You are on page 1of 6

Karakterisasi dan Peningkatan Kekerasan Material Cetakan Blow Molding

Tirtana M. Kusuma, Soejono Tjitro


Jurusan Teknik Mesin Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 142-144, Surabaya, 60236 stjitro@peter.petra.ac.id

Abstrak
Material cetakan untuk proses stretch blow molding digunakan aluminium paduan. Permasalahanna adalah sisi bagian dalam cetakan mengalami deformasi akibat pre-form yang meletus dan terjepit pada bagian sisi dalam cetakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi aluminium paduan untuk cetakan blow molding, dan menentukan metoda laku panas yang sesuai untuk bahan tersebut agar kekerasannya meningkat Karakterisasi bahan cetakan dilakukan dengan uji spektrometer untuk mengetahui jenis aluminium paduan dan proses laku panas yang sesuai. Metalografi untuk mengamati perkembangan struktur mikro sesudah laku panas. Proses laku panas dilakukan pada temperatur solid solution (477 oC) dan quenching dengan media air pada suhu kamar dan dilanjutkan proses aging pada suhu 140 oC dengan variasi waktu tahan 0 jam, 6 jam, 18 jam, 30 jam, 42 jam dan 60 jam. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa material cetakan blow molding adalah Al seri 7050. Nilai kekerasan awal material cetakan 78 HRB. Dan sesudah proses laku panas, kekerasan maksimum yang dicapai 94 HRB dengan waktu aging 30 jam dan kekerasannya turun setelah waktu aging 30 jam.

Abstract
Al alloy is used as mold material for stretch blow molding process. There was a problem which the inner wall of the mold experienced deformation due to the development or bursting of the free-form during the blowing step. This research aims to characterize the mold to determine the right parameter of heat treatment to increase its hardness. Characterization carried out were chemical analysis using spectrometer to determine the type of Al-alloy and suitable heat treatment process. Metallography was also done to observe development of microstructure after heat treatment. Heat treatment process done was solution treatment with heating temperature of 477 oC then quenched in water and aged at 140 oC. Holding time during aging was varied at 0, 6, 18, 30, 42, and 60 hours. The characterization shows that aluminum used was 7050. The initial hardness of mold material is 78 HRB and after solution treatment, the hardness mold material increases with the increase of holding time. Maximum hardness obtained at 30 hours aging is 94 HRB and then dropped after 30 hours

Keyword: kekerasan, aluminium paduan, laku panas, blow molding

Pendahuluan Blow molding merupakan proses pengembangan dari injection molding dan compression molding, yang merupakan proses tradisional dalam pembuatan plastik. Pada proses blow molding, material thermoplastic diubah ke produk jadi dengan cara memberi deformasi berupa tiupan dan

dilakukan dalam kondisi non isothermal [1]. PT. X menggunakan mesin blow molding dengan metode stretch blow. Pada mesin stretch blow molding, bahan cetakan yang biasanya digunakan adalah aluminium paduan. Aluminium paduan memiliki sifat yang mudah dibentuk, ringan dan mudah menghantarkan panas [2] [3]. Di PT. X, cetakan stretch blow molding sering mengalami deformasi jika preform meletus

dan terjepit di bagian sisi dalam cetakan. Hal ini menimbulkan cacat pada produk botol selanjutnya. Berdasarkan pengamatan dan penelusuran oleh peneliti didapatkan bahwa material yang digunakan oleh PT. X tidak jelas spesifikasinya dan PT. X hanya mengetahui bahwa bahan tersebut adalah aluminium paduan. Dengan pertimbangan biaya dan supplier, PT. X mengharapkan material yang selama ini digunakan untuk material cetakan dapat ditingkatkan kekerasannya melalui proses heat treatment. Sehingga penelitian ini difokuskan untuk meningkatkan kekerasan material cetakan stretch blow molding melalui proses heat treatment. Tinjauan Pustaka Dari berbagai macam jenis bahan thermoplastic, bahan yang sering dipakai dalam perindustrian plastik adalah jenis polyethylene, PE. Jenis plastik ini memiliki sifat ketahanan kimia yang sanat baik, mempunyai fleksibilitas yang baik, sangat kuat pada temperatur rendah, mudah diwarnai dan tidak berbau. Namun, dalam perkembangannya PE berkembang lagi menjadi PET/PETE (polyethylene terephthalate), yang merupakan jenis resin thermoplastic dari golongan polyester [1]. Karena sifat PET yang sangat kuat dan ringan, maka PET biasa digunakan sebagai bahan tempat penyimpan makanan dan tempat penyimpan minuman. Selain itu, PET juga dapat menjadi kaku atau lemas tergantung dari ketebalannya. Pada proses pembuatan botol dengan bahan PET, biasanya digunakan mesin stretch blow molding [4]. Pada proses pengerjaannya, material PET sebelumnya dibentuk dulu ke dalam bentuk preform dengan menggunakan mesin injection molding. Gambar 1 sebelah kiri memperlihatkan preform hasil injection molding dan gambar sebelah kanan memperlihatkan botol plastik dari mesin stretch blow molding.

Gambar 1. Preform dan botol plastik


Menurut Kazmer (1992), proses blow molding dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu extrusion, inflation dan ejection [5]. Sedangkan tahapan proses stretch blow molding untuk membuat botol plastik sama dengan proses blow molding konvensional. Pada mesin stretch blow molding, proses extrusion untuk membentuk parison tidak lagi dilakukan, namun diganti dengan proses pemanasan preform pada temperatur tertentu agar preform menjadi lunak. Selanjutnya pada proses inflation, preform yang lunak tersebut dimulurkan, baru kemudian dilakukan proses peniupan. Gambaran proses inflation yang terjadi pada mesin stretch blow molding ditunjukkan gambar 2.

Gambar 2. Proses inflation Proses heat treatment merupakan suatu proses yang mengacu pada proses pemanasan dan pendinginan, dengan tujuan untuk mengubah sifat mekanik dan struktur mikro dari suatu material. Aplikasi heat treatment treatment pada aluminium umumnya untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminium [2]. Jenis aluminium yang termasuk dalam kelompok

yang dapat di-heat treatment adalah aluminium seri 2xxx, 3xxx, 6xxxx dan 7xxx [2]. Sedangkan kelompok aluminium lainnya untuk tujuan yang sama hanya dapat dilakukan melalui proses cold working [2]. Menurut Davis (1993), proses heat treatment untuk meningkatkan kekuatan dan kekerasan aluminium dilakukan dalam 3 langkah yaitu solution heat treatment, quenching dan age hardening [2], [3]. Dalam ketiga proses tersebut, parameter-parameter seperti temperatur pemanasan, laju pemanasan, laju pendinginan dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap sifat mekanik. Gambar 3 memperlihatkan proses heat treatment yang diberlakukan pada aluminium yang terdiri dari solution treatment, quenching dan age hardening.

Proses quenching pada aluminium dilakukan setelah proses solution heat treatment mencapai single phase solid solution. Proses quenching dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya difusi dari atom solid solution sehingga terbentuk fasa supersaturated solid solution pada suhu kamar [6]. Pada proses aging terjadi proses presipitasi dari atom solid solution melalui nukleasi dan pertumbuhan butir dari atom solute menjadi nuclei presipitat [7]. Pada beberapa material, proses aging untuk mencapai kekuatan dan kekerasan maksimum dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama [2], [3], dan bila proses aging dibiarkan berlanjut maka material akan mengalami penurunan kekuatan dan kekerasan sehingga material dikatakan mengalami proses overaging. Pada kondisi temperatur aging yang tinggi, kekerasan dan kekuatan maksimum dari suatu material dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat. Akan tetapi hasil maksimum yang dicapai tersebut tidak akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan proses aging pada temperatur yang lebih rendah [6]. Metoda Eksperimental

Gambar 3. Diagram proses heat treatment aluminium Proses solution heat treatment dilakukan dengan memanaskan material aluminium sampai temperatur yang cukup tinggi, yaitu pada temperatur solid solution, kemudian diberikan waktu penahanan yang cukup agar terbentuk fasa solid solution yang homogen. Pada proses ini temperatur dan waktu penahanan haruslah diperhatikan agar tidak terjadi overheating pada material. Pada proses pemanasan, temperatur dari material tidak boleh sampai temperatur eutectic-nya, sebab dapat menyebabkan material meleleh dan dapat merusak struktur yang diinginkan. Jika temperatur eutectic sampai tercapai sebagai akibat dari overheating, maka akan mengakibatkan menurunnya kekuatan, kekerasan dan ketangguhan dari material [2].

Material untuk cetakan stretch blow molding dipotong menjadi beberapa spesimen uji. Spesimen pertama dan kedua dilakukan uji spektrometer, uji kekerasan uji struktur mikro. Hasil uji spectrometer dari material cetakan stretch blow molding adalah sebagai berikut: 89.32% Al, ~0.20% Si, 0.0782% Fe, 2.13% Cu, 2.33% Mg, 5.76% Zn. Hasil uji kekerasan diperoleh 78 HRB. Berdasarkan standar aluminium yang ada, material cetakan stretch blow molding dapat dikatagorikan Al-Mg-Zn dengan seri 7050 dan nilai kekerasannya 80 HRB. [www. MatWeb.com]

Tampak bahwa semua unsur hasil uji spektrometer masuk dalam range Al 7050. Gambar 4 menunjukkan hasil uji struktur mikro spesimen dimana struktur mikro ini mirip dengan struktur mikro aluminium paduan seri 7xx.x [8] yang ditunjukkan pada gambar 5. Noktah hitam pada gambar 5 menunjukkan MgZn2 [8]. Sehingga dapat diperkirakan bahwa noktah hitam pada gambar 4 diduga MgZn2.

Gambar 4. Struktur mikro material cetakan stretch blow molding (pembesaran 200x)

memanaskan spesimen sampai temperatur 477 oC dengan laju pemanasan 8 Co/menit. Pada temperatur tersebut masing-masing spesimen ditahan selama 2 jam sehingga terbentuk solid solution. Waktu tahan 2 jam ditetapkan dengan pertimbangan bahwa jika tebal spesimen 12.7 mm waktu tahan maksimum 75 menit dan setiap penambahan tebal 12.7 mm ditambahkan 30 menit. Tebal spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 mm. Sehingga waktu tahan yang dibutuhkan adalah sebesar 105 oC. Akan tetapi karena jumlah spesimen cukup banyak dan juga untuk menghindari selang waktu turunnya temperatur saat akan melakukan proses quenching maka waktu tahan untuk penelitian ini ditetapkan 120 menit. Setelah itu masing-masing spesimen didinginkan secara cepat dengan memasukkan ke dalam air. Semua spesimen di-aging pada temperatur 140 oC dengan waktu tahan divariasi yaitu 0 jam, 6 jam, 18 jam, 30 jam, 42 jam dan 60 jam. Setelah itu semua spesimen dilakukan uji kekerasan dan struktur mikro. Pengetsaan dilakukan sesuai dengan standar ASTM E407-93. Semua spesimen dicelupkan pada cairan etsa (10 gram NaOH tiap 90 ml H2O) selama 5 menit dan kemudian dibilas dengan cairan HNO3 50% lalu dikeringkan. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan semua spesimen yang diperlakukan proses heat treatment nilai kekerasannya lebih tinggi dibandingkan spesimen non heat treatment (> 78 HRB). Kekerasan spesimen waktu tahan aging 0 jam meningkat 9% dari kekerasan spesimen non heat treatment. Dan lamanya waktu tahan aging berpengaruh terhadap kenaikan kekerasan aluminium paduan. Peningkatan nilai kekerasan menurun dengan meningkatnya waktu tahan aging. Nilai kekerasan maksimum yang dapat dicapai oleh spesimen Al 7050 sebesar 94 HRB dengan waktu tahan aging 30 jam. Setelah itu, nilai kekerasan spesimen cenderung menurun dengan bertambahnya waktu tahan aging. Gambar 6 menunjukkan grafik kekerasan

Gambar 5. Bentuk umum strukur mikro

paduan Aluminium 7xx.x (pembesaran 500x) [8]


Hasil karakterisasi material cetakan stretch blow molding disimpulkan adalah paduan aluminiumAl-Mg-Zn dengan seri 7050. Aluminium paduan ini termasuk paduan aluminium yang dapat di-heat treatment [2]. Masing-masing spesimen dilakukan proses solution heat treatment dengan

spesimen non heat treatment dibandingkan kekerasan spesimen yang dilakukan heat treatment.
Kekerasan (HRB)

95 90 85 80 0 6 18 91 93

94 93 89 85

30

42

60

Waktu (jam)

Gambar 6. Kekerasan vs waktu tahan aging untuk Al 7050 Struktur mikro spesimen yang dilakukan proses heat treatment ada perbedaan dengan struktur mikro spesimen tanpa proses heat treatment. Pada gambar

aging 30 jam (gambar 8b) lebih besar dibandingkan dengan partikel MgZn2 pada waktu tahan aging 18 jam (gambar 8a). Hal ini menyebabkan spesimen dengan waktu tahan aging 30 jam kekerasannya lebih tinggi. Namun demikian, kekerasan spesimen Al 7050 cenderung menurun setelah melewati waktu tahan aging 30 jam dimana terjadi pengkasaran partikel MgZn2 (gambar 8c). Menurut Smallman (1999) bahwa partikel kecil akan cenderung larut kembali dan partikel akan bertambah besar sehingga paduan dalam keadaan ini bertambah lunak.

7, fasa solid solution yang dihasilkan dari proses solution heat treatment dan proses quenching, mengalami perkembangan butir dimana ukuran partikel MgZn 2 menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran partikel MgZn 2 pada spesimen awal (gambar 4).

(a)

(b)

Gambar 7. Struktur mikro spesimen Al7050 setelah solution heat dan quenching (pembesaran 200x) Seiring dengan meningkatnya waktu tahan aging, partikel MgZn2 berkembang ukurannya. Ukuran partikel MgZn2 mencapai ukuran optimum pada waktu tahan aging 30 jam dan setelah itu terjadi pengkasaran partikel MgZn2 karena overaging [7]. Pada gambar 8 terlihat bahwa partikel MgZn2 pada waktu tahan

(c) Gambar 8. Struktur mikro dengan waktu tahan aging (pembesaran 200x). (a) 18jam, (b) 30jam, (c) 60jam

Kesimpulan Material yang digunakan untuk cetakan proses stretch blow molding adalah Al 7050 dengan nilai kekerasannya 78 HRB. Unsur utama dari material Al 7050 adalah Al, Mg dan Zn. Material ini berhasil ditingkatkan kekerasannya dengan proses heat treatment. Nilai kekerasan minimum dan maksimum yang dapat dicapai adalah 85 HRB dengan waktu aging 0 jam dan 94 HRB dengan waktu aging 30 jam. Saran Penelitian ini dilanjutkan dengan proses heat treatment pada tahap skala penuh cetakan stretch blow molding dan diujicobakan pada mesin stretch blow molding. Hal ini untuk mengetahui apakah permasalahan deformasi pada cetakan akibat meletus dan terjepit preform berhasil diatasi. Daftar Acuan [1] Kalpakjian Serope, Manufacturing Engineering and Technology (3rd edition), Addision Wesley, New York, 1995, pp. 179-180. Davis J.R., et al. ASM Specialty Handbook, Aluminum and Aluminum alloys, ASM, Ohio. 1993, pp. 290 390. Davis J.R., ASM Specialty Handbook, Tools Materials, ASM, New York, 1995, pp. 276-277. _______, Stretch Blow Molding, Wikipedia Encyclopedia. Kazmer David O., Simulation of the Blow Molding and Thermoforming Processes <kazmer.uml.edu/Staff/Archieve/1992 _IIE_Blow_Molding.pdf> DeGarmo E. Paul, J.T. Black and Ronald A. Kosher, Materials and Processes in Manufacturing (8th ed), Prentice Hall, New York, 1997, pp.115-118. Smallman R. E. and R.J. Bishop, Modern physical metallurgy and material engineering (6th ed),

Butterworth-Heinemann, Birmingham, 1999, pp.284 [8] Mills Kathleen, et al., Metallography and microstructures, ASM, Ohio, 1985, pp. 368.

[2]

[3]

[4] [5]

[6]

[7]

You might also like