You are on page 1of 12

PENDAHULUAN

Terdapat bermacam-macam penyakit yang diderita oleh anak, khususnya pada neonatus. Salah satunya adalah bpenyakit infeksi. Penyakit infeksi ini mudah mnyerang neonatus sebab nenatus ini walaupun sudah mendapat kekebalan dari ibunya melalui transplasenta ketika didalam kandungan ibu tetapi kekebalan itu hanya untuk mengatasi infeksi kuman yang berasal dari ibunya selama proses persalinan. Jadi infeksi pada neonatus dapat melalui jalur transplasenta, selama proses persalinan dan dari lingkungan. Neonatus adalah bayi bieruna berkesar 0-28 hari. Jadi bayi ini mempunyai daya tahan tubuh yang rendah, apalagi bila ia mempunyai faktor renko untuk mudah terserang penyakit infeksi. Faktor renko yang terdapat pada bayi untuk terjangkit suatu penyakit khususnya infeksi antara lain faktor maternal, faktor neonatal dan faktor lingkungan. Kasus infeksi di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu diperhatikan, kasus infeksi memiliki morbiditas 10 %. 15 % dari kasus perinatal. Dari banyak kasus infeksi pada neonatal ini terdapat salah satu infeksi yaitu sespis. Sepsis neonatal merupakan infeksi bakteri sistemik yang ditandai dengan adanya bakteri dalam darah dan bersirkulasi sampai keotak. Untuk menegakkan diagnosis infeksi pada bayi baru lahir tidak mudah. Seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan itu diagnosis ditentuakan dengan pemeriksaan selanjutnya. Pada umumnya untuk mendiagnosis sepsis neonatal sulit karena ada persamaan tanda, gejala, dan etio lagi yang serupa

dengan meningitis. Yang membedakan antara sepsis dan meningtis adalah adanya penonjolan frontanela pada meningitis sedangkan pada sepsis bakteri yang ada dalam darah belum sampai pada otak. Dan meningitis komplikasi tersering dari sepsis neonatal. Insiden sepsis neonatal berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badan lahir bayi. Untuk itu penanganan bayi prematur dan BBLR merupakan penanganan yang sangat penting sebab hal tersebut merupakan resiko tinggi yang paling utama terjadinya sepsis pada neonatal.

SEPSIS NEONATAL
I. PENGERTIAN 1. Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang ditandai dengan adanya penyakitsistemik simptomatik dan adanya bakteri dalam darah (Behrman, 1998) 2. Sepsis neonatus adalah sindrom klinik bakterimia dengan tanda-tanda dan gejala-gejala sistemik (Klaus, 1998) II. KLASIFIKASI 1. Sepsis onset dini Merupakan sepsis yang berhubungan dengan komplikasi obstertik. Terjadi mulai dalam uterus dan muncul pada hari-hari pertama kehidupan ( 20 jam pertama kehidupan) Sering terjadi pada bayi prematur, lahir ketuban pecah dini, demam impratu maternal dan coricomnionitis. 2. Sepsis onset lambat Terjadi setelah minggu pertama sampai minggu krtiga kelahiran Ditemukan pada bayi cukup bulan Infeksi bersifat lambat, ringan dan cenderung bersifat lokal

III. FAKTOR RESIKO 1. Bayi prematur

2. BBLR (Berat BayiLahir Rendah) 3. Ketuban pecah dini 1 % 4. Demam impartu maternal 5. Leukositosis maternal 6. Corioamnionitis 3-8 % 7. Resusitasi saat lahir 8. Kehamilan kembar 9. Penamparan terhadap obat steroid 10. Bayi dengan Galaktosemia 11. Insufisiensi imunoglabulin 12. Proses persalinan yang lama 13. Ibu yang mengalami eklamsia IV. ETIOLOGI 1. Sepsis onset dini Streptokokus grup B Listeria Klebsiela Enterococcus H. influenza Stapilococcus aureus S. pneumonia Streptococcus grub B Herpes simpleks Listeria Salmonela

2. Sepsis onset lambat

V. TANDA DAN GEJALA a. Primer

Demam Kedinginan, menggigil Hiperventilasi Takikardi Hipotermi Takipnea Lesi kulit (ptekie, ekimosis, Eritema, selulitis) Hipoksemia Hipotensi Sianosis Purpura Oliguria Ikterus (hiperbilirubinemia) Gagal jantung Gagal ginjal Gagal hati akut

b. Sekunder

VI. PATOFISIOLOGI Bakteri

Infeksi setempat

Bakterimia (sistemik) Hipotermi / hipertermi,

Perubahan mental akut; hipoksemia, oliguria, laktat plasma

Sepsis Sindrom sepsis

takikardi, takipnea, kelainan jumlah leukosit

Syock sepsis awal Hipotensi

Hipotensi DIC (Disminate intravaskus Coagulate) ARDS Gagal ginjal akut Gagal hati akut Disfungsi SSD akut

Syock sepsis refrakter MODS Kematian

VII. PENATALAKSANAAN 1. Suportif a. Lakukan monitoring cairan, elektrolit dan glukosa, berikan koreksi jika terjadi hipovolemi, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia. Bila terjadi SIADN (Sindrome of Inappropriate Antidiuretik Hormone) batasi cairan. b. Atasi syock hipoksia dan asidosis metabolik c. Awasi adanya hiperbilirubinemia d. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila bayi tidak dapat menerima nutrisi enteral.. 2. Kausatif a. Sebelum kuman penyebab penyakit diketahui diberikan antibiotik golongan penisilin (amphisilin) dan aminoglikosida (gentamisin). Setelah diketahui kuman penyebab penyakit maka antibiotik yang diberikan disesuaikan dengan jenis kumannya. Pseudomonas karbesilin dan gentamisin Staphilococcus metisilin /nafsilin dan gentamisin Enterococcus penisilin dan aminoglikosida dan aminoglikosida /sefalosporin generasi III VIII. KOMPLIKASI 1. Meningitis

b. Pada sepsis nasokomial antibiotik yang diberikan adalah vakomisin

2. Pneumonia 3. Infeksi traktus urinaria 4. Otitis/radang telinga 5. Peritonitis/radang selaput perut ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SEPSIS NEONATUM 1. PENGKAJIAN a. Biodata Bayi dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai faktor resiko 4 kali lebih besar dibanding dengan bayi perempuan b. Keluhan Utama Demam, mual muntah, malas minum/netek, sesak c. Riwayat Kesehatan Klien BBLR Resusitasi saat lahir Bayi dengan galaktosemia Insufisiensi imunoglobulin Prematur Pemaparan obat steroid

d. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelum bayi lahir ibu mengalami ketuban pecah dini, demam inpartu meternal, leukositosis maternal, coreoamnionitis. e. Kebutuhan Dasar Yang Terganggu 1. Pola aktivitas dan istirahat Malaise 2. Sirkulasi Hipotensi, takikardi, pucat, sianosis, gagal jantung 3. eliminasi diare, oliguria/anuria 4. Nutrisi Mual/muntah, anoreksia

5. Pernafasan Takipnea, hiperventilasi 6. Regulasi Demam, hipotermia, kedinginan menggigil 7. Neurosensori Lathargi (tidur lelap), koma 8. Integumen Purpura, ikterus, lesi kulit (ptekie, ekimosis, eritema, selulitis) f. Pemeriksaan Diagnortik 1. Pemeriksaan darah lengkap Hb rendah Trombosit < 100.000 Leukositopenia < 5.000 Mikroskopi Biakan dan sensitivitas

3. Pemeriksaan urine

4. Uji widal dan weil-felix 5. Analisa gas darah 6. LED naik 7. Sinar X dada infiltrasi II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi sehubungan dengan proses infeksi 2. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan diare 3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan hiperventilasi III. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Dx : Hipertermi sehubungan dengan proses infeksi KH : setalah dilakukan tindakan keperawatan klien : INTERVENSI Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan Tidak mengalami komplikasi RASIONAL

1. Pantau suhu (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforesis 2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi 3. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. 4. Kolaborasi : berikan antipiretik (ASA/ asetaminophen) adanya

1. Suhu 38o 41o C menunjukkan infeksius akut. Pola demam dapat membantu menentukan diagnosis : Kurva berakhir demam > 24 lanjut jam

menunjukkan pneumonia pneumokokal, skarlel, thipoid Demam menunjukkan paru Kurva intermitten atau demam yang kembali episode normal dalam 24 jam menunjukkan septik, septik atau TB. Menggigil sering mendahului puncak suhu. Penggunaan antipiretik dapat mengubah pola demam dan dapat dibatasi sampai diagnosis dibuat atau demam > 389 0 C 2. Suhu selimut ruangan harus atau diubah jumlah untuk suhu endokarditis remitten infeksi demam

mempertahankan mendekati normal

3. Dapat membantu mengurangi demam. Penggunaan alkohol dapat menyebabkan kedinginan,

peningkatan suhu secara aktual selain itu juga alkohol dapat mengeringkan kulit 4. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapat menghambat dan pertumbuhan yang terinfeksi. 2. Dx : Kekurangan volume cairan sehubungan dengan diare KH : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu mempertahankan volume sirkulasi adekuat yang dibuktikan dengan TTV dalam batas normal. Nadi perifer teraba, dan haluaran urine adekuat. INTERVENSI RASIONAL 1. Catat/ukur haluaran urine dan 1. Penurunan haluaran urine dan berat jenis. Catat balance berat jenis akan menyebabkan hipovolemia. cairan positif Keseimbangan lanjut dengan ketidakseimbangan organisme

meningkatkan autodistruksi sel

cairan dan hubungan dengan berat badan tiap hari. Dorong masukan indikasi. 2. Pantau TD dan denyut jantung 3. Palpasi denyut perifer 4. Kaji membran mukosa kering turgor kulit jelek 5. Kaji/amati skrotum, punggung, kaki. oedem dependen/perifer pada sakrum, cairan oral sesuai

disertai penambahan berat badan dapat mengindikasikan edema ruang ketiga dan edema jaringan, menunjukkan perlunya mengubah pengganti 2. Pengurangan sirkulasi volume cairan dari dapat takikardi mengurangi untuk tekanan darah. Mekanisme awal terapi/komponen

6. Kolaborasi : berikan cairan IV, misal kristaloid (NS) dan koloid (albumin, plasma beku segar) sesuai indikasi. 7. Pantau nilai laboratorium (HT dan BUN)

meningkatkan curah jantung dan meningkatkan sistemik 3. Denyut yang lemah dan mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemi 4. Hipovolemi akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi 5. Kehilangan ruang 6. Sejumlah diperlukan perifer) kehilangan meningkatkan kapiler 7. Mengevaluasi hidrasi/vakositas Peningkatan BUN BUN tinggi perubahan darah. akan dapat disfungsi cairan interstisiel besar untuk dan dari akan cairan mengatasi kompartemen vaskuler ke dalam menyebabkan oedem jaringan tekanan darah

hipovolemi relatif ( vasodilatasi menggantikan cairan dengan permeabilitas

merefleksikan dehidrasi, nilai mengindikasikan

ginjal. 3. Dx : Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan hiperventilasi

KH : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu menunjukkan GDA dan frekuensi pernafasan dalam batas normal dengan bunyi nafas jernih dan tidak mengalami dispnea. INTERVENSI 1. Pertahankan jalan RASIONAL nafas. 1. Meningkatkan ekspansi paruparu, upaya pernafasan 2. Pernafasan cepat dan dangakal terjadi karena hipoksemia, dan dispnea stress dan sirkulasi endotoksin. Hipoventilasi merefleksikan dan merupakan mekanisme indikasi dukungan bernafas bunyi indikator pulmonal/ dan napas dari oedem oksigen

Berikan posisi nyaman dengan kepala lebih tinggi dari badan. 2. Pantau penggunaan 3. Auskultasi yang ventilasi 4. Catat munculnya sianosis sirkumoral 5. Kolaborasi : pantau GDA 6. Kolaborasi : kanul nasal 7. Tinjau sinar X : Berikan O2 melalui jalur yang sesuai misal bunyi frekuensi dan otot nafas. kedalaman pernafasan. Catat aksesori/upaya untuk bernafas Perhatikan krekel/mengi area mengalami penurunan/kehilangan

kompensasi yang tidak afektif diperlukan ventilator 3. Kesulitan munculnya merupakan kongesti interstitial. 4. Menunjukkan hipoksemia 5. Hipoksemia dengan dihubungkan penurunan sistemik tidak adekuat atau

ventilasi/perubahan pulmonal dan peningkatan kebutuhan 6. Diperlukan utnuk mengoreksi hipoksemia menggunbakan dengan penggagalan

upaya

/progresi

asidosis

respiratorik. 7. Perubahan menunjukkan perkembangan/ resolusi dari komplikasi pulmonal, misal infiltrasi/edema.

You might also like