You are on page 1of 25

PERCERAIAN KARENA PERSELINGKUHAN Oleh Joke Punuhsingon A.

Latar Belakang
1

Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen. Dirjen Badilag MA, Wahyu Widiana, mengatakan tingkat perceraian sejak 2005 terus meningkat di atas 10 persen setiap tahunnya. Data jumlah perceraian tahun 2011 terjadi kenaikan di atas 10 persen dibanding angka tahun 2010.2 Tahun 2010 terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebabnya paling banyak akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggungjawab 78.407 perkara, dan masalah ekonomi 67.891 perkara. Sedangkan tahun sebelumnya, tingkat perceraian nasional masih di angka 216.286 perkara. Faktor penyebabnya terdiri atas ketidakharmonisan 72.274 perkara, tidak ada tanggungjawab 61.128 perkara, dan faktor ekonomi 43.309 perkara.3 Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan data-data yang tercatat di pengadilan Agama dan Pengadilan negeri. Hal ini juga dapat kita

1 2

Dosen Fakultas Hukum UKIT. http://id.berita.yahoo.com/angka-perceraian-pasangan-indonesia-naik-drastis-70-persen010352821.html, diakses 5 Mei 2012 pukul 08.21. 3 Ibid..

buktikan bila mengunjungi pengadilan agama selalu ramai dengan orangorang yang menunggu sidang cerai. Secara historis, angka perceraian di Indonesia bersifat fluktuatif. Hal itu dapat ditilik dari hasil penelitian Mark Cammack, guru besar dari Southwestern School of Law-Los Angeles, USA. Berdasarkan temuan Mark Cammack, pada tahun 1950-an angka perceraian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tergolong yang paling tinggi di dunia. Pada dekade itu, dari 100 perkawinan, 50 di antaranya berakhir dengan perceraian. Tahun 2009 perceraian mencapai 250 ribu. Tampak terjadi kenaikan dibanding tahun 2008 yang berada dalam kisaran 200 ribu kasus. Ironisnya, 70% perceraian diajukan oleh pihak isteri atau cerai gugat. 4 Berikut ini adalah data tahun 2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah setiap tahun seIndonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun se-Indonesia. Adapun faktor perceraian disebabkan banyak hal, mulai dari selingkuh, ketidakharmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Faktor ekonomi merupakan penyebab terbanyak dan yang unik adalah 70% yang mengajukan cerai adalah istri, dengan alasan suami tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Data ini memberikan gambaran bahwa, tingkat perceraian secara nasional cukup tinggi. Bagaimana dengan di

http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraian-tertinggi-diindonesia/diakses tgl 13 Februari 2013 pkl.03.06.

daerah-daerah? Ada beberapa daerah yang datanya menunjukkan tingginya angka perceraian. Kompas.com melansir, pada Tahun 2006, jumlah perkara cerai sebanyak 5 ribu kasus. Tahun 2007 sebanyak 4.625 perkara, dan 2629 merupakan gugatan cerai dari istri, dan 1571 dari suami.5 Istri jauh lebih banyak yang menggugat cerai dibanding suami. Tingginya angka

perceraian ini, dipicu banyaknya warga yang mengadu nasib sebagai Tenaga kerja Wanita di luar negeri. Untuk tingkat provinsi di Indonesia di Tahun 2011, Jawa Timur masih menempati urutan pertama di bandingkan dengan provinsi lain. Kalau tingkat kabupaten, Indramayu menempati urutan pertama dan Banyuwangi yang kedua. Faktor perceraian yang paling dominan adalah hubungan pasangan suami istri yang tidak harmonis sekitar 33 persen. Kalau masalah ekonomi, selingkuh, dan WIL (wanita idaman lain) atau PIL (pria idaman lain) itu angkanya kecil. Dari 250 warga Surabaya yang bercerai setiap harinya, rangking tertinggi ternyata didominasi kaum guru. Data ini terungkap saat Walikota Surabaya Bambang DH memberi pembekalan terhadap CPNS guru. Menurut Bambang DH, data yang didapat dari Pengadilan Agama, guru menempati urusan pertama dalam kasus perceraian. Di Kabupaten Bantul, Berdasarkan data Pengadilan

http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraian-tertinggi-diindonesia/, diakses 5 Mei 2012 pukul 08.33.

Agama Bantul kasus perceraian tahun 2007 mencapai 699 kasus, padahal tahun 2006 baru 577 kasus. Tahun 2008 sampai dengan bulan Mei sudah ada 336 kasus. Tren kasus perceraian di Bantul terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebulan rata-rata ada 60 kasus dan sebagian besar karena faktor perselisihan. Perselisihan dipicu karena pihak laki-laki

menelantarkan atau tidak memberikan nafkah kepada istrinya. Sebagian besar yang bercerai berusia antara 30-40 tahun6. Sampai akhir tahun 2011, sebanyak 1.195 kasus cerai yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Dari kasus perceraian yang didaftarkan ke Pengadilan Agama Sidoarjo itu, sebagian besar disebabkan suami yang meninggalkan kewajibannya terhadap istri. Pada 2006 lalu sebanyak 1.873 kasus cerai yang didaftarkan ke PA Sidoarjo. Jumlah itu meningkat 201 kasus atau menjadi 2.074 kasus cerai pada 2007. Penyebab lain perceraian di Sidoarjo adalah karena suami berbuat selingkuh. Di Pontianak, faktor rendahnya ekonomi menyebabkan tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama Pontianak, Kalimantan Barat. Terhitung sejak Januari hingga Juni 2008, sudah ada 452 perkara yang masuk ke pengadilan. Bagaimana dengan di Manado? Memasuki awal tahun 2012, angka perceraian di Kota Manado ternyata sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya. Data dari Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan sedikitnya

http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/01/inilah-penyebab-perceraian-tertinggi-diindonesia-392465.html, diakses tgl 13 Feb.2013 pkl. 12.00.

telah menerbitkan 23 surat akte perceraian. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Disdukcapil Manado Ventje Pontoh menjelaskan, Disdukcapil

merupakan instansi atau lembaga yang menetapkan perceraian. Sedangkan yang memutuskan perceraian adalah lembaga peradilan. Artinya kami mengeluarkan surat perceraian berdasarkan putusan pengadilan. Jadi, kita tidak langsung menerbitkan surat cerai begitu saja.7 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)

menerbitkan akte perceraian yang dilakukan warga Kota Manado, lebih banyak dilandasi karena ketidakcocokan dalam menjalani perkawinan. Rata-rata mereka yang mengurus akte perceraian, usia perkawinan masih di bawah 10 tahun. Biasanya kalau sudah di atas sepuluh tahun, apalagi kalau sudah merayakan tahun perak dua puluh lima tahun, mereka lebih matang dalam berumahtangga, tidak mudah bagi mereka untuk bercerai. Meski demikian, bukan berarti tidak ada dari kelompok 10 tahun ke atas mengurus surat cerai.8 Keretakan rumah tangga yang berujung perceraian di Sulawesi Utara mencengangkan. Rata-rata terjadi satu kasus perceraian setiap hari sepanjang tahun. Faktor pemicunya beragam namun paling dominan justru ketidaksetiaan.9 Suami memiliki Wanita Idaman Lain (WIL) dan

7 8 9

http://beritamanado.com/kota-manado/angka-cerai-di-manado-tinggi/79103/ Ibid.

Tribun Jogja - Jumat, 13 April 2012 18:16 WIB

sang istri menyimpan Pria Idaman Lain (PIL) dan akibatnya anak adalah korban paling menderita akibat perpisahan orang tuanya. Data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Manado dan Pengadilan Agama Kotamobagu bisa memberi gambaran tentang tingginya frekwensi perceraian di Sulut. Dalam tiga bulan pertama tahun 2012 (Januari-Maret) total 94 kasus gugatan cerai pasangan suami istri di PN Manado. Bulan Januari 30 kasus, Februari 35 dan Maret 29 kasus. Pada tahun 2012 PN Manado mencatat 291 kasus perceraian terbanyak pada bulan Oktober dengan 37 pasutri bercerai. Angka perceraian di Bolaang Mongondow (Bolmong) Raya pun mencatat rekor tertinggi dibanding daerah lain di Sulut. Setiap tahun, trend perceraian di empat kabupaten dan satu kota di Bolmong naik antara 20 hingga 25 persen. Catatan Pengadilan Agama Kotamobagu, hingga Maret 2012 sudah 217 kasus gugat cerai. Bandingkan dengan jumlah perkara tahun 2011 yang mencapai 661 kasus. Dari jumlah tersebut, 664 di antaranya sudah putus.10 Data yang diperoleh melalui Humas PN Tondano, Uli Purnama SH MH, "Prosentasi kenaikan berkisar delapan persen per tahun. Ia menyebutkan, tahun 2009 tercatat 134 kasus perceraian yang ditangani PN Tondano. Tahun 2010 meningkat jadi 140 kasus dan tahun 2011 146

10

Ibid.

kasus. Berdasarkan fakta sidang, perceraian umumnya disebabkan ketidakcocokan, selingkuh dan KDRT.11 Pernikahan adalah sesuatu yang sakral. Sumpah yang diucapkan di depan altar pernikahan bukan hanya janji kepada manusia tetapi janji kepada Tuhan. Namun ternyata ada juga pasangan yang sudah diikat dengan sumpah itu berakhir dengan bercerai. Faktor utama terjadinya perceraian adalah karena krisis akhlak. Perselingkuhan adalah krisis akhlak yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena

perselingkuhan, pemicu terjadinya konflik yang berkepanjangan. Juga faktor pendidikan dan ekonomi bukan hal utama yang memicu perceraian. Data yang tercatat dalam kurun waktu 2010 sampai September 2011 sudah ada 472 kasus perceraian di PA Manado. Sementara di PN Kelas I Manado ada 479 kasus yang terjadi. Di PA Manado 2010 ada 302 kasus perceraian yang harus diselesaikan dan sampai September ada 170 kasus, kata Suroso. Sedangkan di PN Manado, ada 215 yang tercatat sampai September tahun ini dan 264 kasus yang tercatat sepanjang 2010. Suroso juga menambahkan bahwa pihak Pengadilan selalu menawarkan jalan mediasi untuk pihak-pihak yang berseteru, tapi semua tergantung para pihak yang ada.12 Dari data yang ada di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa:

11 12

http://jogja.tribunnews.com/2012/04/13/tak-setia-pemicu-utama-perceraian http://beritamanado.com/kota-manado/angka-cerai-di-manado-tinggi/79103/

1. Tren perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ketahun. 2. Dari 2 juta pernikahan setiap tahun, ada 200 ribuan yang bercerai. 3. Masalah ekonomi (suami tidak bisa menafkahi) adalah no 1 penyebab perceraian, kemudian ketidak harmonisan pribadi, perselingkuhan. 4. 70 % yang menggugat cerai adalah Isteri.13 B. PERCERAIAN KARENA PERSELIKUNGAN DI PENGADILAN NEGERI
a. Perceraian Dalam Pandangan Kristen

Perceraian merupakan persoalan yang biasa dihadapi oleh kebanyakan orang dalam kehidupan berumah tangga. Bukan saja di kalangan para artis yang marak, tetapi juga di kalangan orang Kristen sendiri, perceraian menjadi persoalan yang serius. Dalam tulisan ini Hendi Rusli14, mencoba melihat persoalan etis perceraian dari sudut pandang Paulus dalam I Korintus 7. Ada pun sebelum saya menarik sumbangsih etis dari pandangan Paulus mengenai perceraian, terlebih dahulu meninjau latar belakang historis dari surat I Korintus tersebut; menelusuri sumber ajaran etis Paulus; dan menggali teks I Korintus 7 terkait dengan masalah perceraian. 1) Latar Belakang Historis

13

Di kumpulkan dari beberapa Sumber: Kompas.com, detik.com, vivanews.com, suara karya, Antara.

14

http://hendirusli.blogspot.com/2010/05/perceraian-dalam-pandangan-paulus.html, diakses 5 Mei 2012 pukul 13.39.

Kota Korintus merupakan kota pelabuhan yang penting karena letaknya yang strategis. Menurut Groenen, kota ini terletak di lajur tanah yang menghubungkan antara Yunani Selatan dan Yunani Utara, oleh karena itu juga kota ini menjadi titik sambung lalu lintas bagi Yunani Selatan dan Yunani Utara. Dan hal inilah yang menyebabkan kota Korintus menjadi pusat perdagangan dan industri, bukan sebagai pusat kebudayaan seperti Athena.15 Penduduk Korintus sangat dipengaruhi oleh agama yang mereka anut. Penduduk Korintus menyembah Dewi Venus yang adalah Dewi Cinta berdasarkaan hawa nafsu.16 Peraturan di Korintus menetapkan bahwa di dalam kuil Dewi Venus harus ada seribu gadis cantik yang tetap tinggal sebagai pelacur dan beribadah kepada Dewi Cinta itu. Wesley menambahkan bahwa dengan adanya agama yang demikian, maka tidaklah heran jika kota Korintus disebut sebagai kota kenajisan dan Kota Main Korintus yang berarti kota untuk berbuat zinah. Di sisi lain, Barclay juga berpendapat17 bahwa kota Korintus memiliki reputasi makmur di bidang perdagangan, namun juga merupakan pemeo bagi kehidupan yang jahat. Menurut Barclay, kata korinthiazesthai yang telah menjadi kosa-kata bahasa Yunani secara harfiah berarti hidup seperti

15 16

Groenen, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta:1986), 227. J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus, (Bandung:1998), 11-12. 17 Barclay, William. F.F. Bruce (ed). Paul And His Converts. London: Lutterworth Press. 1962

orang Korintus, yaitu hidup bermabuk-mabukan dan penyelewengan yang tidak terkendali. Paulus menulis suratnya yang pertama kepada jemaat Korintus di tengah-tengah situasi yang seperti ini. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Paulus menulis surat ini? Ada kemungkinan bahwa surat yang petama ini ditulis untuk membalas surat dari jemaat Korintus itu sendiri, misalnya dapat kita rujuk dari I Korintus 7:1.18 Melalui suratnya, Paulus mau menjawab pergumulan-pergumulan yang jemaat hadapi. Kapan surat ini ditulis? Para penafsir mengatakan bahwa surat ini ditulis sekitar tahun 54 atau 55, namun ada juga yang mengatakan sekitar tahun 57 atau 58. Menurut Bruce,19 kemungkinan surat I Korintus ini ditulis pada tahun 55 sebelum hari raya Pentakosta ( I Kor 16:8), ketika Paulus berada di Efesus pada tahun yang ketiga.

2) Sumber Ajaran Etis Paulus Dari manakah sumber ajaran etis Paulus mengenai perceraian? Mungkin ini menjadi pertanyaan yang terlintas dalam benak pembaca. Dalam bagian ini, saya merujuk pada tiga sumber yang sekiranya dapat menjawab pertanyaan di atas. Perjanjian Lama
18 19

J. Wesley Brill, Ibid. F.F Bruce, The New Century Bible Commentary: I & II Corinthians, (Grand Rapids: 1992), 25.

Kemungkinan pertama, sumber dari ajaran Paulus mengenai perceraian dalam I Korintus 7 bisa bersumber dari Perjanjian Lama.20 Bagian dari Perjanjian Lama yang membahas khusus

mengenai hukum perceraiaan terdapat dalam Ulangan 24:1-5 (teksteks lain dapat dirujuk, misalnya: Ul. 22:13-21; Ul. 22:28-29; Im. 21:7-14.21 Penulis Deuteronomis yang menjadi sumber tulisan ini,22 sangat tidak setuju dengan perceraian di kalangan umat Israel. Hukum-hukum itu dibuat untuk mencegah terjadinya perceraian. Dari sini tentunya kita dapat katakan bahwa, Paulus sebagai seorang murid dari guru besar Gamaliel (Kis. 22:3) mengetahui hukumhukum yang tertulis dalam kitab Ulangan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah benar sumber ajaran etis Paulus mengenai perceraian ini bersumber dari Perjanjian Lama? Hal ini memang dapat dibantah, karena Paulus tidak mengutip secara langsung teks-teks dalam PL sebagaimana dilontarkan oleh Adolf von Harnack. Menurut Holtz yang dikutif Candra Gunawan,23 Rasul Paulus mengembangkan nasehat etisnya dari ajaran PL sebagaimana dipahami oleh Yudaisme Bait Allah Kedua (BAK). Pandangan Paulus dalam I Korintus 7:2 yang menyatakan bahwa, lebih baik menikah daripada jatuh dalam bahaya percabulan, menurut Holtz,
20

Lihat diktat Candra Gunawan, Etika Paulus: Sumber-Sumber Ajaran Etis/Moral Tulisan Rasul Paulus, Cipanas: 25 Januari, 2010. 21 Glen H. Stassen, Etika Kerajaan, (Surabaya:2008), 356. 22 Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, (Jakarta: 2004, 68. 23 Candra Gunawan, Ibid, 12.

bersumber pada pandangan Yudaisme BAK. Demikian juga dengan nasehat mengenai anjuran selibat dalan I Korintus 7:7, 26, 32 memiliki kemiripan dengan anjuran dan nesehat yang diberikan dalam komunitas Qumran. Tradisi/Ajaran Yesus Sumber kedua yang dapat dirujuk dari ajaran etis Paulus dalam I Korintus 7 adalah dari tradisi/ajaran Yesus.24 Mengenai ajaran Yesus tentang perceraian yang telah dibukukan terdapat dalam Injil sinoptik,25 yaitu Matius 5:31-32; 19:3-12, Lukas 16:18 dan Markus 10:2-12. Masing-masing bagian ini menegaskan bahwa Yesus sebenarnya menentang perceraian. Perikop Matius 19:3-12 dan Markus 10:2-12 memiliki kemiripan. Menurut Stassen,26 kedua bagian tersebut mencatat perjumpaan Yesus dengan orang-orang Farisi di mana mereka berusaha menguji Dia di hadapan orang banyak. Kedua perikop tersebut berkenaan dengan isu tentang apakah perceraian sejalan dengan hukum Yahudi. Paulus Sendiri Sumber ketiga yang dapat saya rujuk dari ajaran etis Paulus dalam I Korintus 7 adalah hasil dari pergumulan Paulus sendiri dengan konteksnya, yaitu di jemaat Korintus. Sebagaimana disinggung pada bagian latar belakang historis, kota Korintus
24
25

Candra Gunawan, Ibid. Glen H. Stassen, Ibid, 350..

Injil-injil sinoptik ditulis dengan periode waktu yang berbeda-beda. Menurut Marxsen, Markus ditulis sekitar tahun 67-69 M, Matius sekitar tahun 80an, dan Lukas ditulis sekitar tahun 90 M.
26

dikenal sebagai kota yang penuh dengan kejahatan, rawan akan perzinahan dan tindakan asusila. Hal ini menimbulkan persoalan etis di jemaat Korintus, yang mengancam hidup pernikahan jemaat tersebut. Paulus menjawab pergumulan ini melalui suratnya, terkhusus dalam I Korintus 7 yang terkait dengan isu tersebut. Barclay juga menegaskan bahwa ayat 12-16 merupakan hasil pergumulan Paulus dari persoalan yang terjadi di jemaat Korintus. Penjelasan I Korintus 7 Isu utama dalam bagian I Korintus 7 sebenarnya bukan berbicara mengenai perceraian tetapi mengenai perkawinan. Dapat dikatakan bahwa isu perceraiaan merupakan sub-ordinasi dari isu utama, yaitu perkawinan. Sebelum saya masuk ke dalam penjelasan ayat-ayat yang terkait dengan masalah perceraian, saya akan mencoba meninjau pengertian dari istilah perceraian itu sendiri dalam konteks sekarang, kemudian menelusuri, persoalan apa yang sebenarnya digumuli oleh jemaat Korintus terkait dengan surat I Korintus pasal 7 ini. 3) Pengertian Perceraian Perceraian adalah27 putusnya hubungan pernikahan antara

seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang telah hidup bersama sebagai suami isteri. Istilah perceraian memiliki dua

27

Dr. Endang Sumiarti, Problematika Hukum Perceraian Kristen dan Katolik, (Yogyakarta:2005), 85.

pengertian yang digunakan dalam keadaan yang berbeda. Pertama, adalah perceraaian dengan istilah a mensa et thoro (dari meja dan tempat tidur), lebih tepat lagi didefinisikan sebagai pemisahan. Dalam hal ini, pasangan suami isteri tersebut hidup terpisah dan berhenti untuk tinggal bersama sebagai suami isteri (pisah ranjang), tetapi masih terikat dengan perkawinan dan tidak ada kebebasan untuk menikah lagi dengan orang lain ketika pasangannya masih hidup. Keadaan seperti ini diakui oleh hukum dan diijinkan oleh tradisi Kristen di dalam pernikahan. Kedua, adalah dengan istilah a Vinculo yang berarti putusnya hubungan dari ikatan perkawinan (secara hukum/resmi). Mereka sudah tidak terikat satu dengan lainnya dan keduanya bebas menikah lagi dengan orang lain. 4) Masalah yang diajukaan kepada Paulus Menurut Wesley,28 sebenarnya ada 8 pertanyaan atau

masalah yang ditanyakan jemaat Korintus kepada Paulus terkait dengan I Korintus 7 ini. Persoalan tersebut yaitu: Salahkah jika seseorang menikah? Jawaban atas pertanyaan ini adalah tidak (ayat 1 dan 2). Bolehkah seseorang yang sudah menikah menjauhi pasangannya dan tidak bersetubuh dengan dia? Jawabannya ialah tidak (ayat 3-5). 28

Bolehkah seorang janda atau seorang duda menikah lagi?

Wesley, Ibid, 135-136.

Jawabannya ialah: mereka boleh menikah lagi, tetapi hanya dengan orang yang percaya kepada Tuhan Yesus. Namun Paulus berpendapat bahwa lebih baik kalau janda-janda itu tidak menikah (ayat 7-8). Bolehkan seorang isteri Kristen menceraikan suaminya atau sebaliknya? Jawabannya ialah tidak (ayat 10-11). Bolehkah perkawinan di antara seorang yang beriman dan seorang yang tidak beriman dibatalkan? Jawabannya adalah tidak (ayat 13-14). Apakah peraturan umum yang berhubungan dengan masalah perkawinan ini? Jawabannya ialah: hendaklah tiap-tiap orang tetap tinggal dalam keadaannya seperti pada waktu ia dipanggil Allah (ayat 18-24). Apakah membujang lebih baik/lebih mulia daripada menikah atau menikah lebih baik/lebih mulia daripada membujang? Jawaban atas kedua pertanyaan itu adalah tidak (ayat 25-35). Apakah kewajiban seorang ayah terhadap anak gadisnya? Bolehkah ia mendorong atau memaksa anak gadisnya itu menikah atau tidak menikah? Jawaban atas kedua pertanyaan ini ialah tidak (ayat 36-40). Adapun ayat-ayat khusus yang berbicara langsung mengenai isu perceraian dalam I Korintus 7 adalah sebagai berikut: Ayat 10-11, Paulus menegaskan agar seorang isteri tidak

boleh

menceraikan

suaminya,

demikian

juga

suami

tidak

diperbolehkan menceraikan isterinya. Menurut Barclay,29 Paulus melarang perceraian karena Yesus juga melarangnya. Jika terjadi perceraian yang semacam itu, Paulus melarang mereka untuk kawin lagi. Hal ini mungkin terlihat seperti sebuah ajaran yang keras, namun dalam konteks di Korintus, lebih baik memelihara normanorma yang demikian sehingga kehidupan moral yang baik tetap terpelihara dalam kehidupan jemaat. Di samping Barclay, Bruce juga menegaskan bahwa otoritas Paulus dalam ajarannya mengenai larangan perceraian ini, bersumber dari pengajaran Yesus (misalnya dapat kita rujuk dari Markus 10:2-12).30 Ayat 12-16, bekenaan dengan perkawinan di antara orangorang beriman dan orang-orang yang tidak beriman. Bagian ini kemungkinan adalah hasil dari pergumulan Paulus, karena tidak ada perintah dari Yesus yang dapat ditunjukkan oleh Paulus kepada jemaat Korintus tersebut. Latar belakang dari bagian ini adalah bahwa ada orang-orang di Korintus yang menyatakan bahwa orang beriman tidak boleh tinggal bersama orang tidak beriman; dan mereka juga berpandangan bahwa jika salah seorang dari pasangan dalam sebuah perkawinan menjadi Kristen, maka jalan satu-satunya yang harus ditempuh untuk memisahkan mereka adalah perceraian.

29 30

Barclay, Ibid, 115. Bruce, Ibid, 69.

Paulus menghadapi masalah ini dengan kebijaksanaan yang paling praktis. Ia berkata bahwa jika keduanya sepakat untuk tinggal bersama, biarkanlah mereka melakukannya; tetapi jika mereka menghendaki untuk bercerai serta didapati sesuatu yang amat memberatkan mereka jika harus tetap tinggal bersama, maka biarlah mereka melakukan perceraian itu. Barclay berpendapat bahwa dalam bagian ini, ada dua hal penting yang disebut Paulus sebagai nilainilai kekal, yaitu: 1) Bahwa pasangan yang tidak beriman akan dikuduskan oleh pasangannya yang beriman. Yang menakjubkan dari kasus seperti ini adalah bahwa bukan noda dari kekafiran, melainkan anugerah kekristenanlah yang menang. 2) Bahwa hubungan ini pun mungkin merupakan cara untuk menyelamatkan jiwa pasangan yang tidak beriman. Pasangan yang tidak beriman harus dianggap, bukan sebagai sesuatu yang najis untuk dihindari dengan penolakan, melainkan sebagai jiwa yang harus dimenangkan bagi Allah. Ayat 27-28, kelihatannnya Paulus menomorduakan

perkawinan. Paulus mengijinkan perkawinan seakan-akan hanya sebagai sebuah kelonggaran untuk menghindari percabulan dan perzinahan. Namun meskipun demikian, Paulus menegaskan bahwa jikalau seseorang sudah terikat oleh seorang perempuan, artinya telah memiliki isteri, ia tidak boleh menceraikannya. Hal ini juga ditegaskan oleh Bruce, ia berpendapat bahwa di samping Paulus

secara eksplisit melarang untuk menikah, Paulus tidak keberatan jikalau toh seandainya mereka mengabaikan nasehatnya, mereka tidak berdosa. Ayat 39, Paulus mengemukakan pandangannya yang

konsisten. Perkawinan adalah hubungan

yang hanya dapat

diceraikan oleh kematian. Perkawinan kedua memang diperbolehkan apabila salah satu pasangan dari mereka telah meninggal. Bruce mengaitkan bagian ini dengan Roma 7:2 yang berbicara mengenai hukum perkawinan yang mengatakan, Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. Kemungkinan Paulus merujuk pada nats ini, atau juga malah sebaliknya. Karena surat Roma juga di tulis sekitar tahun 55/56 M. 5) Sumbangan Etis Pandangan Paulus dalam I Korintus 7 khususnya mengenai perceraian, dapat dijadikan bahan acuan yang baik untuk bina pranikah di gereja-gereja dewasa. Memberi pemahaman yang lebih humanis, terkait dengan pasangan suami isteri yang berbeda keyakinan. Mereka tidak harus bercerai, kecuali atas kesepakatan bersama. Pernikahan adalah sesuatu yang kudus dan harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan sesama. Perceraian tidak seharusnya dijadikan senjata, ketika persoalan melanda kehidupan

rumah tangga. Hanya maut yang dapat menceraikan manusia dari pernikahan. Persoalan etis dari surat I Korintus 7 sebenarnya berkaitan erat dengan isu mengenai perkawinan. Masalah perceraian sebenarnya adalah bukan isu utama dalam bagian I Korintus pasal 7 ini. Namun demikian, bukan berarti kita tidak dapat berbicara mengenai hal tersebut. Melalui pengkajian sederhana yang saya lakukan di atas, ternyata banyak nilai-nilai etis yang dapat ditarik dari I Korintus 7 terkait dengan masalah perceraian. Dari hasil pengkajian Hendi Rusli, ia menyimpulkan bahwa sumber dari ajaran paulus dalam I Korintus 7:1-40 bisa berasal dari tiga sumber utama, yaitu Perjanjian Lama, ajaran Yesus, dan pemikiran Paulus sendiri, yaitu hasil pergumulannya dengan konteks jemaat Korintus. Juga, pengkajian yang serius atas teks-teks kitab suci dapat memberi manfaat yang besar bagi kehidupan orang-orang percaya, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai etis Kristiani serta menghasilkan pesan atau kerugma yang segar dan relevan untuk kehidupan kita sekarang ini.

b.

Aturan tentang Perceraian Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Aturan perceraian di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan termaktub dalam pasal 39 berbunyi:

(1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. (2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suamiisteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. (3) Tatacara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri. Di dalam Penjelasan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39 disebutkan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah: a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturutturut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya. c. Salah satu pihak mendapat hukuman hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain. e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri. f. Antara suami dam isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukum lagi dalam rumah tangga. Ketentuan ini juga terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 19 yang berbunyi:

Perceraian dapat

terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan

berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai

suami/isteri; f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
2. Aturan tentang Izin Poligami Pembahasan yang berkaitan dalam masalah poligami dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 ada dalam pasal 3 sampai dengan pasal 5. Pasal 3 berbunyi: (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. (2) Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihakyang bersangkutan.

Pasal 4 berbunyi: (1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. b. c.

isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disebuhkan; isteri tidak dapat melahirkan keturunan; Pasal 5 menyatakan

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a. b. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri; adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka; c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka; (2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri/isteri-isterinya tidak mugkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

KESIMPULAN

B. Saran Adapun saran-saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:

1. Dalam mengajukan permohonan atau gugatan perceraian, hendaknya masing-masing pihak terlebih dahulu instropeksi diri untuk tidak tergesa-gesa memutuskan perceraian. Apalagi pihak yang menggugat adalah pihak yang sebenarnya menjadi penyebab retaknya rumah tangga. Hal ini perlu diperhatikan, karena walaupun secara hukum positif perceraian dapat dikabulkan, namun secara syari'ah orang yang mengajukan perceraian tanpa alasan yang sah, maka haram baginya bau surga. 2. Untuk hakim mediator yang bertugas mendamaikan para pihak, hendaknya selalu teliti dan cermat dalam mempelajari perkara perceraian yang masuk di Pengadilan. Karena jika hakim mediator jeli dalam menangkap permasalahan yang ada, maka hakim mediator akan dengan mudah menggali fakta yang sebenarnya dalam rumah tangga para pihak.

You might also like