You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Banyak orang yang masih mengganggap penyakit diabetes merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik tua maupun muda. Diabetes adalah kondisi yang kronis, dimana tubuh tidak dapat mengubah makanan menjadi energi sebagaimana harusnya. Hal ini berasosiasi dengan komplikasi yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama yang kemudian mempengaruhi hampir seluruh bahagian tubuh. Kondisi ini acap kali menjurus ke arah masalah-masalah kesehatan sebagai berikut. Kebutaan Penyakit jantung dan urat nadi Gagal ginjal Beragam amputasi Kerusakan pada syaraf

Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengganggu kehamilan, dan pada umumnya menyebabkan cacat bagi bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu penderita diabetes. Ada tiga jenis diabetes: Jenis 1, jenis 2, dan masa kehamilan (gestasional). Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes , atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat. (Sumber : Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.) Menurut Prof. Dr. Sidartawan Soegondo, Indonesia menjadi negara keempat di dunia yang memiliki angka diabetesi terbanyak. Diabetesi secara keseluruhan di Indonesia mengalami peningkatan hingga 14 juta orang (DetikNews, 15 April 2007). Hal ini berdasarkan laporan dari WHO, dimana pada jumlah diabetesi di Indonesia pada tahun
1

2000 adalah 8,4 juta orang setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta) dan Amerika Serikat (17,7 juta). Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta) (Darmono, 2005). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari. Peningkatan jumlah diabetesi disebabkan keterlambatan penegakan diagnosis penyakit tersebut. Pasien sudah meninggal akibat kompikasi sebelum adanya penegakan diagnosis (Sudoyo et al, 2006). Penyebab keterlambatan penegakan diagnosis tersebut adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada atau beragamnya variabel. Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi masyarakat tentang diabetes terutama gejalagejalanya.

1.2 Tujuan Penulisan Makalah Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah kebiasaan hidup yang monoton tanpa adanya perubahan gaya hidup dapat menimbulkan penyakit diabetes.

1.3 Manfaat Penulisan Makalah


Manfaat penulisan makalah ini adalah : 1. Bagi penulis : 1. Membantu dokter dalam hal penegakan diagnosis penyakit Diabetes. 2. Membantu pasien untuk mengetahui tipe diabetes yang diderita dari kondisi gula darah pasien. 2. Bagi pembaca : 1. Membantu pembaca untuk mengetahui bagaimana cara mengetahui gejala-gejala diabetes. 2. Membantu pembaca untuk mengetahui penyebab penyebab penyakit diabetes. 3. Membantu pembaca untuk mengetahui tipe-tipe diabetes.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


3.1 Fisiologi Glukosa Darah
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Dinamika Sekresi Insulin Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian, kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Aksi Insulin Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolisme. Untuk mendapatkan proses metabolisme glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease.
5

Diabetologia 42: 903-19) Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidak hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa di jaringan perifer, tapi juga di jaringan hepar dimana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan pengangkut glukosa melewati membrana sel kedalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut berperan dalam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar. Kedua proses ini berlangsung secara normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala jaringan (hepar) resisten terhadap insulin, maka efek inhibisi hormon tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan menjadi tidak lagi optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Efek Metabolisme dari Insulin Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai
6

kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum). (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATPSensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ). (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu, pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19) Jadi, dapat disimpulkan perjalanan penyakit DMT2, pada awalnya ditentukan oleh kinerja fase 1 yang kemudian memberi dampak negatif terhadap kinerja fase 2, dan berakibat langsung terhadap peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia).
7

Hiperglikemia terjadi tidak hanya disebabkan oleh gangguan sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya respons jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Gangguan atau pengaruh lingkungan seperti gaya hidup atau obesitas akan mempercepat progresivitas perjalanan penyakit. Gangguan metabolisme glukosa akan berlanjut pada gangguan metabolisme lemak dan protein serta proses kerusakan berbagai jaringan tubuh. Rangkaian kelainan yang dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, selain daripada intoleransi terhadap glukosa beserta berbagai akibatnya, sering menimbulkan kumpulan gejala yang dinamakan sindroma metabolic. (Aschroft FM, Gribble FM, 1999. ATP-Sensitive K + Channels and insulin secretion :Their role in health and disease. Diabetologia 42: 903-19)

3.2 Definisi, Macam-Macam, dan Penyebab Diabetes


Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa, dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu kadara gula darah yang tingginya sudah membahayakan. Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh sel khusus di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes. Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat yang di minum, atau suntukan insulin secara teratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan stroke.

Diabetes Mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemi) dan kadar gula yang tinggi pula dalam air seni (glukosuria). Penyakit Diabetes Mellitus biasanya herediter (menurun) dan merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari tubuh yang kekurangan insulin efektif yang merubah gula
8

darah menjadi gula otot (glikogen). Pada orang normal, segera setelah makan tubuh akan melakukan metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak, metabolisme protein dengan masing-masing rangkaiannya yang begitu rumit. Hasil metabolisme tubuh tersebut adalah gula yang nantinya akan diubah lagi menjadi energi, baik itu energi gerak, energi panas, dll. Itulah sebabnya beberapa saat sesudah makan kadar gula darah akan meningkat. Naah, di saat inilah hormon insulin melakukan tugasnya, yaitu mengubah gula yang ada di darah menjadi glikogen tadi. Jika jumlah insulin kurang banyak, atau kualitas insulin kurang baik, maka kadar gula darah tetap tinggi meskipun sudah beberapa jam setelah makan. Itulah sebabnya pada penderita DM diharuskan mengatur makanannya supaya kadar gula darahnya tidak melonjak dalam satu waktu tertentu. Pada DM tipe I bahkan bisa terjadi tidak ada produksi insulin sama sekali sehingga terpaksa memerlukan insulin dari luar atau injeksi insulin. Kenapa insulin menjadi berkurang dalam tubuh? Karena pancreas sebagai pabriknya insulin sedang terganggu sehingga berkurang fungsinya. Bisa jadi pancreas kelelahan sehingga sel Beta Langerhanz menjadi berkurang. Mungkin juga pancreas sedang sakit karena ada bakteri/virus atau tumor yang merusak sel Beta Langerhanz. Seberapa tingginya? Bisa dikatakan Diabetes jika kadar gula darah setelah puasa (disingkat GDP) 10 jam masih lebih dari 120mg% atau pada saat 2 jam setelah makan (disingkat 2jpp: 2 jam post prandial) lebih dari 200mg%. untuk lebih lengkapnya bisa dilihat pada box Diagnosa DM. (http://www.dr-rocky.com)

Macam-Macam Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO 1985 A. Clnical Classes
9

I. Diabetes Melistus 1. IDDM (DM tipe I) 2. NIDDM (DM tipe II) 3. Bila meragukan Tipe 1 atau Tipe 2 disebut : Questionable DM 4. MRDM (Malnutrition Related DM) : a. Fibrocalculous Pancreatic Diabetes Melitus (FCPD) b. Protein Deficient Pancreatic Diabetes Mellitus (PDPD) 5. Other Tupes of DM associated with certain conditions and syndromes : a. Pancreatic disease b. Disease of hormonal etiology c. Drug of chemical induced conditions d. Abnormal of insulin or its receptor e. Certain genetic syndromes f. Miscellanous II. Impaired Glucose Tolerane (GTG = DM Chemical = DM Latent) III.Gestational DM (DM hanya pada saat hamil) B. Statistical Risk Classes Yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah penderita yang : Kedua orang tuanya menderita DM (potential DM) Pernah menderita GTG kemudian normal lagi Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kg Pada DM tipe I kelainan terletak pada sel beta pankreas yang tidak mampu membuat dan mengeluarkan insulin dalam jumlah dan kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi (produksi) insulin sama sekali.

Pada DM tipe II, kelainan terletak di beberapa tempat : 1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup, tetapi terdapat keterlambatan, sehingga glukosa sudah diabsorpsi masuk darah tapi insulin belum memadai. 2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 30.000); pada obesitas
10

bahkan hanya sekitar 20.000. 3. Jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga insulin tidak efektif. 4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, sehingga proses glikolisis intra seluler terganggu. 5. Adanya kelainan campuran di antara no 1,2,3 dan 4 Pada DM akibat malnutrisi (DM-Malnutrisi atau disingkat DM-M) terjadinya DM-M diduga karena : 1. Kekurangan protein jangka panjang yang bersamaan dengan makanan utama singkong, sehingga HCN dari singkong merusak sel beta pankrea s yang sebetulnya HCNbisa dinetralkan oleh asam amino dari protein makanan, dan terus dikeluarkan melalui urin (cyanide cassava hypothesis). 2. Kekurangan protein dan kalori jangka panjang (protein deficient hypothesis). 3. Sebab lain yang belum jelas. (http://www.dr-rocky.com)

11

Tergantung insulin (IDDM, Tipe I) 10-15 & penderita diabetes masuk golongan ini Biasanya pada anak dan remaja Berat badan normal atau kurus Gejala secara mendadak Ketoasidosis sering terjadi karena tak terkontrol Sindrom nonketonik hiperosmolar tidak dijumpai Insulin yang beredar tidak dapat di ukur Resptor insulin tidak terganggu Sering didapat antibody terhadap sel pulau Jumlah sel beta berkuarang banyak Tidak ada respons terhadap obat hipoglikemik oral Ada hubungan dengan fenotipe HLA antigen DR3 dan DR4 (juga B8, B15); heterozigot DR3/DR4 merupakan risiko khusus Tabel 1. Perbedaan DM Tipe I dan DM tipe I

Tidak tergantung insulin (NIDDM, tipe II) Bentuk lazim: sekitar 85% dari diabetes Umur biasanya 40 tahun Penderita sering gemuk Gejala lambat laun atau asimptomatik Ketoasidosis jarang kecuali bila ada penyakit lain yang berat Sindroma hiperosmolar nonketonik diawali oleh gangguan ginjal atau kardovaskular Kadar insulin rendah, normal atau bahkan tinggi Reseptor berkurang atau tidak efektif Antibody terhadap sel pualu tidak ada Jumlah sel beta berkurang sedikit Obat hipoglikemik oral sering efektif Tidak ada hubungan dengan fenotipe HLA

Patofisiologi Diabetes Melitus Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar. ( diabetesmelitus.html, 2007).

12

Penyakit diabetes membuat gangguan/komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan jantung/infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren). Selain itu bila saraf yang terkena timbul neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/mati rasa, sekalipun tertusuk jarum /paku atau terkena benda panas. Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi gangren/jaringan busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur, hal ini akan membahayakan pasien karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf, disebut neuropati diabetik dapat timbul gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa sampai mati rasa. Selain itu gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil, kram otot, mudah lelah. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi. Jika sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk tersebut. Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosclerosis dan emboli trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan neuropati perifer. Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan autonom yang masing-masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan menimbulkan titik tekean baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu. Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya, kalus dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan infeksi berkembang menjadi selulitis dan
13

berakhir dengan gangren. Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini sukar sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor ketiga terbukanya pintas arteri-vena di subkutis, aliran nutrien akan memintas tempat infeksi di kulit.

Penyebab Ada beberapa hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit diabetes, diantaranya: 1. Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus. konsumsi makan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan menyebabkan diabetes melitus. 2. Obesitas (Kegemukan) Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes militus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus. 3. Faktor Genetis Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil. 4. Bahan-bahan Kimia dan Obat-obatan Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi
14

pankreas.

5. Penyakit dan infeksi pada pankreas Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko terkema diabetes mellitus. 6. Pola hidup Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olah raga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi pankreas. (http://www.kulinet.com)

Penegakan Diagnosa Diagnosis DM harus didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya (yang melakukan pemantauan kendali mutu secara teratur). Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga digunakan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa dan kapiler. (Reno Gustaviani, 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keempat Jilid III). Diagnosis klinis DM umumnya akan akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM
15

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM karena lebih mudah diterima oleh pasien serta murah. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM , hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Kadar glukosa darah sewaktu mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200mg/dl. Namun TTGO dalam prakteknya sangat jarang dilakukan. (Reno Gustaviani, 2007. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi keempat Jilid III).

3.3 Manifestasi Gejala Diabetes


Manifestasi Pada Mulut Sejumlah perubahan oral yang dijelaskan pada diabetes, termasuk cheilosis, mukosa kering dan pecah - pecah, rasa terbakar pada mulut dan lidah, berkurangnya aliran saliva, dengan spesies yang dominant yaitu Candida albicans, streptococcus hemolitikus, dan stafilokokus. Rasio meningkatnya karies gigi juga diamati pada diabetes yang tidak terkontrol. Harus diingat bahwa perubahan tidak selalu terlihat, tidak spesifik, dan tidak patognomonik untuk diabetes. Selain itu, perubahan yang diamati juga pada diabetes yang terkontrol. Individu dengan diabetes yang terkontrol memiliki respon terhadap jaringan yang normal, perkembangan gigi-geligi yang normal, dan perlawanan terhadap infeksi yang normal pula, dan tidak ada peningkatan insiden karies gigi. Pengaruh diabetes pada jaringan periodonsium telah diamati secara keseluruhan. Meskipun sukar untuk membuat kesimpulan yang definitive tentang efek spesifik diabetes pada jaringan periodonsium, variasi perubahan telah dijelaskan termasuk tendensi pembesaran gingival, terbentuknya gingival polip, proliferasi gingival polipoid, terbentuknya abses, periodontitis dan kehilangan gigi. Perubahan yang paling parah pada
16

diabetes yang tidak terkontrol adalah berkurangnya perlawanan terhadap dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi yang menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal. Periodontitis pada diabetes mellitus tipe I nampak setelah umur 12 tahun. Prevalensi periodontitis dilaporkan sebanyak 9,8% pada usia 13-18 tahun, dan meningkat sampai 39% pada usia 19 tahun dan diatasnya.

Literature untuk pernyataan ini dan pengaruh secara keseluruhan terhadap fakta tentang adanya penyakit periodontal pada diabetes mellitus tidak konsisten atau merupakan pola yang nyata. Inflamasi gingival tingkat lanjut, poket periodontal yang sangat dalam, kehilangan tulang yang cepat, dan abses periodontal sering terdapat pada pasien diabetes mellitus yang memiliki oral hygiene yang buruk. Anak-anak dengan diabetes mellitus tipe I cenderung memiliki destruksi yang lebih parah di sekitar M1 dan insisivus daripada di sekitar gigi yang lain, tetapi destruksi ini menjadi lebih luas seiring dengan meningkatnya umur. Pada juvenile diabetic, destruksi periodontal yang luas sering terjadi sehubungan dengan umur pasien. Meskipun beberapa penelitian belum menemukan hubungan antara stadium diabetic dengan kondisi periodontal, studi yang terkontrol menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dan keparahan penyakit periodontal pada penderita diabetes daripada yang tidak menderita diabetes, dengan faktor lokal yang sama. Penemuan termasuk loss of attachment yang lebih parah, meningkatnya bleeding on probing, dan meningkatnya mobilitas gigi. Perbedaan derajat diabetes pada penderita dan control pada penderita dan keparahan penyakit mengindikasikan sample pasien bertanggung jawab terhadap kurangnya konsistensi ini. Penelitian terbaru menyatakan bahwa diabetes yang tidak terkontrol atau kurang berhubungan dengan meningkatnya kerentanan dan keparahan terhadap infeksi termasuk periodontitis. Diabetes tidak menyebabkan gingivitis atau poket periodontal, tetapi terdapat indikasi bahwa dia dapat merubah respon jaringan periodontal terhadap faktor lokal, mempercepat bone loss dan memperlambat penyembuhan setelah pembedahan pada jaringan periodontal. Abses periodontal yang sering terjadi merupakan gejala penyakit periodontal yang terlihat pada penderita diabetes. (http://dok-lisa.blogspot.com/feeds/1772733680616438780/comments/default)
17

Manifestasi Pada Kulit Pada organ kulit, penyakit Diabetes memberikan manifestasi yang bervariasi, namun mekanisme pasti belum diketahui. Diduga berhubungan dengan kondisi hiperglikemia atau disfungsi insulin, kerusakan yang ditimbulkan terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui pembuluh darah, neurologi atau sistem imun). Kondisi hiperglikemia berperan penting dalam sistem regulatori protein seperti kolagen, jika regulatori protein ini terganggu maka akan terjadi penumpukan protein non-enzymatic glycosylation (NEG). Produksi NEG pada proses penuaan kronologis, secara normal terjadi, tetapi produksi NEG ini tidak sebanyak saat hiperglikemia. Adanya penumpukan NEG ini menyebabkan akumulasi protein advanced glycosylation end products (AGEs), oleh karena NEG tidak dapat didegradasi, akibatnya terjadi penurunan solubilitas asam dan enzimatik di dalam kolagen kulit. Inilah jawaban kenapa pada penderita diabetes dapat terjadi gangguan retinopati, nefropati maupun mikrovaskuler. Pada penderita diabetes terjadi penurunan inervasi sensori kulit, hal ini merupakan predisposisi terjadinya trauma atau infeksi. Adanya kondisi hiperglikemia juga menyebabkan gangguan mekanisme sistem imunoregulasi, berakibat gangguan menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan bakterisidal sel lekosit maka kemudahan infeksi maupun ulkus. Pada penderita DM juga terjadi disregulasi metabolisme lipid, maka terjadilah hipertrigliserid yang memberikan manifestasi kulit sebagai xantoma eruptif. Sementara pada penderita DM tipe 2 resisten terhadap insulin sering terjadi hiperinsulinemia, hal ini menyebabkan abnormalitas pada proliferasi epidermal dan terjadi akantosis nigrikan. (http://indodiabetes.com/manifestasi-kulitpada-penderita-kencing-manis-diabetes-mellitus.html/)

Beberapa Contoh Manifestasi Oral Diabetes Pada Tubuh 1. PERIODONTITIS

18

Resistensi jaringan gingiva dan jaringan periodontal menurun karena adanya : Perubahan komposisi kolagen Regulasi diabetes dan oral Hygiene Faktor pencetus : Faktor infeksi Angiopati diabetic Neuropati diabeti

2. ANGULAR CHEILITIS Merupakan suatu lesi kronis berupa fissure (celah pada sudut bibir, terasa nyeri karena sampai ke membran basalis, daerah sekitar eritema, berupa fisure yang dalam) seringnya bilateral. Etiologi : jamur candida albicans.

Faktor predisposisi : anemia, usia tua, kebiasaan OH (oral higiene) mulut yang jelek, penggunaan antibiotik yang luas, merupakan penurunan dimensi vertical. 3. MEDIAN RHOMBOID GLOSSITIS Suatu bercak licin, gundul, lesi berwarna merah tanpa papilla filiformis, berbatas jelas, dengan tepi irregular Lokasi paling sering : garis tengah dorsum lidah

19

Etiologi : candida albicans Predisposisi : pasien diabetes, antibiotik spektrum luas, supresi imun. 4. BURNING MOUTH SYNDROME Rasa terbakar pada mulut. Predisposisi : infeksi kronis, aliran balik asam lambung, obat-obatan, kelainan darah, defisiensi nutrisi, ketidakseimbangan hormonal, alergi 5, MUCORMYCOSIS Mikosis yang disebabkan oleh jamur ordo mucoroles, termasuk spesies mucor, absidia, dan rhizopus. Sering kali dimulai pada saluran pernapasan bagian atas ke paru-paru, di mana pertumbuhan miselium bermetastasis ke orang lain. 6. FISSURED TOUNGE

7. ORAL LICHEN PLANUS Ciri khas lesi berbentuk seperti jala

menyilang, dikenal sbagai "wickham striae". Bersifat kronis, dapat terjadi pada kulit, mukosa atau kulit dan mukosa Etiologi : Belum jelas Predisposisi (faktor pencetus) : Stress Emosi, Obat-obatan, Gangguan imun Keluhan Lichen Planus: Rasa kasar pada mukosa mulut Sensitivitas terhadap makanan panas, berbumbu, asam atau pedas Rasa nyeri yng hilang timbul pada mukosa mulut

20

Nyeri pada gingival Plak putih/ merah pada mukosa mulut Ulserasi pada mukosa mulut Gingiva kemerahan (http://manisfestasioralpadapasiendiabetes.blogspot.com/feeds/post.html)

Manifestasi Klinis Pada Diabetes Karena kekurangan insulin dan memiliki kadar gula yang tinggi dalam darah, maka beberapa gejala yang umum bagi penderita diabetes baik tipe 1 maupun tipe 2. Apabila Anda mengalami beberapa gejala tersebut, ada baiknya Anda melakukan pengecekan untuk mengetahui kadar gula darah. Secara umum, beberapa gejala yang terjadi antara lain:

Sering buang air kecil Sering merasa sangat haus Sering lapar karena tidak mendapat cukup energi sehingga tubuh memberi sinyal lapar Penurunan berat badan secara tiba-tiba meski tidak ada usaha menurunkan berat badan. Hal ini karena sewaktu tubuh tidak dapat menyalurkan gula ke dalam selselnya, tubuh membakar glikogen, lemak dan proteinnya sendiri untuk mendapatkan energi.

Sering kesemutan pada kaki atau tangan. Mengalami masalah pada kulit seperti gatal atau borok. Jika mengalami luka, butuh waktu lama untuk dapat sembuh. Perubahan perilaku seperti mudah tersinggung. Penyebabnya karena penderita diabetes tipe 1 sering terbangun pada malam hari untuk buang air kecil sehingga tidak dapat tidur nyenyak.

Mudah merasa lelah.

(GejalaKencingManis_Ciri-ciriPenyakitGula.htm, 2010.)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM
21

sebagai berikut: 1. Usia > 45 tahun 2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2 3. Hipertensi ( 140/90 mmHg) 4. Riwayat DM dalam garis keturunan 5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 g 6. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl (Reno Gutaviani, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III).

Pemeriksaan yang paling mudah untuk mengetahui penyakit diabetes adalah dengan melakukan pengujian kadar darah puasa. Jika kadar darah puasa lebih dari 140 mg/dl atau 150 mg/dl pada dua kali pemeriksaan atau lebih. Hiperglikemia setelah puasa atau kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl merupakan gejala yang khas untuk diabetes khususnya diabetes mellitus. Kadar glukosa darah puasa normal hampir pasti menyingkirkan adanya diabetes. Test toleransi terhadap glukosa (glucose rolerance test, GTT) hanya berguna untuk diagnostic bila kadar gula darah puasa atau postprandial meragukan atau bila ada glukosaria yang tidak jelas sebabnya. Test toleransi glukosa oral dapat dipengaruhi oleh banyak variabel fisiologik dan dapat di tafsirkan bermacam-macam. Test toleransi glukosa intravena yang biasanya lebih sukar untuk ditafsirkan jarang digunakan untuk diagnosa. Penderita yang menjalani GTT harus berada dalam status gizi baik, tidak boleh makan salisilat, diuretic, anticonvulsant, steroid atau obat kontraseptif oral, tidak boleh merokok, makan atau minum air selama 12 jam sebelum test di lakukan. Kekurangan karbohidrat, tidak ada aktivitas atau istirahat berbaring dapat menggangu toleransi terhadap glukosa. Karena itu GTT sebaiknya tidak dilakukan pada penderita yang dirawat baring atau tidak boleh turun dari tempat tidur atau pada orang dengan diit yang tidak mencukupi. Penderita harus makan paling sedikit 150 g karbohidrat tiap hari selama tiga hari sebelum test dilakukan. Selain itu penderita juga tidak boleh minum alkohol. Masih belum ada kesesuaian tentang banyaknya glukosa yang diberikan. Beberapa peneliti menggunakan dosis standard (bervariasi antara 50 g, 75 g atau 100 g), sedangkan
22

yang lain member glukosa menurut ukuran tubuh yaitu 1,75 g/kg berat badan atau 50 g/m2 permukaan tubuh. Setelah darah puasa diambil, penderita diberi glukosa dalam air yang biasanya diberi rasa supaya lebih mudah diminum. Protocol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan peneliti memeriksa darah setelah 1 dan 2 jam; beberapa peneliti lain mengambil darah jam ke-3 sedangkan yang lain lagi mengambil contoh darah pada jam dan 1 jam setelah minum glukosa. Pengumpulan urin tidak mutlak tetapi sering dilakuakn. Bila glukosa diberikan dengan cairan dalam jumlah besar, penampungan urin pada 1 hingga 2 jam tidak menimbulkan kesukaran dan hasil pemeriksaan dapat memberi petunjuk berapa banyak glukosa yang dikeluarkan oleh penderita pada tingkat hiperglikemia tertentu. Bila terjadi glukosuria tanpa hiperglikemia penderita sebaiknya diperiksa terhadap ada tidaknya fungsi tribuli yang abnormal.

Tabel 2. interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)


Bukan DM Kadar Glukosa Darah Sewaktu Plasma Vena Darah Kapiler Kadar Glukosa Darah Puasa Plasma Vena Darah Kapiler <110 <90 110-125 90-109 >126 >110 <110 <90 110-199 90-199 >200 >200 Belum Pasti DM DM

(http://www.scribd.com/pemeriksaan-penunjang-untuk-diabetes-mellitus)

3.5 Pencegahan dan Pengobatan Farmakologi dan Nonfarmakologi

23

Pencegahan Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: Pencegahan sekunder: semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikimia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan sekunder: menemukan pengidap DM sedini mugkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. Pencegahan tersier: semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi: o Mencegah timbulnya komplikasi o Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ o Mencegah kecacatan tubuh

Terapi Farmakologi Tabel 3. Obat Hipoglemik Oral yang Tersedia di Indonesia Generik Nama Dagang Mg/tab Dosis Harian 250-3000 500-3000 500-2000 24 4-8 24 Lama Kerja 6-8 6-8 Frek/ hari 1-3 2-3 1 1 1

Biguanid

Metformin

Glucophage Glumin

500-850 500 500-750 500

Metformin XR

Glucophage-XR Glumin-XR

Tiazolidin/

Roziglitazon

Avandia

24

glitazone

Pioglitazon

Actos Deculin

15,30 15,30 100-250 2,5-5

15-30 15-45 100-500 2,5-15

24 24 24-36 12-24

1 1 1 1-2

Sulfonilurea Klorpropamid Gibenklamid

Diabenese Daonil Euglukon

Glipizid

Minidiab Glucotrol-XL

5-10 5-10

5-20 5-20

10-16 12-16**

1-2 1

Glikazid

Diamicron Diamicron-MR

80 30

80-240 30-120

10-20

1-2

Glukidon Glimepirid

Glurenorm Amaryl Gluvas Amadiab Metrix

30 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4 1,2,3,4

30-120 0,5-6 1-6 1-6 1-6 24 24 24 24 1 1 1 1

Glinid

Repaglinid Nateglinid

NovoNorm Starlix Glucobay

0.5,1,2 120 50-100

1,5-6 360 100-300

3 3 3

Penghambat Acarbose Glukosidase Obat kombinasi Tetap

Metformin + Glucovance Gibenklamid

250/1,25 500/2,5 500/5 2mg/500m g 4mg/500m g 4mg 1000mg 8mg 1000mg / 12 /

1-2

Metformin + Avandamet Rosiglitazon

(Sudartawan Soegondo, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III).
25

Terapi Nonfarmakologi Beberapa terapi nonfarmakologi dengan cara merubah gaya hidup yang dapat digunakan untuk menyembuhkan diabetes, antara lain: Terapi gizi medis Yaitu pengaturan pola makan dan acupan gizi pada makanan. Diantaranya karbohidrat yang diberikan pada pasien diabetes tidak lebih dari 55-56% dari total kebutuhan energy sehari, atau tidak lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated asupan lemak. Latihan Jasmani Yaitu meningkatkan aktivitas jasmani dengan cara melakukan aktivitas minimal otot skeletal lebih dari yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetes, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. fatty acids). Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori per hari. Dan pembatasan

Edukasi Yaitu melakukan edukasi tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus-menerus, serta melakukan apa yang telah dianjurkan dari edukasi yang didapatkannya. (Em Yunir, Suharko Soebardi, 2007. Buku Ajar Penyakit dalamEdisi keempat Jilid III).
26

3.6 Mapping dan Pembahasan


Mapping Konsep

peradangan pankreas ( insulitis )


Defisiensi insulin & resistensi insulin

Glukagon glukoneogenesis

Penurunan pemakaian glukosa oleh sel

Hiperglikemi a Protein Nitrogen urine dehidras i


Aterosklerosis

Lemak Asidosis
- koma - kematian

Makrovaskule r

Mikrovaskule r

jantun g Miokard infark

Cerebra l Stroke

ekstremit as Gangguan integritas kulit

Retina

Ginjal

Gg. penglihatan

Gagal ginjal

27

Etiologi Diabetes Mellitus tipe 1 hingga kini masih belum dapat disepakati oleh para ahli. Namun hampir semua berpendapat adanya destruksi sel pulau Langerhans, yang diakibatkan oleh proses autoimun. Secara patologi terlihat adanya peradangan pankreas ( insulitis ) yang ditandai dengan adanya infiltrasi makrofag dan limfosit T teraktivasi di sekitar dan di dalam sel islet, kadang dijumpai virus yang merusak sitoplasma sel. Sehingga kerusakan ini akan menyebabkan terbentuknya antibodi ICA ( Islet Cell Antibody ) yang mengganggu produksi insulin. Insulitis bisa disebabkan macam macam di antaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, herpes dan lain lain. Insulitis hanya menyerang sel beta, biasanya sel alfa dan sel delta tetap utuh. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 2 pada umumnya lebih bersifat genetik. Tipe ini mencakup lebih dari 90 % dari semua populasi diabetes. Pada Diabetes jenis ini dijumpai kadar insulin normal atau meningkat yang disebabkan oleh sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin karena kurangnya reseptor insulin pada organ target sehingga terjadi defek relatif pankreas untuk mensekresi insulin. Pada penderita yang obesitas, kelainan primernya adalah resistensi insulin di jaringan perifer seperti otot dan lemak sehingga terjadi peningkatan kebutuhan insulin. Sedangkan pada penderita yang non obesitas, kelainan primernya berupa kerusakan sel beta dan kelainan sekundernya di jaringan perifer.

28

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka. Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena penderita tidak dapat
29

meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan. Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat. Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olahraga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral. Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.

3.2Saran
Jika ingin mengurangi resiko terkena diabetes, maka kita harus menjaga pola makan kita sehari-hari dan juga rajin berolahraga. Banyak penyakit dapat dicegah dengan gaya hidup dan pola makan yang sehat. Di antaranya adalah diabetes, yang juga salah satu penyebab utama kematian di banyak negara, termasuk di Indonesia. Ada banyak hal yang diduga menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes, dan salah satu di antaranya adalah pola makan yang tidak baik. Di samping itu, pola makan sehat juga terbukti bermanfaat mencegah terjadinya penyakit jantung koroner, kanker, hipertensi, dan
30

kerusakan ginjal. Berikut ini beberapa tips pola makan yang sehat yang dapat digunakan:

1. Perbanyak konsumsi bahan makanan dari tumbuhan Bahan makanan dari tumbuhan merupakan bahan makanan utama untuk pencegahan diabetes. Hal ini karena sayur dan buah merupakan sumber utama phytochemicals, yaitu zat alamiah yang berfungsi melindungi tubuh dari pembentukan tumor. Dengan mengkonsumsi 2 - 4 porsi buah-buahan dan 3 - 5 porsi sayur-sayuran, diperkirakan akan menurunkan risiko kanker sebesar 20 %.

2. Perbanyak jumlah serat dalam makanan sehari-hari Mengkonsumsi karbohidrat kompleks dan makanan berserat sebagai pengganti karbohidrat sederhana (seperti tepung atau gula). Serat yang terkandung dalam sayur dan buah, tidaklah terdapat pada daging, susu, keju maupun minyak. Sedangkan proses pemutihan tepung terigu justru akan menghilangkan kandungan serat gandum. Serat bermanfaat memperlambat waktu pencernaan makanan, sehingga rasa kenyang terasa lebih lama dan tubuh dapat menyerap zat gizi dari makanan dengan baik. Serat juga berikatan dengan asam empedu yang mengandung kolesterol dan akan mengeluarkannya dari tubuh lewat tinja, sehingga akhirnya kadar kolesterol akan turun. Manfaat serat yang lainnya yang tak kalah penting adalah efek anti sembelit yang dimilikinya, sehingga kesehatan usus menjadi lebih baik karena buang air besar dapat dilakukan secara lancar setiap hari.

3. Minimalkan penggunaan lemak jenuh Lemak jenuh yang terkandung pada produk hewani seperti daging, susu, dan keju akan meningkatkan risiko kanker dan penyakit jantung koroner. Bahan pangan yang dapat digunakan untuk menggantikan lemak jenuh adalah minyak nabati seperti minyak zaitun dan minyak canola yang mengandung lemak tak jenuh. Selain mengurangi risiko penyakit, minyak nabati relatif tidak meningkatkan berat badan.

4. Variasi makanan
31

Susunlah menu makanan secara bervariasi, menggunakan berbagai jenis sayur dan buah. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin, mineral dan antioksidan yang alami. Antioksidan adalah penghancur radikal bebas yang ada dalam tubuh. Lingkungan yang tercemar, bahan makanan yang diawetkan serta asap rokok merupakan contoh sumber radikal bebas di sekitar kita. Konsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan akan menurunkan kadar radikal bebas di dalam tubuh sehingga mencegah kerusakan jaringan tubuh dan terjadinya kanker.

5. Bahan makanan alami Pilihlah bahan makanan yang masih alami. Proses pengolahan bahan pangan seringkali malah menghilangkan zat gizi dan nutrisi yang terkandung di dalamnya. Riset para ahli telah menunjukkan bahwa zat gizi, nutrisi, dan antioksidan dari bahan pangan alami lebih baik kualitasnya dari pada yang berupa olahan ataupun berupa suplemen makanan.

6. Makan secukupnya Makanlah secukupnya, dalam artian jangan sampai kekurangan namun juga janganlah berlebihan. Kekurangan zat gizi karena makan terlalu sedikit sudah tentu akan menyebabkan tubuh tidak memiliki modal yang cukup untuk metabolisme sehari-hari dan untuk membangun kekebalan terhadap penyakit. Namun demikian makan yang berlebihan juga akan menyebabkan penimbunan bahan makanan yang tidak terpakai sehingga terjadi kegemukan dan peningkatan kadar lemak, yang justru akan membebani kerja organ hati, jantung, dan ginjal.

7. Makan secara teratur Sedapat mungkin aturlah agar makan dilakukan secara teratur waktunya. Hal ini penting karena sekresi asam lambung dan enzim pencernaan umumnya mengikuti irama harian sesuai dengan jadwal makan sebelumnya. Tidak teraturnya jadwal makan dapat menyebabkan berbagai keluhan sakit maag, karena adanya iritasi dari asam lambung dan enzim pencernaan pada saluran cerna yang kosong. Pengaturan makan merupakan pilar utama pengelolaan diabetes mellitus (DM).
32

Namun, Diabetisi (orang dengan diabetes) sering mendapat berbagai informasi tentang makanan dan DM dari berbagai sumber yang tidak selalu benar. Informasi yang kurang tepat sering kali merugikan Diabetisi itu sendiri, antara lain tidak lagi dapat menikmati makanan kesukaan mereka. Sebenarnya anjuran makan pada Diabetisi sama dengan anjuran makan sehat umumnya, yaitu makanan menu seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori masingmasing. Sebaliknya anjuran makan bagi Diabetisi juga akan sangat baik untuk orang sehat yang non DM dan juga untuk mencegah penyakit salah gizi yang lainnya. Tujuan makan sesuai kebutuhan kalori adalah agar dapat mencapai dan mempertahankan berat badan yang normal. Pada Diabetisi yang gemuk, kadar gula darah sulit dikendalikan, sehingga berat badan perlu dibuat normal. Berat badan normal berkisar antara kurang dari 10% sampai lebih dari 10% dari berat badan idaman. Diabetisi tak perlu takut makan dan dianjurkan makan bersama anggota keluarga lainnya, yaitu menu makanan yang seimbang sesuai kebutuhan gizi. Untuk dapat makan sesuai kebutuhan gizi, kita perlu mengetahui kebutuhan kalori sehari. Selain membantu dalam kebutuhan kalori, ahli gizi/diet juga menyaranakan variasi makanan sesuai dengan daftar bahan makanan penukar.

33

DAFTAR PUSTAKA Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi IV. Guyton Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. http://indodiabetes.com/manifestasi-kulit-pada-penderita-kencing-manis-diabetesmellitus.html/ http://manisfestasioralpadapasiendiabetes.blogspot.com/feeds/post.html http://dok-lisa.blogspot.com/feeds/1772733680616438780/comments/default http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/diabetes-mellitus/feeds http://www.scribd.com/pemeriksaan-penunjang-untuk-diabetes-mellitus http://www.dr-rocky.com http://www.kulinet.com

34

You might also like