You are on page 1of 12

HADITS SHAHIH

MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah : Ulumul Hadits Dosen Pengampu : Drs. Ikhrom,M.Ag

Disusun oleh : Intan Rizqia Fajariah Muhammad Dony Nurohman (113711029)

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012


1

I.PENDAHULUAN Sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur`an, hadits memang harus dipelihara, dijaga, dipahami dan diamalkan. Setiap umat Islam dianjurkan untuk mengamalkan apa yang datang dari Rasulullah saw. baik melalui ucapan, perkataan atau persetujuan. Mengamalkan sunnah Rasul berarti mengamalkan perintah al-Qur`an. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Bukankah Rasulullah saw. diperintahkan untuk menjelaskan al-Qur`an? Penjelasan Rasul baik secara teoritis ataupun praktis, merupakan landasan hukum yang mesti diamalkan. Segala ilmu yang bersumberkan nas-nas al-Qur'an dan al-Hadith dikenali sebagai ilmu naqli. Kebenaran yang terkandung di dalamnya merupakan kebenaran yang bersifat mutlak dan di luar jangkaan pengetahuan manusia. Ada beberapa kitab Hadith yang masyhur seperti al jami as Sahih susunan Imam al-Bukhari ( 256 H ) dan al Jami as-Sahih susunan Imam Muslim ( 261 H ) . Kedua-dua kitab tersebut dikenali dengan nama as-Sahahain ( ) . Selepas kitab ini maka lahirlah pula empat buah kitab yang di namakan As- Sunnan al-Arbaah ( ) iaitu Sunan Abi Daud ( 275 H ), Sunan Al Tirmizi ( 271 H ),Sunan An-Nasai ( 303 H ) dan Sunan Ibnu Majah ( 277 H ). Kitab-kitab as-Sahahain dan Sunan al-Arbaah ini juga dinamakan oleh ulamak sebagai al-Kutub as-Sittah ( ) .Ternyata dalam perkembangan ilmu hadith Imam al-Bukhari dan Imam Muslim telah mendokong pengumpulan hadith-hadith sahih yang datang daripada Nabi Muhammad S.A.W.

II. RUMUSAN MASALAH


2

1 2

Menjelaskan pengertian Hadits Shahih. Menjelaskan syarat-syarat Hadits Shahih menurut Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Menjelaskan makna muttasilus sanad,adalah rawi,tsiqah rawi,syadz dan illat seorang rawi. Menunjukan dalil keshahihan sebuah hadits dengan menunjukan minimal 2 (dua) hadits shahih (lengkap dengan sanadnya).

III. PEMBAHASAN
1

Menjelaskan pengertian Hadits Shahih Shahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit).Kata shahih juga telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia dengan arti sah;benar,sempurna sehat (tiada segalanya);pasti.Pengertian hadits shahih secara defintif eksplisit belum dinyatakan oleh ahli hadits dari kalangan al-muttaqaddimin (sampai abad III H).Mereka pada umumnya hanya memberikan penjelasan mengenai kriteria penerimaan hadits yang dapat dipegangi.Diantara pernyataan mereka adalah: Tidak diterima periwayatan suatu hadits kecuali bersumber dari orang-orang yang tsiqqat,tidak diterima periwayatan suatu hadits yang bersumber dari orang-orang kesaksiannya.1 Ibnu Al-Shalah (w.643 H) memberi pengertoan hadits shahih sebagai berikut: yang tidak hawa dikenal memiliki pengetahuan yang ditolak hadits,dusta,mengikuti nafsu,orang-orang

1 Munzier Suparta,2003,ILMU HADIS,Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,hlm.126-127 3

Hadits shahih yaitu hadits msnad yag bersambung sanadnya dengan periwayatan oleh orang yang adil-dhabith dari orang yang adil lagi dhabith juga hingga akhir sanad,serta tidak ada kejanggalan dan cacat. Definisi lebih ringkas dinyatakan oleh Al-Suyuthi: Hadits yang bersambung sanadnya,diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dlabit,tidak syaz dan tidak berillat. Ajjaj Al-Khathib memberi pengertian hadits shahih,yang merupakan ramuan dari pengertian-pengertian yang diajukan para ulama ahli hadits yang hidup pada masa sebelumnya,sebagai berikut: Yaitu yang bersambung sanadnya dengan riwayat yang dapat dipercaya dari yang bisa dipercaya dari awal sanad hingga akhir sana dengan tanpa ada cela dan cacat.2 Para ulama telah memberikan definisi yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli hadits :


Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya,yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dlabith dari rawi lain yang (juga) adil dan dhabith sampai akhir sanad dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).3
2 Ibid hlm.129-130 3 DR NURUDDIN ITR,1997,ULUM Al-HADITS,Bandung:PT Remaja Rosdakarya,hlm.2 4

Menjelaskan syarat-syarat hadits shahih menurut imam al-Bukhari dan imam Muslim Dari beberapa definisi tentang hadits shahih,dapat dinyatakan bahwa syarat-syarat hadits shahih adalah sebegai berikut :
;

Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad) = Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya telah mengambil periwayatan itu secara langsung dari periwayat di atasnya (sebelumnya) dari permulaan sanad hingga akhirnya.

Perawinya adil = Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya memiliki kriteria seorang Muslim, baligh, berakal, tidak fasiq dan juga tidak cacat maruah (harga diri)nya.

Perawinya dhabith =

Bahwa setiap rangkaian dari

para

periwayatnya adalah orang-orang yang hafalannya mantap/kuat (bukan pelupa), baik mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab).
;

Tidak Syadz (janggal) = Bahwa setiap rangkaian dari para periwayatnya adalah orang-orang yang hafalannya mantap/kuat (bukan pelupa), baik mantap hafalan di kepala ataupun mantap di dalam tulisan (kitab).

Tidak ber-illat (cacat) = Bahwa hadits yang diriwayatkan itu bukan hadits kategori Mall (yang ada illatnya). Makna Illat adalah suatu sebab yang tidak jelas/samar, tersembunyi yang mencoreng keshahihan suatu hadits sekalipun secara lahirnya kelihatan terhindar darinya.4

Menjelaskan makna muttasilus sanad,adalah rawi,tsiqah rawi,syadz dan illat rawi

4 Munzir Suparta,op.cit hlm.130-133 5

3.1;

Muttasilus Sanad (sanadnya bersambung) Yang dimaksud dengan sanadnya bersambung iialah bahwa tiap-tiap perawinya dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya.keadaan ini berlangsung demikian hingga akhir sanad dari hadits itu.Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits langsung dari Nabi SAW,betsambung dalam periwayatan.5 Dalam pengertian yang lain,yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiaprawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berad diatasnya dan begitu juga selanjutnya sampai pada pembicara yang pertama.Konsekuensinya,definisi ini tidak mencakup haditts murshal dan munqathi dalam berbagai variasi. Sanad suatu hadits dianggap tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para rawinya.6

3.2;

Adalah Rawi Kata adil menurut bahasa biasa berarti lurus,tidak berat sebelah tidak zalim,tidak terpeliharanya menyimpang,tulus,jujur.Seseorang ketaqwaan,yaitu senantiasa dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan,dan terjaganya sifat muruah,yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah lakunya.Dengan demikian,maka yang dimaksud dengan perawi dalam periwyatan sanad hadits adalah bahwa semua

5 Ibid,hlm.130 6 DR NURUDDIN ITR,op.cit hlm.2 6

perawinya,disamping harus islam dan baligh,juga harus memenuhi syarat-syarat berikut:


a

Senantiasa

melaksanakan menjauhi

segala

perintah

agama dosa

danmeninggalkan semua larangan-Nya;


b

Senantiasa kecil;dan

perbuatan-perbuatan

Senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muruah,yakni suatu sikap kehati-hatian dari melakukan melakukan perbuatan yang sia-sia atau perbuatan dosa.7 Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi diterimanya suatu riwayat,karena keadilan merupakan suatu sifat yang mendorong seseorng untuk bertaqwa dan mengekangnya dari berbuat maksiat,dusta,dan hal-hal lain yang merusak harga diri (muruah) seseorang.8

3.3;

Dlabith Rawi Yang dimaksud dengan dlabith adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai haditsnya dengan baik,baik dengan hafalannya yang kuat ataupun dengan kitabnya,kemudian ia mampu mengungkapkannya ketika meriwayatkannya.Persyaratan ini menghendaki agar seorang rawi tidak melalaikannya dan tidak semaunya sebagainya.9 Dalam arti yang lain kata dhabith menurut bahasa adalah yang kokoh,yang kuat,yang hafal dengan sempurna..Seorang ketika ia menerima dan menyampaikannya,dan

7 Munzier Suparta,op.cit hlm.130-131 8 DR NURUDDIN ITR,op.cit hlm.3 9 Ibid 7

perawi dikatakan dhabith apabila perawi tersebut mempunyai daya ingatan dengan sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani,perawi yang dhabith adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah didengarnya,kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala diperlukan .Ini artinya bahwa orang yang disebut dhabith harus mendengar secara utuh apa yang diterima atau yang didengarnya ,memahami isi yang didengar,terpatri dalam ingatannya,kemudian mampu menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana mestinya. Adapun
a b

sifat-sifat

kedhabitan

perawi,menurut

para

ulama,dapat diketahui melalui : Kesaksian para ulama; Berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat dari orang lain yang telah dikenal kedhabitannya. Kedhabitan seorang perawi,tidak berarti ia terhindar sama sekali dari kekeliruan atau kesalahan.Mungkin saja kekeliruan atau kesalahan itu sesekali terjadi pada seorang perawi.Yang demikian itutidak dianggap swbagai orang yang kurang kuat ingatannya.10
3.4;

Tsiqah Rawi Terkadang tsiqah dipahami sebagai 'adil lagi dhabith sebagaimana definisi yang ada pada ilmu hadits. Tsiqah dalam pembahasan disini maksudnya bukan demikian, sekalipun maksud dari tsiqah adalah orang yang baik agamanya. Tsiqah adalah orang yang diberi kepercayaan oleh orang lain, dalam hal agama, perilaku, dan akal. Kepercayaan ini diberikan karena dianggap mampu atau memiliki kelayakan yang

10 Munzier Suparta,op.cit hlm.132-133 8

mencukupi untuk diserahi tugas. Sedangkan dalam bidang dakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala, kelayakan itu berarti mampu menangani berbagai tugas dakwah ilallah di setiap tahapan. Definisi tsiqah di sini berdekatan dengan definisi tsiqah menurut ulama hadits. Hanya saja perlu ditambahkan kepada definisi ulama hadits ini hingga, tsiqah di sini berarti memiliki pengalaman dan kemampuan untuk mengemban tugas dakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dikarenakan dakwah ini memerlukan pengalaman lapangan yang bila seseorang tidak memilikinya maka tidak dapat dikatakan 'adil atau memiliki kelayakan untuk menangani berbagai tugas dakwah.
3.5;

Syadz Rawi Yang dimaksud dengan syadz atau syudzuz (jama dari syadz) di sini,adalah hadits yang bertentangan dengan hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah.Ini pengertian yang dipegang AlSyafii dan diikuti oleh kebanyakan para ulama lainnya. Melihat dari pengertian syadz di atas,dapat dipahami,bahwa hadits yang tidak syadz (ghairu syadz),adalah hadits yang mtannya tidak bertentangan denga hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah.11 Dalam pengertian yang lain,kerancuan (syudzudz) adalah suatu kondisi dimana seorang rawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya.Kondisi ini dianggap rancu karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya,baik dari segi kekuatan daya hafalnya atau jumlah mereka lebih banyak,maka para rawi yang lain itu harus diunggulkan,dan ia sendiri disebut

11 Munzier Suparta,op.cit hlm.133 9

syadzdz atau rancu.Dan karena kerancuannya maka timbullah penilaian negatif terhadapperiwayatan hadits yang bersangkutan. Sebenarnya kerancuan suatu hadits itu akan hilang dengan terpenuhinya tiga syarat sebelumnya (yaitu muttasilus sanad,adalah rawi,dan dhabith rawi),karena para muhadditsin menganggap bahwa ke-dhabith-annyatelah mencakup potensi kemampuan rawi yang berkaitan dengan sejumlah haditsyang dikuasainya.boleh jadi terdapat kekurang pastian dalam salah satu haditsnya,tanpa harus kehilangan predikat ke-dhabit-annyasehubungan dengan haditshaditsnya yang lain.12
3.6;

Illat Rawi Kata illat yang bentuk jamaknya illal atau al-illal,menrurut bahasa berarti cacat,penyakit,keburukan,dan kesalahan baca.Dengan pengertian ini,maka yang disebut hadits berillat adalah hadits-hadits yang ada cacat atau penyakitnya. Dengan demikian,maka yang dimaksud dengan hadits yang tidak berillat,ialah hadits-hadits yang didalamnya tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. illat hadits dapat terjadi baik pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama.Namun demikian,illat yang paling banyak terjadi pada sanad,seperti menyebutkan muttashil terhadap hadits yang munqati atau mursal (terputus sanadnya).13

Menunjukan dalil keshahihan sebuah hadits dengan menunjukan minimal 2 (dua) hadits shahih (lengkap dengan sanadnya)

12 DR NURUDDIN ITR,op.cit hlm.3 13 Munzier Suparta,op.cit hlm.134 10

IV. KESIMPULAN Shahih menurut bahasa lawan dari kata saqim (sakit).Kata shahih juga telah menjadi kosa kata bahasa Indonesia dengan arti sah;benar,sempurna sehat (tiada segalanya);pasti. Hadits Shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya,yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dlabith dari rawi lain yang (juga) adil dan dhabith sampai akhir sanad dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat). Syarat-syarat hadits shahih adalah sebegai berikut :
; ; ; ; ;

Sanadnya bersambung (ittishal al-sanad). Perawinya adil. Perawinya dhabith. Tidak Syadz (janggal). Tidak ber-illat (cacat) .

V. PENUTUP Demikianlah makalah ini disusun dengan segala keterbatasan yang ada.Penulis sadar bahwa makalh ini masih banyak kekurangannya,untuk kritik dan saran selalu penulis terima dengan senang hati demi perbaikan kedepan.Akhirnya,semoga pemikiran yang ada pada tulisan ini bisa menjadi kontribusi pemikiran bagi pengembangan pendidikan di Indonesia kedepan,terutama menghadapi tantangan indusrialisasi yang global ini.Wallahu alam bi al-showab.

11

DAFTAR PUSTAKA DR. NURUDDIN ITS.1997.ULUM HADITS 2.Bandung : PT REAJA ROSDAKARYA Drs.Munzier Suparta,MA.2003.ILMU HADIS.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

12

You might also like