You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

Meskipun ide tentang negara hukum telah lama diungkapkan oleh para ahli, namun dari sisi penggunaan istilah negara hukum baru mulai tampil dalam abad XIX seperti yang dikembangkan Albert Venn Dicey dengan konsep negara hukum Rule of Law di negara Anglo Saxon, dan Frederich Julius Stahl dengan konsep negara hukum Rectsstaats di negara Eropa Continental. Konsep negara hukum rule of law yang dikembangkan oleh Albert Venn Dicey, lahir dalam naungan sistem hukum Anglo-Saxon (Common Law). Konsep negara hukum rechsstaat yang dikembangkan oleh Frederich Julius Stahl bertumpu pada sistem hukum Eropa Continental yang disebut Civil Law atau Modern Roman Law. Ide dasar negara hukum Indonesia tidak terlepas dari ide dasar tentang rechtsstaats. Hal ini dapat dipahami dalam banyak hal, antara lain Indonesia merupakan negara yang mengikuti Belanda dan menganut ide rechtsstaats. Ditinjau dari perspektif historis perkembangan pemikiran filsafat hukum dan kenegaraan gagasan mengenai negara hukum sudah berkembang sejak 1800 s.M. (J.J. von Schmid, 1988: 7). Akar terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran negara hukum adalah pada masa Yunani kuno. Gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum (Jimly Asshiddiqie, 1994: 11). Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan sejarah manusia. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, namun pada tataran implementasi ternyata dipengaruhi oleh karakteristik negara dan manusianya yang beragam. Hal ini dapat terjadi, di samping pengaruh falsafah bangsa, ideologi negara, dan lain-lain, juga karena adanya pengaruh perkembangan sejarah manusia. Secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, seperti negara hukum menurut Al Quran dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila. Konsepkonsep negara hukum ini memiliki dinamika sejarahnya masing-masing. Pada masa Yunani kuno pemikiran tentang negara hukum dikembangkan oleh para filusuf besar Yunani Kuno, seperti Socrates (477-399 SM), Plato (429-347 SM), Aristoteles (384-322 SM) dan Albert Vann Dicey (1835-1922).

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 1

BAB II ISI

A.SOCRATES (470-399 SM) Socrates adalah filsuf Yunani Klasik yang dilahirka di Athena tahun 470 sebelum Masehi. Socrates sendiri tidak pernah diketahui menuangkan pemikiran serta ajaran Socrates termuat dalam karya-karya muridnya, Plato. Pemikiran Socrates dalam melawan gerakan sofis muncul ketika para sofis beranggapan bahwa mereka sebagai manusia telah memiliki kebijaksanaan dan karena karena itu dalam ajaran mereka tidak terdapat kekeliruan. Metode pembelajaran yang dilakukan para sofis adalah degan cara mengutarakan pendapat dan menguraikan penjelasan. Para guru-guru sofis lebih menutamakan dan mengajarkan kepandaian berbicara dalam kurun retrorika dan kemenagan berdebat, sedangkan pencapaian kebenaran tak diindahkan menurut tokoh gerakan ini, Protagoras (481-411 SM), manusia adalah ukuran segala sesuatu dan kebenaran itu adalah relative. Sedangkan Socrates beranggapan bahwa yang benar adala benar, dan yang baik adalah baik. Baginya, kebenaran tertinggi tidaklah relative, melainkan mutlak, absolute dan objektif. Berbeda dengan guru-guru sofis, metode Socrates (Socratic method atau elenchus) ialah penyelidikan dialektika, yaitu cara manusia berpikir dalam rangka pecarian kebenaran objektif yang dikomunikasikan secara dialogis dan mengandung suatu seni tanya jawab. 1 Bagi Socrates pemerintahan yang benar harus mengikutsertakan orang yang sebenarbenarnya bijak dan bukan sekedar pintar berpidato atau mendebat. Pemerintah mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat yang memua keadilanbukan yuntuk melayani kebutuhan para penguasa yang dapat berganti-ganti orangnya. 2 Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang brsifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah untuk menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilah secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran demokratis dari pada Socrates. Ia selau menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dea ajarannya, yaitu menaati undang-undang. Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang brsifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah untuk menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilah secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran demokratis dari pada Socrates. Ia selau menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dea ajarannya, yaitu menaati undang-undang.
1 2

Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal 34 Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal 36

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 2

Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untuk manusia demi kepentingan drinya pribadi, melainkan negara itu suatu susunan yang objektif bersandarkan kepada sifat hakekat manusia karena itu bertugas untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum yang objektif, termuat keadilan bagi umum, dan tidak hanya melayani kebutuhan para penguasa negara yang saling berganti ganti orangnya. Maka keadilan sejatilah yang harus menjadi dasar pedoman negara. Jika hal tersebut dijalankan dan diterapkan, maka manusia merasakan kenyamanan dan ketenangan jiwanya, sebab kebatilan hanya membawa kesenangan yang palsu. Menurut Socrates negara bukanlah semata-mata merupakan suatu keharusan yang brsifat objektif, yang asal mulanya berpangkal pada pekerti manusia. Sedang tugas negara adalah untuk menciptakan hukum, yang harus dilakukan oleh para pemimpin, atau para penguasa yang dipilah secara saksama oleh rakyat. Disinilah tersimpul pikiran demokratis dari pada Socrates. Ia selau menolak dan menentang keras apa yang dianggapnya bertentangan dea ajarannya, yaitu menaati undang-undang. Negara bukanlah suatu organisasi yang dibuat untu manusia demi kepentingan drinya pribadi, melainkan negara itu suatu susunan yang objektif bersandarkan kepada sifat hakekat manusia karena itu bertugas untuk melaksanakan dan menerapkan hukum-hukum yang objektif, termuat keadilan bagi umum, dan tidak hanya melayani kebutuhan para penguasa negara yang saling berganti ganti orangnya. Maka keadilan sejatilah yang harus menjadi dasar pedoman negara. Jika hal tersebut dijalankan dan diterapkan, maka manusia merasakan kenyamanan dan ketenangan jiwanya, sebab kebatilan hanya membawa kesenagan yang palsu. 3 Sangatlah disesalkan serta disayangkan ajaran Socrates tersebut pada tahun 399 SM, dipandang serta dianggap berbahaya bagi negara dan merusak akhlak budi pekerti para pemuda Yunani purba, karena di yunani yang pada zaman itu menganut mitos (dari asal kata bahas yunani : mutos, yang berarti seni bahasa yang menjadi ritual) bahwa segala seuatu erpangakal kepada kehendak dewa-dewa. Socrates akhirnya dipenjara, diperiksa, dan diadil. Peradilan terhadap Socrates sesungguhnya aak menyimpang karena Athena di abad V sebelum masehi seharusnya tidak memberikan tempat bagi dakwaan atas ketidakpercayaan terhadap dewa-dewa, terlebih ditunjukan kepada orang-orang terpelajar. Dan akhirnya ia dijatuhi hukuman karena dakwaan terebut, ia disuruh bnuh diri dengan cara meminum racun, laluke esokannya ia pun ditemukan tewas setelah meminum racun. Sebetulnya ia bias saja melarikan diri, namun ia tidak melakukan itu. Karena Socrates salah satu oang yang menyutujui adanya demokrasi didalam konsep suatu Negara, maka ia pun menjalani hukuman yang diberikan oleh masyarakat tersebut. Socrates yakin bahwa dengan itu mereka akan mengetahui bahwa dakwaan itu tidak benar adanya dan suatu kebenaran akan terbukti.

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20111006080950AAYQTsy

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 3

Menurutnya, tugas Negara adalah mendidik warga negara dalam keutamaan yaitu memajukan kebahagian para warga negara dan membuat jiwa mereka sebaik mungkin. Oleh karena itu, seorang penguasa negara harus mempunyai pengertian tentang yang baik. Bentuk negara dari Yunani kuno masih merupakan suatu polis. Terjadinya iu mula-mula hanya merupakan benteng disebuah bukit, yang makin lama makin diperkuat. Kemudian orangorang lain yang juga ingin hidup dengan aman, ikut menggabungkan diri, bertempat tinggal disekeliling benteng itu, minta perlindungan keamanan, maka dengan demikian benteng itu dapat semakin meluas. Kelompok inilah yang kemudia dinamakan polis. Jadi negara pada waktu itu tidaklah lebih daripada suatu kota saja. Organisasi yang mengatur hubungan antara orang-orang yang ada didalam polis itu, tidak hanya mempersoalkan organisasinya saja, tetapi juga tentang kepribadian orang-orang disekitarnya. Maka dalam keadaan yang demikian ini sebetulnya tidak ada kepribadian daripada orang-orang yang ada didalam polis itu, karena didalam segala hal selalu dicampuri organisasi yang mengatur polis. Oleh karena itu polis dianggap identik denga masyarakat, da masyarakat dianggap identik dengan negara (organisasi) yang masih berbentuk Polis itu. Dengan demikian maka dapatlah kita mengerti sekarang mengapa pada jaman Yunani kuno itu dapat dilaksanakan suatu system pemerintahan negara yang bersifat demokratis, yaitu : 1. Negara Yunani pada waktu itu masih kecil, masih merupakan apa yang disebut polis atau City State, negara kota. 2. Persoalan didalam negara dahulu itu tidaklah seruwet dan berbelit-belit seperti sekarang ini, lagi pula jumlah warga negaranya masih sedikit. 3. Setiap warganegara (kecuali yang masih bayi, sakit ingatan dan budak-budak belian) adalah negara minded, dan selalu memikirkan tentang penguasa negara, cara memerintah dan sebagainya. Kalau diatas telah beberapa kali dikatakan bahwa pada jaman Yunani kuno itu sudah dilaksanakan system pemerintahan demokrasi, itu yang dimaksud adalah demokrasi kuno, atau demokrasi langsung, artinya bahwa setiap warga negara itu dapat ikut secara langsung memerintah, atau ikut secara langsung menentukan kebijaksanaan pemerintah negara. Dengan keadaan demikian inlah bangsa Yunani didalam sejarah pemikiran tentang negara dan hokum menghasilkan ahli-ahli pemikir besarnya.4

Soehino, S. H. , Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005,hal.15

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 4

B. PLATO (428 - 348/347 SM) Plato merupakan salah satu murid dari Socrates. Plato telah menulis dalam bukunya Politieia tentang bagaimanakah corak negara yang sebaiknya atau bentuk negara yang bagaimanakah sebagai negara yang ideal. Plato berpendapat bahwa tujuan Negara-kota yang sebenarnya adalah untuk mengetahui, mencapai serta mengenal idea yang sesungguhnya. Dan orang yang dapat melakukannya hanyalah ahli-ahli filsafat saja. Maka menurutnya, pimpinan Negara-kota atau pemerintahan Negara-kota sebainya dipegang oleh ahli flsafat, yang dinamakan philosopher ruler.5 Mengenai adanya Negara-kota, plato berpendapat bahwa Negara-kota itu diadakan dari adanya desakan kebutuhan keinginan manusia-manusia yang beraneka macam, manusia-manusia tersebut memerlukan kesatuan untuk kepentingan bersama. Kesatuan manusia-manusia untuk memenuhi kepentingan bersama inila yang disebut masyarakat sebangsa atau Negara-kota.6 Perlu diterangkan bahwa Ilmu Negara pada zaman Plato merupakan cakupan dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Karena itu ilmu negara diajarkan sebagai Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masih merupakan social moral dan differensasi ilmu pengetahuan pada waktu itu belum ada. Dalam bukunya itu, dalam segala soal yang berhubungan dengan negara kota atau polis dicakup sekaligus dan tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan negara itu dan ia hanya menggambarkan negara-negara dalam bentuk ideal. Dalam uraiannya selanjutnya ia menyamakan negara dengan manusia yang mempunyai tiga kemampuan jiwa yaitu : 1. Akal pikiran 2. kehendak 3. Perasaan Sesuai dengan tiga kemampuan jiwa yang ada pada manusia tersebut, maka didalam negara juga terdapat tiga golongan masyarakat yang mempunyai kemamuannya masing-masing. Golongan yang pertama disebut golongan yang memerintah, yang merupakan otaknya didalam negara dengan mempergunakan akal pikirannya. Orang-orang yang mampu memerintah adalah orang yang mempunyai kemampuan, dalam hal ini seorang raja yang berfilsafat tinggi. Golongan kedua adalah golongan ksatria prajurit dan bertugas menjaga keamanan negara jika diserang dari luar atau kalau keadaan didalam negara mengalami kekacauan. Mereka hidup didalam asramaasrama dan menunggu perintah dari negara untuk tugas tersebut diatas. Golongan ini dapat disamakan dengan kemauan dari hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat biasa yang disamakan dengan perasaan manusia. Golongan ini termasuk golongan petani dan pedagang, yang menghasilkan makanan untuk seluruh penduduk. Pada saat itu orang menganggap bahwa golongan ini termasuk golongan yang terendah dalam masyarakat.
5 6

Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal. 38 Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal 38

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 5

Jelas bahwa paham dari Plato hanya suatu angan-angan saja dan ia sadar bahwa negara semacam itu tidak mungkin terjadi didalam kenyataan,karena sifat manusia itu sendiri tidak sempurna. Selanjutnya ia menciptakan suatu bentuk negara yang maksimal dan dapat dicapai yaitu disebut sebagai negara hukum. Dalam negara hokum semua orang tunduk kepada hukum termasuk juga penguasa atau raja yg kadang-kadang dapat juga bertindak sewenang-sewenang. 7 Plato menolak dengan tegas prinsip-prinsip demokrasi (demokratia) atau pemerintahan oleh rakyat yang ada di praktikan di Negara-kota Athena semasa hidupnya, sembari mengajukan ide pemerintahan oleh penguasa filsuf. Kebencian plat tehadap dmokratia amat terkait dengan peristiwa peradilan terhadap Socrates yaitu peradilan berdasarkan aturan rakyat banyak yang berujung pada penjatuhan hukuman mati. Plato mengemukakan bahwa masyarakat sebangsa atau Negara-kota tebentuk dari berbagai perbedaan jiwa-jiwa manusia. Tipe masyarakat yang sempurna atau ideal ada adalah aristokrasi, yaitu masyarakat yang diadakan dari pemerintahan yang dipegang oleh sejumlah kecil manusia-manusia terbaik.8 Plato diperkirakan wafat diantara tahun 348-347 SM.

C. ARISTOTELES (384-322 SM) Aristoteles adalah murid terbesar dari Plato. Meskipun aristoteles murid terbesar dari Plato, namun didalam banyak hal terdapat perbedan-perbedaan yang sangat besar. Dengan perbedaan ajaran filsafatnya, Aristoteles tidak membedakan antara dunia cita-cita dengan dunia gejela-gejala, tetapi pikirannya ditunjukan langsung kepada kenyataan sebenarnya daripada dunia panca indera. Dengan demikian kiranya akan dapat tercapai hal-hal yang bersifat umum daripada barang-barang yang khusus yang tak terhitung banyaknya itu. Seperti juga Plato, Aristoteles pun beranggapan bahwa negara itu dimaksudkan untuk kepentingan warga negaranya, supaya mereka itu dapat hidup dengan baik dan bahagia. Jadi menurut Aristoteles negara itu merupakan suatu kesatuan, yang tujuannya untuk mencapai kebaikan yang tertinggi, yaitu kesempurnaan diri manusia sebagai anggota daripada negara. Dengan demikian Aristoteles telah menjadi seorang realistis, sedangakan Plato adalah seorang idealististis. Hal yang demikian ini dapat kita pahami, bila kita melihat, dan memperhatikan keadaan, yaitu bahwa Plato menciptakan filsafatnya itu dalam keadaan alam demokrasi, dimana orang selalu mencari jalan untuk mencapai keadilan. Sedangkan kalau Aristoteles menciptaka filsafatnya itu dalam keadaan alam kerajaan dunia, dimana rakyat yang dulunya merdeka itu dikuasai oleh seorang penguasa asing yang memerintah dengan kekuasaan tak terbatas.

7 8

Soehino, S. H. , Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005,hal.16 Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal 40

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 6

Konsep negara hukum menurut Aristoteles adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagian hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Bagi Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. 9 Ide negara hukum menurut Aristoteles ini, tampak sangat erat dengan keadilan, bahkan suatu negara akan dikatakan sebagai negara hukum apabila suatu keadilan telah tercapai. Konstruksi seperti ini mengarah pada bentuk negara hukum dalam arti ethis dan sempit, karena tujuan negara semata-mata mencapai keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori-teori ethis, sebab menurut teori ini isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran ethis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Ada tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi yaitu pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerintahan yang berkuasa. Dalam kaitannya dengan konstitusi, Aristoteles mengemukakan bahwa konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat. Selain itu, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut.10 Dalam menyiapkan bukunya yg berjudul Politica, Aristoteles mengatakan bahwa negara itu merupakan suatu persekutuan yang mempunyai tujuan tertentu. Cara berpikir yang bersifat analistis dalam bukunya Ethica dilanjutkan dalam bukunya Politica untuk dapat menerangkan asal mula dan perkembangan negara. Menurut Aristoteles negara terjadi karena penggabungan keluarga-keluarga menjadi suatu kelompok yang lebih besar, kelompok itu bergabung lagi hingga menjadi desa. Dan desa ini bergabung lagi, dengan demikian seterusnya hingga timbulnya negara, yang sifatnya masih merupakan suatu kota atau polis. 11 Aristoteles juga mengadakan penyelidikan terlebih dahulu terhadap 158 konstitusikonstitusi yang berlaku dalam polis-polis di Yunani. Suatu bukti bahwa ia telah meninggalkan cara bekerja dari gurunya (Plato) yaitu mempergunakan metode deduktif dan metode empiris. Dalam bukunya ia telah membedakan 3 bentuk negara yang sempurna itu, tugas negara adalah

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 153 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 153 11 Soehino, S. H. , Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005,hal.2
10

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 7

menyelenggarakan kepentingan umum, akan tetapi kenyataan yang ada ialah bentuk kemerosotan karena penyelewengan pihak penguasa.12 Bentuk Sempurna 1 Monarkhi 2 Aristokrasi 3 Politea Bentuk Kemerosotan Despotie, Tiranie Oligarkhie, Plutokrasi Demokrasi

Mengenai jenis-jenis bentuk negara, Aristoteles membedakan dalam 3 jenis bentuk yang kemudian tiap-tiap jenis itu dibedakan lagi menjadi 2. Adapun yang digunakan sebagai criteria dalam menguraikan bentuk-bentuk negara ini ada dua hal, yaitu : 1. Jumlah orang yang memegang pemerintahan ;maksudnya pemerintahan itu hanya dipegang oleh 1 orang saja; ataukah oleh beberapa rang, jadi oleh golongan kecil saja; ataukah oleh, pada prinsipnya, seluruh rakyat, jadi oleh golongan besar 2. Sifat atau tujua dari pemerintahannya; maksudnya pemerintahan itu ditujukan untuk kepentingan umum (ini yang bersifa baik), ataukah pemerintahan itu hanya ditujukan untuk kepentingan para penguasa saja (ini yang jelek) Berdasarkan dua criteria tersebut diatas, maka menurut aristoteles didapatka bentukbentuk negara: I. Negara dimana pemerintahannya hanya dipegang oleh satu orang saja, jadi kekuasaan itu hanya terpusat pada satu tangan, ini dibedakan lagi berdasarkan sifatnya, yaitu : 1. Negara dimana pemerintahannya hanya dipegang oleh satu orang saja, dan pemerintahannya itu ditujukan untuk kepentingan umum, jadi ini yang bersifat baik. Negara ini disebut monarki 2. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh satu orang saja, tetapi pemerintahannya itu untuk kepentingan si penguasa itu sendiri, jadi ini yang bersifat jelek, Negara ini disebut tirani. Negara dimana pemerintahannya itu dipegang oleh beberapa orang, jadi oleh segolongan kecil. Disinipun sesungguhnya kekuasaa negara itu dipusatkan, tetapi tidak pada tangan satu orang, melainkan pada satu organ atau badan yang terdiri dari beberapa orang. Ini dibedakan lagi berdasarkan sifatnya : 1. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang, dan sifatnya itu baik, karena pemerintahanya itu ditujukan untuk kepentingan umum. Negara ini disebut aristrokasi

II.

12

Moh. Kusnardi, SH dan Prof. Dr Bintan R. Saragih, MA., Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hal. 17

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 8

2. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang, tetapi sifatnya itu jelek karena pemerintahan itu hanya ditujukan untuk kepentingan mereka, sipemegang pemerintahan itu sendiri. Negara itu disebut oligarkhi.

III.

Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat, ini yang dimakud bahwa yang memegang pemerintahan itu pada prinsipnya adalah rakyat itu sendiri, setidaktidaknya oleh segolongan besar daripada rakyat. Ini dibedakan lagi berdasarkan sifatnya yaitu : 1. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat dan sifat pemerintahannya adalah baik, karena memperhatikan kepentingan umum atau rakyat, negara ini disebut atau republic konstituonal 2. Negara dimana pemerintahannya dipegang oleh rakyat tetapi sifat pemerintahannya itu adalah jelek, ini biasa menjad demokrasi.

Meskipun didalam negara ini dikatakan bahwa pemerintahan itu dipegang oleh rakyat, tapi dalam prakteknya pemerintahan itu hanya dipegang oleh orang-orang tertentu saja. Negara itu disebut demokrasi.13 Hakekat Negara-kota menurut aristoteles adalah suatu kesatuan organis, yaitu suau keutuhan yang memunyai dasar-dasar hidup. Negara-kota mengalami pross tumbuhkembang, mengalami kemajuan namun juga kemunduran dan kadang-kadang mati.14

D. ALBERT VENN DICEY Albert Venn Dicey (A.V. Dicey) lahir di Lutterworth, Inggris pada 4 Februari1835 dan meninggal di Oxford pada 7 April 1922. Ia adalah seorang ahli hukumtata negara dengan karyanya yang terkenal yaitu Introduction to The Study of The Law of The Constitution yang ditulisnya pada tahun 1885. Beliau mendapatkangelar sarjananya dari Balliol College sebuah sekolah konstitusi yang berada dibawah naungan Universitas Oxford pada Tahun 1863, kemudian pada tahun 1882beliau mendapatkan gelarVinerian Professor of English Lawdari Universitasyang sama.15 Albert. V Dicey memperkenalkan teori yang dikenal dengan istilah rule of law. Teori ini mensyaratkan, bahwa negara hukum mempunyai tiga unsur, unsur-unsur yang harus terdapat dalam Rule of Law adalah pertama, supremasi hukum (supremacy of law); kedua, persamaan di depan hukum (equality before the law); ketiga, konstitusi yang didasarkan hak-hak perorangan (constitution based on individual rights).
13 14

Soehino, S. H. , Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 2005,hal.26 Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, Graha Ilmu, Jogjakarta 2009, hal 50 15 http://www.scribd.com/doc/87435766/Albert-Venn-Dicey

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 9

Dalam bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution, Albert Venn Dicey mengetengahkan tiga arti (three meaning) dari the rule of law : pertama, supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, preogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah; kedua persamaan dihadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama; tidak ada peradilan administrasi negara; ketiga, konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan Parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi Crown dan pejabatpejabatnya.

LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT- 10

You might also like