You are on page 1of 24

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

BAHAN BAKAR & PEMBAKARAN


1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 2 JENIS-JENIS BAHAN BAKAR ............................................................... 1 3. EVALUASI KINERJA BAHAN BAKAR...............................................11 4. PELUANG EFISIENSI ENERGI ...........................................................18 5. DAFTAR PERIKSA OPSI......................................................................20 7. REFERENSI...........................................................................................24

1. PENDAHULUAN
Bagian ini memberikan gambaran singkat tentang keistimewaan utama bahan bakar. Energi dari Matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Kita tahu bahwa hampir kebanyakan di dunia pada saat ini kayu bukan merupakan sumber utama bahan bakar. Kita umumnya menggunakan gas alam atau minyak bakar di rumah kita, dan kita menggunakan terutama minyak bakar dan batubara untuk memanaskan air menghasilkan steam untuk menggerakan turbin untuk sistim pembangkitan tenaga yang sangat besar. Bahan bakar tersebut batubara, minyak bakar, dan gas alam sering disebut sebagai bahan bakar fosil. Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peletakan boiler, tungku dan peralatan pembakaran lainnya. Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar.

2 JENIS-JENIS BAHAN BAKAR


Bagian ini menerangkan tentang jenis bahan bakar: padat, cair, dan gas.

2.1 Bahan Bakar Cair


Bahan bakar cair seperti minyak tungku/ furnace oil dan LSHS (low sulphur heavy stock) terutama digunakan dalam penggunaan industri. Berbagai sifat bahan bakar cair diberikan dibawah ini. 2.1.1 Densitas

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Densitas didefinisikan sebagai perbandingan massa bahan bakar terhadap volum bahan bakar pada suhu acuan 15 C. Densitas diukur dengan suatu alat yang disebut hydrometer. Pengetahuan mengenai densitas ini berguna untuk penghitungan kuantitatif dan pengkajian kualitas penyalaan. Satuan densitas adalah kg/m3 . 2.1.2 Specific gravity Didefinisikan sebagai perbandingan berat dari sejumlah volum minyak bakar terhadap berat air untuk volum yang sama pada suhu tertentu. Densitas bahan bakar, relatif terhadap air, disebut specific gravity. Specific gravity air ditentukan sama dengan 1. Karena specific gravity adalah perbandingan, maka tidak memiliki satuan. Pengukuran specific gravity biasanya dilakukan dengan hydrometer. Specific gravity digunakan dalam penghitungan yang melibatkan berat dan volum. Specific gravity untuk berbagai bahan bakar minyak diberikan dalam tabel dibawah: Tabel 1. Specific gravity berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.) Bahan bakar L.D.O Minyak Tungku/ L.S.H.S minyak (Minyak Diesel Furnace Oil (Low Sulphur Ringan) Heavy Stock) Specific Gravity 0,85 - 0,87 0,89 - 0,95 0,88 - 0,98 2.1.3 Viskositas Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Viskositas diukur dengan Stokes / Centistokes. Kadang-kadang viskositas juga diukur dalam Engler, Saybolt atau Redwood. Tiap jenis minyak bakar memiliki hubungan suhu viskositas tersendiri. Pengukuran viskositas dilakukan dengan suatu alat yang disebut Viskometer. Viskositas merupakan sifat yang sangat penting dalam penyimpanan dan penggunaan bahan bakar minyak. Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling, penyimpanan dan atomisasi yang memuaskan. Jika minyak terlalu kental,maka akan menyulitkan dalam pemompaan, sulit untuk menyalakan burner, dan sulit dialirkan. Atomisasi yang jelek akam mengakibatkan terjadinya pembentukan endapan karbon pada ujung burner atau pada dinding-dinding. Oleh karena itu pemanasan awal penting untuk atomisasi yang tepat. 2.1.4 Titik Nyala Titik nyala suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dipanaskan sehingga uap mengeluarkan nyala sebentar bila dilewatkan suatu nyala api. Titik nyala untuk minyak tungku/ furnace oil adalah 66 0 C. 2.1.5 Titik Tuang Titik tuang suatu bahan bakar adalah suhu terendah dimana bahan bakar akan tertuang atau mengalir bila didinginkan dibawah kondisi yang sudah ditentukan. Ini merupakan indikasi yang sangat kasar untuk suhu terendah dimana bahan bakar minyak siap untuk dipompakan. 2.1.6 Panas Jenis

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Panas jenis adalah jumlah kKal yang diperlukan untuk menaikan suhu 1 kg minyak sebesar 10 C. Satuan panas jenis adalah kkal/kg0 C. Besarnya bervariasi mulai dari 0,22 hingga 0,28 tergantung pada specific gravity minyak. Panas jenis menentukan berapa banyak steam atau energi listrik yang digunakan untuk memanaskan minyak ke suhu yang dikehendaki. Minyak ringan memiliki panas jenis yang rendah, sedangkan minyak yang lebih berat memiliki panas jenis yang lebih tinggi. 2.1.7 Nilai Kalor Nilai kalor merupakan ukuran panas atau energi yang dihasilkan., dan diukur sebagai nilai kalor kotor/ gross calorific value atau nilai kalor netto/ nett calorific value. Perbedaannya ditentukan oleh panas laten kondensasi dari uap air yang dihasilkan selama proses pembakaran. Nilai kalor kotor/. gross calorific value (GCV) mengasumsikan seluruh uap yang dihasilkan selama proses pembakaran sepenuhnya terembunkan/terkondensasikan. Nilai kalor netto (NCV) mengasumsikan air yang keluar dengan produk pengembunan tidak seluruhnya terembunkan. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto. Nilai kalor batubara bervariasi tergantung pada kadar abu, kadar air dan jenis batu baranya sementara nilai kalor bahan bakar minyak lebih konsisten. GCV untuk beberapa jenis bahan bakar cair yang umum digunakan terlihat dibawah ini: Tabel 2. Nilai kalor kotor (GCV) untuk beberapa bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.) Bahan bakar minyak Nilai Kalor kotor (GCV) (kKal/kg) Minyak Tanah - 11.100 Minyak Diesel - 10.800 L.D.O - 10.700 Minyak Tungku/ Furnace - 10.500 LSHS - 10.600 2.1.8 Sulfur Jumlah sulfur dalam bahan bakar minyak sangat tergantung pada sumber minyak mentah dan pada proses penyulingannya. Kandungan normal sulfur untuk residu bahan bakar minyak (minyak furnace) berada pada 2 - 4 %. Kandungan sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase sulfur untuk berbagai bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.) Bahan bakar minyak Minyak Tanah Minyak Diesel L.D.O Minyak Furnace LSHS Persen sulfur 0,05 0,2 0,05 0,25 0,5 1,8 2,0 4,0 < 0,5

Kerugian utama dari adanya sulfur adalah resiko korosi oleh asam sulfat yang terbentuk selama dan sesudah pembakaran, dan pengembunan di cerobong asap, pemanas awal udara dan economizer.

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

2.1.9 Kadar Abu Kadar abu erat kaitannya dengan bahan inorganik atau garam dalam bahan bakar minyak. Kadar abu pada distilat bahan bakar diabaikan. Residu bahan bakar memiliki kadar abu yang tinggi. Garam- garam tersebut mungkin dalam bentuk senyawa sodium, vanadium, kalsium, magnesium, silikon, besi, alumunium, nikel, dll. Umumnya, kadar abu berada pada kisaran 0,03 0,07 %. Abu yang berlebihan dalam bahan bakar cair dapat menyebabkan pengendapan kotoran pada peralatan pembakaran. Abu memiliki pengaruh erosi pada ujung burner, menyebabkan kerusakan pada refraktori pada suhu tinggi dapat meningkatkan korosi suhu tinggi dan penyumbatan peralatan. 2.1.10 Residu Karbon Residu karbon me mberikan kecenderungan pengendapan residu padat karbon pada permukaan panas, seperti burner atau injeksi nosel, bila kandungan yang mudah menguapnya menguap. Residu minyak mengandung residu karbon 1 persen atau lebih. 2.1.11 Kadar Air Kadar air minyak tungku/ furnace pada saat pemasokan umumnya sangat rendah sebab produk disuling dalam kondisi panas. Batas maksimum 1% ditentukan sebagai standar. Air dapat berada dalam bentuk bebas atau emulsi dan dapat menyebabkan kerusakan dibagian dalam permukaan tungku selama pembakaran terutama jika mengandung garam terlarut. Air juga dapat menyebabkan percikan nyala api di ujung burner, yang dapat mematikan nyala api, menurunkan suhu nyala api atau memperlama penyalaan. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak terlihat pada tabel dibawah. Tabel 4. Spesifikasi khusus bahan bakar minyak (diambil dari Thermax India Ltd.) Karakteristik Bahan Bakar Minyak Minyak Furnace L.S.H.S L.D.O Masa Jenis (g/cc 0,89 - 0,95 0,88 - 0,98 0,85 - 0,87 pada 150C) Titik Nyala (0C) 66 93 66 Titik Tuang (0C) 20 72 18 G.C.V. (kKal/kg) 10.500 10.600 10.700 Endapan, % Berat 0,25 0,25 0,1 Max. Total Sulfur, % Sampai 4,0 Sampai 0,5 Sampai 1,8 Berat, Max. Kadar Air, % Vol. 1,0 1,0 0,25 Max. % Abu, Berat Max. 0,1 0,1 0,02 2.1.12 Penyimpanan Bahan Bakar Minyak

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Akan sangat berbahaya bila menyimpan minyak bakar dalam tong. Cara yang lebih baik adalah menyimpannya dalam tangki silinder, diatas maupun dibawah tanah. Minyak bakar yang dikirim umumnya masih mengandung debu, air dan bahan pencemar lainnya. Ukuran tangki penyimpan minyak bakar sangatlah penting. Perkiraan ukuran penyimpan yang direkomendasikan sedikitnya untuk 10 hari konsumsi normal. Tangki penyimpan bahan bakar untuk industri pada umumnya digunakan tangki mild steel tegak yang diletakkan diatas tanah. Untuk alasan keamanan dan lingkungan, perlu dibuat dinding disekitar tangki penyimpan untuk menahan aliran bahan bakar jika terjadi kebocoran. Pengendapan sejumlah padatan dan lumpur akan terjadi pada tangki dari waktu ke waktu, tangki harus dibersihkan secara berkala: setiap tahun untuk bahan bakar berat dan setiap dua tahun untuk bahan bakar ringan. Pada saat bahan bakar dialirkan dari kapal tanker ke tangki penyimpan, harus dijaga dari terjadinya kebocoran-kebocoran pada sambungan, flens dan pipa-pipa. Bahan bakar minyak harus bebas dari pencemar seperti debu, lumpur dan air sebelum diumpankan ke sistim pembakaran.

2.2 Bahan Bakar Padat (Batubara)


2.2.1 Klasifikasi Batubara Batubara diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yakni antracit, bituminous, dan lignit, meskipun tidak jelas pembatasan diantaranya. Pengelompokannya lebih lanjut adalah semiantracit, semi-bituminous, dan sub-bituminous. Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara ini merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah menguap dan kandungan air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed carbon merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap apabila batubara dipanaskan. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara India berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut : Kelas Kisaran Nilai Kalor (dalam kKal/kg) A Lebih dari 6200 B 5600 6200 C 4940 5600 D 4200 4940 E 3360 4200 F 2400 3360 G 1300 2400 Batubara kelas D, E dan F biasanya tersedia bagi industri India.

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas dik lasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia. 2.2.2 Sifat fisik dan kimia batubara Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam Tabel dibawah. Tabel 5. GCV untuk berbagai jenis batubara Parameter Lignit Batubara Batubara (Dasar Kering) India Indonesia * 4.000 5.500 GCV (kKal/kg) 4.500 *GCV lignit pada as received basis adalah 2500 3000 2.2.3 Analisis batubara Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana. (Catatan: proximate tidak ada hubungannya dengan kata approximate ). Penentuan kadar air Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200- mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 o C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya. Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter) Sampel batubara ha lus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900 + 15 o C. Sampel kemudian didinginkan dan dtimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV. Pengukuran karbon dan abu Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Analisis proximate

Batubara Afrika Selatan 6.000

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku. Analisis proximate untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Analisis proximate untuk berbagai batubara (persen) Parameter Batubara Batubara Batubara Afrika India Indonesia Selatan Kadar air 5,98 9,43 8,5 Abu 38,63 13,99 17 Bahan mudah menguap 20,70 29,79 23,28 (volatile matter) Fixed Carbon 34,69 46,79 51,22 Parameter-parameter tersebut digambarkan dibawah ini. Fixed carbon: Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas batubara. Bahan yang mudah menguap (volatile matter): Bahan yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagnbahan bakar bentuk gas didalam batubara. Kandunag bahan yang mudah menguap berkisar antara 20 hingga 35%. Bahan yang mudah menguap: Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara Mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder Kadar abu Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Abu: Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran Meningkatkan biaya handling Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan Kadar Air :

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Kandungan air dalam batubara harus diangkut, di- handling dan disimpan bersama-sama batubara. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air: Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu Membantu radiasi transfer panas Kadar Sulfur Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur: Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers Membatasi suhu gas buang yang keluar Analisis Ultimate Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimate untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam tabel dibawah. Tabel 7. Analisis ultimate batubara Parameter Batubara India, % Batubara Indonesia, % Kadar Air 5,98 9,43 Bahan Mineral (1,1 x Abu) 38,63 13,99 Karbon 41,11 58,96 Hidrogen 2,76 4,16 Nitrogen 1,22 1,02 Sulfur 0,41 0,56 Oksigen 9,89 11,88 Tabel 8. Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate = 0,97C+ 0,7(VM - 0,1A) - M(0,6-0,01M) 2 = 0,036C + 0,086 (VM -0,1xA) - 0,0035M (1-0,02M)
2

%C %H %N

2,10 -0,020 VM

Dimana C = % fixed carbon A = % abu VM = % bahan mudah menguap (volatile matter) M = % kadar air Catatan: persamaan diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar dari 15%

2.2.4 Penyimpanan, handling dan persiapan batubara

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangk utan bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat, penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugiankerugian kecil lainnya adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet. Oksidasi 1% batubara memiliki efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angin mencapai 0,5 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak. Pembentukan karpet lunak , dari batubara halus dan tanah, menyebabkan kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari batubara yang disimpan. Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara: 1. Mengeraskan permukaan tanah untuk penyimpanan batubara 2. Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata Di Industri, batubara di- handling secara manual maupun dengan conveyor. Pada saat handling batubara harus diusahakan supaya sesedikit mungkin batubara yang hancur membentuk partikel kecil dan sesedikit mungkin partikel kecil yang tercecer. Persiapan batubara sebelum pengumpana n ke boiler merupakan tahap penting untuk mendapatkan pembakaran yang baik. Bongkahan batubara yang besar dan tidak beraturan dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut: Kondisi pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi Udara berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi Meningkatnya bahan yang tidak terbakar dalam abu Rendahnya efisiensi termal Catatan: Gambaran rinci untuk persiapan batubara diberikan pada bagian Peluang Efisiensi Energi .

2.3 Bahan Bakar Gas


Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang sangat memuaskan sebab hanya memerlukan sedikit handling dan sistim burner nya sangat sederhana dan hampir bebas perawatan. Gas dikirimkan melalui jaringan pipa distribusi sehingga cocok untuk wilayah y ang berpopulasi tinggi atau padat industri. Walau begitu, banyak pemakai perorangan yang besar memiliki penyimpan gas, bahkan beberapa diantara mereka memproduksi gasnya sendiri. 2.3.1 Jenis-jenis bahan bakar gas Berikut adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas: Bahan bakar yang secara alami didapatkan dari alam: Gas alam Metan dari penambangan batubara Bahan bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat Gas yang terbentuk dari batubara Gas yang terbentuk dari limbah dan biomasa Dari proses industri lainnya (gas blast furnace)

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran Gas yang terbuat dari minyak bumi Gas Petroleum cair (LPG) Gas hasil penyulingan Gas dari gasifikasi minyak Gas-gas dari proses fermentasi

Bahan bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas, dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter kubik (kKal/Nm3 ) ditentukan pada suhu normal (20 0 C) dan tekanan normal (760 mm Hg). 2.3.2 Sifat-sifat ba han bakar gas Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama pembakaran. Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas diberikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas Bahan Masa Jenis Nilai Kalor yang Perbandingan Suhu Kecepatan Bakar Relatif lebih tinggi Udara/Bahan bakar Nyala api Nyala api Gas kkal/Nm3 - m3 udara terhadap o C m/s m3 Bahan Bakar Gas Alam 0,6 9350 10 1954 0,290 Propan 1,52 22200 25 1967 0,460 Butan 1,96 28500 32 1973 0,870 2.3.3 LPG LPG terdiri dari campuran utama propan dan Butan dengan sedikit persentase hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilene) dan beberapa fraksi C yang lebih ringan dan C yang
2 5

lebih berat. Senyawa yang terdapat dalam LPG adalah propan (C H ), Propilen (C H ),
3 8 3 6

normal dan iso-butan (C H ) dan Butilen (C H ). LPG merupakan campuran dari


4 10 4 8

hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk kenyamanan dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk cair dengan tekanan tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk gas dengan volum sekitar 250 kali. Uap LPG lebih berat dari udara: butan beratnya sekitar dua kali berat udara dan propan sekitar satu setengah kali berat udara. Sehingga, uap dapat mengalir didekat permukaan tanah dan turun hingga ke tingkat yang paling rendah dari lingkungan dan dapat terbakar pada jarak tertentu dari sumber kebocoran. Pada udara yang tenang, uap akan tersebar secara perlahan. Lolosnya gas cair walaupun dalam jumlah sedikit, dapat meningkatkan campuran perbandingan volum uap/udara sehingga dapat menyebabkan bahaya. Untuk membantu

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 10

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran pendeteksian kebocoran ke atmosfir, LPG biasanya ditambah bahan yang berbau. Harus tersedia ventilasi yang memadai didekat permukaan tanah pada tempat penyimpanan LPG. Karena alasan diatas, sebaiknya tidak menyimpan silinder LPG di gudang bawah tanah atau lantai bawah tanah yang tidak memiliki ventilasi udara. 2.3.4 Gas alam Metan merupakan kandungan utama gas alam yang mencapai jumlah sekitar 95% dari volum total. Komponen lainnya adalah: Etan, Propan, Pentan, Nitrogen, Karbon Dioksida, dan gasgas lainnya dalam jumlah kecil. Sulfur dalam jumlah y ang sangat sedikit juga ada. Karena metan merupakan komponen terbesar dari gas alam, biasanya sifat metan digunakan untuk membandingkan sifat-sifat gas alam terhadap bahan bakar lainnya. Gas alam merupakan bahan bakar dengan nilai kalor tinggi yang tidak memerlukan fasilitas penyimpanan. Gas ini bercampur dengan udara dan tidak menghasilkan asap atau jelaga. Gas ini tidak juga mengandung sulfur, lebih ringan dari udara dan menyebar ke udara dengan mudahnya jika terjadi kebocoran. Perbandingan kadar karbon dalam minyak bakar, batubara dan gas diberikan dalam tabel dibawah. Tabel 10. Perbandingan komposisi kimia berbagai bahan bakar Bahan Bakar Minyak Batubara Gas Alam 84 41,11 74 12 2,76 25 3 0,41 1 9,89 Sedikit Sedikit 1,22 0,75 Sedikit 38,63 Sedikit 5,98 -

Karbon Hidrogen Sulfur Oksigen Nitrogen Abu Air

3. EVALUASI KINERJA BAHAN BAKAR


Bagian ini menjelaskan prinsip-prinsip pembakaran, bagaimana kinerja bahan bakar dapat dievaluasi dengan menggunakan perhitungan stokiometri kebutuhan air, konsep udara berlebih, dan sistim draft gas buang.

3.1 Prinsip-prinsip Pembakaran


3.1.1 Proses pembakaran Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Oksigen (O 2 ) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 11

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx ), yang merupakan pencemar beracun. Karbon, hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing- masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap. C 2C 2H 2 S + O2 + O2 + O2 + O2 CO 2 2 CO 2H2O SO2 + 8.084 kkal/kg Karbon + 2.430 kkal/kg Karbon + 28.922 kkal/kg Hidrogen + 2.224 kkal/kg Sulfur

Setiap kilogram CO yang terbentuk berarti kehilangan panas 5654 kKal (8084 2430). 3.1.2 Pembakaran Tiga T Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan tiga T pembakaran yaitu (1) Temperature/ suhu yang cukup tinggi untuk me nyalakan dan menjaga penyalaan bahan bakar, (2) Turbulence/ Turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik, dan (3) Time/ Waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna. Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan biasanya terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang, yang mungkin dapat digunakan untuk transfer panas lebih lanjut. Gas alam mengandung lebih banyak hidrogen dan lebih sedikit karbon per kg daripada bahan bakar minyak, sehingga akan memproduksi lebih banyak uap air. Sebagai akibatnya, akan lebih banyak panas yang terbawa pada pembuangan saat membakar gas alam. Terlalu banyak, atau terlalu sedikit nya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuk nya karbon monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna dengan tambahan sejumlah udara (udara berlebih) diperlukan unt uk menjamin pembakaran yang sempurna. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi. Tidak seluruh bahan bakar diubah menjadi panas dan diserap oleh peralatan pembangkit. Biasanya seluruh hidrogen dalam bahan bakar terbakar. Saat ini, hampir seluruh bahan bakar

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 12

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran untuk boiler, karena dibatasi oleh standar polusi, sudah mengandung sedikit atau tanpa sulfur. Sehingga tantangan utama dalam efisiensi pembakaran adalah mengarah ke karbon yang tidak terbakar (dalam abu atau gas yang tidak terbakar sempurna), yang masih menghasilkan CO selain CO2.

Gambar 1. Pembakaran yang sempurna, yang baik dan tidak sempurna (Biro Efisiensi Energi, 2004)

3.2 Perhitungan Stokiometri Ke butuhan Udara


3.2.1 Perhitungan stokiome tri udara yang dibutuhkan untuk pembakaran minyak bakar Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara yang diperlukan dapat dihitung dengan menggunakan metode yang diberikan dibawah ini. Langkah pertama adalah menentukan komposisi minyak bakar. Spesifikasi minyak bakar dari analisis laboratorium diberikan dibawah ini: Unsur % Berat Karbon 85,9 Hidrogen 12 Oksigen 0,7 Nitrogen 0,5 Sulfur 0,5 H2O 0,35 Abu 0,05 GCV bahan bakar 10880 kkal/kg Dari data analisis dengan jumlah sampel minyak bakar 100 kg, maka reaksi kimianya adalah sebagai berikut: Unsur Berat Molekul (kg / kg mol) C 12 O2 32 H2 2 S 32 N2 28 CO2 44 SO2 64 H2 O 18

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 13

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

C H2 S

+ + +

O2 1/2O2 O2

CO2 H2 O SO2

Unsur bahan bakar C + O2 12 + 32

CO2 44

12 kg karbon memerlukan 32 kg oksigen membentuk 44 kg karbon dioksida, oleh karena itu 1 kg karbon memerlukan 32/12 kg atau 2,67 kg oksigen (85,9) C 2H2 4 + + + O2 32 (85,9 x 2,67) O2 2H2 O 36 315,25 CO2

4 kg hidrogen memerlukan 32 kg oksigen membentuk 36 kg air, oleh karena itu 1 kg hidrogen memerlukan 32/4 kg atau 8 kg oksigen. (12) H2 S 32 + + + O2 32 (12 x 8) O2 SO2 64 (12 x 9 ) H2 O

32 kg sulfur memerlukan 32 kg oksigen membentuk 64 kg sulfur dioksida, oleh karena itu 1 kg sulfur memerlukan 32/32 kg atau 1 kg oksigen (0,5) S + (0,5 x 1) O2 = 1,0 SO2 325,57 kg

Oksigen total yang dibutuhkan (229,07+96+0,5) Oksigen yang sudah ada dalam 100 kg bahan bakar (ditentukan)

0,7 kg 325,57 0,7 324,87 kg

Oksigen tambahan yang diperlukan = =

Jadi, jumlah udara kering yang diperlukan = (324,87) / 0,23 (udara mengandng 23% berat oksigen) = 1412,45 kg udara Udara teoritis yang diperlukan = = (1412,45) / 100 14,12 kg udara / kg bahan bakar

Jadi, dari contoh diatas terlihat, untuk membakar setiap kg minyak bakar, diperlukan udara 14,12 kg.

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 14

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran 3.2.2 Perhitungan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang Sangat perlu untuk menghitung kandungan CO2 dalam gas buang, karena dapat digunakan untuk menghitung udara berlebih dalam gas buang. Sejumlah tertentu udara berlebih diperlukan untuk pembakaran sempurna minyak bakar, tetapi jika terlalu banyak udara berlebih dapat menyebabkan kehilangan panas dan terlalu sedikit udara berlebih dapat mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna. CO2 dalam gas buang dapat dihitung sebagai berikut: Nitrogen dalam gas buang = = 1412.45 324,87 1087,58 kg

% volum CO2 teortis dalam gas buang dihitung seperti dibawah ini: Mol CO2 dalam gas buang Mol N2 dalam gas buang Mol SO2 dalam gas buang % Volum CO2 teoritis = = = (314,97) / 44 = (1087,58) / 28 = 1/64 = 7,16 38,84 0,016

= (Mol CO2 x 100) / Mol Total (Kering) = (7,16 x 100) / (7,16 + 38,84 + 0,016) = 15,5%

3.2.3 Perhitungan unsure -unsur gas buang dengan udara berlebih Setelah diketahui kebutuhan udara teoritis dan kandungan CO2 teoritis dalam gas buang, langkah berikutnya adalah mengukur persen CO2 sebenarnya dalam gas buang. Pada perhitungan dibawah diasumsikan bahwa % CO2 terukur dalam gas buang adalah sebesar 10%. % Udara berlebih = = = [(% CO2 teoritis / CO2 sebenarnya) 1] x 100 [(15,5/10 1)] x 100 55%

Udara teoritis yang diperlukan untuk 100 kg bahan bakar yang terbakar = 1412,45 kg Jumlah total pasokan udara yang diperlukan dengan udara berlebih 55% = 1412,45 x 1,55 = 2189,30 kg Jumlah udara berlebih (udara berlebih nyata - teoritis) O2 (23%) N2 (77%) = = = = = = 2189,30 1412,45 776,85 776,85 x 0,23 178,68 kg 776,85 178,68 598,17 kg

Jumlah kandungan akhir unsur gas buang dengan udara berlebih 55% untuk setiap 100 kg bahan bakar adalah seperti dibawah ini: CO2 H2 O SO2 = = = 314,97 kg 108,00 kg 1 kg

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 15

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran O2 N2 = = 178,68 kg 1685,75 kg (= 1087,58 dalam udara + 598,17 dalam udara berlebih)

3.2.4 Perhitungan % volum CO2 teoritis dalam gas buang kering Setelah didapat hasil perhitungan jumlah unsur dalam satuan berat, kemudian dapat dihitung jumlah unsur berdasarkan satuan volum sebagai berikut: Mol Mol Mol Mol CO2 dalam gas buang SO2 dalam gas buang O2 dalam gas buang N2 dalam gas buang = = = = = = = = = 314,97 / 44 1/64 178,68 / 32 1685,75 / 28 = = = = 7,16 0,016 5,58 60,20

% volum CO2 teoritis % volum O2 teoritis

(Mol CO2 x 100) / mol total (kering) (7,16 x 100) / (7,16 + 0,016 + 5,58 + 60,20) 10% (5,58 x 100) / 72,956 7,5%

3.3 Konsep Udara Berlebih


Untuk pembakaran yang optimum, jumlah udara pembakaran yang sesungguhnya harus lebih besar daripada yang dibutuhkan secara teoritis. Bagia n dari gas buang mengandung udara murni, yaitu udara berlebih yang ikut dipanaskan hingga mencapai suhu gas buang dan meninggalkan boiler melalui cerobong. Analisis kimia gas- gas merupakan metode objektif yang dapat membant u untuk mengontrol udara dengan lebih baik. Dengan mengukur CO2 atau O2 dalam gas buang (menggunakan peralatan pencatat kontinyu atau peralatan Orsat atau beberapa peralatan portable yang murah) kandungan udara berlebih dan kehilangan di cerobong dapat diperkirakan. Udara berlebih yang dibutuhkan tergantung pada jenis bahan bakar dan sistim pembakarannya. Cara yang lebih cepat untuk menghitung udara berlebih adalah dengan menggunakan gambar 2 dan 3, setelah persen CO2 atau O2 dalam gas buang diukur.

Gabar 2. Hubungan antara CO2 & Udara Berlebih (Biro Efisiensi Energi, 2004)

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 16

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

Gambar 3. Hubungan antara oksigen sisa dan udara berlebih (Biro Efisiensi Energi, 2004) Untuk pembakaran bahan bakar minyak yang optimum, CO2 atau O2 dalam gas buang harus dicapai sebagai berikut: CO2 = 14.5 15 % O2 = 2 3%

3.4 Sistim Draft


Fungsi draft dalam sistim pembakaran adalah untuk membuang produk pembakaran, yaitu gas buang, ke atmosfir. Draft dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu Natural draft dan Mechanical draft. 3.4.1 Natural draft Natural draft merupakan draft yang dihasilkan oleh cerobong. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan berat antara kolom gas panas dibagian dalam cerobong dan kolom udara luar dengan berat dan luas permukaan yang sama. Karena lebih ringan dari udara luar, gas buang cerobong cenderung naik, dan udara luar yang lebih berat mengalir melalui terowongan abu memasuki ruangan menggantikan tempat gas buang yang naik. Draft biasanya dikontrol oleh damper yang dioperasikan secara manual yang menghubungkan boiler dengan cerobong. Tidak digunakan fan atau blower pada sistim ini. Gas hasil pembakaran dibuang pada ketinggian tertentu sehingga tidak mengganggu masyarakat sekitar. 3.4.2 Mechanical draft Merupakan draft buatan yang dihasilkan oleh fan. Tiga jenis dasar draft yang digunakan adalah: Balanced draft : Fan (blower) forced-draft (F-D) mendorong udara menuju tungku dan sebuah fan induksi draft (I-D) membuang gas ke cerobong, sehingga menyediakan draft untuk membuang gas dari boiler. Tekanan dijaga antara 0,05 hingga 0,10 inci air dibawah tekanan atmosfir pada boiler dan sedikit positif untuk memanaskan ulang dan pada perlakuan panas tungku. Induced draft: Fan induksi draft menarik draft yang cukup untuk mengalir menuju tungku, sehingga hasil pembakaran dapat terbuang ke atmosfir. Tekana udara tungku

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 17

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran dijaga pada tekanan sedikit negatif dibawah tekanan atmosfir sehingga udara pembakaran mengalir melalui sistim. Forced draft : Sistim forced draft menggunakan sebuah fan untuk menga lirkan udara ke tungku, memaksa hasil pembakaran mengalir melalui unit dan kemudian naik ke cerobong.

4. PELUANG EFISIENSI ENERGI


Bagian ini membahas peluang efisiensi energi dalam pembakaran bahan bakar.

4.1 Pemanasan awal Minyak Bakar


Viskositas minyak bakar dan LSHS (Low Sulphur Heavy Stock) meningkat dengan berkurangnya suhu, yang dapat menyulitkan pemompaan minyak. Pada suhu ambien yang rendah (dibawah suhu 25 0 C), minyak bakar tidak dapat dipompa dengan mudah. Untuk mengcegah terjadinya hal ini, dilakukan pemanasan awal minyak bakar dengan dua cara: Memanaskan seluruh tangki. Dalam pemanasan dalam jumlah besar (bulk heating) ini, kumparan steam ditempatkan dibagian bawah tangki, yang keseluruhannya diisolasi; Minyak dapat juga dipanaskan pada saat dialirkan dengan menggunakan pemanas yang mengalir. Untuk mengurangi kebutuhan steam, tangki sebaiknya diisolasi. Pemanasan dalam jumlah diperlukan jika laju aliran cukup tinggi, sehingga penggunakan pemanas yang mengalir tidak mencukupi, atau bila bahan bakar seperti LSHS digunakan. Jika digunakan pemanasan yang mengalir, hanya untuk minyak bakar, dilakukan pada saat minyak bakar keluar dari tangki sampai pada suhu pemompaan. Pemanas mengalir pada dasarnya merupakan sebuah penukar panas dengan steam atau listrik sebagai media pemanasnya. 4.2 Kontrol suhu minyak bakar Kontrol suhu termostatis minyak bakar diperlukan untuk mencegah terjadinya pemanasan berlebihan, terutama jika aliran minyak berkurang atau berhenti. Hal ini penting untuk pemanas listrik, karena minyak dapat terkarbonisasi jika aliran sangat berkurang tetapi pemanasnya tetap hidup. Termostat harus ditempatkan pada daerah aliran minyak bakar sebelum pipa pengisapan. Suhu pemompaan minyak bakar tergantung pada jenis minyak bakar yang akan dialirkan. Minyak bakar tidak boleh disimpan pada suhu diatas yang diperlukan untuk pemompaan, karena akan menyebabkan konsumsi energi yang lebih tinggi..

4.3 Persiapan Bahan Bakar Padat


4.3.1 Penggilingan Batubara Ukuran batubara yang benar merupakan salah satu kunci yang menjamin pembakaran yang efisien. Ukuran batubara yang tepat, sesuai dengan sistim pembakaran yang digunakan, dapat membantu pembakaran, m engurangi kehilangan abu dan efisiensi pembakaran yang lebih baik. Ukuran batubara diperkecil dengan penggilingan/crushing dan penghancuran/ pulverizing. Penggilingan awal batubara ekonomis digunakan untuk unit yang lebih kecil, terutama untuk unit stoker-fired. Pada sistim handling batubara, penggilingan dilakukan untuk batubara

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 18

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran dengan ukuran diatas 6 atau 4 mm. Peralatan yang umum digunakan untuk penggilingan adalah rotary breaker, roll crusher dan hammer mill. Sebelum penggilingan, batubara sebaiknya diayak terlebih dahulu, sehingga hanya batubara yang kelebihan ukuran yang diumpankan ke penggiling, sehingga dapat mengurangi konsumsi daya pada alat penggiling. Hal-hal praktis yang direkomendasikan pada penggilingan batubara adalah: Penggunaan ayakan untuk memisahkan partikel kecil dan halus untuk menghindarkan terbentuknya partikel yang sangat halus pada penggilingan. Penggunaan pemisah magnetis untuk memisahkan potongan besi dalam batubara yang dapat merusak alat penggiling. Tabel 11 memberi ga mbaran ukuran batubara yang tepat untuk berbagai jenis sistim pembakaran. Tabel 11. ukuran batubara yang tepat untuk berbagai jenis sistim pembakaran No. Jenis Sistim Pembakaran Ukuran (dalam mm) 1. Hand Firing (a) Natural draft 25-75 (b) Forced draft 25-40 Stoker Firing (a) Chain grate i) Natural draft ii) Forced draft (b) Spreader Stoker 3. Pulverized Fuel Fired 4 Fluidized bed boiler *1 Mikron = 1/1000 mm 2.

25-40 15-25 15-25 75% dibawah 75 mik ron* < 10 mm

4.3.2 Pengkondisian Batubara Batubara yang halus menjadi masalah dalam pembakaran karena efek segregasi/ pemisahannya. Terpisahnya partikel halus dari batubara yang lebih besar dapat diperkecil dengan mengkondisikannya dengan air. Air membantu partikel halus menempel pada bongkahan yang lebih besar disebabkan tekanan permukaan air, sehingga mencegah partikel halus jatuh melalui kisi-kisi atau dibawa oleh draft tungku. Dalam melakukan pengkondisian ini, harus dijaga supaya penambahan airnya merata dan lebih baik dilakukan pada saat batubara di-alirkan atau dijatuhkan. Jika persentase partikel halus dalam batubara sangat tinggi, pembasahan batubara dapat menurunkan persentase karbon yang tidak terbakar dan udara berlebih yang diperlukan untuk pembakaran. Tabel dibawah memperlihatkan tingkat pembasahan, tergantung pada persentase kehalusan batubara. Tabel 12. Tingkat pembasahan: kehalusan vs kadar air pada permukaan batubara Kehalusan (%) Kadar air Permukaan (%) 10 - 15 4 - 5

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 19

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran 15 - 20 20 - 25 25 - 30 5 - 6 6 - 7 7 - 8

4.3.3 Pencampuran batubara Dalam hal batubara mengandung partikel halus yang berlebihan, disarankan untuk mencampur bongkahan batubara dengan batubara yang kehalusannya berlebihan, sehingga dapat membantu membatasi tingkat kehalusan pada batubara yang dibakar tidak lebih dari 25%. Pencampuran berbagai kualitas batubara dapat juga membantu pasokan umpan batubara yang seragam ke boiler.

4.4 Pengontrolan Pembakaran


Pengontrolan pembakaran membantu burner dalam mengatur pasokan bahan bakar, pasokan udara, (rasio bahan bakar terhadap udara), dan m enghilangkan gas- gas pembakaran untuk mencapai efisiensi boiler yang optimum. Jumlah bahan bakar yang dipasok ke burner harus sebanding dengan tekanan dan jumlah steam yang diperlukan. Pengontrolan pembakaran juga diperlukan sebagai alat keamanan untuk menjamin bahwa boiler beroperasi dengan aman. Berbagai jenis pengontrol pembakaran yang digunakan adalah: Pengontrol Hidup/Mati(On/Off): Pengontrol yang paling sederhana, kontrol ON/OFF berarti bahwa burner bekerja pada kecepatan penuh atau OFF. Jenis pengontrol ini terbatas untuk boiler kecil. Pengontrol tinggi/rendah/ mati(high/low/off): Sistim TINGGI/RENDAH/MATI sedikit lebih rumit, dimana burner memiliki dua laju pembakaran. Burner dapat beroperasi pada laju pembakaran lebih lambat atau dapat dialihkan ke pembakaran penuh sesuai keperluan. Burner dapat juga kembali pada posisi pembakaran rendah pada saat beban berkurang. Pengontrol ini cocok utuk boiler berukuran sedang. Pengontrol modulasi: Pengontrol modulasi bekerja pada prinsip untuk menyesuaikan kebutuhan tekanan steam dengan cara mengubah laju pembakaran pada seluruh operasi boler. Motor- motor modulasi menggunakan hubungan mekanis konvensional atau katup listrik untuk mengatur udara primer, udara sekunder, dan bahan bakar yang dipasok ke burner. Modulasi penuh berarti bahwa boiler sedang melakukan pembakaran, dan bahan bakar dan udara secara hati- hati disesuaikan sesuai kebutuhan pembakaran untuk memaksimalkan effesieni termal.

5. DAFTAR PERIKSA OPSI


Bagian ini mencakup opsi-opsi yang sangat penting untuk memperbaiki efisiensi energi bahan bakar yang digunakan dan dalam proses pembakaran.

Daftar Periksa Bahan Bakar


Pemeriksaan harian: Suhu minyak pada burner dan kebocoran minyak/steam Tugas mingguan: Pembersihan seluruh saringan dan pembuangan air dari seluruh tangki Tugas tahunan: Pembersihan seluruh tangki

Penyelesaian gangguan/ trouble shooting untuk bahan bakar

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 20

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran 1. Minyak tidak dapat dipompa Viskositas terlalu tinggi Jalur dan saringan tersumbat Lumpur dalam minyak Kebocoran pada penghisap minyak Pipa ventilasi terhambat 2. Strainer tersumbat Lumpur atau lilin dalam minyak Pengendapan komponen berat dalam minyak Karat atau kerak dalam tangki Karbonsasi minyak disebabkan pemanasan yang belebihan 3. Air berlebihan dalam minyak Air dikirim bersamaan dengan minyak Manhole bocor Rembesan dari tangki bawah tanah Masuknya air dari pipa ventilasi Kebocoran koil steam pemanas 4. Pipa saluran tersumbat Lumpur dalam minyak Minyak dengan viskositas tinggi Adanya bahan asing seperti kain, kerak dan potongan kayu tipis dalam jalur Karbonisasi minyak

Daftar Periksa Pembakaran


1. Start up Periksa ukuran burner/nosel yang tepat. Tentukan terlebih dahulu pasokan udara (hidupkan blower). Yakinkan tidak ada uap/gas sebelum menyalakan. Yakinkan nyala api dari pemantik atau sumber lain ditempatkan didepan nosel. Tekan ON (pemanasan awal) pasokan minyak (sebelum start-up, penutupan saluran minyak dingin). 2. Operasional Periksa suhu minyak pada ujung burner (sesuaikan dengan grafik viskositas vs. suhu). Periksa tekanan udara ntuk burner LAP (tekanan udara yang umum digunakan adalah 63,5 cm hingga 76,2 cm kolom air). Periksa tetesan minyak dekat burner. Periksa nyala api yang meredup/ denyut nyala Periksa posisi burner (yakinkan tidak ada nyala api yang menumbuk dinding refraktori). Setel panjang nyala api untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada (yakinkan nyala tidak memanjang melebihi tungku). 3. Perubahan beban

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 21

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

Operasikan kran udara dan minyak secara bersamaan (Untuk burner yang otomatis, operasikan pengatur otomatis. Jangan menyetel kran hanya pada aliran minyak bakar). Setel burner dan damper untuk asap yang berwarna coklat muda (kabur) dari cerobong dan dengan kadar CO2 nya minimal 12 persen.

4. Mematikan Tutup terlebih dahulu aliran minyak bakar. Matikan blower setelah beberapa detik (yakinkan gas- gasnya dibersihkan dari ruang pembakaran). Jangan biarkan nosel burner terbuka ke panas radiant dari tungku. (Jika minyak dimatikan, pindahkan burner/nosel atau tempatkan lapisan tipis tahan api antara nosel dan tungku).

Penyelesaian gangguan untuk pembakaran


Daftar periksa dalam Tabel dibawah dapat membantu menemukan berbagai penyebab dan penyelesaiannya untuk berbagai masalah yang ditemukan pada pembakaran bahan bakar.
No 1. GRAFIK PENYELESAIAN GANGGUAN PADA PEMBAKARAN Permasalahan Penyebab & Penyelesaian SulIt dihidupkan 1. Tidak ada minyak dalam tangki. 2. Kandungan air dan lumpur dalam tangki penyimpan berlebihan. 3. Minyak tidak mengalir disebabkan viskositas yang tinggi/ suhu yang rendah 4. Ujung burner tersumbat. 5. Tidak ada udara. 6. Saringan tersumbat. Nyala api padam 1. Lumpur atau air dalam minyak. atau memercik 2. Tekanan minyak dan udara tidak stabil. 3. Tekanan untuk atomisasi medium terlalu tinggi yang cenderung memadamkan nyala api. 4. Adanya udara dalam jalur minyak. Cari kebocoran pada jalur pengisapan pompa. 5. Blok burner rusak, atau burner tanpa blok. Nyala api terpantul 1. Pasokan minyak masih pada posisi ONsetelah pasokan udara balik dihentikan selama pematian yang lebih awal. 2. Tekanan positif pada ruang pembakaran terlalu tinggi. 3. Tungku terlalu dingin selama penyalaan/starting untuk pembakaran sempurna (bila suhu naik, partikel minyak yang tidak terbakar akan terbakar). 4. Tekanan minyak terlalu rendah. Asap dan jelaga 1. Draft atau blower tidak memadai 2. Aliran minyak berlebihan. 3. Minyak terlalu berat dan tidak diberi pemanasan awal 4. Lubang pengisap udara pada blower tersumbat. 5. Cerobong tersumbat oleh jelaga/ damper 6. Kecepatan operasi blower terlalu rendah. Klinker pada refraktori 1. Nyala api mengenai refraktori karena ruang bakar terlalu kecil atau 2. tidak lurus benar 3. Tetesan minyak dari nosel. 4. Pasokan minyak tidak terputussebelum pasokan udara selama pematian.

2.

3.

5.

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 22

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran


6. Pemasakan bahan bakar dalam burner 1. Nosel tidak terlindung terhadap radiasi tungku 2. Burner diberi umpan udara atomisasi dengan suhu lebih dari 300 C. 3. Blok Burner terlalu pendek atau terlalu lebar. 4. Minyak tidak dikuras dari nosel setelah dimatikan. 1. Perbandingan minyak dan udara yang tidak benar 2. Nosel pada burner ukurannya terlalu besar 3. Draft yang berlebihan. 4. Capuran minyak/udara oleh burner tidak benar 5. Tekanan udara dan minyak tidak benar 6. Minyak tidak diberi pemanasan awal dengan benar 7. Kekentalan minyak telalu rendah untuk jenis burner yang digunakan. 8. Kebocoran minyak pada saluran pipa minyak/ pemanas awal 9. Perawatan yang buruk (suhu gas cerobong terlalu tinggi atau naik).

7.

Pemakaian bahan bakar minyak yang berlebihan

6. LEMBAR KERJA Lembar Kerja 1: Perhitungan Udara Berlebih No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Parameter Karbon (C) Hidrogen (H) Oksigen (O 4 ) Nitrogen Sulfur H2 O Abu GCV Bahan Bakar Oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran Karbon (O 1 ) Oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran Hidrogen (O 2 ) Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran Sulfur (O 3 ) Oksigen Total yang Dibutuhkan (O) Jumlah Stokiometri Udara yang Dibutuhkan (S.A) Udara Berlebih (EA) Jumlah Udara Aktual yang Diperlukan Rumus Satuan % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat % Berat kKal/kg kg/100 kg Bahan Bakar kg/100 kg Bahan Bakar kg/100 kg Bahan Bakar kg/100 kg Bahan Bakar kg/100 kg Bahan Bakar % kg/100 kg Bahan Bakar Nilai

C x (32/12)

10

H x (32/4)

11

S x (32/32)

12 13 14 15

O1 + O 2 + O3 O4 O / 0.23

S.A x (1+ EA/100)

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 23

Peralatan Termal: Bahan Bakar dan Pembakaran

7. REFERENSI
Bureau of Energy Efficiency. Energy Efficiency in Thermal Utilities. Chapter 1. 2004 Department of Coal, Government of India. Coal and Cement Industry Efficient utilization. 1985 Department of Coal, Government of India. Coal and Furnace Operation Improved techniques. 1985 Department of Coal, Government of India. Coal and Industrial Furnaces Efficient utilization. 1985 Department of Coal, Government of India. Coal and Pulp and Paper industry Efficient utilization. 1985 Department of Coal, Government of India. Coal and Textile Industry Efficient utilization. 1985 Department of Coal, Government of India. Coal Combustion Improved techniques for efficiency. 1985 Department of Coal, Government of India. Fluidised Bed Coal Fired Boilers. 1985 Petroleum Conservation Research Association. www.pcra.org Shaha, A.K. Combustion Engineering and Fuel Technology. Oxford & IBH Publishing Company Thermax India Ltd. Technical Memento Copyright:
Copyright United Nations Environment Programme (year 2006) This publication may be reproduced in whole or in part and in any form for educational or non-profit purposes without special permission from the copyright holder, provided acknowledgement of the source is made. UNEP would appreciate receiving a copy of any publication that uses this publication as a source. No use of this publication may be made for resale or any other commercial purpose whatsoever without prior permission from the United Nations Environment Programme.

Hak Cipta:
Hak cipta United Nations Environment Programme (year 2006) Publikasi ini boleh digandakan secara keseluruhan atau sebagian dalam segala bentuk untuk pendidikan atau keperluan non-profit tanpa ijin khusus dari pemegang hak cipta, harus mencantumkan sumber yang membuat. UNEP akan menghargai pengiriman salinan dari setiap publikasi yang menggunaan publikasi ini sebagai sumber. Tidak diijinkan untuk menggunakan publikasi ini untuk dijual belikan atau untuk keperluan komersial lainnya tanpa ijin khusus dari United Nations Environment Programme.

Disclaimer:
This energy equipment module was prepared as part of the project "Greenhouse Gas Emission Reduction from Industry in Asia and the Pacific" (GERIAP) by the National Productivity Council, India. While reasonable efforts have been made to ensure that the contents of this publication are factually correct and properly referenced, UNEP does not accept responsibility for the accuracy or completeness of the contents, and shall not be liable for any loss or damage that may be occasioned directly or indirectly through the use of, or reliance on, the contents of this publication, including its translation into other languages than English. This is the translated version from the chapter in English, and does not constitute an official United Nations publication.

Disclaimer:
Modul peralatan energi ini dibuat sebagai bagian dari proyek Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Industri di Asia dan Pasifik/ Greenhouse Gas Emission Reduction from Industry in Asia and the Pacific (GERIAP) oleh Badan Produktivitas Nasional, India. Sementara upaya-upaya masih dilakukan untuk menjamin bahwa isi dari publikasi ini didasarkan fakta-fakta yang benar, UNEP tidak bertanggung-jawab terhadap ketepatan atau kelengkapan dari materi, dan tidak dapat dikenakan sangsi terhadap setiap kehilangan atau kerusakan baik langsung maupun tidak langsung terhadap penggunaan atau kepercayaan pada isi publikasi ini

Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefficiencyasia.org

UNEP 24

You might also like