You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Propilen memiliki rumus kimia CH3CH=CH2 adalah senyawa kimia yang pada suhu kamar dan tekanan atmosferis berupa gas tidak berwarna, larut dalam alcohol dan eter, serta sedikit larut dalam air. Propilen dimanfaatkan sebagai bahan baku industri polypropilen, acrylic acid, 2-Ethyl Hexanol, Propilene glicol, acrylonitrile dan cumene. Dalam beberapa tahun terakhir ini perkembangan industri hilir propilen didalam negeri mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Kondisi ini tercermin dari utilisasi produksinya yang cenderung meningkat. Hal ini tentunya mendorong permintaan propilen sebagai bahan baku hulunya mengalami peningkatan. Sebagai dampaknya, kapasitas pabrik yang ada tidak mampu lagi untuk memenuhi seluruh permintaan propilen dipasar dalam negeri. Akibatnya ketergantungan Indonesia terhadap propilen impor masih terus berlanjut hingga sekarang. Bahkan dalam lima tahun terakhir, impornya cenderung meningkat dengan laju yang cukup signifikan. Seiring dengan terus meningkatnya utilisasi industri hilirnya, Indochemical memprediksikan permintaan terhadap propilen di pasar domestik di masa lima tahun mendatang akan terus meningkat. Apalagi saat ini ada sejumlah industri hilir propilen yang berencana untuk melakukan ekspansi pabrik (CIC 478, 2011).

Tabel 1.1. Perbandingan Proyeksi Produksi dan Konsumsi Propilen di Indonesia, 2011-2015 Tahun Produksi (Ton) 2011 550.000 2012 550.000 2013 550.000 2014 753.000 2015 753.000 Sumber : CIC 478, 2011 1.2. Prospek Industri dan Penjualan Produksi propilen Indonesia dalam tahun 2006 hingga 2010 secara keseluruhan meningkat dengan laju sebesar 4,9% pertahun. Setelah meningkat dari 404.790 ton menjadi 476.575 ton pada tahun 2007, produksi propilen Indonesian dalam dua tahun berikutnya terus menurun dan menjadi hanya 408.920 ton dan tahun 2009. Pada tahun 2010 produksi kembali meningkat menjadi 475.887 ton. Tabel 1.2. Produksi Propilen di Indonesia, 2006-2010 Tahun Produksi (Ton) 2006 404.790 2007 476.575 2008 418.090 2009 408.920 2010 475.887 Rata - rata (%/tahun) Sumber : CIC 478, 2011 Kenaikan (%) 17.7 -12.3 -2.2 16.4 4.9 Konsumsi (Ton) 653.917 693.951 758.341 810.123 865.636 Peluang Pasar (Ton) 103.917 143.951 208.341 57.123 112.636

Perkembangan industri hilir Propilene di dalam negeri mengalami pertumbuhan yang cukup baik sehingga menyebabkan permintaan Propilene sebagai bahan baku hulunya meningkat seperti yang terlihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Konsumsi Propilen dipasar dalam Negeri, 2006 - 2010

Tahun

PolyPropilene

Industri Pemakai (Ton) Acrylic 2-Ethyl acid 42.543 38.605 32.579 34.595 43.349 Hexanol 43.260 41.911 46.921 47.605 48.656

Lainnya 12.366 17.572 18.001 25.089 24.040

TOTAL(ton) 490.706 642.969 595.058 672.438 611.445

2006 392.537 2007 544.881 2008 497.557 2009 565.149 2010 495.400 Sumber : CIC 478, 2011

Tabel 1.4. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Propilen di Indonesia, 2011-2015 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber : CIC 478, 2011 Produksi (ton) 404.790 476.575 418.090 408.920 475.887 Konsumsi (ton) 490.706 642.969 595.058 672.438 611.445

Gambar 1.1. Perbandingan Produksi dan Konsumsi Propilen di Indonesia Berdasarkan Gambar 1.1. Jumlah produksi dan konsumsi di Indonesia memiliki perbedaan yang jauh karena tidak diimbangi dengan jumlah pabrik yang memproduksi Propilene. Pembangunan pabrik Propilene dan dipasarkan didalam

negeri memiliki prospek yang sangat besar dan didukung dengan kebutuhan Propilene yang semakin meningkat setiap tahun. 1.3. Tujuan Desain Pabrik didirikan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan propylene dalam negeri yang setiap tahun meningkat namun tidak seimbang dengan jumlah produksi. Propilen dapat digunakan kembali sebagai bahan baku seperti pada pembuatan polypropylene dan propylene glikol 1.4. Lokasi Pabrik Secara geografis, penentuan lokasi pabrik sangat menentukan kemajuan serta kelangsungan dari suatu industri saat ini dan pada masa yang akan datang karena berpengaruh terhadap faktor produksi dan distribusi dari pabrik yang didirikan. Pemilihan lokasi pabrik harus tepat berdasarkan perhitungan biaya produksi dan distribusi yang minimal serta pertimbangan sosiologi dan budaya masyarakat di sekitar pabrik [Peters et. Al., 2004]. Pendirian pabrik propilen ini akan didirikan di Cilacap, Jawa Tengah. Penentuan lokasi pabrik didasarkan atas tersedianya bahan baku, utilitas, sarana transportasi, pajak, ketersedian listrik, dan keadaan lingkungan [Kirk-Othmer, vol. 19]. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi tersebut sebagai berikut: 1. Bahan Baku Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah yaitu 6.6% dari total wilayah Jawa Tengah dan juga salah satu kawasan industri. Bahan baku pabrik yang akan dibangun berupa naphta diperoleh dari Kilang Minyak Pertamina RU-IV Cilacap dengan total kapasitas 348.000 bpsd dimana naphta yang dihasilkan 16.67 mbsd. 2. Pemasaran Propilene yang dihasilkan dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk lain seperti polyPropilene, 2-ethyl hexanol,

acrylic acid. Di Indonesia telah terdapat 7 pabrik yang menggunakan Propilene sebagai bahan baku yang sebagian besar berada di Pulau Jawa seperti Pertamina UP III (Plaju), PT. Chandra Asri Petrochemical (Anyer), dan PT. Polytama Propyndo (Indramayu). Letak pabrik tersebut yang dekat akan semakin memudahkan pemasaran Propilene. 3. Utilitas Kebutuhan air baik untuk proses maupun untuk rumah tangga diperoleh dengan mengolah air sungai dan air laut yang berdekatan dengan lokasi pabrik yang akan didirikan, kebutuhan akan listrik didapat dari generator sendiri, sedangkan kebutuhan bahan bakar dan minyak pelumas dapat diperoleh dari Pertamina 4. Transportasi Daerah Cilacap memiliki sistem transportasi yang memadai karena infrastruktur jalannya meliputi jalan darat (kereta api dan mobil/motor), laut (kapal), dan udara (pesawat terbang) serta dilalui jalan negara lintas selatan Pulau Jawa, yakni jalur Bandung-Yogyakarta-Surabaya. Jalur kereta api juga melewati Cilacap yang tidak hanya melayani angkutan umum tapi juga melayani sistem pengangkutan barang seperti BBM 5. Tenaga Kerja Cilacap adalah satu dari tiga kawasan industri utama di Jawa Tengah (selain Semarang dan Surakarta) yang merupakan daerah industri dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, sehingga penyediaan tenaga kerja dapat diperoleh dari daerah disekitarnya, baik tenaga kasar maupun tenaga terdidik

Gambar 1.2. Peta Lokasi Pabrik Propilen 1.5. Kapasitas Produksi Bila pada tahun ini kekurangan kapasitas produksi Propilene ini diperkirakan mencapai 103.917 tonm maka pada tahun 2013 kekurangannya meningkat menjadi 208.341 ton. Pada tahun 2014 kekurangan kapasitas produksi ini menurun menjadi 57.123 ton. Namun pada tahun 2015 kekurangan kapasitas produksi Propilene ini kembali meningkat menjadi 112.635 ton. Adanya kekurangan kapasitas produksi ini mengindikasikan bahwa peluang inverstasi baru masih memungkinkan. (Sumber: CIC 478, 2011)

Tabel 1.5. Perbandingan Proyeksi Produksi dan Konsumsi Propilen di Indonesia, 2011-2015 Tahun Kapasitas pabrik Proyeksi konsumsi (ton) 653.917 693.951 758.341 810.123 865.636 Peluang pasar (ton) (103.917) (143.951) (208.341) (57.123) (112.636) yang ada (ton) 2011 550.000 2012 550.000 2013 550.000 2014 753.000 2015 753.000 Catatan = + : Peluang eskpor ( ) : Peluang investasi (Sumber: CIC 478, 2011) Berdasarkan hasil proyeksi konsumsi hingga tahun 2015 dan dibandingkan dengan kapasitas pabrik yang ada pada Tabel 4, diperoleh peluang pasar 112.636 ton sehingga kapasitas pabrik Propilene yang akan dibagun adalah 100.000 ton yang diharapkan akan memenuhi 88% total kebutuhan Propilene di Indonesia.

1.6.

Bahan Baku Bahan Baku pembuatan propilen adalah naphtha. Naphtha dihasilkan dari

pengilangan minyak bumi. Proses FCC menggunakan katalis ZSM-5. 1.7. Gross Profit Margin Salah satu factor pertimbangan dalam kelayakan pendirian suatu pabrik adalah Gross Profit Margin. Gross Profit Margin (GPM) merupakan perkiraan secara global mengenai keuntungan yang diperoleh dari penjualan produk utama dan produk samping dikurangi dengan biaya bahan baku, tanpa melihat biaya peralatan dan biaya operasi. Untuk menghitung GPM diperlukan harga nafta, propilen dan etilen.

Reaksi perengkahan berkatalis nafta menjadi propilen (Mandal, et al, 2011) digambarkan pada diagram dibawah ini : Nafta CH3-CH=CH2 + CH2=CH2 + dry gas + butane + C5+ (1) a. Harga nafta b. Harga propilen c. Harga etilen d. Harga butane mol BM Kg Kg/kg propilen US$/kg 1 1 121* 121 3.367003367 1.1 (2) (3) (4) (5) (6) = 1100 USD/MT (www.icispricing.com) = 1450 USD/MT (www.icispricing.com) = 1444 USD/MT (www.icispricing.com) = 874 USD/MT (www.icispricing.com) 2 1 41 41 1 1.45 3 1 28 28 1.1 1.444 4 1 39* 39 0.6 0 5 1 58 58 2 0.874 6 1 100* 100 2 0

GPM = harga jual produk harga pembelian bahan baku = = (1 x 1.45) + (1.1 x 1.444) + (0.6 x 0) + (2 x 0.874) + (2 x 0) (3.367 x 1.1) = U$D 0.73 /kg propilen = Rp 6.600 / kg propilen Dari perhitungan diperoleh GPM = 6.600/KgC2H5OH, pabrik propilen ini layak didirikan.

BAB II PROFIL PABRIK Pabrik Propilene akan didirikan di daerah Cilacap dengan kapasitas 100.000 yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen sebanyak 88% dari total kebutuhan. Bahan baku diperoleh dari Kilang Minyak Pertamina RU-IV Cilacap yang dapat dikonversi menjadi propilen, etilen, n-butane, dan n-butene. Berikut adalah spesifikasi dari bahan baku maupun produk yang dihasilkan. 2.1. Bahan Baku 1. Naptha A. Sifat Fisika Value liquid 130-155 0,85 0,87 0,019 0,023 0,039 0,051 3,0 x 105 3,4 x 105

Property Fasa pada 15oC dan 1 atm Titik Didih pada 1 atm (oC) Specific Gravity pada 20 oC Liquid Surface tension pada 20 oC (N/m) Liquid Water Interfacial Tension pada 20 oC (N/m) Panas laten penguapan (J/kg) 2.3.2. Produk 1. Propilen A. Sifat Fisika Property Berat Molekul Titik Leleh (oC) Titik Didih pada 749 mmHg (oC) Suhu Kritis (oC) Tekanan Kritis Volume Kritis (cm/mol) Density Cair (gr/cc) pada -50 oC Entalpi Pembentukan Standar (KJ/mol)

Value 42,08 -185 -48 91,76 45,6 181,0 0,612 20,643

Kelarutan (ml gas/100ml solven) pada 20 oC, 1 atm B. Sifat Kimia Sifat kimia yang khas dari propilen adalah adanya satu ikatan rangkap dan atom hidrogen pada rumus propilen. Atom karbon nompor 1 dan 2 mempunyai bentuk tringuler planar seperti yang terdapat ethylene. Atom ini tidak bebas berotasi karena ikatan rangkap tadi. Atom karbon no 3 adalah tetrahedral, seperti pada methane. Atom-atom hidrogen yang terikat pada aom ini adalah alisiklik. Beberapa reaksi Propilen diantaranya adalah : Alkilasi Reaksi alkilasi terhadap benzene dengan propilen dengan katalis AlCl3 akan menghasilkan suatu alkilbenzene. Chlorinasi Alkil Chlorida dapat dibuat dengan cara klorinasi non katalitik terhadap propilen fase gas pada suhu 15 oC dalam reaktor adiabatis. Prinsip reaksi ini terdiri dari subtitusi atom klorinasi terhadap atom hidrogen pada propilen. Oksidasi Propilen dapat dioksidasi menjadi akrolein dengan adanya katalis CuO. Umpan masuk reaktor dengan komposisi 20 % volume propilen, 20 % volume udara, 60% volume steam dengan waktu kontak 1 detik. Pengambilan produk dengan quench scrubbing effluent reaktor menggunakan campuran air dan propilen. 2. Etilen A. Sifat Fisika Property Berat Molekul Titik Didih (oC) Value 28 103,53

Titik Beku (oC) Densitas pada 25 oC (kg/cm3) Tekanan Kritis (Bar) Viskositas pada 25 oC (cp) Density Cair (gr/cc) pada -50 oC Fase

-168,99 7,63 50,32 0,19 0,612 gas

B.

Sifat Kimia Polimerisasi Etilen dapat bergabung dengan etilen yang lain untuk membentuk molekul yang lebih besar (polimer) dengan cara memutus ikatan rangkap dua dan kemudian membentuk molekul yang lebih besar.

Hidrogenasi Etilen dapat berubah menjadi etana melalui proses hidrogenasi langsung pada katalis Ni dengan kondisi suhu 300 oC.

Oksidasi Zat pengoksidasi kuat dapat mengoksidasi sempurna etilen menjadi karbondiokasida dan air. Etilen dalam larutan basa atau berair bereaksi dengan oksidator lemah menjadi glikol. Reaksi ini dikenal dengan tes bayer yang digunakan untuk membuktikan adanya ikatan rangkap dengan menggunakan KMnO4.

Adisi Penambahan brom pada senyawa berikatan rangkap menghasilkan dibromida sehingga senyawa baru menjadi jenuh. Reaksi ini juga digunakan untuk mengidentifikasikan adanya ikatan rangkap yang ditunjukkan dengan hilangnya warna coklat dari larutan brom.

3.

n-butana

A.

Sifat Fisika Value 58 cair Tidak berwarna -0,5 -135 2,5985 36 153 -29,812 86,63

Property Berat Molekul (kg/mol) Fasa Warna Titik Didih (oC) Titik Lebur (oC) Densitas (gr/cm3) Tekanan Kritis (atm) Temperatur Kritis (oC) Panas Pembentukan (kkal/mol) Panas Penguapan (kkal/mol) B. Sifat Kimia

Butana memiliki nomor cis dan trans bentuk trans relatif lebih stabil dibanding bentuk cis dan prosentase isomer trans lebih kecil pada suhu rendah. Jadi distribusi isomer tergantung pada suhu. Butana merupakan alkana yang mempunyai keasaman reaksi dengan anggota yang lain. Alkana dapat dihalogenasi, dinitrasi, oksidasi dan thermal cracking. Butana dapat berisomer menjadi isobutana. Pada suhu rendah isomer terbentuk adalah isobutana. Isomer ini menggunakan katalis aluminium klorida. Halogenasi Klorida dan bromida mengkonversi butana menjadi klorida butana (alkil klorida) atau bromo butana (alkil klorida). Reaksi berjalan pada suhu 250-400 oC atau dengan bantuan sinar. Halogenasi butana menghasilkan dua isomer yaitu : a. b. Bromo butana dan 2-bromo butana atau i-kloro butana Kloro butana prosentase isomer yang dihasilkan tergantung pada halogen yang digunakan. Cracking

Dengan prose cracking butana diubah menjadi diena seperti ; 2butana dan 1,3-butadiena Thiopene Dibuat secara sintesis pada skala industri dengan reaksi antara butana dengan sulfur pada temperatur 560 oC. Nitrasi Butana akan menghasilkan nitrobutana dengan perbandingan reaktan butana berbanding asam nitrat = 15 : 1 Dehidrogenasi Reaksi ini akan mengubah ikatan butana yaitu ikatan tidak rangkap menjadi ikatan rangkap dua.

4.

n-butena A. Sifat Fisika Value 56,108 gas -185,4 -6,3 -135 595 37,2 146,6 -0,13 0,1354 89,509 Property Berat Molekul (kg/mol) Fasa pada 25 oC Titik Beku (oC) Titik Didih (oC) Titik Lebur (oC) Densitas (kg/m3) Tekanan Kritis (atm) Temperatur Kritis (oC) Panas Pembentukan (kJ/mol) Viskositas (cp) Panas Jenis J/mol.K

B.

Sifat Kimia Sifat khas dari alkena adalah terdapatnya ikatan rangkap dua antara dua buah atom karbon. Ikatan rangkap dua ini merupakan gugus fungsional dari alkena sehingga menentukan adanya reaksireaksi yang khusus bagi alkena, yaitu : adisi, polimerisasi, dan pembakaran

BAB III Deskripsi Proses 3.1. Deskripsi Proses Propilen yang akan diproduksi pada skala industri menggunakan konversi katalitik dari naphta. Proses yang digunakan adalah adopsi dari KBR dengan menggunakan zeolite . Proses pembuatan amonia dari gas sintesis secara umum dibagi kedalam 3 tahapan utama, yaitu tahap pemurnian naphta, cracking naphta, dan pemurnian propilen. 3.2. Teknologi Proses Propilene dapat diproduksi melalui berbagai cara diantaranya adalah Crude/Residual Oil Cracking, Ethanol Dehydration, Syngas-Based Processes, dan Dehydrogenation of Parafin [CIC 478, 2011]. Di Indonesia produksi Propilene diolah dari naphta dengan proses cracking menjadi Propilene, ethylene, dan pyrolysisi gasoline [CIC 478, 2011]. Proses yang digunakan pada pra rancangan pabrik Propilene adalah Fluidized Catalytic Cracking (FCC). FCC merupakan proses yang paling penting di industri petroleum karena dapat mengkonversi bahan yang memiliki titik didih maupun berat molekul yang tinggi seperti fraksi hidrokarbon menjadi molekul kecil. Fluidized Catalytic Cracking (FCC) memproduksi gasoline dengan harga oktan tinggi, C3/C4 olefin, dan isobutene menggunakan katalis menjadi dua atau molekul yang lebih kecil. Unit FCC terdiri dari reaktor, stripper, dan generator dengan kondisi operasi pada reaktor 550oC [Antonoci, Valentine et al. 2010]. 3.3. Uraian Proses

Fluid Catalytic Cracking (FCC) merupakan proses utama dalam produksi propilen. Permasalah deaktivasi katalis dan deaktivasi regenerasi katalis merupakan masalah umum yang terjadi pada proses ini. Hal ini dapat diatasi dengan pretreatment pada bahan baku, yaitu dengan memastikan bahwa bahan baku (hidrokarbon C1-C12) yang digunakan mengandung lebih dari 20% berat olefin. Pada proses FCC, katalis merupakan bagian yang sangat menentukan dalam penentuan yield reaksi. Untuk konversi hidrokarbon (naphtha) menjadi propilen dibutuhkan katalis dengan criteria (Tsunoda et, al) : a. Katalis Zeolit dengan rentang pore size dari 5 6,5 . b. Zeolit tidak mengandung proton. c. Zeolit mengandung paling sedikit gugus logam dari golongan IB pada tabel periodic. d. Zeolit mempunyai molar ratio SiO2/Al2O3 dengan rentang 200 5.000. Secara keseluruhan, terdapat beberapa tahap proses untuk produksi kontinu propilen yaitu reaksi perengkahan katalitik, pemisahan dan recycle. Diagram proses dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses produksi Propilen dari nafta (Tsunoda et, al).

Bahan baku yang harus digunakan adalah hidrokarbon (nafta) dengan konsentrasi olefin lebih dari 20% berat hidrokarbon. Hal ini akan berdampak pada umur katalis yang lebih panjang dan menurunkan resiko terbentuknya coke pada permukaan inti aktif katalis (Tsunoda et, al). Hirokarbon akan di alirkan ke dalam reaktor fixed bed berkatalis Zeolit dengan Kriteria diatas. Umpan akan dikontakan dengan katalis selama rentang waktu1 5 detik. Reaksi akan terjadi dengan rentang temperature 500 650 oC dengan tekanan rendah sebesar 0,2 8 atm. Umpan masuk akan dicampurkan dengan gas pengencer seperti hidrogen, metana, steam atau gas inert nitrogen karena umpan dengan tekanan parsial hidrokarbon yang rendah lebih diutamakan dengan rentang 0,2 8 atm(Tsunoda et, al). Reaksi perengkahan olefin yang terjadi bersifat eksotermik dan endotermik bergantung pada kondisi reaksi. Dengan kondisi diatas, dimana dianggap tidak terjadi reaksi perengkahan parafin maka panas yang ditimbulkan dapat menyamai panas yang dibutuhkan untuk reaksi sehingga tidak dibutuhkan suplai panas yang terlalu besar. Oleh karena itu, reaktor adiabatic, fixed-bed single stage dapat digunakan(Tsunoda et, al). Setelah proses perengkahan berlansung, keluaran reaktor akan mengandung hidrogen, etilen, propilen dan hidrokarbon C4-C12. Campuran ini akan masuk ke unit pemisahan dan keluar dengan fraksi A dan B. Fraksi A mengandung hidrogen, etilen, dan propilen sedangkan fraksi B mengandung hidrokarbon C 4-12. Pemisahan fraksi A dapat dilakukan dengan metode konvensianal seperti distilasi dan ekstraksi(Tsunoda et, al). Fraksi B akan akan masuk ke dalam separator seperti flash drum atau distilator untuk pemisahan hidrokarbon C4 dengan C5+. Sebagian dari hidrokarbon C4 akan di recycle sebagai umpan. Untuk keluaran hidrokarbon C5+ , separator kembali digunakan untuk memisahkan C5-C8 dan C9+ . Hidrokarbon C5-C8 akan direcycle

sehingga dapat meninggkatkan kandungan olefin dalam umpan. Hal ini akan meningkatkan umur katalis(Tsunoda et, al). Dalam proses produksi propilen dengan umpan nafta, dilakukan dua proses utama yaitu proses perengkahan katalitik dan proses pemisahan. Proses pemisahan ini dapat dilakukan dengan distolator, flash drum, kondensor dan alat pemisah lain yang cocok dengan kondisi unit lainnya(Tsunoda et, al).

Gambar 3.2 Contoh sistem pemisahan dari Metso Coorporation dari unit FCC

You might also like