saja terhadap ajakan dari orang dewasa untuk bermain gitar di malam hari atau bergaul dengan anak jalanan.

7. Riwayat Pendidikan Pasien dinilai sebagai anak yang cukup pintar dan penurut di sekolah. Prestasi akademik pasien tergolong baik, hingga kelas 4 SD pasien selalu meraih peringkat satu. Namun sejak kelas 5 SD, prestasi pasien mulai menurun akibat banyak bermain video games di tempat rental mainan. Pasien lulus SD dengan nilai yang cukup. Setelah itu, pasien tidak meneruskan sekolah dengan alasan keluarga tidak memiliki. Pasien kemudian lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain bersama teman-temannya di jalanan. Pasien kadang nongkrong bersama anak jalanan di kolong jembatan Senen atau bermain kartu remi di rumah tetangganya. Uang jajan pasien kadang sering habis hanya untuk bermain video games. Pada malam hari, pasien hanya menghabiskan waktu dengan begadang dan bermain gitar bersama tetangganya yang usianya telah dewasa. Kakak perempuan kemudian menjadi khawatir, sehingga pada tahun berikutnya pasien di ikut sertakan dalam program belajar sekolah kejar paket B di dekat rumahnya. Setelah mendapatkan sertifikat lulus dari program belajar tersebut, pasien kemudian berhenti sekolah karena harus membantu kakak perempuan yang berdagang di pasar senen selama kurang lebih 1 tahun. Pasien selanjutnya mengambil program belajar sekolah kejar paket C yang setingkat dengan SMA untuk meneruskan pendidikannya. Kegiatan program tersebut dilakukan setiap hari Senin, Rabu, dan Kamis pada jam 7 sampai 9 malam yang diadakan di gedung koperasi dekat rumahnya. Pada pagi hari sampai sore harinya, pasien

hanya di rumah saja dengan membantu untuk membersihkan rumah atau nonton televisi saja.

8. Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Pedigree Pohon Keluarga

9. Riwayat Kehidupan Sekarang Pada saat ini pasien tinggal bersama ibu dan kakak-kakaknya di daerah Galur Senen. Namun pasien seringkali menginap di rumah kakak perempuannya yang lain dengan letak bersebelahan. Ibu kandung pasien berstatus sebagai seorang janda. Saat ini ibu kandung pasien sudah tua, sering sakit dan mulai pikun. Biaya hidup keluarga menjadi tanggung jawab kakak-kakak perempuan pasien yang telah bekerja. Kebutuhan rumah tangga sering tidak tercukupi dengan baik, sehingga pasien sering mendapat bantuan biaya dari kiriman uang anak-anak kakak perempuan pasien yang berada di mkota lain. Pengobatan terkait permasalahan perilaku pasien saat ini dibiayai dengan bantuan GAKIN. 8

10. Persepsi dan Harapan Orangtua Kakak-kakak perempuan pasien tidak paham akan perilaku pasien yang menjadi sulit diatur, cenderung galak dan mudah marah terhadap keluarga. Ibu kandung berharap perilaku pasien dapat kembali menjadi baik dan kemudian merawat dirinya yang sudah tua dan sering sakit.

11. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya Saat pemeriksa menanyakan tentang keadaannya untuk pertama kali, pasien terlihat murung dan sedih. Pasien mengatakan bahwa dirinya dibawa dan kemudian di rawat di rumah sakit karena perilakunya yang suka ngelem.

III.

EVALUASI KELUARGA

A. Susunan Keluarga Pasien adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Saat ini pasien tinggal berpindahpindah, kadang bersama kakak dan ibu kandungnya di rumah peninggalan ayahnya atau di rumah kakak perempuan lainnya yang letak rumahnya bersebelahan. Pasien memiliki 2 kakak kandung yang seayah dan 2 kakak kandung yang lain ayah. Kakak pertama pasien yang seayah adalah perempuan berusia 43 tahun. Sedangkan kakak yang kedua kini tinggal terpisah karena telah berkeluarga.

B. Riwayat Perkawinan Kedua orangtua pasien menikah berdasar atas pilihan sendiri dan mendapat persetujuan dari orangtua masing-masing. Pernikahan dengan ayah pasien merupakan pernikahan yang kedua bagi ibu kandung pasien. Ibu kandung pasien menikah lagi setelah suaminya yang pertama meninggal karena sakit. Kehidupan perkawinan dengan ayah pasien dikatakan tidak pernah diwarnai dengan masalah seperti pertengkaran suami-istri. Pernikahan tersebut merupakan pernikahan yang pertama bagi ayah pasien. Dalam pernikahan tersebut, orangtua pasien dikaruniai 3 orang anak, yaitu: kakak perempuan, kakak laki-laki, dan pasien sendiri.

C. Fungsi Subsistem a. Subsistem Suami-Istri Menurut kakak perempuannya yang beda ayah, sebelum meninggal ayah pasien dikatakan sebagai pribadi yang giat dalam bekerja dan penyabar. Dalam kehidupan rumah tangga bersama ibu kandung pasien dikatakan tidak pernah terlibat dalam pertengkaran suami istri. Pernikahan keduanya didasarkan atas keinginan dan pilihan bersama. Pernikahan tersebut merupakan pernikahan kedua bagi ibu kandung pasien setelah di tinggal meninggal oleh suami sebelumnya.

b. Subsistem Orangtua Ibu kandung pasien menjadi orangtua tunggal, setelah ayah pasien meninggal saat diri pasien berusia 4 tahun. Ibu kandung sampai sekarang tidak menikah lagi dan tinggal bersama kakak kandung pasien yang perempuan. Ibu kandung pasien dikatakan sangat menyayangi pasien dan cukup perhatian pada seluruh anggota keluarga. Tetapi karena usianya yang sudah tua dan sering sakitsakitan, maka pengasuhan pasien diserahkan kepada kakak perempuannya.

c. Subsistem Sibling Pasien berstatus sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Pasien dikatakan dapat akrab dan berhubungan baik dengan seluruh anggota keluarga, baik dengan kakak kandung yang satu ayah maupun kakak perempuan yang lain ayah. Keluarga besar cenderung untuk menghindari timbulnya konflik dengan selalu rukun dan bersama-sama dalam memenuhi kehidupan keluarga..

d. Interaksi subsistem Ayah pasien telah meninggal dunia karena sakit. Pada saat ini, ibu kandung lebih banyak berada di rumah saja akibat usianya yang sudah tua dan sering sakit dan pikun. Pasien dikatakan lebih dekat dengan kakak perempuan kedua yang lain ayah karena selalu memanjakan dirinya dengan menuruti segala keinginan dari pasien. Kakak-kakak perempuan pasien seleuruhnya telah 10

berstatus sebagai janda, sehingga di dalam kedua rumah yang bersebelahan tersebut seluruhnya adalah hanya perempuan.

D. Keadaaan Sosial Ekonomi Sekarang Kondisi keuangan keluarga pasien dikatakan kurang dalam pembiayaan kehidupan sehari-hari. Sumber penghasilan berasal dari kakak kandung pasien yang bekerja sebagai pedagang dan kiriman uang dari anak-anak kakak-kakak perempuan pasien yang beda ayah.. Biaya pengobatan terkait permasalahan perilaku pada pasien saat ini dibiayai dari bantuan GAKIN.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (14 Januari 2012) A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Pasien seorang laki-laki berusia 16 tahun, tinggi sekitar 165 cm dengan berat sekitar 55 kg. Penampilan sesuai dengan usia, kulit kecoklatan, rambut warna hitam dipotong pendek dan tampak kurang rapi. Pasien berpakaian kurang rapi tetapi bersih. Badan terawat dengan baik dengan kuku kaki dan tangan terpotong pendek.

2. Kesadaran Compos mentis.

3. Sikap terhadap pemeriksa Pasien kurang kooperatif, sopan, menjawab pertanyaan dengan lambat, konsentrasi kurang.

4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Aktifitas psikomotor selama wawancara, pasien dapat duduk tenang dan sopan tetapi respon perilaku lambat.

11

5. Kemampuan berbicara dan berbahasa Pasien berbicara dengan sopan, volume pelan, intonasi rendah, kecepatan lambat, lancar dengan irama teratur.

B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati 1. Mood 2. Afek 3. Keserasian : disforik : terbatas : serasi.

C. Gangguan Persepsi Halusinasi auditorik dan visual di sangkal. D. Interaksi orangtua anak Ibu pasien belum mengunjungi pasien dikarenakan sedang menderita sakit. Saat itu pasien diantar oleh kedua kakak perempuannya. Pasien terlihat akrab dengan keduanya.

E. Perpisahan dan Penyatuan Kembali Ketika wawancara akan dilakukan secara mandiri dengan pasien, pasien bersikap baik. Pasien duduk di samping pemeriksa dan bersedia menjawab pertanyaan dari pemeriksa. Tidak ditemukan kecemasan, rasa takut atau kekhawatiran pada diri pasien.

F. Proses/ Isi Pikiran Sedikit ide.

G. Fantasi, Cita-cita dan three wishes Ketika di tanyakan mengenai cita-cita, fantasi dan three wishes, pasien mengatakan ingin cepat bekerja sebagai security, dapat membantu keuangan keluarga dan menyelesaikan program belajar kejar paket C nya dengan baik.

12

H. Insight Tilikan derajat 4.

I. Perkiraan Taraf Intelegensia Kemampuan intelegensianya adalah sesuai taraf kecerdasan rata-rata usianya. Pasien memiliki riwayat tidak pernah tinggal kelas dan selama di bangku SD selalu mendapatkan peringkat 1.

J. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut a. Status internus : keadaan umum gizi cukup dengan penampilan berat badan 55 kg. Tinggi badan 165 cm. Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan kardiovaskular dalam batas normal. Tekanan darah 120/ 80 mm/Hg, nadi 90 x/menit, suhu: 36 derajat C, dan respirasi 20 x/menit. b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal.

K. Pemeriksaan Penunjang Psikologis Instrumen Depresi (CDI) Instrumen CDI Nilai skor 14 Januari 2012 40 24 Januari 2012 10 (Perbaikan)

IV.

IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA Telah dilakukan pemeriksaan pada An. R, 16 tahun, laki-laki, agama Islam, suku betawi, saat ini bersekolah di program belajar kejar paket C, tinggal di Galur Senen, Johar Baru, Jakarta Pusat. Pasien dibawa ke RSIJ Klender tanggal 12 Januari 2012 karena cenderung mudah marah, tersinggung dan sering menangis, galak terhadap keluarga dengan memukul ibu kandung dan kakak perempuannya, terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiti diri sendiri. Pasien tidak memiliki riwayat trauma kepala, pingsan atau kejang. Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan dan panjang badan lahir dikatakan cukup. Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan positif 13

kanabis (+). Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien laki-laki, penampilan sesuai usia dan tampak kurang rapi. Gangguan persepsi berupa riwayat ilusi (bantal guling dikatakan pocong, kucing dianggap sebagai monster jahat, kamar yang berubah menjadi tempat kuburan). Gangguan isi dan proses pikir berupa sedikit ide. Tilikan adalah derajat 4. Faktor stressor berupa masalah dalam primary support group (pengawasan keluarga yang kurang peduli), pergaulan dalam lingkungan sosial (bermain dengan anak jalanan), lingkungan sosial yang rawan penggunaan narkoba, dan ekonomi keluarga yang kurang. Perkiraan taraf intelegensia dalam tingkat kecerdasan rata-rata usianya. Status internus dan neurologikus tidak dijumpai masalah.

V.

FORMULASI DIAGNOSTIK Berdasarkan riwayat penyakit pasien didapatkan adanya pola perilaku dan psikologis yang secara klinis bermakna dan khas berkaitan dengan gejala yang menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya (disability) dalam fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status internus dan neurologikus tidak ditemukan kelainan gangguan medis umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini. Sehingga Gangguan Mental Organik dapat di singkirkan. Pada anamnesis ditemukan permasalahan perilaku berupa: di awali sering bengong (banyak diam), kemudian menjadi marah-marah, mudah tersinggung, sering menangis, mondar-mandir tanpa sebab, adanya ilusi berupa melihat kamar yang berubah seperti kuburan dan kucing yang dipersepsikan sebagai monster jahat, galak terhadap keluarga dengan memukul ibu dan kakak perempuannya, terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiti diri sendiri. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan positif menggunakan kanabis (+) dan informasi anamnesis lainnya dari keluarga berupa perilaku ngelem berupa kebiasaan menghisap kaleng lem aika aibon. Berdasarkan gambaran tambahan tersebut terdapat gejala klinis yang sesuai pula dengan 14

kriteria: Substance-Induced Mood Disorder, With Feautures Depressive. Dengan demikian, pada aksis I disimpulkan pasien menderita SubstanceInduced Mood Disorder, With Features Depressive. Berdasarkan perkiraan tes intelegensia, kesan pasien memiliki taraf kemampuan intelektual yang tergolong dalam kecerdasan sesuai rata-rata anak usianya. Pada aksis II disimpulkan pasien tergolong kesan kecerdasan dalam tingkatan rata-rata sesuai usia. Pada pemeriksaan neurologis dan internus ditemukan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada aksis III disimpulkan pada pasien tidak terdapat diagnosis. Pada Aksis IV terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap kondisi psikologis pasien, berupa: masalah dengan family support group (kurangnya kepedulian keluarga dalam pengawasan perilaku remaja), lingkungan sosial (pergaulan dengan anak jalanan dan lingkungan rumah yang rawan penggunaan narkoba) serta kesulitan ekonomi. Pada aksis V, GAF HLPY (Global Assesssment of Functioning) 70 yaitu: beberapa gejala ringan, menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik. Sedangkan GAF current 60 yaitu: beberapa gejala berat, menetap, disabilitas berat dalam fungsi.

VI.

EVALUASI MULTIAKSIAL Aksis I : Substance-Induced Mood Disorder With Depressive

Features, With Onset During Intoxication. Aksis II Aksis III Aksis IV : Kesan fungsi intelektual dalam taraf kecerdasan rata-rata : Tidak ada diagnosis : Masalah dengan primary support group keluarga,

lingkungan sosial (pergaulan dengan anak jalanan dan lingkungan rumah yang rawan narkoba) dan kesulitan ekonomi Aksis V : GAF HLPY : 70 dan GAF Current : 60.

15

VII.

DAFTAR MASALAH : terdapat riwayat genetik dalam keluarga kakak

Organobiologik

perempuan pasien yang lain ayah pernah mengalami gangguan depresi. Psikologik : awal banyak diam, marah-marah, tersinggung, sering

menangis, mondar-mandir tanpa tujuan, melihat kamar yang berubah menjadi kuburan, keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiit diri sendiri. Sosial : cenderung galak dengan memukul anggota keluarga dan

menantang setiap orang.

VIII. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Functionam Ad Sanationam : bonam : bonam : dubia ad bonam

Hal yang meringankan: Bantuan pembiayaan dari pemerintah melalui GAKIN Motivaai dan dukungan yang besar dari kakak-kakak perempuannya untuk selalu kontrol rutin terkait permasalahan emosi dan perilaku pada pasien.

Hal yang memberatkan: Terdapat keinginan bunuh diri dan perilaku menyakiti diri sendiri Ibu kandung yang sudah tua, sering sakit dan pikun sehingga memiliki hambatan dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan perilaku pasien Masalah ekonomi keluarga yang dikatakan kurang Masalah pola asuh yang cenderung memanjakan dari kakak perempuannya Tidak adanya figur laki-laki dalam keluarganya, karena pasien tinggal dengan seluruh anggota keluarganya yang perempuan. Lingkungan rumah pasien berada di daerah perkotaan yang rentan terhadap penyalahgunaan zat atau rawan narkoba.

16

IX.

FORMULASI PSIKODINAMIK Pasien R merupakan anak bungsu yang dibesarkan dalam pola asuh yang multi parenting. Pasien telah kehilangan figur ayah sejak usia 4 tahun karena ayahnya meninggal dunia akibat menderita sakit. Semenjak kepergian ayahnya itu, pasien diasuh oleh peranan keluarga yang seluruhnya adalah perempuan. Pola pengasuhan secara bergantian dilakukan oleh ibu kandung dan kakak-kakak perempuannya dalam dua lingkungan rumah yang saling bersebelahan. Masalah keuangan yang sering tidak tercukupi dalam memenuhi kehidupan keluarga, membuat peran pengawasan dan monitoring dari anggota keluarga terhadap perkembangan perilaku pasien yang sedang berada pada periode remaja akhir menjadi sering terabaikan. Pada periode ini, pasien lebih nyaman berada dalam interaksi dengan teman sebaya (peer group) nya dibandingkan dengan lingkungan di dalam rumah (keluarga) nya sendiri. Lingkungan sosial sekitar rumah yang rawan terhadap penggunaan narkoba membawa pasien kepada perilaku untuk mencoba zat tersebut. Pasien sendiri merupakan remaja yang dalam lingkungan pergaulannya sering berperan sebagai pengikut. Hal tersebut membuat pasien mudah untuk ditarik kepada suatu perilaku penyalahgunaan zat dari aktifitas pergaulannya dengan anak jalanan. Dalam interaksi pergaulan dengan teman sebayanya itu, pasien sering membuat pencitraan diri yang negatif pada diri pribadinya. Pada akhirnya pasien sering membanding-bandingkan kondisi dirinya dengan apa yang dilihatnya pada keadaan teman-temannya. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak seperti temantemannya yang memiliki video games sendiri di dalam rumah. Pasien juga merasa minder untuk berkenalan dengan lawan jenis karena faktor ekonomi keluarganya yang kurang. Hal tersebut membuat moodnya menjadi terdepresi dan sebagai pengalihan dari ketidaknyamanan perasaannya itu maka pasien mulai mencoba untuk menggunakan narkoba dengan membeli paket rokok ganja senilai rp 10 ribuan yang diperoleh dari pergaulan dengan temannya. Setelah itu, pasien beralih pada kebisaan ngelem dengan membeli kaleng aika aibon yang dengan cara dihirup di hidung untuk keperluan sleama 3 hari. Pasien mengatakan bahwa perilaku merokok dan ngelem dilakukan untuk sekedar iseng untuk mengisi 17

waktunya di rumah. Tekanan stresor psikososial dari tuntutan pergaulan dengan teman sebayanya itu kemudian mengalami puncaknya kepada perilaku agresifitas (galak dengan memukul ibu dan kakak perempuannya) dan menyakiti dirinya sendiri.

X.

PENATALAKSANAAN

A. Farmakologis Risperidone 2x 1 mg Fluoxetine 1x 10 mg (pagi hari)

B. Non Farmakologis Terhadap keluarga: Psikoedukasi keluarga: memberikan penjelasan mengenai permasalahan emosional dan perilaku yang dialami oleh pasien kepada kakak-kakak perempuannya memberikan penjelasan mengenai pentingnya pengobatan dengan kontrol rutin di rumah sakit memberikan pengetahuan mengenai tanda-tanda kekambuhan dari gangguan jiwa dan perilaku penyalahgunaan zat, khususnya gangguan depresi dan

penyalahgunaan narkoba. Terhadap pasien: Modifikasi perilaku: Kakak perempuan membuat daftar perilaku negatif pasien yang ingin dirubah berdasar kesepatan bersama dengan pasien, prioritas pada perilaku merokok dan tidak melakukan ngelem lagi. Membuat kontrak perilaku, berupa diberikan suatu aturan bahwa apabila pasien kembali ngelem maka akan mendapat punishment berupa pengurangan uang jajan - pasien selalu diingatkan mengenai aturan tersebut dan seluruh anggota keluarga terus mendorong pelaksanaan aturan secara konsisten.

18

Membuat catatan pada buku agenda kegiatan harian mengenai kegiatan positif pada waktu harian yang kosong, seperti membantu menyiapkan dagangan kakak perempuan pasien sebelum dijual ke pasar senen, pengaturan jadwal mengulang pelajaran dan latihan sepakbola di dekat rumah.

Pemberian penguatan secara terus-menerus terhadap perilaku baik dari pasien yang terdapat pada kontrak perilaku dengan memberikan rewards kecil berupa pujian dari perkembangan positif dari perilaku. Pemberian rewards besar setelah dilakukan penilaian selama sebulan dari perilaku positif pasien berupa rekreasi jalan-jalan yang disesuaikan dengan keuangan keluarga.

Menghindarkan pasien dari pengaruh negatif lingkungan sosial seperti: tidak bergaul dengan anak jalanan yang tidak bersekolah dan sering mengajaknya untuk menggunakan narkoba.

Pemberian psikoterapi suportif dalam memperbaiki persepsi negatif yang muncul pada diri pasien dan penguatan mental dalam melawan pengaruh negatif dari narkoba.

Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap perkembangan perilaku pasien bersama terapis dan keluarga saat kontrol rutin dengan menggunakan acuan buku agenda kegiatan harian. DISKUSI Fokus Diagnosis Pada pasien ini ditemukan suatu pola penggunaan zat maladaptif yang

XI.

menyebabkan gangguan atau penderitaan secara klinis yang bermakna, tetapi tidak masuk ke dalam kriteria ketergantungan zat seperti gejala toleransi atau putus zat dan keinginan yang menetap atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat pada pasien ini tidak ditemukan. Gambaran gejala yang terdapat pada pasien juga tidak dapat dimasukkan kedalam kriteria Putus Zat, karena perkembangan suatu sindrom spesifik zat tidak disebabkan karena penghentian atau pengurangan dari penggunaan zat yang telah digunakan lama dan berat. Pola penggunaan zat pada pasien dapat dimasukkan kepada suatu kriteria Penyalahgunaan Zat, seperti: penggunaan zat berulang yang menyebabkan 19

kegagalan dalam memenuhi kewajiban peran utama dalam sekolah seperti membolos yang dihubungkan dengan penggunaan zat, dan penggunaan zat berkelanjutan menyebabkan permasalahan interpersonal yang berulang yang dieksaserbasi oleh efek zat, dalam bentuk perkelahian fisik. Pada pasien ditemukan pemeriksaan laboratorium positif untuk zat kanabis (+) dan hasil anamnesis berupa perilaku ngelem (menghirup zat Inhalan Aika Aibon) disertai tanda klinis yang berkembang selama dan sesaat setelah penggunaan zat berupa: mudah berdebar-debar (takikardi) . Dengan demikian, pada pasien perilaku ngelem (Kebiasaan Menghirup Zat Inhalan Aika Aibon) dan ditemukan hasil laboratorium narkoba untuk zat kannabis (+), sehingga dapat dikategorikan sebagai Poly-substance Intoxication. Gejala pada pasien dapat dimasukkan ke dalam Kriteria Substance-Induced Mood Disorder, karena terdapat perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang secara bermakna disebabkan oleh efek paparan zat pada sistem saraf pusat yang belum lama terjadi (selama atau sesaat setelah terpapar zat) berupa gangguan mood yang terus-menerus dan menetap. Pada pasien ditemukan dalam bentuk: kewaspadaan berlebihan, mudah tersinggung (sensitifitas interpersonal), ketegangan, kemarahan, dan gangguan fungsi sosial. Gambaran mood yang tampak sesuai dengan Gangguan Mood Depresi dan berhubungan dengan Intoksikasi Zat, berupa: mood yang iritabel pada remaja seperti mudah marah atau tersinggung, dan kehilangan minat sekolah, adanya kegelisahan, perasaan bersalah, tidak berharga, dan pikiran tentang kematian atau ide bunuh diri. Gejala tersebut telah menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna dalam fungsi sosial. Gambaran mood depresi muncul pertama kali dan disertai dengan hasil pemeriksaan narkoba: kannabis (+) dan informasi perilaku ngelem (menghirup lem Aika Aibon). Berdasarkan alloanamesis, tidak pernah dijumpai riwayat gambaran depresi yang serupa atau perubahan mood yang meningkat, kebesaran, loncat gagasan dan keterlibatan dalam aktifitas yang berlebihan sebelumnya. Dengan demikian pasien didiagnosis sebagai Substance-Induced Mood Disorder With Depressive Features, With Onset During Intoxication.

20

Diagnosis Mayor Depressive Disorder pada pasien ini tidak dapat ditegakkan dengan alasan bahwa terdapat bukti adanya zat yang dipertimbangkan sebagai penyebaba yang berhubungan dengan simptom mood depresi pada pasien

XII. No 1.

FOLLOW-UP Tanggal 12/1/2012 Subyektif Obyektif Keterangan

Mudah marah, hasil Mood pemeriksaan narkoba: THC (+)

labil, Risperidone 1 mg 2x1

ide bunuh dri tablet (+), halusinasi dengar visual sangkal Injeksi haloperidol 1 ampul IM) kondisi dan bingung di

2.

14/1/2012

Gelisah dan selalu Mood/ minta pulang disforik,

afek Risperidone 1 mg 2x 1 Fluoxetine 10 mg 1x1 (pagi hari)

preokupasi ingin pulang 3. 15/1/2012 Sedih, malas, pemeriksaan non reaktif 4. 18/1/2012 Gelisah, terus, sering aktifitas Kooperatif,

Risperidone 1 mg 2x 1

hasil koheren, ide Fluoxetine 10 mg 1x1 HIV bunuh diri (- (pagi hari) ), hipoaktif menangis Disforik, mengaku pembicaraan pake ganja lambat, Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 (pagi hari)

yang sistem paket 10 intonasi ribuan lemah, gelisah, takut dan khawatir 5. 21/1/2012 Merasa sedih Miskin pembicaraan, Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 21

idea

of

reference (+), preokupasi pulang 6. 22/1/2012 Cukup tidur, aktifitas Pembicaraan sudah mulai ikut sedikit eutimik/ terbatas 7. 24/1/2012 tenang, cukup tidur, Kooperatif, respon dan perasaan koheren, baik apropriate/ eutimik 8 26/1/2012 Tenang, cukup tidur, Kooperatif, aktifitas baik koheren, apropriate/ eutimik 9. 4/2/2012 Pasien kontrol dan Kooperatif, laporan perilaku, normoaktif, Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 Membuat Buku Agenda Kegiatan Harian rutin, Kooperatif, Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 Buku Agenda Kegiatan Harian belum dibuat Acc boleh pulang Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 Risperidone 1 mg 2x1

ide, Fluoxetine 10 mg 1x1

terapi kelompok

respon dan aktifitas koheren di rumah baik 10. 18/2/2012 Kontrol

aktifitas baik, pasien normoaktif, mengatakan sudah koheren tidak mau ngelem lagi 11. 12/3/2012 Kontrol terdapat dalam pasien membantu perempuan rutin, Kooperatif, perbaikan normoaktif, perilaku koheren

Risperidone 1 mg 2x1 Fluoxetine 10 mg 1x1 Buku Agenda Kegiatan Harian sudah di buat

sering kakak

22

menyiapkan dagangan dan kini lebih rumah banyak di

XIII.

Daftar Pustaka

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth Edition. Text Revision. DSM-IV-TR. 2000 2. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. PPDGJ III. 1993 3. Stahl SM, Essensial Psychopharmacology The Prescribers Guide, Markono Print Media Pte Ltd, 2005 4. Labbate LA., Fava M., Rosenbaum JF., Arana GW, Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Sixth Edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2010 5. Crain W, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, Edisi Ketiga, Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007.

23

You might also like