You are on page 1of 17

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN RASA NYAMAN

Oleh: Ni Putu Pande Satya Systa Dewi 1102105058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2012
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI URINE Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz, 2008 : 62). B. ANATOMI SISTEM PERKEMIHAN Sistem urin tersusun atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan urethra. Berfungsi membantu terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisa-sisa metabolisme. Ginjal selain berfungsi sebagai alat ekskresi juga berperan menghasilkan hormon seperti: reninangiotensin, erythropoetin, dan mengubah provitamin D menjadi bentuk aktif (vit.D) (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Bb4-Ginjal.pdf). 1. GINJAL Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homoestasis produksi

tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal mensekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1) Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. (A.Aziz, 2008 : 62). Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal kemudian membentuk urine.

Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml filtrat/menit. Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam pengaturan cairan dan eletrolit. Ginjal juga sebagai penghasil hormon penting untuk memproduksi eritrisit, pengatur tekanan darah dan mineralisasi mineral. Ginjal memproduksi eritropoietin, sebuah hormon yang terutama dilepaskan dari sel glomerolus sebagai penanda adanya hipoksia ( penurunan oksigen) eritrosit. Setelah dilepaskan dari ginjal, fungsi eritropoesis ( produksi dan pematangan eritrosit ) dengan merubah sel induk tertentu menjadi eritoblast. Klien yang mengalami perubahan kronis tidak dapat memproduksi hormon ini sehingga klien tersebut rentan terserang anemia. Renin adalah hormon lain yang diproduksi oleh ginjal berfungsi untuk mengatur aliran darah pada saat terjadi iskemik ginjal ( penurunan suplai darah ). Fungsi renin adalah sebagai enzim untuk mengubah angiotensinogen ( substansi yang disentesa oleh hati ) menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensi I bersikulasi dalam pulmonal ( paruparu ), angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan angeotensin III. Angeotensin II menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal. Aldesteron menyebabkan retensi air sehingga meningkatkan volume darah. Angiotensin III mengeluarkan efek yang sama namun dengan derajat yang lebih ringan. Efek gabungan dari keduanya adalah terjadinya peningkatan tekanan darah arteri dan aliran darah ginjal (fundamental of nursing hal 1679 1681, 2001). 2. URETER Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul ( pelvis ) pada sambungan uretrovesikalis. Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan membran mukosa yang

berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang menyokong ureter. Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine dari kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih ( mikturisi ) dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis ( sambungan ureter dengan kandung kemih ). (fundamental of nursing hal 1679 1681, 2001) 3. KANDUNG KEMIH Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine normal 300 ml. Trigonum ( suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan bagian dalam vesica urinaria ) merupakan dasar dari kandung kemih. Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di bawah kontrol volunter ( parasimpatis : disadari ) (fundamental of nursing hal 1679 1681, 2001). 4. URETRA Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra memungkinkan aliran volunter urine. Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah perineum. Uretra pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm. (fundamental of nursing hal 1679 1681, 2001). C. PROSES PEMBENTUKAN URINE

Ginjal berperan dalam proses pembentukan urin yang terjadi melalui serangkaian proses, yaitu: penyaringan, penyerapan kembali dan augmentasi. 1. Penyaringan (filtrasi)

Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomelurus juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer, mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya. 2. Penyerapan kembali (reabsorbsi) Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal. Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea. 3. Augmentasi Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.Dari tubulus-tububulus ginjal, urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih melalui saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil. Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

D. PROSES BERKEMIH Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi 250 - 450 cc (pada dewasa) dan 200 - 250 cc (pada anak-anak). (A.Aziz, 2008 : 63) Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melali medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korterks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/ragsangan melalui medulla spinalis neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. (A.Aziz, 2008 : 63) Urine dilepaskan dari vesika urinaria tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan (berkemih). (A.Aziz, 2008 : 64) Ciri-ciri urine yang normal

Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau banyak makan makanan yang mengandung protein, sehingga tersedia cukup cairan yang melarutkan ureanya. Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir tipis tampak terapung di dalamnya, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan PH rata-rata 6, berat jenis berkisar dari 1,010 sampai 1,025 (Pearce, 2009 : 305) Komposisi urine normal: a. Air (96%) Larutan (4%) Larutan organik : urea, ammonia, kreatin, dan asam urat.

b. Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam yang paling banyak. (A.Aziz, 2008 : 306)

E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI URINE a. Intake cairan Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak. b. Aktivitas Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra d. Infeksi e. Kehamilan f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat g. Trauma sumsum tulang belakang h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra. i. Umur j. Penggunaan obat-obatan F. PENYAKIT YANG MENIMBULKAN MASALAH ELIMINASI URINE 1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri. 2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.

3. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam. 4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih. 5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih. 6. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan. 7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

G. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Pielogram Intravena Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena. 2. Computerized Axial Tomography Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa potongan lintang transfersal yang tipis. 3. Ultra Sonografi Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan. 4. Prosedur Invasif a. Sistoscopy

Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien. Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah

teleskop untuk melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus. b. Biopsi Ginjal Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan (terbuka). c. Angiography (arteriogram)

Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista)

5. Sitoure Terogram Pengosongan (volding cystoureterogram) Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya kelainan uretra (misal, stenosis) dan untuk menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta. 6. Arteriogram Ginjal Memasukan kateter melalui arteri femonilis dan aorta abdominis sampai melalui arteria renalis. Zat kontras disuntikan pada tempat ini, dan akan mengalir dalam arteri renalis dan kedalam cabang-cabangnya. Indikasi : a. Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hiperrtensi b. Mendapatkan gambaran pembuluh darah suatuneoplasma c. Mendapatkan gambaran dan suplai dan pengaliran darah ke daerah korteks, untuk pengetahuan pielonefritis kronik.

d. Menetapkan struktur suplai darah ginjal dari donor sebelum melakukan tranplantasi ginjal. 7. Pemeriksaan Urine Hal yang dikaji adalah warna,kejernihan, dan bau urine. Untuk melihat kejanggalan dilakukan pemeriksaan protein, glukosa, dll. 8. Tes Darah Hal yang di kaji BUN,bersih kreatinin, nitrogen non protein, sistoskopi, intravenus, pyelogram. (fundamental of nursing hal 1700 - 1704,2001)

H. PATHWAY TERLAMPIR

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien 2. Kebiasaan berkemih Pola berkemih Frekuensi berkemih Volume urine No Usia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 hari 3 10 hari 10 2 bulan 2 bln 1 tahun 1 3 tahun 3 5 tahun 5 8 tahun 8 13 tahun 14 dewasa Jumlah/Hari 15- 60 ml 100 300 ml 250 400 ml 400 500 ml 500 600 ml 600 700 ml 700 1000 ml 800 1400 ml > 1500 ml 1500 ml

10 Dewasa tua

3. Factor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih Diet dan asupan Respon keinginan awal untuk berkemih Gaya hidup Stress psikologis

Tingkat aktivitas

4. Keadaan Urine Warna Bau PH Kejernihan Jumlah Protein Darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL Inkontinensia urine refleks berhubungan dengan gangguan neurologis yang ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih. Retensi urine berhubungan dengan penurunan absorpsi cairan ditandai dengan distensin kandung kemih Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan gangguan sensorik

C. Rencana Asuhan Keperawatan

( terlampir )

D. Evaluasi

( terlampir )

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi 1.Inkontinensia Setelah diberikan asuhan Urinaria urine dengan gangguan ditandai dengan adanya dorongan untuk berkemih tidak refleks keperawatan selama...x24 jam catheterization: diharapkan inkontinensia urine -Jelaskan pada klien dapat berkurang dan dengan criteria hasil : Nokturia klien berkurang(skala 4) Frekuensi Karakteristik urine normal(skala 5) Pengosongan kandung kemih normal(skala 5) urine berhubungan

Rasional

Evaluasi S:klien mengatakan klien sudah bisa dan mengontrol dari eleminasi perawat O: frekuensi lebih

prosedur -Agar dari mengetahui kegunaan

rasional

pemasangan kateter pada output (jumlah,warna frekuensi)

neurologi yang Urinaria elemination

-Monitor intake dan tujuan -Agar

cairan pemasangan kateter urinenya mengetahui intake berkemih dan output cairan mulai dan cairan karakterikstik berkurang A: diagnosa inkontinensia refleks P:lanjutkan intervensi

normal(skala 5)

2. urine

Retensi Setelah

diberikan

asuhan

S:klien mengatakan perut bawah Urinary retention care: Anjurkan pasien atau Agar intake keluarga untuk melaporkan mengetahui terasa penuh lagi bisa O:intake output dan sudah dan cairan bagian sudah tidak

keperawatan selama...x24 jam diharapkan retensi urine pada klien dapat berkurang dengan criteria hasil : Retensi urine dapat

berhubungan dengan penurunan ditandai dengan distensi kandung kemih

absorpsi cairan Urinary elemination: teratasi dengan skala 4 Pasien dapat

mengosongkan kandung kemih dengan skala 5 Bau dan jumlah urine dalam batas normal dengan skala 5

output urine elemination management: Monitoring output meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna. Monitor tanda dan pasti retensi klien. gejala dari urine urine

output urine. Agar adanya ketidaknor malan saat berkemih Agar mengetahui tanda dan gejala pasti dari retensi urine

seimbang A:diagnosa retensi urine bisa P:lanjutkan inntervensi

sepenuhnya Urinary

mengetahui

3.

Gangguan Setelah

diberikan

asuhan Urinary

elemination Agar adanya ketidaknor berkemih

S: bisa sudah

klien bisa

eleminasi urin keperawatan selama...x24 jam management: berhubungan dengan gangguan sensorik diharapkan gangguan eleminasi klien dapat teratasi dengan KH: Urinary continence: Mempertahankan Mengenal untuk skala 5 pola Monitoring output meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna. Monitor tanda dan pasti retensi gejala dari urine Agar mengetahui tanda urine

mengatakan mnegontrol pola eleminasi urinenya output A: cairan diagnosa

mengetahui

berkemih pada skala 5 keinginan pada berkemih

malan saat O: intake dan seimbang gangguan eleminasi urine lanjutkan dan P:

klien. Catat terakhir berkemih waktu

gejala pasti intervensi dari retensi urine Agar mengetahi interval berkemih selanjutnya

Urinary cateterization: Jelaskan prosedur rasional kateter Monitor intake dan warna frekuensi) output cairan(jumlah, dan dari Agar klien mengetahui kegunaan dan dari pemasangan kateter Agar perawat mengetahui intake output cairan ik cairan dan karakterikst dan tujuan

pemasangan

Pathway Penuaan Sel Prostat Degenerative

Sel mati berkurang

Ketidakseimbangan hormone testosterone dan esterogen

Merangsang hipotalasia jaringan prostat

Pembesaran bagian periuretra

BPH Penyempitan lumen posterior Kerusakan otot sfingter eksterna

Obstruksi VU dan uretra

Inkontinensia Urine Inkontinensia Urinarius Fungsional Inkontinensia Urine Aliran Berlebih Inkontinensia Urine Refleks Inkontinensia Urine Stress Inkontinensia Urine Dorongan

Retensi Urine

Peningkatan tekanan pada daerah obstruksi

DisuriaUrine

Gangguan Eliminasi Urine

You might also like