You are on page 1of 10

PERBEDAAN ANTARA SISTEM NEGARA KESEJAHTERAAN DENGAN SISTEM EKONOMI KEMANUSIAAN ISLAM

Oleh: Mas Lukito Pakusadewo

1. Pendahuluan Dewasa ini kesejahteraan dalam masyarakat menjadi polemik besar yang ada di sekitar kita. Para ahli ekonom dunia mengatakan bahwasanya kesejahteraan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu Negara tersebut, kenyataannya pertumbuhan ekonomi yang baik tidak dapat menjamin apakah Negara tersebut memiliki penduduk yang sejahtera apa tidak. Coba kita lihat saja contohnya negeri kita sendiri, Indonesia, bisa dibilang Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi yang cukup menjanjikan dalam 5 tahun belakang ini, tapi seperti yang kita ketahui sendiri kenyataannya Indonesia adalah Negara yang, menurut saya, sangat tidak sejahtera. Buktinya saja banyak masyarakat yang tidak bisa mengenyam pendidikan hanya karena keadaan ekonominya tidak mencukupi. Tidak sedikit pula banyak rakyat yang menderita penyakit tanpa bisa mengobatinya hanya karena keadaan ekonominya yang tidak bisa memenuhi biaya pengobatannya, malah muncul suatu tagline yang mengatakan bahwa, Kalau miskin jangan sakit, sedangkan orang miskin cendurung rentan terhadap penyakit, karena kurangnya cakupan gizi yang diterima sehari-harinya seta lingkungan dimana mereka tinggal jauh dari kata bersih, apakah itu yang dinamakan sejahtera? Padahal definisi dari sejahtera itu sendiri adalah menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai, apa Indonesia sudah

mencapai keadaan yang makmur dimana penduduknya dalam keadaan sehat dan damai? Memang ada penduduk Indonesia yang dalam keadaan sejahtera, tapi kira-kira hanya 15% dari total penduduk Indonesia saja. Bayangkan ketimpangan tersebut, apakah benar pertumbuhan ekonomi berbanding lurus dengan kesejahteraan? Biang keladi dari semua masalah kesejahteraan yang kita alami adalah system ekonomi yang kita anut selama ini, ialah sistem Kapitalis. Menurut Wikipedia Kapitalis adalah system ekonomi dimana para pemilik modal bisa melakukan usaha untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhitungkan kepentingan bersama, padahal kepentingan bersama lah yang seharusnya diutamakan terlebih dahulu, seperti yang Islam ajarkan. Lalu, muncul lagi suatu system ekonomi yang baru yang dibuat oleh kaum kapitalis,yaitu Negara Kesejahteraan. Walaupun hamper sama dengan ekonomi Islam tetapi terdapat kelemahan yang fundamental yang belum bisa mengatasi kelangkaan dan kemiskinan. Maka pada makalah ini saya mencoba

membahas Ekonomi Kemanusiaan guna menuju kesejahteraan umum menurut Islam.

2. Ekonomi Kemanusiaan Menurut Islam Ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah dan berakhlak, ekonomi Islam juga adalah ekonomi yang berwawasan kemanusiaan. Sebagian orang menganggap bahwa aspek kemanusiaan bertentangan dengan aspek Ilahiah. Keduanya sangat

bertentangan, bagai minyak dengan air. Padahal menurut Dr. Yusuf Qardhawi, menghargai kemanusiaan adalah bagian dari prinsip Ilahiah yang telah memuliakan manusia dan menjadikannya sebagai Khalifah-Nya di muka bumi ini, karena itu manusia sebagai Khalifah wajib beramal dan bekerja keras, berkreasi, dan berinovasi, dan juga tidak boleh menunggu pertolongan, kecuali dari Allah, Zat yang tidak akan menyiakan pahala orang yang melakukan kebajikan, serta mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya, dirinya, kepada keluarganya, dan manusia secara umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa aspek Ilahiah berbanding lurus dengan aspek kemanusiaan, seperti yang dituliskan dalam al-Quran dan as-Sunnah, yang merupakan landasan dari ekonomi Islam itu sendiri.

Di antara makna kemanusiaan yang paling menonjol dalama ekonomi Islam adalah peranannya dalam mewujudkan kehidupan yang baik bagi manusia. Islam dengan system ekonominya telah mendorong manusia untuk bekerja dan aktif berbuat bahkan memandangnya sebagai ibadah dan jihad. Tetapi dibalik itu semua terdapat tujuan kemanusiaan, yaitu merealisasi kehidupan yang baik bagi umat islam. Ekonomi Islam juga mempunyai suatu system yang dapat menyelaraskan antara maslahat individu dengan maslahat umum, sehingga jika masyarakat diuntungkan individu tersebut juga merasa untung, sebuah win-win solution yang sangat baik bagi semua umat di dunia. Hal tersebut merupakan keistimewaan dan karektiristik dari ekonomi Islam yang sangat bertentangan dengan ekonomi kapitalis yang bermaksud untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan kepentingan orang lain, dan mereka cenderung mengenai zero-sum solution.

3. Kegagalan Negara Kesejahteraan Menurut Dr. M. Umer Chapra, dunia saat ini memiliki 4 sistem tatanan ekonomi. Yaitu Sosialis, Kapitalis, Negara Kesejahteraan, serta Syariah. Dari 3 tatanan ekonomi diluar dari ekonomi Islam, Negara Kesejahteraan adalah system yang paling mendekati dengan system ekonomi Islam. Negara kesejahteraan adalah sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker, misalnya, menyatakan bahwa negara kesejahteraan stands for a developed ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible standards. Negara kesejahteraan mengacu pada peran pemerintah yang responsif dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggungjawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi. Konsep ini dipandang sebagai bentuk keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat setelah mencuatnya bukti-bukti empirik mengenai kegagalan pasar (market failure) pada masyarakat kapitalis dan kegagalan negara (state failure) pada masyarakat sosialis.

Dalam konteks ini, negara memperlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak sosial (the granting of social rights) kepada warganya (Triwibowo dan Bahagijo, 2006). Semua perlindungan sosial yang dibangun dan didukung negara tersebut sebenarnya dibiayai oleh masyarakatnya melalui produktifitas ekonomi yang semakin makmur dan merata, sistem perpajakan dan asuransi, serta investasi sumber daya manusia (human investment) yang terencana dan melembaga. Dapat dikatakan, negara kesejahteraan merupakan jalan tengah dari ideologi kapitalisme dan sosialisme. Namun demikian, dan ini yang menarik, konsep negara kesejahteraan justru tumbuh subur di negara-negara demokratis dan kapitalis, bukan di negara-negara sosialis. Memang Negara Kesejahteraan terlihat seperti pintu keluar dari segala permasalahan yang dihadapi dunia. Namun, para analis politik telah gagal mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima secara umum mengenai definisinya yang tepat. Karena itu, banyak contoh praktis Negara Kesejahteraan yang setengah-setengah seperti Amerika Serikat sampai pada bentuk yang lebih konkret yaitu Swedia. Dan juga, Negara Kesejahteraan tidak mampu mengatasi kepercayaan akan system pasar. Negara Kesejahateraan berasumsi bahwa alokasi sumber daya dapat dikelola secara efisien oleh system pasar dengan bantuan intervensi pemerintah yang ditujukan mengurangi ketidaksempurnaan, yang menyebabkan inefesiensi operasi pasar, dan mengganti kegagalan pasar yang mengahalanginya mencapai hasil-hasil yang diinginkan dalam penggunaan sumber-sumber daya. Negara Kesejahteraan juga tidak memperkenalkan perubahan fundamental apa pun dalam pandangan dunia, sehingga Negara Kesejahteraan tidak dapat mencegah penggunaan sumber-sumber daya langka bagi tujuantujuan realisasi sasaran-sasaran humanitariannya. Sementara gaya hidup kapitalis, mesinmesin produktif, dan semua kelembagaan kapitalis yang berperan penting dalam melebarkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus berjalan. Meskipun Negara Kesejahteraan sedikit banyak telah memperbaiki kondisi ekonomi kelompok miskin di Negara-negara industry, tetapi persoalan kemiskinan dan ketidakberuntungan tetap menonjol. Jarak antara kemakmuran dan si miskin terus menganga lebar, bukan saja dalam pendapatan riil tetapi juga dalam akses kepada kesehatan, perumahan, dan pendidikan tinggi. Negara Kesejahteraan juga gagal menghadapi kelangkaan sumber daya yang sama seperti Negara-negara lain. Banyak terjadi ketidakseimbangan terjadi di Negara Kesejahteraan, itu semua dikarenakan banyaknya klaim terhadap sumber-sumber daya yang mengatasnamakan tujuan-tujuan social, padahal sumber-sumber daya tersebut dipakai untuk kepentingan individu dan kelompoknya sendiri. Dengan demikian, Negara Kesejahteraan malah memperburuk kondisi keadaan tanpa

secara nyata dapat memperbaiki kondisi kaum miskin. Kekuatan-kekuatan yang diciptakan Negara Kesejahteraan yang melenggangkan kemiskinan ini, sebenarnya terlalu kuat untuk dapat di hapuskan hanya dengan tindakan-tindaka acak oleh pelayanan social Negara Kesejahteraan. Karena itu, factor-faktor harus dipangkas dari sumber-sumbernya, bukan sakibat-akibatnya yang harus diobati. Jadi, yang diperlukan adalah sebuah reformasi menyeluruh dalam struktur sosioekonomi dan nilai-nilai kehidupan, dimana kapitalisme dan versi reformasinya, Negara Kesejahteraan ditegakkan. Dengan cara ini akan membantu memecahkan sejumlah problem social lain seperti pengangguran, ketidakstabilan ekonomi, keresahan social yang terus mengahantui masyarakat, kendati telah ada sosialisme dan Negara Kesejahateraan. Perlu adanya kesadaran moral bagi kita semua unutk mendapatkan perubahan fundamental di dunia.

4. Strategi Islam Menyamaratakan Alokasi Sumber Daya Untuk Kesejahteraan Umum Untuk menjadikan suatu Negara sejahtera menurut Islam, diperlukan adanya suatu strategi untuk menyamaratakn alokasi sumber-sumber daya yang dimiliki, agar tidak terjadi ketimpangan yang kita alami ini. Menurut Dr. M. Umer Chapra , Islam mempunyai sasaransaran bersifat mutlak dan logis dari flasafah yang mendasarinya. Mereka bukanlah elemen gado-gado dari perjuangan untuk mempertahankan hidup dan dominasi antara kelompok pluralis atau kelas-kelas social, mereka sangat menyatu dalam system islam sehingga realisasinya merupakan criteria untuk mengukur tingkat Islamisasi sebuah masyrakat muslim. Tentu kepaduan antra sasaran dan pandangan dunia tidak mencukupi, diperlukan strategi untuk menghadapinya, yaitu:

Mekanisme Filter Kelangkaan sumber daya relative dibandingkan dengan kalim-klaim yang tidak terbatas, meniscayakan adanya suatu perangkat penyaringan. Semua klaim sumber daya harus melewati filter ini untuk menyamakan dengan ketersediaan sumbersumber daya dan untuk merealisasikan sasaran-sasaran sosio ekonomi. Tidak seperti Kapitalis yang hanya melakukan filter dengan cara menggunakan system pasar, Islam mempunyai dua filter di dalam mekanisme filter tersebut. Sebelum melalui filter

system pasar, alokasi sumber daya terlebih dahulu diberi filter yaitu filter moral. Filter Moral menyaring kesadaran individu yang paling mendalam, dimana factor tersebut adalah sumber dari kelangkaan yang terjadi di dunia saat ini.Islam mewajibkan kaum muslim untuk mengetes klaim-klaim potensialnya dan sumber-sumber daya melalui filter nilai-nilai islam sehingga sebagian dapat dieliminasi sebelum dapat diekspresikan dalam pasar. Dengan cara ini kalim-klaim sumber daya yang tidak menyumbang secara positif kepada ralisasi kesejahteraan manusia dapat dihilangkan di sarangnya sebelum memasuki filter kedua.

Motivasi yang Benar Efesiensi dan pemerataan tidak dapat direalisasikan hanya dengan mekanisme filter saja, individu juga patut diberi sebuah motivasi yang baik agar dirinya terpacu unutk memenuhi kepentingan umatnya dan diri sendiri. Kapitalisme menganggap kepentingan sendiri akan mendorong individu untuk bertindak lebih produktif dan efisien, sementara kompetisi akan berfungsi sebagai batasan kepentingannya dan membantu kepentingan social. Memang tidak salah memenuhi kepentingan diri sendiri untuk memaksimalkan efisiensi tetapi ini akan berbanding terbalik dengan oemenuhan kepentingan umum, dimana individu tersebut untuk memenuhi kepentingan diri sendiri cenderung akan merusak, serta tidak akan ada habisnya untuk memnuhi kepentingan diri sendiri, hal tersebut dapat merusak kepentingan umum dimana jika semua orang berpikir tentang kepentingan diri sendiri maka kepentingan social pasti akan ditelantarkan. Manusia tidak akan pernah ikhlas membantu sesama jika berbuat demikian tersebut memberikan keuntungan duniawi bagi mereka. Sedangkan Islam memotivasi umatnya untuk mementingkan bersama pula seperti yang tercantum dalam al-Quran dan as-Sunnah. Selain wajib hukumnya untuk mementingkan diri sendiri, umat Islam juga dituntut untuk melakukan kepentingan untuk orang lain juga, mengingat bagaiman Islam mengajarkan kehidupan setelah mati nanti.karena itu,jika ia memang benar-benar rasional dan mencari apa yang menjadi kepentingan terbaiknya, maka ia tidak akan bertindak hanya untuk memenuhi kebutuhan jangak pendek duniawinya saja, melainkan juga akan mencoba menjamin kepentingan jangka panjangnya dengan bekerja untuk kemashalatan orang lain lewat reduksi dalam konsumsinya yang tidak penting dan mubazir.

Restrukturisasi Sosio-Ekonomi dan Finansial Mekanisme filter dan system motivasi tidak akan berdaya jika tidak dilengkapi oleh sebuah lingkungan sosio-ekonomi dan politik yang kondusif untuk merealisasikan tujuan. Untuk mencegah kepemilikan materiil dan konsumsi pamer menjadi sumber prestise, dan juga untuk mencegah timbulnya manusia-manusia ekonomi yang baru, maka haruslah diberlakukannya restrukturisasi serta reformasi sosio-ekonomi dan financial. Namun restrukturasi tidak dapat dicapai lewat tindakan-tindakan acak atau ad ahoc. Ia harus sistematis dan koheren, serta dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan program reformasi jangka panjang, jelas, dan berorientasi kepada tujuan. Dan yang diperlukan adalah sebuah reformasi manusia, dan restrukturisasi total dalam pola konsumsi, investasi, kepemilikan sarana-sarana produksi, serta restrukturisasi lembaga politik, ekonomi, dan social.

Peran Negara Restrukturisasi dan reformais demikian tidak dapat diwujudkan kecuali jika Negara berperan aktif dalam perekonomian. Ia harus memberikan ekspresi praktis kepada tujuan dan nilai-nilai islam. Hal ini disebabkan karena dalam sebuah lingkungan yang bermuatan moral sekalipun, masih ada individu yang tidak menyadari kebutuhan urgen orang lain, atau persoalan-persoalan kelangkaan dan prioritas social terhadap pengguanaan sumber-sumber daya. Namun, peran Negara dalam ekonomi Islam tidak seperti intervensi pemerintah yang tetap komitmen kepada kapitalisme laissez-faire. Ia adalah sebuah peran positif, suatu kewajiban moral untuk membantu mewujudkan kesejahteraan semua orang dengan menjamin keseimbangan antara kepentingan privat dan kepentingan social, memelihara roda perekonomian pada rel yang tepat, dan mencegah pengalihan arahnya oleh kelompok berkuasa yang berkepentingan. Namun, apa pun peran pemerintah, ia tidak boleh dimainkan secara acak, ia harus dimainkan dalam batas-batas syariah dan melalui saluran demokratis serta konsultasi.

5. Kesimpulan Permasalahan yang dialami dunia semakin kompleks, dari pemerataan hingga ketidak seimbangan. Sudah banyak solusi yang baik oleh Negara barat sendiri, yaitu Negara Kesejahteraan, tetapi nama hanyalah nama, Negara Kesejahteraan tidak dapat

membuat penduduk suatu Negara tersebut sejahtera, malah makin memperkeruh keadaan. Yang miskin menjadi makin miskin, dan kaya menjadi semakin kaya. Perlu adanya perubahan fundamental yang didasari oleh perubahan moral oleh masyarakat. System ekonomi kemanusiaan islam adalah suatu solusi tepat, dimana system ekonomi kemanusiaan islam ini tidak hanya menawarkan perubahan pada cabangcabangnya saja, tetapi langsung pada akar permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar penduduk dunia, yaitu permasalahan moral. Permasalahan moral yang dihadapi penduduk dunia sudah memasuki tahap puncak, dimana tidak adanya lagi kepedulian terhadap sesama, kecuali kepedulian tersebut menguntungkan bagi individu. Prinsipprinsip Islam diyakini dapat menjadi obat penawar segala penyakit moral yang diderita, maka ekonomi kemanusiaan Islam adalah solusi satu-satunya untuk mencapai kesejahteraan umat.

DAFTAR PUSTAKA

Chapra, M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press, 2000. Fikriali, dkk, Wawasan Islam dan Ekonomi (sebuah bunga rampai), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997 Lombard, Michael, The Golden Age of Islam Sinaga, Hotbonar, Membangun Jaminan Sosial Menuju Negara

Kesejahteraan, Jakarta: CV. Java Media Network, 2009 Qardhawi, Yusuf, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Robbani Press, 1997

http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/IslamNegaraKesejahteraan.pdf http://badilag.net/data/ARTIKEL/Ekonomi%20Islam%20%20Ekonomi%20Be rbasis%20Moral%20!.pdf http://research.mercubuana.ac.id/proceeding/EKONOMI-ISLAM-SEBUAHALTERNATIF.pdf http://www.scribd.com/doc/25136196/Sistem-Ekonomi-Islam http://stain-samarinda.ac.id/news/file/5%20Iswadi-ekonomi%20islam.pdf http://images.pengantarekonomiis.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/ Sqc7AQoKCjsAACV8gHY1/Pengantar%20Ekonomi%20Islam.pdf?key=pengantarek onomiis:journal:2&nmid=281798729

http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/ReinventingDepsos.pdf

You might also like