You are on page 1of 5

IMAN DAN AMAL SALEH

Kiai Haji Ahmad Dahlan, di hadapan para santrinya, pendiri Muhammadiyah pada tahun 1912 ini tidak pernah jemu mengajarkan sebuah surat pendek dalam AlQuran yakni surat Al-Maun (107). Berulang kali dibahas beliau sampai-sampai muridnya hampir bosan, sehingga para santri itu bertanya, Wahai kiai mengapa kita terus membahas surat al-Maun? demikian kurang lebih tanya para santrinya. Lalu KH. Ahmad Dahlan menjawab, Sudahkah kalian mengamalkannya?. Demikianlah kisah Sang Kiai yang baru beralih dari membahas surat Al-Maun, setelah santri-santrinya mengamalkan surat tersebut. Oleh karenanya tidak sedikit lembaga pendidikan dan sosial kesehatan termasuk panti asuhan yang berdiri di bawah naungan Muhammadiyah di Yogyakarta sekarang ini, tempat organisasi ini berdiri sebagai ejawantah dari iman. Teladan KH. Ahmad Dahlan tersebut mengingatkan kita bahwa keimanan harus diikuti dengan amal saleh. Hal ini ditegaskan pula oleh Rasulullah SAW. Sebuah hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam As-Sunnah yang bersumber dari Imam Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda: Iman dan Amal merupakan dua saudara yang bersekutu (berhubungan) dalam satu ikatan. Allah Swt tidak menerima salah satunya kecuali bersama temannya. Hadis ini oleh Jalaluddin AsSuyuti dinilai hasan. Demikian dijelaskannya dalam Jamius Shaghir. Secara lebih tegas lagi, di riwayat yang berbeda Rasulullah SAW bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani. Hadis tersebut berbunyi, Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman. Dari hadis di atas tampak jelaslah bahwa keimanan kita harus diikuti dengan amal saleh. Keimanan tanpa amal secara jelas suatu kesia-siaan belaka, demikian sebaliknya. Dengan ungkapan lain, keimanan merupakan keniscayaan bagi amal saleh dan begitu juga sebaliknya, amal saleh merupakan keniscayaan bagi iman itu sendiri. Kemudian bagaimanakah kita mesti beramal? Rasulullah SAW menegaskan sebagai berikut, Lakukan apa yang mampu kamu amalkan. Sesungguhnya Allah tidak jemu

sehingga kamu sendiri jemu. Demikian redaksi sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Lebih jauh, dalam riwayat yang lain yang bersumber dari Abu Hurairah dan diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim, Rasulullah SAW berpesan, Cepat-cepatlah beramal (sebelum datangnya) enam perkara, yakni matahari terbit dari Barat, Kabut (pertanda kiamat), pelata bumi, dajjal, urusan khusus seseorang kamu (kematiannya) dan urusan umum (hari kiamat). Hadis tersebut dinilai shahih oleh Jalaluddin As-Suyuti dalam Jamius Shaghir-nya. Keterangan Nabi Muhammad SAW ini setidaknya seirama dengan penjelasan Allah SWT dalam Al-Quran yaitu surah Al-Baqarah (2) ayat ke- 254, yang berbicara terkait beramal saleh dengan harta (kedermawanan). Perintah berdermawan (amal saleh) disampaikan dalam bentuk kalimat perintah ( insya) yang tegas, bahkan diikuti dengan penekanan untuk bersegera melakukannya sebelum kesempatan itu hilang. Demikian bunyi ayat tersebut, Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. Lebih dari itu, kata amal sendiri dalam Al-Quran terdapat sebanyak 620. Pengertian kata amal secara umum adalah sebuah perbuatan untuk mencapai sesuatu. Namun perbuatan atau amal terdiri dari amal baik (amal saleh) dan amal buruk. Amal saleh (baik) yakni yang sesuai dengan perintah agama, adapun amal buruk adalah perbuatan yang dilarang oleh agama. Perbuatan atau amal yang sesuai dengan perintah ajaran agama disebut atau dikenal juga dengan istilah ibadah. Dan ibadah terdiri dari ibadah mahdhah dan ghair mahdhah. Ibadah mahdah yaitu suatu bentuk amaliyah ubudiyah yang segala tata cara, perincian dan kadarnya telah ditentukan oleh Syari (pembuat syariat), yakni Allah SWT dan Rasul-Nya. Contohnya adalah seperti shalat, zakat, puasa dan menunaikan ibadah haji. Dalam mengamalkan ibadah mahdah ini agar diterima, maka harus sesuai dengan ketentuan syariat agama. Sedangkan ibadah ghairul mahdah merupakan ibadah dalam bentuk kebajikankebajikan dalam kehidupan antar sesama manusia (ibadah sosial). Contoh ibadah ini adalah menolong manusia yang memerlukan pertolongan, memberi makan orang yang

kelaparan dan sebagainya. Syariat memberikan keragaman cara dalam mengamalkan ibadah ghairul mahdah ini, sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri. Lebih lanjut, ibadah mahdah tersebut mempunyai keterkaitan dengan ibadah ghairul mahdah. Antara keduanya tidak terpisah antara satu dengan yang lainnya. Hal ini ditegaskan oleh mantan Menteri Agama RI, Prof. M. Quraish Shihab ketika menafsirkan surat Al-Maun (107), lebih-lebih ayat ke-4 surat Al-Maun (107). Tegas Prof. Quraish, yang perlu digaris bawahi, kita mengenal dalam ajaran agama ada namanya ibadah mahdah, salah satu contohnya adalah ibadah shalat. Lanjut beliau lagi, Ibadah itu harus membuahkan amal-amal sosial yang bermanfaat. Ketika menafsirkan ayat ke-4 surat Al-Maun yang redaksinya, Maka

kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat , mufasir kenamaan Indonesia tersebut dalam tafsirnya Al-Misbah berpendapat bahwa hal ini menunjukkan sesuatu yang sangat menghawatirkan. Lanjut beliau, ada orang yang beranggapan kalau dia dikatakan kapir atau mendustakan agama jika ia tidak bersyahadat. Padahal kelanjutan ayat ini mengatakan kita tidak mau membantu saja, kita sudah dinilai atau dikatakan mendustakan agama. Pak Quraish menekankan lagi bahwa jangan menduga kita sudah shalat, maka ibadah shalat kita sudah selesai. Shalat itu harus mempunyai buah, buahnya shalat adalah perhormatan pada Allah dan membantu orang lain. Itulah substansi shalat. Kalau shalatnya khusyu namun tidak mau membantu orang, tidak dinilai menghayati substansi (inti) shalat itu. Shalat substansinya ikhlas. Keikhlasan mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan demi hanya karena Allah, satu diantaranya adalah mengajak untuk memberi pada yang tidak mampu. Dengan ungkapan lain, shalat yang ditegakkan adalah shalat yang membawa sifat-sifat shalat di luar shalat. Kesalahan yang sangat nyata jika orang yang shalat, hanya menyendiri diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan tidak bersosialisasi apalagi malah menafikan eksistensi manusia lainnya. Ini berarti, semakin baik shalat (ibadah mahdah) kita seyogyanya semakin baik pula ibadah sosialnya, semakin peduli terhadap persoalan-persoalan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak menimbulkan kerugian, kejelekan dan kerusakan bagi yang lainnya. Demikianlah contoh keterkaitan antara mengamalkan ibadah mahdah dengan ibadah ghair mahdah.

Paparan di atas nyata menunjukkan perlunya amal saleh dalam keimanan. Malahan karena pentingnya amal saleh ini sebagai implementasi keimanan, maka dalam satu riwayat Rasulullah SAW menerangkan bahwa sebaik-baik manusia merupakan yang baik amalnya. Berikut redaksi hadis yang diriwayatkan oleh AthThabrani dan Abu Na'im, Seorang sahabat bertanya, Ya Rasulullah, yang bagaimanakah orang yang baik itu? Nabi Saw menjawab, Yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya. Dia bertanya lagi, Dan yang bagaimana orang yang paling buruk (jahat)? Nabi Saw menjawab, Adalah orang yang panjang usianya dan jelek amal perbuatannya." Sebagai penutup, diutarakan sebuah hadis terkait amal yang utama, sebagai upaya kita untuk beramal saleh yang merupakan implementasi keimanan kita dan juga sebaliknya. Hadis riwayat Muslim dari Abu Dzar RA, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama? Rasulullah saw. bersabda: Iman kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya. Aku bertanya: Budak manakah yang paling utama? Rasulullah bersabda: Yang paling baik menurut pemiliknya dan paling tinggi harganya. Aku tanya lagi: Bagaimana jika aku tidak bekerja? Rasulullah bersabda: Engkau dapat membantu orang yang bekerja atau bekerja untuk orang yang tidak memiliki pekerjaan. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku tidak mampu melakukan sebagian amal. Rasulullah SAW bersabda: Engkau dapat mengekang kejahatanmu terhadap orang lain. Karena, hal itu merupakan sedekah darimu kepada dirimu. Dari hadis tersebut tergambar cara paling minimal dalam beramal saleh sebagai realisasi dari keimanan kita, yakni meninggalkan kejahatan. Karena dengan menghindari kejelekan, maka minimal manusia tersebut tidak memberikan kerugian bagi manusia lainnya, bahkan bagi makhluk lainnya seperti kepada alam semesta yang rusak karena ulah manusia. Dengan ungkapan lain, ia tidak merugikan seorang dan sesuatu pun. Oleh karena itu marilah beramal saleh! Setidaknya dengan menghindari berbuat kejahatan. Ingatlah bahwa antara iman dan amal saleh harus bersama, mereka tidak bisa berdiri sendiri, terpisah antara satu dengan lainnya. Semoga bermanfaat! Wallahu Al-Alim!

= ditulis oleh Muhammad Arif Fadhillah Lubis, S.H.I., MSI. (GELAR HURUF BESAR SEMUA), Dosen MKU Agama Islam di Politeknik Negeri Medan. Nama NIP NIK Alamat : Muhammad Arif Fadhillah Lubis, S.H.I., MSI : 198105072009121005 : 1205120507810005 : Jalan Babussalam RT 002 RW 002 Desa Padang Tualang, Kec. Padang Tualang, Kab. Langkat, Sumatera Utara Alamat di Medan : Jalan Dr. Mansyur, gg. Sipirok no. 10 c Medan Alamat kantor Handphone Email Agama Bidang Keahlian Rekening : Politeknik Negeri Medan, Jln. Almamater No. 1 Kampus Universitas Sumatera Utara. : 085760791198 / 081260434317 : ariflubis7@yahoo.com : Islam : 1. Ilmu Falak 2. Riset Keislaman 3. Hukum Islam 4. Studi Islam 5. Sosial-Antropologi 6. Statistik : Nomor rek. BNI: 0192599546, Bank BNI cabang USU Medan atas nama MHD. Arif Fadhillah Lubis

You might also like