You are on page 1of 5

Pemahaman Sosial

1. Pemahaman Sosial Pemahaman sosial merupakan kemampuan untuk mempersepsi orang lain/kelompok lain secara akurat dan menafsirkan perilaku mereka. Meskipun tak seorangpun memiliki waktu atau energi yang tak terbatas untuk mengevaluasi secara cermat suatu individu atau kelompok masyarakat tertentu. Apabila di analisis menggunakan teori ini, diketahui bahwa masyarakat umum telah menilai atau mempersepsikan kalompok suporter di Indonesia sebagai suatu komunitas yang berperilaku negatif, yang gemar melakukan tindakan-tindakan anarkis seperti kerusuhan, pengrusakan, dan sebagainya apabila tim

kesayangannya mendapat hasil yang kurang memuaskan. Walaupun hal tersebut tidak sepenuhnya benar, tetapi konsep tersebut seperti sudah melekat pada diri suporter Indonesia dan seakan menjadi ciri khas mereka. 2. Konformitas, Individuasi, dan Wabah Sosial Konformitas adalah suatu tindakan dimana seseorang menampilkan suatu perilaku tertentu karena setiap orang juga menampilkan perilaku tersebut, atau dapat juga dikatakan sebagai penyesuaian yang dilakukan seseorang terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini seseorang yang ingin bergabung dalam suatu komunitas suporter harus mengikuti semua aktivitas yang dilakukan oleh suporter lainnya seperti memberikan semangat, bernyanyi, meneriakan yelyel/slogan, dan sebagainya. Akan tetapi karena kelompok suporter sepak bola di Indonesia sudah di berikan label sebagai suatu komunitas yang suka bertindak anarkis untuk sepenuhnya masuk (diterima) ke dalam suatu kominitas suporter tertentu. Individuasi merupakan suatu proses dimana individu ingin memisahkan diri dari lingkungan sosial karena adanya ketidaksesuaian antara keinginan individu dengan ketentuan yang berlaku di masyarakat, sehingga ia memisahkan diri dari

lingkungan sosial. Adapun keterkatiannya dengan kasus ini yaitu dimana ada seorang provokator dalam suatu kelompok suporter yang memiliki tujuan yang berbeda dengan suporter-suporter lainnya, dimana ia menginginkan terjadinya suatu bentrokan/kerusuhan di antara ke-2 pendukung suporter tim yang sedang bertanding, dalam hal ini suporter Persijap Jepara dan PSIS Semarang. Wabah Sosial merupakan suatu ketimpangan yang terjadi karena adanya individuasi yang kuat, yang mencakup hilangnya tanggung jawab pribadi dan meningkatnya kepekaan terhadap apa yang dilakukan kelompok. Oleh karena seorang provokatortadi memiliki keinginan yang kuat untuk membuat kerusuhan, dan mudahnya para kelompok suporter tersebut untuk dipengaruhi, maka timbulah kerusuhan yang disertai pengrusakan sarana stadion, aksi lemparmelempar, sampai berlanjut ke luar stadion yang menimbulkan korban berjatuhan. 3. Kohesivitas Kohesivitas merupakan kekuatan interaksi dari anggota suatu kelompok yang dipengaruhi oleh kesamaan tujuan, persaingan antar kelompok, dan sebagainya. Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan tingkat kohesivitas antara lain ketidaksesuaian sebagainya. Adapun keterkaitannya dengan kasus kerusuhan ini yaitu adanya kesamaan tujuan diantara para anggota suporter, yaitu menyaksikan dan mendukung tim kesayangannya dan ingin menunjukan dominasinya terhadap kelompok suporter lain, khususnya di Jawa Tengah. Tetapi karena terdapat ketidaksamaan tujuan, dimana ada oknum yang tidak bertanggung jawab yang menginginkan adanya kerusuhan, dan banyaknya jumlah suporter yang tidak terkontrol, maka terjadi kekacauan di dalam stadion yang pada akhirnya menyebabkan kerusuhan tersebut terjadi. nilai dan tujuan, besarnyajumlah anggota kelompok, dan

4. Proses Disosiatif Proses-proses yang disosiatif sering pula disebut sebagai oppositional processes. Seperti halnya kerjasama, ia dapat ditemukan pada setiap masyarakat, meskipun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Proses-proses yang disosiatif dapat dibedakan kedalam 3 bentuk, yaitu: a. Persaingan(competition) Persaingan dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana orang perorangan atau kelompok saling bersaing, mencari keuntungan melalui bidangbidang kehidupan, seperti bidang ekonomi, pekerjaan, kebudayaan, kedudukan, dan lain-lain, yang pada saat tertentu menjadi pusat perhatian publik. b. Contravention Contravention merupakan bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian, yang ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. c. Konflik atau pertentangan Individu maupun kelompok yang menyadari adanya perbedaan-perbedaan baik secara fisik, psikis, kebudayaan dengan pihak lain, dapat menyebabkan dipertajamnya perbedaan tersebut, sehingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian (konflik). Adapun kerusuhan antar suporter Jawa Tengah yang terjadi pada tanggal 13 Maret 2006 termasuk ke dalam suatu bentuk konflik, karena telah terjadi bentrokan,

baik secara psikis maupun fisik yang akbatnya dapat langsung dirasakan dampaknya. 5. Konflik Pengertian konflik, sebagaimana dikemukakan Lewis A. Coser (1972), bahwa konflik sebagai perselisihan nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kekuasaan, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi, dimana pihak-pihak yang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan, melainkan juga memojokkan, merugikan, atau menghancurkan lawan mereka. Menurut Coser, konflik dapat bersifat fungsional positif maupun negatif. Fungsional positif apabila konflik tersebut berdampak memperkuat kelompok, sebaliknya bersifat negatif jika bergerak melawan struktur atau bertentangan dengan nilai-nilai utama. a. Ruang Lingkup konflik Ruang lingkup konflik antara lain sebagai berikut: 1. konflik yang timbul antara individu yang satu dengan individu yang lain (antarindividu). 2. konflik antarkelompok (intragroup atau intrahouse), dapat berupa konflik antar sub-sub kelompok yang otonom dalam suatu kelompok, dan konflik antarkelompok besar yang otonom dalam komunitas atau masyarakat. Apabila dianalisis menggunakan teori ruang lingkup konflik di atas, maka kasus kerusuhan suporter sepak bola di Jawa Tengah ini termasuk ke dalam konflik antarkelompok (intragroup atau intrahouse), karena konflik di Jawa Tengah tersebut merupakan bentrokan antara 2 kelompok dalam jumlah besar. Yaitu kelompok suporter Persijap Jepara dan PSIS Semarang yang memiliki tujuan sama tetapi timbul persaingan yang tidak sehat diantara mereka. b. Tipe-tipe Konfllik

Berdasarkan sasaran dan perilaku (bertentangan atau selaras), konflik dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu: 1. Tanpa Konflik, suatu situasi damai dan situasi kestabilan yang dinamis, dalam arti bila keadaan ini ingin terus tercapai, maka orang-orang yang ada didalamnya harus mampu memanfaatkan perilaku dan tujuan serta mengelola konflik secara relatif. 2. Konflik Tertutup (Latent), suatu konflik yang sifatnya tersembunyi , sehingga untuk dapat menanganinya secara efektif, tipe konflik ini perlu diangkat ke permukaan. Konflik ciri ini dicirikan dengan adanya tekanan-tekanan yang tidak nampak. 3. Konflik Terbuka (manifest), suatu konflik yang berakar dalam dan sangat nyata di permukaan. Konflik tipe ini dicirikan oleh aktifnya pihak-pihak yang berkonflik dalam persellisihan yang terjadi, mungkin sudah mulai

bernegosiasi dan mungkin juga mencapai jalan buntu. 4. Konflik di Permukaan (Emerging), suatu konflik yang berakar dangkal atau bahkan tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran. Konflik tipe ini dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi. Konflik tipe ini dicirikan dengan telah teridentifikasinya pihak-pihak yang berkonflik. Mereka mengakui adanya perselisihan, kebanyakan

permasalahannya jelas, tetapi proses negosiasi atau penyelesaian masalah lainnya belum berkembang. Berdasarkan teori tipe-tipe konflik di atas, maka konflik antar suporter di Jawa Tengah tersebut termasuk di permukaan (emerging), karena kerusuhan tersebut muncul karena kesalahpahaman yang terjadi di antara kedua kubu yang telah teridentifikasi, yaitu antara suporter Persijap Jepara dan PSIS Semarang. Kerusuhan tersebut sulit diatasi dan menjadi berlarut-larut karena proses negosiasi (komunikasi) untuk meluruskan masalah tidak kunjung terjadi.

You might also like