You are on page 1of 19

CURRENT MANAGEMENT OF ACUTE VARICEAL BLEEDING

HERNOMO KUSUMOBROTO
SURABAYA GASTRO-HEPATOLOGY CENTER AIRLANGGA UNIVERSITY SCHOOL OF MEDICINE SUTOMO HOSPITAL SURABAYA

Dibacakan pada

LOKAKARYA HIPERTERNSI PORTAL PGH SURABAYA Surabaya, 15 Januari 2005

SUMMARY
Treatment of patients with gastroesophageal varices includes the prevention of the initial bleeding episode (primary prophylaxis), the control of active hemorrhage, and the prevention of recurrent bleeding after a first episode (secondary prophylaxis). Many new and exciting therapeutic options for variceal hemorrhage have become available during the past decade. The management of acute variceal bleeding is a complex process, which includes general supporting measures, resuscitation, cardiorespiratory monitoring, transfusion, treatment of the bleeding itself and prevention of complications. In managing this condition, special care must be exerted in maintaining vital functions and preventing complications. Combination of endoscopic therapy plus a vasoactive drug is probably the most effective treatment for variceal bleeding. Blood volume restitution should be done cautiously and conservatively, using PRC to maintain the hematocrit between 25-30 %, and plasma expanders to maintain hemodynamic stability. The presence of infection should be considered in all patients. Antibiotic prophylaxis is an integral part of therapy and should be instituted from admission. Lactulose should be given by mouth, nasogastric tube, or enema to prevent hepatic encephalopathy. Balloon tamponade should only be used in massive bleeding as a temporary bridge until definitive treatment can be instituted. In suspected variceal bleeding, vasoactive drugs should be started as soon as possible, before diagnostic endoscopy. Even if there is no active bleeding at endoscopy, it is recommended to perform endoscopic therapy, especially in high risk patients. Drug therapy may be maintained for up to 5 days to prevent early rebleeding. Endoscopy should be performed as soon as possible after admission (within 12 h), especially in patients with clinically significant bleeding or in patients with features suggesting cirrhosis. In mild bleeds, causing neither hemodynamic changes nor requiring blood volume restitution, endoscopy can be done electively. Endoscopic techniques have been used to treat variceal bleeding. Endoscopic sclerotherapy (EST) has been used for many years to treat bleeding varices, but currently is not indicated for prophylaxis because of the lack of efficacy. Endoscopic variceal ligation (EVL) may be better than EST for managing acute variceal bleeding, but it has not been used enough in the prophylactic setting to determine its usefulness. TIPS is very effective in controlling bleeding in patients in whom first-line therapy fails. However patients with severe liver impairment undergoing salvage TIPS face dismally high mortality rates.

CURRENT MANAGEMENT OF ACUTE VARICEAL BLEEDING


HERNOMO KUSUMOBROTO Pusat Gastro Hepatologi Surabaya Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSUD Dr. Sutomo Surabaya

1. PENDAHULUAN
Perdarahan varises akut merupakan komplikasi yang paling berat dari hipertensi portal. Meskipun banyak cara pengobatan baru telah ditemukan selama beberapa decade terakhir sehingga dapat menekan angka kematian penderita, angka kematian pada 6 minggu setelah perdarahan varises masih tetap berkisar antara 20 30 %. Sebagai perbandingan, angka ini sama seperti angka kematian pada infark miokard akut (9, 22, 33). Di Indonesia, sirosis hati merupakan penyebab perdarahan saluran cerna yang paling banyak ditemukan. Frekuensinya barvariasi antara 25 82 %, tergantung di daerah mana pemeriksaan dikerjakan. Dari hasil pemeriksaan endoskopi, perdarahan varises esophagus ditemukan hampir merata di seluruh Indonesia, dengan frekuensi bervariasi antara 15 63 % (14, 15, 19). Pengobatan penderita dengan perdarahan varises gastro-esofagus meliputi : prevensi terhadap serangan perdarahan pertama (primary prophylaxis), mengatasi perdarahan aktif, dan prevensi perdarahan ulang seteah perdarahan pertama terjadi (secondary prophylaxis). Selama beberapa decade terakhir, banyak modalitas pengobatan baru dan yang menarik telah ditemukan untuk perdarahan varises ini (33).

Pengelolaan perdarahan varises akut merupakan proses yang sangat kompleks, termasuk di antaranya penanganan secara umum, seperti : resusitasi, monitoring kardio-pulmoner, transfusi, pengobatan terhadap perdarahannya sendiri, dan pencegahan terhadap komplikasi (9, 14, 15, 22, 33).

2. DIAGNOSIS
Secara endoskopi batasan perdarahan varises adalah : perdarahan dari varises esophagus atau lambung yang tampak pada saat pemeriksaan endoskopi, atau ditemukan adanya varises esophagus yang besar dengan darah di lambung tanpa adanya penyebab perdarahan yang lain. Perdarahan disebut bermakna secara klinik bila kebutuhan transfusi darah 2 unit atau lebih dalam waktu 24 jam sejak pasien MRS, disertai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 100 mm Hg, atau penurunan tekanan darah lebih dari 20 mmHg dengan perubahan posisi, dan atau nadi lebih dari 100 kali/menit pada saat MRS (9, 14, 22).

Rekomendasi menurut Konsensus UK (22)


BERATNYA SIROSIS

Beratnya sirosis dapat dinilai dengan menggunakan skor Child-Pugh (table 1). Tabel 1. Sistem skor yang dipakai menurut cara Child-Pugh Kategori 1 2 3 Ensefalopati 0 I/II III/IV Asites (-) Ringan - sedang Berat Bilirubin (mMol/l) < 34 34 - 51 > 51 Albumin (g/l) > 35 28 - 35 < 28 INR < 1.3 1.3 1,5 > 1.5 Kelas A Child-Pugh, sesuai dengan skor 6 atau kurang, Kelas B = skor 7 -9, dan kelas C = 10 atau lebih. Pasien dari kelas A, biasanya meninggal akibat efek perdarahannya sendiri, sementara pasien dengan kelas C kebanyakan akibat penyakit dasarnya. (Rekomendasi kuat tingkat AI).
GRADASI VARISES

Ada bermacam cara untuk menentukan gradasi varises, namun cara yang paling sederhana adalah membagi menjadi 3 tingkatan : Tingkat 1: varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus dengan udara. Tingakt 2: varises antara tingkat 1 dan 3. Tingakt 3: varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus. (Rekomendasi kuat tingkat CII.)

3. FAKTOR RESIKO PADA PERDARAHAN PERTAMA


Faktor-faktor predisposisi dan yang memacu terjadinya perdarahan varises, sampai saat ini masih tetap belum jelas. Dugaan bahwa esofagitis dapat memacu terjadinya perdarahan varises telah diabaikan. Pada saat ini faktor-faktor paling penting yang dianggap bertanggung jawab adalah (22, 27): 1 Tekanan dalam varises, 2 Ukuran varises, 3 Tekanan di dinding varises, dan 4 Beratnya penyakit hati. Pada sebagian besar kasus, tekanan portal yang merefleksi (menunjukkan) tekanan intravarises, dan gradien tekanan vena hepatika (HVPG = hepatic venous pressure gradient) lebih besar dari 12 mm Hg, dibutuhkan untuk terjadinya perdarahan varises esofagus; namun tidak ditemukan hubungan lurus antara beratnya hipertensi portal dan resiko terjadinya perdarahan varises. Gradien tekanan vena hepatika (HPVG) menunjukkan tendensi lebih tinggi pada pasien yang mengalami perdarahan, demikian pula pasien yang mempunyai varises yang lebih besar. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa resiko perdarahan varises meningkat dengan makin besarnya ukuran varises (22, 27). Dengan menggunakan model invitro, Polio dan Groszmann menunjukkan bahwa pecahnya varises berhubungan dengan tegangan (tension) pada dinding varises. Tegangan ini tergantung pada radius varises. Pada model ini, meningkatnya ukuran varises dan mengurangnya tebal dinding varises, menyebabkan varises pecah (27). Gambaran endoskopi, seperti bintik kemerahan ("red spots") dan tanda "wale", pertama kali dikemukakan oleh Dagradi. Kedua tanda ini digambarkan sebagai sangat penting dalam meramalkan terjadinya perdarahan varises. Dalam penelitian retrospektif di Jepang (the Japanese Research Society for Portal Hypertension), Beppu dan kawan-kawan menunjukkan bahwa 80% pasien yang mempunya varises kebiruan (blue varices) atau bintik kemerahan (cherry red spots) ternyata mengalami perdarahan varises, yang menimbulkan dugaan bahwa keduanya merupakan prediktor penting untuk terjadinya perdarahan varises esofagus pada sirosis (9, 22, 27, 30, 35). Kedua penelitian ini - The North Italian Endoscopic Club (NIEC) dan data dari Jepang menunjukkan bahwa resiko perdarahan tergantung pada 3 faktor (27, 30): 1. Beratnya penyakit hati (diukur dengan klasifikasi Child), 2. Ukuran varises, dan 3. Tanda kemerahan (red wale markings). Penelitain lebih jauh menunjukkan bahwa gradien tekanan vena hepatica (HVPG) dan tekanan intravarises juga merupakan prediktor independen untuk timbulnya perdarahan varises yang pertama.

Sebagai ringkasan, 2 faktor terpenting (utama) yang menentukan resiko perdarahan varises adalah : beratnya penyakit hati dan ukuran varises. Pengukuran gradien tekanan vena hepatika (HPVG) berguna sebagai petunjuk untuk seleksi pasien, guna menentukan cara pengobatan dan responsnya terhadap terapi (22, 27, 30).

4. PROGNOSIS PERDARAHAN VARISES AKUT


Angka kematian rata-rata pada serangan perdarahan pertama pada sebagian besar penelitian menunjukkan sekitar 50 %. Angka kematian ini berhubungan erat dengan beratnya penyakit hati. Dalam pengamatan rata-rata selama 1 tahun, angka kematian ratarata akibat perdarahan varises berikutnya adalah sebesar 5 % pada pasien dengan Child kelas A, 25 % pada Child kelas B, dan 50 % pada Child kelas C. Walaupun kreatinin serum dapat dipakai sebagai prediktor ketahanan hidup secara menyeluruh pada beberapa penelitian, klasifikasi Child masih dianggap lebih superior dibanding prediktor-prediktor lain, dalam menentukan mortalitas dalam 6 minggu atau 30 hari setelah perdarahan pertama (14, 22). Vinel dan kawan-kawan menunjukkan bahwa HVPG dapat dipakai sebagai prediktor ketahanan hidup, bila diukur 2 minggu setelah perdarahan akut. Masih belum jelas, apakah perdarahan aktif pada saat pemeriksaan endoskopi dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas. Namun perdarahan aktif pada saat endoskopi ini dapat dipakai sebagai prediktor terjadinya perdarahan ulang yang lebih awal. Resiko kematian menurun dengan cepat sesudah perawatan di rumah sakit, demikian pula resiko kematian ini menjadi konstan sekitar 6 minggu setelah perdarahan (22). Indeks hati (tabel 2) juga dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat pengobatan secara medik. Dari hasil penelitian sebelumnya, pasien yang mengalami kegagalan hati ringan (indeks hati 0 2), angka kematian antara 0 16 %, sementara yang mempunyai kegagalan hati sedang sampai berat (indeks hati 3 8) angka kematian antara 18 40 % (14, 15).

5. PROFILAKTIK PRIMER (PRIMARY PROPHYLAXIS)


Karena 30-50% pasien dengan hipertensi portal akan mengalami perdarahan dari varises, dan sekitar 50 % akan meninggal akibat efek perdarahan pertama, tampaknya sangat rasional untuk membuat panduan pengobatan profilaksis untuk mencegah terjadinya varises, juga perdarahan varises. Namun sebagian besar penelitian yang dipublikasi tidak mempunyai cukup data untuk menunjukkan cara pengobatan mana yang paling efektif (9, 22). Terdapat bukti-bukti yang kuat bahwa penurunan denyut nadi istirahat sebesar 25 % dengan beta bloker (propanolol, atenolol, atau nadolol) dapat mencegah perdarahan pertama, karena penurunan ini berhubungan langsung dengan penurunan tekanan portal.

Isosorbide-5-mononitrate 40 mg 2 x sehari, dalam penelitian yang belum terlalu banyak, juga efektif untuk mencegah perdarahan yang pertama. Masih dibutuhkan metodologi penelitian yang lebih baik untuk menetapkan siapa saja yang mempunyai resiko yang paling tinggi untuk berdarah, hingga dengan demikian dapat diketahui siapa saja yang paling diuntungkan untuk pengobatan profilaktik. Metodologi yang lebih baik juga dibutuhkan untuk menetapkan obat mana yang efektif untuk menurunkan tekanan portal (2, 3, 5, 13, 22). Endoskopi juga telah dipakai sebagai salah satu tehnik untuk mencegah perdarahan varises. Sklero Terapi Endoskopi (STE) telah dipakai sejak beberapa tahun untuk pengobatan perdarahan varises, namun akhir-akhir ini tidak dianjurkan lagi sebagai pengobatan profilaktik karena kurang efektif. Ligasi varises endoskopi (LVE) mungkin bermanfaat untuk pengelolaan perdarahan varises akut, tetapi untuk pengobatan profilaktik masih belum banyak dipakai, sehingga efektifitasnya juga masih perlu dibuktikan (1, 2, 8, 22).

Rekomendasi UK : profilaksis primer perdarahan varises pada sirosis (22)


METODE MANA YANG PALING BAIK DAN EFEKTIF UNTUK PROFILAKSIS PRIMER ?

Terapi farmakologi dengan propranolol merupakan modalitas terapi terbaik yang ada pada saat ini. (Rekomendasi tingkat AI.) Tujuan pengobatan dengan propranolol: Menurunkan gradient tekanan vena hepatica (HVPG = hepatic venous pressure gradient) menjadi kurang dari 12 mm Hg. (Rekomendasi tingkat AI). Dosis: Mulai dengan dosis 40 mg 2 x sehari, dinaikkan hingga 80 mg 2 x sehari bila perlu. Pemakaian long acting propranolol dalam dosis 80 atau 160 mg dapat dipakai untuk memperbaiki ketaatan pasien. (Rekomendasi tingkat AI.) Pada kasus di mana terdapat kontraindikasi atau terjadi intoleransi tehadap propanolol, pengobatan LVE merupakan pilihan utama (Rekomendasi tingkat AI.) Dalam situasi dimana baik propanolol maupun LVE tidak dapat digunakan, isosorbide mononitrate dapat dipakai sebagai obat pilihan utama (20 mg 2 x sehari). (Rekomendasi tingkat BI.)

SIAPA YANG HARUS DILAKUKAN SURVEILLANCE UNTUK PERDARAHAN VARISES ?

Semua pasien dengan sirosis sebaiknya dikerjakan endoskopi pada saat diagnosis dibuat. (Rekomendasi tingkat CI.)

BERAPA KALI PASIEN SIROSIS HARUS DI ENDOSKOPI ?

Bila pada saat endoskopi pertama tidak ditemukan varises, pasien sirosis harus dilakukan endoskopi berkala dengan jarak 3 tahun sekali. (Rekomendasi tingkat AII.) Bila ditemukan varises kecil pada saat diagnosis dibuat, pasien harus dilakukan endoskopi berkala setiap tahun sekali. (Rekomendasi grade AII.)

PASIEN SIROSIS MANA YANG HARUS DIBERI PROFILAKSIS PRIMER ?

Bila dibuat diagnosis varises tingkat 3, pasien harus mendapat profilaksis primer, tanpa melihat beratnya gangguan faal hati pasien (Rekomendasi tingkat AI.) Bila pasien mempunyai varises tingkat 2, dengan gangguan faal hati Child kelas B atau C, mereka harus mendapat profilaksis primer. (Rekomendasi tingkat BI.)

6. PENATALAKSANAAN AWAL (INITIAL MANAGEMENT)


Langkah pertama yang paling penting dalam pengelolaan perdarahan varises akut adalah segera mulai resusitasi dan proteksi jalan nafas untuk mencegah terjadinya aspirasi. Endoskopi dini dapat mengevaluasi saluran cerna bagian atas secara lebih akurat untuk membuat diagnosis sumber perdarahan, serta menentukan pengobatan secara tepat. (14, 15, 19, 22). Intervensi awal untuk setiap pasien dengan perdarahan akut adalah pemasangan akses intravena yang baik, selanjutnya mulai dengan penggantian volume darah yang hilang (volume replacement). Hampir pada semua pasien, tindakan ini dapat dimulai dengan cairan kristaloid, diikuti dengan transfusi darah. Bila pasien masih berdarah aktif, dan diketahui kemungkinan besar ada hipertensi portal, vasopressin atau octreotide dapat diberikan dalam dosis empirik sebagai usaha untuk menurunkan tekanan portal dengan cepat, dengan demikian dapat menurunkan resiko atau menghentikan perdarahannya. Vasopressin diberikan dalam dosis 0.1-1.0 unit/menit, meskipun dosis di atas 0.6 unit/menit masih diragukan efektifitasnya. Obat ini dapat menimbulkan vasokonstriksi bermakna, yang dapat menyebabkan iskemi atau nekrosis organ. Pasien dengan penyakit pembuluh darah koroner atau penyakit pembuluh darah perifer, merupakan kontraindikasi pemberian obat ini. Pemberian nitroglycerin intravena dalam dosis 0.3 mg/menit atau lewat patch dapat ditambahkan pada vasopressin untuk menurunkan resiko terhadap komplikasi pada jantung dan pembuluh darah. Octreotide (analog sintetik dari somatostatin) dapat menurunkan tekanan portal tanpa menimbulkan efek samping seperti pada vasopressin. Penelitian menunjukkan bahwa dosis efektif octreotide adalah 50-200 mcg/jam secara intravena setelah bolus 50 mcg. Plasma segar beku (FFP = fresh frozen plasma) dapat diberikan pada penderita yang terus berdarah yang menunjukkan PPT yang memanjang. Demikian pula tombosit (TC = thrombocyte concentrate) dapat diberikan

bila trombosit < 50,000 dan perdarahan masih berlangsung (4, 6, 7, 11, 12, 14-19, 34, 36, 39). Pasien dengan ensefalopati, intoksikasi, atau gangguan mental / kesadaran yang lain, perlu dilakukan pemasangan intubasi endotrakheal sebelum pemeriksaan endoskopi, atau prosedur invasive lain, karena resiko aspirasi cukup tinggi. Setiap penderita dengan perdarahan varises mempunyai tambahan resiko tinggi untuk mengalami efek samping yang lebih berat, bila terjadi komplikasi seperti aspirasi pneumoni atau infeksi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa pasien dengan sirosis yang mengalami perdarahan, menunjukkan perbaikan perjalanan klinik dengan pemberian antibiotika profilaksis (amoxicillin-clavulanic acid dan ciprofloxacin) (15, 19, 22).

7. PENGOBATAN DEFINITIF (DEFINITIVE THERAPY)


Pipa Sengstaken-Blakemore (SB tube) dengan modifikasi Minnesota (dengan penambahan lubang aspirator di atas balon esofagus) dapat dipakai untk mengatasi perdarahan varises esofagus atau varises lambung di daerah proksimal, namun harus dipastikan dulu sumber perdarahannya. SB tube harus dipasang secara tepat dan dengan pengawasan (monitoring) yang ketat, karena resiko kemungkinan terjadinya komplikasi yang sedang sampai berat. Pada umumnya dianjurkan untuk melakukan inflasi balon esofagus maupun lambung pada awalnya, dan segera dilakukan deflasi dalam waktu 12 24 jam, untuk menghindari kerusakan mukosa. Sekali balon dikempeskan, dianjurkan untuk segera dilakukan pengobatan lanjutan untuk mencegah perdarahan ulang, karena perdarahan ulang setelah pengempesan SB tube terjadi sekitar 80 % atau lebih. Beberapa pengobatan definitive termasuk antara lain : terapi endoskopi (STE atau LVE), embolisasi transhepatik atau transmesenterik (minilaparotomi), operasi (pintasan/shunt, ligasi, devaskularisasi), transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS), atau orthotopic liver transplantation (OLT) (9, 14, 15, 19, 22, 23). Sesuai dengan consensus Bveno III, penggunaan balon tamponade seyogyanya hanya dicadangkan pada perdarahan yang massif, dan hanya dipakai sebagai jembatan darurat sampai pengobatan definitive dapat dikerjakan (41). Terapi definitive awal yang terpilih adalah STE atau LVE. Baik penyuntikan bahan sklerosan (1.5% sodium tetradecyl sulfate atau 5% ethanolamine oleate) dan pemasangan ligator pada varises esophagus, terbukti dapat mencegah perdarahan ulang varises dan memperpanjang ketahanan hidup pasien (survival). Untuk mencapai tujuan ini, pasien harus diterapi secara berkala dan teratur, dengan pengobatan awal selanjutnya dengan interval 1 2 minggu sampai varises dapat dieradikasi. Makin cepat eradikasi tercapai, makin baik hasil prevensi perdarahannya. Sayangnnya, STE mempunyai banyak efek samping seperti : demam, nyeri dada, mediastinitis, efusi pleura, tukak esophagus yang dalam, perforasi esofagus, dan striktur). LVE lebih efektif dari pada STE, mempunyai efek samping jauh lebih sedikit, juga menunjukkan perdarahan ulang yang lebih sedikit serta mortalitas yang lebih baik dibanding STE. Dengan pemakaian ligator ganda

(multiple ligators), pemakaian overtube dapat dikurangi bahkan dihindari, sehingga LVE menjadi lebih aman dan lebih cepat (1, 15, 19, 22, 40). Embolisasi radiologik pada arteri koronaria gastrika dan kolateralnya, yang memberi pasokan pada varises yang berdarah, dapat menghentikan perdarahan secara efektif. Namun pendekatan transhepatik menjadi sulit pada hati yang sangat sirotik, keras, dan disertai asites, dan dapat menimbulkan resiko komplikasi yang sangat tinggi. Pendekatan lewat vena transmesenterik tampaknya dapat mengatasi masalah ini, namun membutuhkan insisi kecil, yang tetap masih dapat memberi tambahan komplikasi. Tindakan bedah mempunyai hasil yang sangat bervariasi. Devaskularisasi lambung bagian proksimal dan esofagus, dengan atau tanpa transeksi esophagus, mempunyai beberapa keuntungan, namun tindakan ini belum dapat diterima secara luas sebagai tindakan yang aman dan efektif. Pintasan porto-sistemik dengan bermacam cara, sangat efektif untuk menghentikan perdarahan, tetapi mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang bermakna, khususnya pada pasien dengan Child C. Pintasan mesokaval (H-graft) dan splenorenal distal (Warren) telah dikembangkan untuk menekan angka ensefalopati pasca pintasan. Meskipun hasilnya cukup lumayan, pada beberapa kasus pintasan ini dapat mengalami pembuntuan (clotting), sehingga ensefalopati tetap dapat timbul di kemudian hari (19, 22, 33). Pengenalan prosedur TIPS menambah perbaikan dan makin banyaknya variasi pilihan pengobatan pada pasien yang mengalami kegagalan dengan pengobatan endoskopi. Ditangan seorang radiolog yang handal atau terlatih, kesuksesan prosedur TIPS dapat mencapai 95% kasus. Pintasan ini dapat menurunkan tekanan portal secara efektif sampai <12 mmHg, sehingga dapat menekan angka perdarahan ulang cukup tinggi. Pintasan ini juga tetap mempunyai resiko untuk buntu, karena itu perlu di monitor secara berkala dengan USG atau, pada banyak kasus dengan venografi. Dengan demikian, TIPS sering dianggap sebagai jembatan emas menuju ke transplantasi hati. Prosedur ini juga dapat digunakan pada pasien yang bukan kandidat transplantasi, yang menginginkan untuk kembali, untuk follow up management. Sayangnya, ensefalopati cukup sering dijumpai pasca TIPS, yang membatasi penggunaan cara ini, khususnya pada pasien dengan fungsi hati yang jelek. Transplantasi hati masih tetap merupakan pilihan paling baik untuk penderita dengan perdarahan varises yang tidak terkontrol (9, 19, 22, 33). Adanya varises lambung merupakan situasi yang lebih sulit untuk diatasi, karena biasanya tidak mudah dieradikasi baik dengan STE maupun LVE. STE dengan jumlah sklerosan yang banyak dikatakan sedikit lebih baik dari pada dengan dosis standard, namun hasilnya tetap lebih jelek dibandingkan dengan hasil pengobatan pada varises esophagus. Kombinasi STE + LVE dilaporkan efektif pada pasien dengan isolated varices di daerah kardia lambung. Pasien-pasien ini membutuhkan pengobatan supresi asam lebih banyak setelah pemasangan ligator, untuk menghindari dislokasi ligator lebih awal. Penyuntikan bahan lem atau glue (cyanoacrylate) ke dalam varises lambung cukup efektif, tapi bahan ini belum tersedia di AS. Pasien-pasien seperti ini seyogyanya disiapkan untuk pemasangan pintasan lebih awal, dibanding pasien dengan perdarahan varises esophagus (22).

10

Rekomendasi UK : mengatasi perdarahan varises aktif pada sirsosis (22). Idealnya pasien dengan perdarahan varises seyogyanya dirawat di unit di mana tenaga yang ada sudah familier dengan pengelolaan pasien dan penggunaan semua alat-alat untuk intervensi secara rutin. (Rekomendasi tingkat CII.)
(1) RESUSITASI

Tempat: Di mana monitoring hemodinamik ada dan bisa dikerjakan. (Rekomendasi tingkat BIII.) Cara : Kanula perifer No 16, paling sedikit 2. Cross match untuk 6 unit darah. Perbaikan waktu prothrombin, jumlah trombosit. Akses CVP (central venous catheter). Proteksi jalan nafas dengan intubasi elektif : (i) Perdarahan varises yang berat tak terkontrol; (ii) Ensefalopati berat; (iii) Tak mampu mempertahankan saturasi oksigen di atas 90%; (iv) Pneumoni aspirasi. (Rekomendasi tingkat BIII.)
(2) SAAT MELAKUKAN ENDOSKOPI

Secepat mungkin begitu hemodinamiknya stabil. (Rekomendasi tingkat BIII.)

(3) MENGATASI PERDARAHAN

LVE (ligasi varises endoskopik) merupakan pilihan pertama. (Rekomendasi tingkat AI.) Bila LVE sulit karena perdarahan yang masif dan terus berlangsung, atau tehnik tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan (Rekomendasi tingkat AI.) Bila endoskopi tidak memungkinkan, pemberian vasokonstriktor seperti octreotide atau glypressin, atau pemasangan pipa Sengstaken (dengan pengawasan yang ketat), dapat dikerjakan sambil menunggu tindakan yang lebih definitif. (Recommendation grade AI.)

(4) KEGAGALAN MENGATASI PERDARAHAN AKTIF

Dalam keadaan di mana perdarahan sulit dikontrol, pipa Sengstaken dapat dipasang, sampai pengobatan lanjutan seperti terapi endoskopi, TIPSS, atau tindakan bedah dapat dikerjakan. (Rekomendasi tingkat BI.) Pada saat ini konsultasi kepada spesialis harus segera dikerjakan, dan bila mungkin juga pemindahan pasien ke unit spesialis yang lebih pengalaman dalam menagani keadaan seperti ini. (Rekomendasi tingkat BII.)

11

Modalitas pengobatan seperti antara lain, intervensi bedah seperti transeksi esophagus atau TIPSS harus ditetapkan dulu berdasarkan pengalaman serta tersedianya spesialis yang biasa mengerjakan tindakan tersebut di pusat rujukan yang dituju. (Rekomendasi tingkat BII.)

8. PENGOBATAN JANGKA PANJANG (LONGTERM TREATMENT)


Sementara terapi endoskopi secara berkala dapat menimbulkan eradikasi varises, menekan perdarahan ulang, dan memperbaiki ketahanan hidup (survival) pasien sirosis, tindakan ini khususnya hanya terbatas pada pasien dengan Child A dan B. Sampai saat ini belum ada satu penelitian pun yang menunjukkan perbaikan ketahanan hidup pada pasien Child C, bahkan pada beberapa penelitian pengurangan perdarahan ulangpun tidak terbukti. Demikian pula pada perbandingan endoskopi versus prosedur pintasan pada pasien Child C. Karena itu sampai saat ini masih belum terbukti secara jelas, dari sekian banyak variasi pilihan pengobatan, tindakan apa yang paling terpilih, khususnya dalam hal cost effectivity. Tampaknya pilihan terapi terbaik saat ini masih tergantung pada : tersedianya sarana serta tenaga terlatih, serta kondisi pasien secara keseluruhan (15, 19, 22, 33). Penurunan tekanan portal secara medik (dengan bantuan obat), telah terbukti dapat menurunkan resiko perdarahan ulang. Tindakan ini dapat dikerjakan dengan pengobatan tunggal atau dengan kombinasi terapi endoskopi, untuk mendapatkan hasil maksimal dalam hal perbaikan ketahanan hidup dan mengurangi perdarahan ulang. Beta-bloker merupakan obat yang biasanya digunakan untuk menurunkan tekanan portal, namun efeknya hanya dapat diperkirakan saja, mengingat tidak ada tindakan non-invasive yang dapat dipakai untuk mengukur tekanan portal. Tujuan baku yang hendak dicapai adalah penurunan nadi pada saat istirahat sebesar 25 %, dengan menggunakan propanolol, atenolol, atau nadolol. Hasil yang lumayan juga telah dibuktikan dengan penggunaan isosorbide-5-mononitrate (ISMN) 40 mg 2 x sehari. Hasilnya mungkin akan lebih baik bila dilakukan kombinasi antara beta-bloker + isosorbid. Bila varises telah mengalami eradikasi dengan STE atau LVE, pengobatan medik dapat dihentikan, keculai terjadi masalah lain, seperti timbulnya portal hypertensive gastropathy (9, 19, 22, 33).

Rekomendasi UK : profilaksis sekunder untuk perdarahan varises pada sirosis (22)


(1) LIGASI VARISES ENDOSKOPIK (LVE)

Setelah perdarahan aktif varises dapat diatasi, varises harus dieradikasi dengan cara endoskopik. Pilihan pertama adalah LVE. (Rekomendasi tingkat AI.) Dianjurkan setiap varises diligasi dengan 1 ligator setiap minggu sampai varises menghilang. (Rekomendasi tingkat BII.) 12

Pemakaian over tube sebaiknya dihindari karena dapat menambah komplikasi. . (Rekomendasi tingkat BII.) Setelah varises berhasil dieradikasi, pasien harus tetap diikuti dengan endoskopi berkala setiap 3 bulan dan 6 bulan. Bila terjadi varises baru, segera dilakukan eradikasi ulang. (Rekomendasi tingkat AII.)

(2) SKLEROTETERAPI ENDOSKOPIK (STE)

Bila LVE tidak memungkinkan, STE dapat dikerjakan. (Rekomendasi tingkat BI.) Bahan sklerosan yang dipakai tergantung persediaan yang ada. Interval antara pengobatan sama seperti LVE di atas. (Rekomendasi tingkat AII.)

(3) BETA BLOKER NON-SELEKTIF DENGAN ATAU TANPA TERAPI ENDOSKOPIK

Kombinasi STE dengan beta bloker non-selektif, maupun beta bloker tunggal, dapat digunakan. Bila yang dipilih yang terakhir, maka sebaiknya dlakukan pemeriksaan pengukuran HVPG, untuk memastikan bahwa pengobatan tersebut berhasil menurunkan tekanan HVPG di bawah 12 mm Hg. (Rekomendasi tingkat AII.)

(4) TIPSS (TRANJUGULAR INTRAHEPATIC PORTOSYSTEMIC STENT SHUNT)

TIPSS lebih efektif dibanding terapi endoskopik dalam menekan perdarahan ulang varises esophagus, tetapi tidap dapat memperbaiki ketahanan hidup penderita, dan sering diikuti lebih banyak ensefalopati hepatic. Tindakan ini hanya dikerjakan pada pusat tertentu yang mempunyai fasilitas untuk tindakan ini. (Rekomendasi tingkat AI.)

Rekomendasi UK : Pengelolaan varises lambung (22)


KLASIFIKASI VARISES LAMBUNG

Primer

Varises lambung dapat dideteksi dengan pemeriksaan endoskopi.

Sekunder

Varises lambung yang timbul dalam waktu 2 tahun setelah eradikasi varises esophagus.

Macam-macam (types) varises lambung

Gastro-oesophageal varices tipe 1 dan 2 (GOV): varises lambung yang merupakan lanjutan varises esofagus dan biasanya timbul di daerah kurvatura minor dan fundus.

13

Isolated gastric varices tipe 1 dan 2 (IGV): varises lambung yang bukan merupakan lanjutan varises esophagus, dan biasanya timbul di daerah fundus atau di tempat manapun di lambung , termasuk korpus, antrum, pylorus, dan duodenum. (Rkomendasi tingkat BII.)

PENGELOLAAN PERDARAHAN AKTIF VARISES LAMBUNG (22)

Varises Gastro-oesophageal

Pengobatan sama dengan varises esofagus. (Rekomendasi tingkat BII.)

Isolated gastric varices (IGC)


Pengobatan awal : STE dengan bahan sklerosan khusus : butyl-cyanoacrylate, atau thrombin. (Rekomendasi tingkat BII.) Bila terjadi kegagalan, tamponade balon Sengstaken-Blakemore. (Rekomendasi tingkat BII.) Untuk pengobatan jangka panjang perdarahan varises : TIPSS atau bedah pintasan. (Rekomendasi tingakt BII.)

9. REFERENCES
1 Alexandrino P, Alves MM, Fidalgo P, et al. Is sclerotherapy the first choice treatment for active variceal bleeding in cirrhotic patients? Final report of a randomised clinical trial. J Hepatol 1990;11(suppl):S1. Andreani T, Poupon RE, Balkau BJ, et al. Preventive therapy of first gastrointestinal bleeding in patients with cirrhosis: Results of a controlled trial comparing propranolol, endoscopic sclerotherapy and placebo. Hepatology 1990;12:1413-1419. Angelico M, Carli L, Piat C, et al. Isosorbide-5-mononitrate versus propranolol in the prevention of first bleeding in cirrhosis. Gastroenterology 1993;104:1460-1465. Bosch J, Groszman RJ, Garcia-Pagan JC, et al. Association of transdermal nitroglycerin to vasopressin infusion in the treatment of variceal hemorrhage: a placebo-controlled clinical trial. Hepatology 1989;10:962-968.

14

Conn HO, Grace ND, Bosch J, et al. Propranolol in the prevention of the first hemorrhage from esophagogastric varices: A multicenter, randomized controlled clinical trial. Hepatology 1991;13:902-912 D'Amico G, Traina M, Vizzini G, et al. Terlipressin or vasopressin plus transdermal nitroglycerin in a treatment strategy for digestive bleeding in cirrhosis. A randomized clinical trial. J Hepatol 1994;20:206-212. D'Amico G, Pagliaro L, Bosch J. The treatment of portal hypertension: A meta-analytic review. Hepatology 1995;22:332-354. De Franchis R, Primignani M, Arcidiacono PG, et al. Prophylactic sclerotherapy in high-risk cirrhotics selected by endoscopic criteria: A multicenter randomized controlled trial. Gastroenterology 1991;101:10871093. De Franchis R. Developing concensus in portal hypertension. J Hepatol 1996;25:390-394.

10 Fleig WE, Stance EF, Hunecke R, et al. Prevention of recurrent bleeding in cirrhotics with recent variceal hemorrhage: Prospective, randomized comparison of propranolol and sclerotherapy. Hepatology 1987;7:355-361. 11 Freeman JG, Cobden MD, Record CO. Placebo-controlled trial of terlipressin (glypressin) in the management of acute variceal bleeding. J Clin Gastroenterol 1989;11:58-60. 12 Groszmann RJ, Kravetz D, Bosch J, et al. Nitroclycerin improves the hemodynamic response to vasopressin in portal hypertension. Hepatology 1982;2:757-762. 13 Hayes PC, Davis JM, Lewis JA, Bouchier IAD. Meta-analysis of the value of propranolol in the prevention of variceal haemorrhage. Lancet 1990;336:153156. 14 Hernomo K. Pengelolaan perdarahan masif varises esofagus pada sirosis hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya, 1983. 15 Hernomo, K. Hematemesis melena karena perdarahan varises esofagus. Buku Gastroenterologi Hepatologi. Editor Sulaiman HA dkk, CV Infomedika, Jakarta, 1990, hal. 328. 16 Hernomo K., Indrawan D, Nizam O, et al. Pengalaman pengobatan somatostatin pada perdarahan saluran makan bagian atas di Surabaya. Buletin PGI-PPHI-PEGI Cabang Surabaya 1994; 1: 40.

15

17 Hernomo K. Pengalaman klinik dengan octreotide pada perdarahan akut saluran makan bagian atas. Medika 1994; 20 : 22. 18 Hernomo, K. Perbandingan analog somatostatin dan vasopresin pada perdarahan akut varises esofagus. Penelitian prospektif secara acak. Bul. PGI-PPHI-PEGI Cabang Surabaya 1995; 2 : 41. 19 Hernomo, K. Hipertensi Portal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ke 3, Editor : Sjaifoellah Noer HM dkk., Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1996, hal. 280. 20 Inokuchi K, Sugimachi K, Sato T, et al. Improved survival after prophylactic portal nondecompression surgery for esophageal varices: A randomized clinical trial. Hepatology 1990;12:1-6 21 Italian Multicenter Project for Propranolol in Prevention of Bleeding. Propranolol prevents first gastrointestinal bleeding in non-ascitic cirrhotic patients. Final report of a multicenter randomized trial. J Hepatol 1989;9:7583. 22 Jalan R, Hayes PC. UK guidelines on the management of variceal haemorrhage in cirrhotic patients. Gut 2000;46(Suppl 3):iii1-iii15 ( June ). 23 Lay CS, Tsai YT, Teg CY, et al. Endoscopic variceal ligation in prophylaxis of first variceal bleeding in cirrhotic patients with high-risk esophageal varices. Hepatology 1997;25:1346-1350. 24 Lebrec D, Poynard T, Capron JP, et al. Nadolol for prophylaxis of gastrointestinal bleeding in patients with cirrhosis. A randomized trial. J Hepatol 1988;7:118-125. 25 Merkel C, Marin R, Enzo E, et al. Randomised trial of nadolol alone or with isosorbide mononitrate for primary prophylaxis of variceal bleeding in cirrhosis. Gruppo-Triveneto per L'ipertensione portale. N Engl J Med 1996;334:1624-1629. 26 Navasa M, Chesta J, Bosch J, Rodes J. Reduction of portal pressure by isosorbide-5-mononitrate in patients with cirrhosis. Effects upon splanchnic and systemic haemodynamics and liver function. Gastroenterology 1989;96:11101118. 27 North Italian Endoscopic Club (NIEC) for the study and treatment of esophageal varices. Prediction of first variceal haemorrhage in patients with cirrhosis of the liver and esophageal varices. A prospective multicenter study. N Engl J Med 1988;319:983-989

16

28 Pascal JP, Cales P and Multicentre Study Group. Propranolol in the prevention of first upper gastrointestinal tract hemorrhage in patients with cirrhosis of the liver and esophageal varices. N Engl J Med 1987;317:856-861 29 Piai G, Cipolletta L, Claar M, et al. Prophylactic sclerotherapy of high-risk esophageal varices: Results of a multicentric prospective controlled trial. Hepatology 1988;8:1495-1500. 30 Prada A, Bortoli A, Minoli G, et al. Prediction of oesophageal variceal bleeding: Evaluation of the beppu and North Italian Endoscopic Club scores by an independent group. Eur J Gastroenterol Hepatol 1994;6:1009-1013. 31 Sarin SK, Guptan RKC, Jain AK, Sundaram KR. A randomized controlled trial of endoscopic variceal band ligation for primary prophylaxis of variceal bleeding. Eur J Gastroenterol Hepatol 1996;8:337-342. 32 Sarin SK, Lamba GS, Kumar M, et al. Comparison of endoscopic ligation and propranolol for the primary prevention of variceal bleeding. N Engl J Med 1999;340:988-993. 33 Sharara AI, Rockey DC. Gastroesophageal Variceal Haemorrhage. New Engl J Med 2001; 345:669-681. 34 Silvain C, Carpentier S, Sautereau D, et al. Terlipressin plus transdermal nitroglycerin vs octreotide in the control of acute bleeding from esophageal varices: a multicenter randomized trial. Hepatology 1993;18:61-65. 35 Siringo S, McCormick PA, Mistry P, et al. Prognostic significance of the white nipple sign in variceal bleeding. Gastrointest Endos 1991;37:51-55. 36 Soderlund C, Magnusson I, Torngren S, Lundell L. Terlipressin (triglycyllysine vasopressin) controls acute bleeding oesophageal varices. A doubleblind, randomized, placebo-controlled trial. Scand J Gastroenterol 1990;25:622-630. 37 The PROVA Study Group. Prophylaxis of first hemorrhage from oesophageal varices by sclerotherapy, propranolol or both in cirrhotic patients. A randomised multicenter trial. Hepatology 1991;14:1016-10. 38 Triger DR, Smart HL, Hosking SW, Johnson AG. Prophylactic sclerotherapy for esophageal varices: Long-term results of a single-center trial. Hepatology 1991;13:117-123. 39 Tsai YT, Lay CS, Lai KH, et al. Controlled trial of vasopressin plus nitroglycerin vs vasopressin alone in the treatment of bleeding esophageal varices. Hepatology1986;6:406-409.

17

40 VA Cooperative Variceal Sclerotherapy Group. Sclerotherapy for male alcoholic cirrhotic patients who have bled for esophageal varices: results of a randomized multicenter clinical trial. Hepatology 1994;20:618-625. 41 BAVENO III. International consensus workshop on portal hypertension. Baveno, Italy, 12-14 April 2000.

----oo0oo----

Tabel 2. Indeks Hati untuk menilai prognosis pasien hematemesis melena yang mendapat terapi medik (Hernomo K, Thesis, 1983) (14) Pemeriksaan 1. Albumin (g %) 2. Bilirubin (mg %) 3. Gangguan kesadaran 4. Asites 0 > 3.6 < 2.0 1 3.0 3.5 2.0 3.0 minimal minimal 2 < 3.0 > 3.0 + +

1. Kegagalan hati ringan 2. Kegagalan hati sedang 3. Kegagalah hati berat

= = =

indeks hati indeks hati indeks hati

0 3 4 6 7 10

18

Tabel 3. Validity and grading of recommendations (22) These guidelines have been produced to conform to the system proposed by the North of England evidence based guidelines development project.
CATEGORIES OF EVIDENCE

These are graded as follows:

Grade Ia : evidence obtained from meta-analysis of randomised trials. Grade Ib : evidence obtained from at least one randomised trial. Grade IIa : evidence obtained from at least one well designed controlled study without randomisation. Grade IIb : evidence obtained from at least one other type of well designed quasi experimental study. Grade III : evidence obtained from well designed non-experimental descriptive studies such as comparative studies, correlation studies, and case studies. Grade IV : evidence obtained from expert committee reports, or opinions or clinical experiences of respected authorities. The evidence category is indicated after the citations in the reference section.

19

You might also like