You are on page 1of 18

I.

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dalam wujud yang paling sempurna, Karena manusia dikaruniai dengan akal pikiran dan hawa nafsu,berbeda halnya dengan binatang yang hanya dikaruniai hawa nafsu. Dengan akal pikirannya, manusia dapat mengontrol hawa nafsu yang ia miliki dan dapat menggunakannya untuk memikirkan banyak hal baik tentang agamanya,tentang alam, tentang kehidupan manusia, hingga manusia mampu menciptakan teknologi yang canggih. Semua itu dapat dijadikan sarana untuk mensyukuri apa yang telah Tuhan ciptakan untuk manusia. Perkembangan adalah suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan terus-menerus, baik perubahan berupa bertambahnya jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsurunsur yang baru. Perkembangan merupakan hasil proses interaksi antara struktur respon, organisme, dan lingkungan. Perkembangan mengarah kepada terciptanya keseimbangan yang semakin besar dalam interaksi antara organisme dan lingkungan. Perkembangan meliputi perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial. Teori perkembangan terbagi menjadi:
1. Teori perkembangan kognitif (Jean Piaget) 2. Teori perkembangan moral (Lawrence Kohlberg) 3. Teori perkembangan psikososial (Erik Erikson) 4. Teori perkembangan kepercayaan (James W. Fowler) 5. Teori perkembangan psikoseksual (Erik H. Erikson)

Dalam referat ini, akan dibahas lebih jauh tentang teori perkembangan kognitif, teori perkembangan psikososial, dan teori perkembangan psikoseksual pada anak usia prasekolah, Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi anak dengan ciri perkembangan yaitu belajar mengenal dan menyukai orang

lain melalui aktifitas sosial. Kecepatan anak-anak melalui stadium perkembangan yang berbeda adalah bervariasi tergantung pada anugerah alami dan keadaan lingkungan. Bila individu berkembang melewati tahap-tahap perkembangan, maka terjadi perubahan dasar dalam suatu respon, yaitu dalam bentuk, pola, dan organisasi. Jika terjadi gangguan dalam perkembangan pada suatu stadium, akan terjadi gangguan yang berpengaruh pada individu seumur hidupnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MANUSIA

Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan dalam hidupnya. Lalu dengan semakin kompleksnya keinginan dan tujuannya, manusia berpikir mengenai konsep untuk mengubah gagasan-gagasan mereka. Proses berpikir tersebut menghasilkan suatu hal, yang disebut organisasi (Schein, 1991).
B. PERKEMBANGAN

Perkembangan adalah suatu psoses perubahan, yaitu perubahan dari suatu keadaan menjadi keadaan yang lain, dan ini terjadi pada diri seseorang secara terus-menerus sepanjang hayatnya. Masa hidup seseorang dapat dibagi dalam beberapa tahap perkembangan dengan tingkat kematangan tertentu, meliputi:
1. Masa bayi 2. Masa anak

: 0-2 tahun : masa balita, pra sekolah, masa anak sekolah, dan masa pra

remaja
3. Masa remaja 4. Masa dewasa : dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut

Perkembangan merupakan hasil proses interaksi antara struktur respons, organisme dan lingkungan. Bila individu berkembang melewati tahap-tahap perkembangan, maka terjadi perubahan-perubahan dasar dalam struktur respon , yaitu dalam bentuk, pola dan organisasi. Perkembangan mengarah kepada terciptanya keseimbangan yang semakin besar dalam interaksi antara organisme dengan lingkungan. Teori perkembangan terbagi menjadi:
1. Teori perkembangan kognitif (Jean Piaget)

2. Teori perkembangan moral (Lawrence Kohlberg) 3. Teori perkembangan psikososial (Erik Erikson) 4. Teori perkembangan kepercayaan (James W. Fowler) 5. Teori perkembangan psikoseksual (Erik H. Erikson)

C. MASA BALITA, MASA PRASEKOLAH (2-5 TAHUN)

Pada masa ini pertumbuhan fisik berjalan terus. Pertumbuhan tidak sama dengan bertambahnya besar tubuh secara beraturan, melainkan suatu penambahan yang serasi, sehingga anak merupakan suatu kesatuan yang utuh. Contoh, walaupun pada masa perkembangan tertentu tinggi badan anak menjadi dua kali tinggi badan waktu lahir, akan tetapi kepalanya tidak menjadi dua kali lebih besar. Perkembangan gerakan berubah menjadi lebih luwes. Kemampuan berbicara bertambah maju dan perbendaharaan kata bertambah banyak. Anak sudah dapat berjalan dan bicara, maka lingkungan sosial bertambah luas karena ia bermain dengan teman-teman di luar lingkungan keluarganya. Pada masa kanak-kanak, perkembangan yang lebih mudah diamati adalah perkembangan motorik. Yang dimaksud dengan motorik ialah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakan-gerakan tubuh. Dalam perkembangan motoris unsur-unsur yang berkembang ialah otot, saraf dan otak. Ketiga unsur itu melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif, artinya unsur-unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur lainnya untuk mencapai kondisi motoris yang lebih sempurna keadaannya.
D. PERKEMBANGAN PSIKOSEKSUAL MENURUT FREUD

Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang melalui

serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari kesenangan menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu. Energi psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong di belakang perilaku. Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari. Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi. Fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap terjebak dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan. Menurut Freud perkembangan psikoseksual berlangsung dalam lima fase, yaitu fase oral, anal, phallic, latent dan genital. Perkembangan psikoseksual yang berlangsung hingga usia prasekolah yaitu:
1. Fase Oral 2. Fase Anal 3. Fase Phallic 4. Fase Laten 5. Fase Genital

Anak usia prasekolah berada dalam tahap perkembangan psikoseksual fase oral (0-18 bulan), fase anal (1-3 tahun) dan fase phallic (3-6 tahun).
1. Fase Oral

Tahapan ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan. Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat

penting untuk makan, dan kesenangan pada bayi berasal dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral. Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. Fiksasi pada fase oral dapat mengakibatkan masalah berupa banyak bicara, banyak makan, banyak merokok, atau hanya menyukai seks oral, membuat anak menjadi pesimis, menyesali masa lalu sehingga timbul depresi, bingung menghadapi masa depan (dapat menjadi penderita psikotik atau penyalahguna obat/pemadat)

2. Fase Anal

Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Tahapan ini berlangsung antara usia 1-3 tahun. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet dimana anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian. Menurut Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan kreatif. Bila dalam fase oral bayi sangat pasif dan bergantung pada ibunya, maka dalam fase anal ia dituntut agar melepaskan salah satu kebebasannya, yaitu aspek ia harus menyetujui keinginan ibunya dengan

mengeluarkan tinja dan air seninya pada waktu dan tempat tertentu. Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan yang anak-anak perlukan selama tahap ini. Menurut Freud, respon orangtua yang tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil pendekatan yang terlalu longgar. Kegagalan fase ini menimbulkan sifat perfeksionis, kikir, homoseksual, sodomi, enuresis, enkoperesis dan paranoid, individu tidak senang menjadi dirinya, pemalu, ragu dalam bertindak, terlalu sadar diri sehingga tidak berani tampil.

3. Fase Phallic

Tahapan phallic berlangsung antara usia 3-6 tahun. Pada tahapan ini, fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu. Pada tahap ini akan mengalamin kompleks Oedipus yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya. Namun, anak juga memiliki kekhawatiran bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, perasaan takut yang disebut Freud pengebirian kecemasan. Anak juga mulai merasakan minat seksualnya tidak boleh diteruskan, atau penisnya akan diambil. Perasaan ini dinamakan kompleks kastrasi. Seorang anak wanita dalam fase ini menemukan bahwa klitoris yang dimilikinya lebih inferior dari pada penis anak pria. Ia terluka dan menjadi iri hati terhadap kaum pria, hal ini disebut iri penis (penis envy).

Ibunya yang mula-mula menjadi objek cinta, ternyata juga tidak memiliki penis. Ia bertambah kecewa dan menyalahkan ibunya yang melahirkan kedunia ini. Ia berbalik ke ayahnya dengan harapan akan mendapatkan penis atau seorang bayi sebagai penggantinya, hal ini disebut kompleks elektra. Pada akhir periode ini super ego terbentuk. Anak belajar mengekspresikan impuls agresif secara konstruktif seperti persaingan sehat. Super ego (hati nurani) membimbing anak untuk mengenal dan mengerti nilai moral (perasaan bersalah, baik-buruk). Bila super ego terlalu keras, anak menghukum diri secara berlebihan, membatasi inisiatif dan ambisi anak. Jika super ego terlalu lemah, longgar, mengizinkan segala sesuatu, maka anak kurang memiliki rasa bersalah berlaku sesuka hati. Kegagalan fase ini membuat anak menjadi homeseksual, dan enggan berorganisasi.

E. Perkembangan Psikososial menurut Erikson

Erik H. Erikson (1902-1994),seorang tokoh psikologi perkembangan yang menekankan pengaruh faktor sosial pada perkembangan jiwa anak, mengatakan bahwa perkembangan manusia jika diperhitungkan dengan kekuatan-kekuatan sosial mempengaruhi dan berinteraksi dengan manusia yang sedang berkembang itu. Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis. Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan. Alasan yang pertama, karena teorinya

sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan, dan yang ketiga adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam menggabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan. Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia. Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering mengesampingkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan dilain pihak menambahkan dimensi sosialpsikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud. Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Tampak dengan jelas bahwa yang dimaksudkan dengan psikososial apabila istilah ini dipakai dalam kaitannya dengan perkembangan. Secara khusus hal ini berarti bahwa tahap-tahap kehidupan seseorang dari lahir sampai dibentuk oleh pengaruh-pengaruh sosial yang berinteraksi dengan suatu organisme yang menjadi matang secara fisik dan psikologis. Sedangkan konsep perkembangan yang diajukan dalam

teori psikoseksual yang menyangkut tiga tahap yaitu oral, anal, dan genital, diperluasnya menjadi delapan tahap sedemikian rupa sehingga dimasukkannya cara-cara dalam mana hubungan sosial individu terbentuk dan sekaligus dibentuk oleh perjuangan-perjuangan insting pada setiap tahapnya. Melalui teori yang dikembangkannya yang biasa dikenal dengan sebutan Theory of Psychosocial Development (Teori Perkembangan Psikososial), Erikson tidak berniat agar teori psikososialnya menggantikan baik teori psikoseksual Freud maupun teori perkembangan kognitif Piaget. Ia mengakui bahwa teori-teori ini berbicara mengenai aspek-aspek lain dalam perkembangan. Selain itu di sisi lain perlu diketahui pula bahwa teori Erikson menjangkau usia tua sedangkan teori Freud dan teori Piaget berhenti hanya sampai pada masa dewasa. Oleh karena itu, melalui delapan tahap perkembangan yang ada Erikson ingin mengemukakan bahwa dalam setiap tahap terdapat maladaption/maladaptif (adaptasi keliru) dan malignansi (selalu curiga) hal ini berlangsung kalau satu tahap tidak berhasil dilewati atau gagal melewati satu tahap dengan baik maka akan tumbuh maladaption/maladaptif dan juga malignansi, selain itu juga terdapat ritualisasi yaitu berinteraksi dengan polapola tertentu dalam setiap tahap perkembangan yang terjadi serta ritualisme yang berarti pola hubungan yang tidak menyenangkan. Menurut Erikson delapan tahap perkembangan yang ada berlangsung dalam jangka waktu yang teratur maupun secara hirarkri, akan tetapi jika dalam tahap sebelumnya seseorang mengalami ketidakseimbangan seperti yang diinginkan maka pada tahap sesudahnya dapat berlangsung kembali guna memperbaikinya. Erikson membagi tahapan perkembangan sosial menjadi delapan. Tahap ke-1 sampai ke-5 berkorelasi dengan tahap-tahap psikoseksual Freud, tahap ke-6 sampai ke-8 berlangsung mulai dewasa muda sampai usia lanjut. Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini : Developmental Stage Infancy (0-1 thn) Early childhood (1-3 thn) Basic Components Trust vs Mistrust Autonomy vs Shame, Doubt

Preschool age (4-5 thn) School age (6-11 thn) Adolescence (12-10 thn) Young adulthood ( 21-40 thn) Adulthood (41-65 thn) Senescence (+65 thn)

Initiative vs Guilt Industry vs Inferiority Identity vs Identity Confusion Intimacy vs Isolation Generativity vs Stagnation Ego Integrity vs Despair

Perkembangan psikososial yang berlangsung hingga masa prasekolah menurut Erikson berlangsung hingga tahapan Preschool Age berupa Inisiatif vs Rasa Bersalah.
1. Kepercayaan Dasar vs Ketidakpercayaan Dasar (0-1 tahun)

Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan. Ketidakpercayaan diperlihatkan melalui mudah tidaknya diberi makanan atau susu, dalamnya tidur, dan hal defekasi. Enam bulan berikutnya dengan keluarnya gigi-gigi dan timbulnya gerakan menggigit, menyapih, lepas menyusui.

Bila kepercayaan dasar kuat, maka anak tetap mempunyai sikap penuh harapan, dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.

2. Otonomi vs Perasaan malu dan ragu (1-3 tahun)

Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya kecenderungan autonomy shame, doubt. Pada masa ini sampai batasbatas tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya. Diperlukan pengendalian dari luar sebelum masuk ke perkembangan otonomi. Pada tahap kedua adalah tahap anusotot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa

mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman tindakan/kegiatan baru yang berorientasi pada suatu yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk

mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima kontrol dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain. Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu membangkitkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni tegas namun toleran. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsiveness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.

3. Inisiatif vs Kesalahan (3-6 tahun)

Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, sehingga dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas, adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat. Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan. Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli

terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri ( inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan. Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.

F. Perkembangan Kognitif menurut Piaget

Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget. Organisasi kognitif adalah proses belajar dan mengetahui apa yang terjadi dalam cara yang dapat diramalkan. Proses utama yang terlibat dalam organisasi kognitif adalah adaptasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terjadi sebagai akibat dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah mengambil pengalaman baru melalui sistem pengetahuan seseorang. Akomodasi adalah penyesuaian sistem pengetahuan seseorang terhadap kebutuhan kenyataan dari lingkungan. Asimilasi dan

akomodasi yang beradadalam keseimbangan dinamis menciptakan suatu skemata, yaitu struktur kognitif yang spesifik yang mempunyai suatu pola perilaku. Piaget menggambarkan 4 stadium utama yang mengarahkan pada kemampuan orang dewasa untuk berfikir. Masing-masing stadium diperlukan untuk stadium selanjutnya yang terjadi kemudian. Tetapi, kecepatan anak-anak melalui stadium yang berbeda adalah bervariasi tergantung pada anugerah alami dan keadaan lingkungan. Keempat stadium tersebut yaitu stadium sensorimotorik, praoperasional, operasional konkret, dan operasi formal. Perkembangan kognitif usia prasekolah menurut Piaget berlangsung hingga stadium praoperasional, yaitu usia 2-7 tahun:
1. Stadium sensorimotorik (sejak lahir sampai 2 tahun)

Dalam stadium ini bayi pertama kali mulai belajar melalui observasi sensorik, dan mereka mendapatkan pengendalian fungsi motoriknya melalui aktivitas, eksplorasi dan manipulasi lingkungan.

2. Stadium praoperasional (usia 2 sampai 7 tahun)

Selama stadium ini anak menggunakan simbol dan bahasa secara lebih luas. Anak tidak mampu berfikir secara logis atau deduktif, dan konsep mereka dalah primitif, mereka dapat menamakan suatu benda tetapi tidak dapat menamakan kelas benda. Pikiran praoperatif adalah suatu pertengahan antara pikiran dewasa yang bersosialisasi dan ketidaksadaran yang sama sekali autistik menurut Freud. Peristiwa-peristiwa tidak dihubungkan dengan logika. Pada stadium ini anak mulai menggunakan bahasa dan gambar dalam cara yang lebih terperinci. Anak dalam stadium praoperasional tidak mampu untuk menghadapi dilema moral, walaupun mereka mempunyai perasaan tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Anak dalam stadium ini mempunyai perasaan keadilan yang tetap ada, suatu kepercayaan bahwa hukuman untuk perbuatan jahat adalah tidak dapat dihindarkan.

Selama stadium ini anak digambarkan sebagai egosentrik. Mereka melihat dirinya sendiri sebagai pussatdari dunia, mereka mempunyai titik pandangan yang terbatas dan tidak mempu mengambil peran orang lain. Selama stadium ini anak juga menggunakansejenis pikiran magis, yang disebut kausalitas fenomenalistik, dimana peristiwa-peristiwa yang terjadi secara bersamaan dianggap sebagai penyebab peristiwa yang lain. Disamping itu anak menggunakan pikiran animistik, yaitu kecenderungan untuk memberikan peristiwa fisik dan benda-benda dengan atribut psikososial yang seakan-akan hidup, seperti perasaan dan maksud. Dalam stadium praoperasional juga terjadi fungsi semiotik. Dengan kemampuan yang baru ini anak dapat melambangkan sesuatu misalnya suatu benda, peristiwa, atau skema konseptual, dengan suatu penekanan yang merupakan fungsi perlambangan. Selama stadium ini, anak mampu untuk menggunakan simbol atau suatu tanda untuk mewakili sesuatu yang lain.

III.

KESIMPULAN

1. Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung secara teratur

dan terus-menerus, baik perubahan berupa bertambahnya jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur-unsur yang baru.
2. Masa kanak-kanak merupakan awal kehidupan sosial yang berpengaruh

bagi anak dengan ciri perkembangan yaitu belajar mengenal dan menyukai orang lain melalui aktifitas sosial.
3. Teori

perkembangan moral,

terbagi

menjadi

perkembangan psikososial,

kognitif,

perkembangan

perkembangan

perkembangan

kepercayaan, dan perkembangan psikoseksual.


4. Teori perkembangan psikoseksual menurut Sigmund Freud membagi

perkembangan psikoseksual menjadi beberapa fase, yaitu Fase Oral, Fase Anal, Fase Phallic, Fase Laten dan Fase Genital. dan fase phallic.
5. Teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget

Anak-anak usia

prasekolah berada dalam perkembangan psikoseksual fase oral, fase anal

menggunakan 4 stadium utama yang mengarahkan pada kemampuan orang dewasa untuk berfikir, yaitu stadium sensorimotor, stadium praoperasional, stadium operasi konkrit dan stadium oerasi formal. Anakanak usia prasekolah berada dalam perkembangan kognitif stadium praoperasional.
6. Teori perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erik H. Erikson

membagi perkembangan sosial menjadi 8 tahapan, yaitu kepercayaan, otonomi, inisiatif, industri, identitas, intimasi dan generativitas. Anak usia prasekolah berada dalam perkembangan psikososial tahap inisiatif.

You might also like