You are on page 1of 15

MAKALAH TEORI PERENCANAAN KONFLIK LAHAN TAMAN NASIONAL BATANG GADIS (TNBG) DI KAWASAN PUNCAK SORIKMARAPI MANDAILING NATAL

SUMATERA UTARA Edi (127003006) Saifullah Hanif (127003019) Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Makalah ini memaparkan tentang penguasaan dan pengalihan hak tanah ulayat menjadi kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Puncak Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara dengan pendekatan tipe perencanaan Policy Analysis (Rational Comprehensive) dan Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning) diatas karena dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan TNBG di Puncak Sorik Marapi Mandailing Natal, baik dari sisi Masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor), perusahaan asing (Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International CI). Disamping itu, eksistensi hutan lindung dan TNBG telah menimbulkan permasalahan sosial dengan adanya saling tidak percaya (mistrust) antara masyarakat di kawasan dengan pemerintah, ada indikasi manipulasi persetujuan pembentukan TNBG, adanya ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit konflik di kawasan. Kata kunci: geothermal, hutan lindung, konservasi, policy analysis (rational comprehensive), social mobilization (advocacy planning dan anti planning), register 4 batang gadis, tanah adat (ulayat), taman nasional batang gadis (TNBG) 1. Pendahuluan Konflik pertanahan ini disebabkan oleh perubahan penetapan kawasan lindung Bewijzen (BW) hutan lindung Register 4 Batang Gadis I, hutan Register 5 Batang Gadis II komp I dan II menjadi Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) ditambah dengan tanah adat (ulayat) dan bahkan ladang, sawah dan pemukiman masyarakat di Kecamatan Puncak Sorikmarapi sebagai kawasan lindung (zona penyangga TNBG) dengan mengorbankan masyarakat di kawasan ini. Masyarakat adat desa Hutanamale yang merupakan desa tertua berdiri tahun 1430 M merupakan desa yang paling besar tanah adatnya yang diambil alih dan dijadikan menjadi hutan lindung. Berdasarkan SK 44 Tahun 2005 sebagian besar wilayah Kecamatan Puncak Sorikmarapi masuk dalam kawasan lindung, termasuk diantaranya ibu kota kecamatan (Sibanggor Tonga) diantaranya desa Hutanamale, Hutabaringin, Hutatinggi, Handel, Hutabaru, Sibanggor Tonga, Sibanggor Julu dan Hutajulu. Luas tanah ulayat/adat Desa Hutanamale Puncak Sorikmarapi yang diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda seluas 3.500 ha, yaitu: Banggua yang berbatasan dengan Desa
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

Hutatinggi, Angin Barat dan Pastap Julu, Palangka Gading berbatasan dengan Angin Barat dan Haranapan sebelah barat berbatasan dengan Hutan Lindung atau hutan lindung Register 4 Batang Gadis I atau dibatasi oleh hulu aek roburan/mais dan sebelah selatan berbatasan dengan Aek Botung. Pada awalnya dokumen pengakuan Tanah Ulayat oleh Pemerintah Hindia Belanda dipegang oleh tokoh masyarakat dan juga dokumen tambahan penyerahan Banggua melalui pembelian oleh masyarakat yang dilakukan pada tahun 1912 yang berbahasa Belanda. Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) diresmikan di Panyabungan, Ibukota Kabupaten Mandailing Natal pada tanggal 31 Desember 2003 yang ditandai dengan penandatangan Naskah Pencanangan Budaya Kerja Keras di Kabupaten Mandailing Natal dan Deklarasi TNBG. Naskah selanjutnya dibuat dalam sebuah prasasti yang dibubuhi tanda-tangan dari perwakilan Pemerintah Daerah Kabupaten, DPRD, Unsur Muspika, Tokoh LSM, Tokoh Pemuda, Lembaga Adat dan Pelajar yang menunjukkan kesepakatan masing-masing pihak untuk membentuk Taman Nasional dan menyetujui deklarasi budaya kerja keras. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas 3.742.120 (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh) hektar dimana 403.451,78 Kabupaten Mandailing Natal atau 60,94 persen dari total wilayah ini. Prakarsa ideal dan niat luhur tersebut, setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata menimbulkan berbagai masalah khususnya di Kawasan Puncak Sorik Marapi. Konsep ideal untuk memberdayakan ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai wilayah konservasi ternyata sama sekali belum berjalan. Pemberdayaan masyarakat lokal juga menjadi pertanyaan besar karena nihilnya program yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun lembaga swadaya masyarakat yang ada di kawasan. Pemerintah dengan jargon perlindungan hutan dan konservasi alam sepertinya hanya mengikuti trend sehubungan dengan penetapan program global seperti Millenium Development Goals (MDGs). Pemerintah bisa saja mendapatkan keuntungan finansial maupun non finansial dari regulasi tersebut seiring dengan tingginya intensitas lembaga-lembaga internasional membantu dan menggelontorkan dana yang cukup besar untuk program konservasi. Namun, masyarakat lokal secara ekonomi tetap tidak berdaya dan tidak diberdayakan, Alhasil masyarat lokal tidak bisa melakukan ekspansi usaha pertanian di wilayah serta sangat minim peluangnya untuk berinvestasi atau memperoleh modal usaha melalui kredit mikro ke lembaga keuangan bank dan non bank. Potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, demikian halnya dengan status kepemilikan lahan yang secara administratif tidak bisa ditingkatkan menjadi lahan sertifikat kepemilikan.
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

ha diantaranya berada di

1.1. Realitas Terkini Secara ekonomi masyarakat setempat banyak dirugikan paska penetapan wilayah tersebut sebagai kawasan hutan konservasi karena minimnya akses masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekstraktif (pengumpulan hasil hutan) serta lemahnya posisi masyarakat terhadap kepemilikan lahan. Minimnya akses masyarakat lokal memasuki wilayah hutan mengakibatkan nihilnya pilihan okupasi jika terjadi perubahan musim yang ekstrim. Sebelum regulasi TNBG ini, perubahan musim yang ekstrim, masyarakat lokal mencari hasil hutan seperti rotan, damar, jamur hutan atau bahkan mengumpulkan kulit kayu tertentu yang dapat dijual di pasar desa. Kegiatan ekstraktif tersebut tidak dapat dibenarkan di wilayah hutan konservasi. Namun, harus disadari bersama bahwa, hutan tidak akan rusak dengan kegiatan temporer seperti itu, serta masyarakat lokal hanya melakukannya untuk kebutuhan ekonomi keluarga dan jauh dari niat untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya seperti perusak hutan (illegal logging). Belum genap satu dekade pembentukan TNBG, telah muncul aktifitas perusahaan multinasional yakni perusahaan geothermal di kawasan ini dengan wilayah spatial yang sama (tumpang tindih). Perusahaan ini akan memulai aktifitasnya dengan memanfaatkan potensi panas bumi yang ada di kawasan untuk pengadaan listrik yang dapat menutupi kebutuhan listrik di Mandailing Natal. Minimnya informasi, minimnya pengetahuan serta rendahnya pengalaman warga tentang kegiatan perusahaan sejauh ini telah menimbulkan gejolak sosial di kawasan. Gejolak sosial tersebut diantaranya menyebabkan timbulnya phobia masyarakat tentang dampak langsung dan tidak langsung yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan jika benar-benar telah beroperasi. Sejauh ini sudah ada sosialisasi resmi dari perusahaan dan instansi terkait tentang rencana pengembangan potensi panas bumi dimaksud. Namun sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dinilai belum dilakukan secara maksimal dan masyarakat merasa bahwa sosialisasi dimaksud belum dapat memberikan jawaban atas pertanyaan dan kekhawatiran warga tentang aktifitas perusaaan tersebut nantinya. Pembentukan TNBG dan perusahaan geothermal adalah hal yang lain. Namun, dua isu yang berbeda terjadi dalam satu kawasan spatial yang sama, Puncak Sorik Marapi. UndangUndang tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Kehutanan secara tegas menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di kawasan hutan lindung tidak diperbolehkan. Realitas ini menjadi pertanyaan besar bagi banyak pihak khususnya masyarakat perantau yang berasal dari kawasan. Ambiguitas terhadap kebijakan pemerintah tersebut sesuatu yang sulit diterima dengan akal sehat dan nurani yang tulus. 1.2. Potensi Konflik
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

Konflik agraria struktural merupakan konflik antara kelompok masyarakat sipil melawan kaum kapitalis (pemodal) dan/atau instrument negara. Pihak-pihak yang berkonflik bukan antara rakyat dan rakyat, tetapi rakyat melawan pengusaha atau rakyat melawan pemerintah, termasuk TNI dan badan usaha milik Negara (BUMN). Ciri lain dari konflik agraria struktural adalah penggunaan cara-cara penindasan dan penaklukan kepada rakyat. Penindasan ini bersifat fisik, seperti intimidasi, teror, kekerasan fisik, pembuldoseran tanah dan tanaman, penangkapan, isolasi, dan sebagainya. Sedang pola penaklukannya bersifat ideologis, seperti dilegitimasi bukti- bukti hak rakyat, penetapan ganti rugi sepihak, manipulasi tanda-tangan rakyat, dicap anti-pembangunan, dan sebagainya. Akar dari berbagai persoalan dan konflik di dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah ketidakadilan dalam alokasi sumberdaya alam itu sendiri. Di sisi lain pengelolaan yang sentralistik telah mematikan potensi Pemerintah Daerah termasuk peluangnya untuk mengembangkan daerah sesuai kebutuhan dan keinginan sendiri, dan tidak adanya hak dasar masyarakat untuk mengelola sumberdaya yang terdapat di sekitar mereka. Pada awalnya penetapan kawasan lindung dan TNBG mendapat sambutan yang hangat dari sebagian masyarakat yang diuntungkan secara materi, meskipun sebenarnya mereka tidak tahu bahwa kawasan lindung/konservasi yang akan ditetapkan adalah hutan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan batas DAS Batang Gadis ditambah dengan tanah adat/ulayat plus kebun, sawah dan pemukiman, inilah akar permasalahan yang tidak bisa dituntaskan oleh masyarakat dan pemerintah daerah. Penetapan ini sebenarnya tidak menjadi masalah serius bagi masyarakat seandainya hak-hak dasar sebagai penghuni wilayah ini sejak tahun 1430 dipenuhi dengan mengakui adanya hak atas tanah adat/ulayat. Masyarakat Puncak Sorik Marapi pada dasarnya menyepakati adanya konsensus bersama tentang perlindungan hutan di kawasan, demikian juga masyarakat lokal setuju bahwa listrik merupakan kebutuhan yang mendesak untuk segera dipenuhi di wilayah ini. Namun, masyarakat tetap pada prinsip bahwa kebijakan tersebut tidak boleh mengesampingkan hak-hak perdata warga dan juga hak warga di kawasan untuk menentukan arah dan masa depannya. Bedasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul makalah Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Puncak Sorikmarapi Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. 1.3. Tujuan Sebagai tugas mata kuliah teori perencanaan dan untuk memahami bagaimana pendekatan berbagai teori perencanaan dan berbagai era pemerintahan dalam memandang konflik agraria di Indonesia umumnya dan khususnya Puncak Sorikmarapi.
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

Menginventaris masalah, tantangan dan peluang masyarakat lokal pasca pembentukan TNBG di Kawasan Puncak Sorik Marapi.

2. Pembahasan dalam makalah ini dilakukan dengan pendekatan tipe perencanaan Policy Analysis (Rational Comprehensive, Rational Incremental Planning, Fuzzy and Complexity Planning) dan Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning). Ketidakpuasan terhadap pendekatan positivisme dan rasional melahirkan pendekatanpendekatan baru yang lebih komprehensif. John Friedman (1987) sebagai salah satu ahli perencanaan memberikan definisi yang lebih luas mengenai planning sebagai upaya menjembatani pengetahuan ilmiah dan teknik ( scientific and technical knowledge) kepada tindakan-tindakan dalam domain publik, menyangkut proses pengarahan sosial dan proses transformasi sosial. Dikaitkan dengan kelembagaan, sistem perencanaan diklasifikasikan sebagai berikut : a. Perencanaan sebagai Policy Analysis (Rational Comprehensive, Rational Incremental Planning, Fuzzy and Complexity Planning) . Dalam system perencanaan ini, pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka. b. Perencanaan sebagai social learning. Dalam system perencanaan ini Pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Sifat perencanaan learning by doing, decentralized, by people, bottomup, dan dengan politik terbuka. c. Perencanaan sebagai social reform. Dalam sistem perencanaan ini, peran pemerintah sangat dominan, sifat perencanaan : centralized, for people, top-down, berjenjang dan dengan politik terbatas. d. Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning). Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology kolektivisme komunitarian.

2.1. Perencanaan sebagai Policy Analysis ( Rational Comprehensive, Rational Incremental Planning, Fuzzy and Complexity Planning). Dalam sistem perencanaan ini, pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka. Perencanaan sebagai analisis kebijakan: a). Berdasarkan logika
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, ekonomi neoklasik dan teknologi informasi. b). Tujuannya adalah untuk membantu pengambil keputusan untuk memahami konsekuensi dari alternatif-alternatif keputusannya. c). Perencana sebagai analis/teknokrat. d). Masyarakat sebagai obyek dari rekayasa pemerintahan. Konsep model rasional mewakili pendekatan berdasarkan pada proses, tanpa memperhatikan konflik politik atau karakter spesifik daerah. Sebagaimana yang dikatakan Beauregard (1987, hal. 367), "dalam perkembangannya, model rasional tidak memiliki subjek atau objek. Hal ini mengabaikan sifat pembawa perubahan yang melakukan perencanaan dan tidak peduli terhadap obyek misalnya: perubahan lingkungan. Perencanaan lebih rasional dan ilmiah, penekanannya adalah pada analisis dan perbandingan dari semua solusi alternatif menggunakan aplikasi ilmu sosial. Sambil memegang satu asumsi, model rasional komprehensif meminta rasionalitas melalui pendekatan yang komprehensif. Termasuk urutan sistematis perspektif jangka panjang, serta dari segi hirarkis geografis, dan banyak istilah spasial lainnya. Analisis sistematis, kriteria evaluasi yang jelas, yang berurusan dengan masalah-masalah yang kompleks, banyak tujuan, semua alternatif yang memungkinkan dan memilih alternatif terbaik untuk tindakan masa depan menjadi bagian dari model yang berorientasi pada proses perencanaan secara keseluruhan. 2.2. Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning). Perencanaan sebagai Social Mobilization (Advocacy Planning dan Anti Planning). Perencanaan ini merupakan kristalisasi politik yang didasarkan pada ideology kolektivisme komunitarian. a). Merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan, b). Penekanan kepada emansipasi kemanusiaan terhadap penindasan sosial, c). Tipe perencanaan ini akan selalu berhadapan dengan segala kekuatan penindas, baik yang terstruktur (birokrat) maupun yang kecil (preman), d). Prinsip tipe ini adalah kebebasan merupakan hak individu yang dibatasi oleh kebebasan individu lainnya, e). Perencanaan ini disebut juga sebagai perencanaan yang radikal, f). Peran perencana sebagai fasilitator atau penasehat masyarakat dan tidak membuat jarak dengan masyarakat. Pendekatan baru terdiri dari perencanaan tambahan, perencanaan advokasi, perencanaan ekuitas, perencanaan partisipatif, perencanaan lingkungan, perencanaan sosial, perencanaan yang fleksibel, perencanaan pembaruan perkotaan, perencanaan masyarakat, perencanaan lingkungan, perencanaan strategis, dan lainnya. Perencanaan Ekuitas dan advokasi adalah jenis perencanaan yang mempertimbangkan kepentingan masyarakat umum (Fainstein dan Fainstein, 1996). Perencanaan advokasi, seperti yang diprakarsai oleh Davidoff, merupakan upaya untuk menggabungkan suara atau nilai-nilai yang tidak terwakili. Melalui perencanaan advokasi,
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

perencana dapat mendukung kepentingan mereka yang diluar jangkauan dan tidak berdaya untuk mewakili kepentingan mereka sendiri. Dengan demikian, perencanaan advokasi merupakan representasi dari kelompok sosial tertentu oleh perencana advokasi, dengan menggunakan teknik yang diterapkan secara hukum. Mirip dengan perencanaan advokasi, perencanaan ekuitas menawarkan ekuitas dan distribusi sumberdaya dan kekuasaan. Menggunakan pendekatan redistribusi, perencana ekuitas "meminta partisipasi masyarakat atau kelompok dalam menentukan tujuan substantif dan secara eksplisit menerima perencanaan sebagai politik ketimbang suatu usaha secara ilmiah." (Fainstein dan Fainstein, 1996). 2.3. Alasan Memilih Tipe Perecanaan Diatas a. Pendekatan dengan kedua tipe perencanaan analisis kebijakan (Rasional Komprehensif) dan mobilisasi sosial (Advokasi) relevan dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), baik dari sisi masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor), perusahaan asing (Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International CI). b. Pendekan perencanaan ini diambil karena eksistensi Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) telah menimbulkan permasalahan sosial seperti adanya saling tidak percaya antara warga dengan pemerintah, adanya indikasi manipulasi persetujuan pembentukan TNBG, adanya ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit konflik di kawasan. Atau dengan kata lain, terjadi penindasan ideologis dimana hak satu individu dibatasi oleh individu lainnya dan bersifat radikal sebagaimana dalam teori perencanaan mobilisasi sosial

3. Penjelasan tentang masing-masing Sistem A, B dan C secara umum


No 1 Jika anda berperan Sebagai Perencana Pemerintah Sistem A (Soeharto) Perencanaan telah ditetapkan yaitu Dewan Perencanaan Nasional (DEPEMAS). Lembaga ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Semesta Berencana (Comprehensive National Development Plan) Sistem B (SBY) Perencanaan pembangunan ditetapkan melalu Musrembang Desa/Kelurahan, dibawa ke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat (Musrembangnas) selanjutnya disampaikan Sistem C (TDI - Bung Hatta) Perencanaan pembangunan ditetapkan mulai dari tingkat desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa/Kelurahan, dibawa ke tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga pusat selanjutnya disampaikan kepada DPR

________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

untuk jangka waktu 19611969. Melalui Penetapan Presiden No 12 tahun 1963 (Penpres 12/1963), Depernas dirubah menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2 Sebagai Developer/Swasta Swasta tertentu ditunjuk langsung untuk menangani pembangunan/proyek tertentu tanpa melalui proses tender/pengadaan terbuka sehingga terjadi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Hanya ada 3 partai dan, partai berkuasa menentukan arah pembangunan.

kepada DPR untuk dibahas dan disahkan. Hingga menghasilkan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Masih memungkinkan terjadi lobilobi terhadap legislative dan eksekutif. Swasta ditunjuk untuk menangani suatu pembangunan/proyek tertentu melalui proses tender/pengadaan barang dan jasa terbuka Sesuai Perpres 54 Tahun 2010 dan PP 70 Tahun 2012 untuk mengurangi terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), namum demikian peranan partai koalisi, pejabat Negara (lingkungan istana) dan DPR sangat besar. Meskipun dalam prakteknya sering terjadi pengaturan pemenang tender oleh panitia pengadaan akibat adanya intervensi oknum pejabat, oknum partai atau kelompok kepentingan tertentu, misalnya kasus Century dan Hambalang Konsultan perencana proyek melalui proses tender/pengadaan barang dan jasa terbuka Sesuai Perpres 54 Tahun 2010 dan PP 70 Tahun 2012 untuk mengurangi terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Meskipun demikian peluang terjadinya KKN masih terbuka lebar. Secara semu terbentuk konsultan semu, baik di lingkungan istana maupun di Kementerian

untuk dibahas dan disahkan.

Kelompok developer/swasta masih dimungkinkan untuk melakukan lobi-lobi, tetapi kesempatan untuk pengaturan tender proyek semakin kecil karena apabila ada penyimpangan masyarakat/rakyat bisa bertanya kepada wakilnya di legislative dan juga menegur eksekutif apabila terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dalam penentuan pelaksanaan proyek

Sebagai Konsultan Perencana

Sama halnya dengan developer, konsultan perencana sudah ditetapkan oleh tim yang dibentuk pemerintah. Lingkungan Cendana mengendalikan perencana secara langsung dan tidak langsung.

Konsultan perencana proyek melalui proses tender/pengadaan barang dan jasa terbuka. Konsultan perencana memperhatikan aspek teknis (kesesuaian lahan dan tempat), aspek lingkungan, aspek social dan ekonomi masyarakat

________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

(Staf Khusus). 4 Sebagai Warga Masyarakat Sekitar (yang terkena dampak) Masyarakat (korban) tidak berdaya dan tidak mempunyai saluran untuk menyampaikan aspirasinya dan anggota masyarakat yang melawan/tidak setuju seringkali mendapat intimidasi dan hanya pasrah mengikuti kebijakan pemerintah. - Warga masyarakat berpartisipasi dalam musyawarah desa dalam menentukan pembangunan, tetapi tidak mempunyai hak untuk mengeksekusi karena hak eksekusi terkait anggaran ada di Pemda (APBD) dan Pemerintah Pusat (APBN). - Partisipasi masyarakat ikut serta dalam proyek pembangunan fisik dalam skala kecil, misalnya PNPM Mandiri - Warga masyarakat berpartisipasi dalam musyawarah desa dalam menentukan pembangunan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai dengan pemeliharaan - Partisipasi masyarakat ikut serta dalam proyek pembangunan fisik dalam skala kecil, misalnya PNPM Mandiri

4. Jika berperan sebagai pemerintah, bagaimana tipe perencanaan dan kasus tersebut berjalan a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal tidak perlu melibatkan pemilik tanah, hanya memanggil pemerintah daerah (kabupaten dan provinsi). Pemerintah pusat (Centralization) cukup menyampaikan program dan rencana kepada pemda provinsi dan kabupaten untuk menyediakan lahan/hutan untuk dijadikan taman nasional atau hutan lindung. Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai korban. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif) dimana pemerintah pusat menetapkan hutan adat, ladang dan sawah masyarakat di kawasan Puncak Sorikmarapi menjadi kawasan konservasi dan hutan lindung/Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat. b. Didalam Sistem B (SBY) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal tidak perlu melibatkan pemilik tanah, pemerintah daerah (kabupaten/provinsi) mengatasnamakan masyarakat bahwa masyarakat yang meminta ditetapkan hutan adat mereka jadi kawasan konservasi (lindung), padahal penetapan/permintaan tersebut hanya diketahui oleh segelintir orang yang mempunyai
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

kepentingan ekonomi sesaat. Disamping itu, penetapan kawasan lindung tidak melibatkan masyarakat sama sekali, bahkan mereka tidak tahu bahwa hutan adat, ladang dan sawah produktif mereka dijadikan kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG). Sifat perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning): decentralized, with people, scientific, dan dengan politik terbuka. Perencanaan didasarkan pada logika berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, ekonomi neoklasik dan teknologi informasi, pengambilan keputusan berdasarkan konsekuensi dari alternatif-alternatif resiko yang dihadapi, dan masyarakat sebagai obyek dari rekayasa pemerintahan. c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal melibatkan pemilik tanah, pemerintah daerah (kabupaten/provinsi) meminta pendapat masyarakat/rakyat bagaimana tanah adat agar ditetapkan menjadi kawasan konservasi (lindung) untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Penetapan kawasan lindung dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, apakah penetapan tersebut tidak menyebabkan timbul masalah sosial baru, misalnya hilangnya mata pencaharian masyarakat yang mempunyai pendidikan rendah. Sifat perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), perencanaan dalam kasus ini merupakan kristalisasi politik berdasarkan pada ideologi kolektivisme komunitarian. a). Partisipasi masyarakat dalam perencanaan TNBG, perencanaan advokasi, perencanaan ekuitas, perencanaan partisipatif, dan perencanaan lingkungan. 5. Jika berperan sebagai Developer ataupun Swasta, bagaiamana tipe perencanaan dan kasus tersebut berjalan. a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal, pihak pemerintah dan pihak swasta/LSM asing ( Conservation International) melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung (TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, dalam kerjasama ini pemerintah Indonesia menjadapatkan keuntungan/konpensasi dalam bentuk pengurangan/keringanan hutang luar negeri atau yang dikenal dengan DEBT SWAP. Pihak swasta/LSM asing (Konsorsium Conservation International ) mendapatkan kesempatan dalam mengelola TNBG melalui mitra lokal. Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan sendiri tanpa melibatkan masyarakat sebagai korban. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif), yaitu
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

10

pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing ( Conservation International) tanpa memperhatikan kerugian yang dialami oleh masyarakat secara langsung, keluhan masyarakat juga tidak ditanggapi karena dianggap masyarakat pinjam pakai dan mereka juga tidak mau menerima alasan historis. b. Didalam Sistem B (SBY) : Hampir sama dengan Sistem A (Soeharto), yaitu pihak swasta/LSM asing (Conservation International) melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung (TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, dalam kerjasama ini pemerintah Indonesia menjadapatkan keuntungan/konpensasi dalam bentuk pengurangan/keringanan hutang luar negeri atau yang dikenal dengan DEBT SWAP. Pihak swasta/LSM asing (Konsorsium Conservation International) mendapatkan kesempatan dalam mengelola TNBG melalui mitra lokal. Pemerintah bersama stakeholders memutuskan persoalan dan menyusun alternatif kebijakan sendiri dengan melibatkan sebagian anggota masyarakat yang mendapatkan keuntungan financial, tetapi tidak memperhatikan masyarakat yang dirugikan langsung. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), yaitu pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing ( Conservation International) merupakan tim advokasi bagi mitra local dalam pengelolaan TNBG, tidak memperhatikan kerugian yang dialami oleh masyarakat secara langsung meskipun dalam janjinya akan memberdayakan masyakarat sekitar, disamping itu keluhan masyarakat juga tidak ditanggapi karena dianggap masyarakat pinjam pakai atas tanah tersebut dan pihak swasta/LSM asing (Konsorsium Conservation International) juga tidak mau menerima alasan historis. c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Pihak swasta/LSM asing ( Conservation International) melakukan kerjasama dalam pengelolaan kawasan hutan lindung (TNBG) untuk menjaga kelestarian alam, melibatkan partisipasi masyarakat, melakukan advokasi terhadap masyarakat agar memberikan dukungan bagi kelestarian alam, memberdayakan masyarakat yang terpinggirkan dan miskin (not have) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui kemitraan dalam mengembangkan usaha tani, perkebunan berwawasan lingkungan dan partisipatif. Masyarakat tidak dianggap sebagai korban kebijakan pemerintah tetapi dianggap sebagai mitra strategis dalam pengelolaan hutan dan lingkungan. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), yaitu pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing (Conservation International) merupakan tim advokasi bagi mitra lokal dalam pengelolaan TNBG. Perencanaan pengelolaan kawasan TNBG melibatkan masyarakat,
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

11

memperhatikan historis kawasan pemukiman, mengakui tanah adat/ulayat dan mengakui hak adat masyarakat sekitar. 6. Jika berperan sebagai konsultan teknokrat, bagaiamana tipe perencanaan dan kasus tersebut berjalan: a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal, Teknokrat/perencana merencanakan TNBG sesuai dengan garis besar kesepakatan yang dicapai antara pemerintah dengan swasta/LSM asing ( Conservation International). Masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses perencanaan kegiatan dan penetapan kawasan TNBG. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif), yaitu pemerintah bersama dengan swasta/LSM asing (Conservation International) tanpa memperhatikan kerugian yang dialami oleh masyarakat secara langsung, keluhan masyarakat juga tidak ditanggapi karena dianggap masyarakat pinjam pakai dan mereka juga tidak mau menerima alasan historis. b. Didalam Sistem B (SBY) : Teknokrat/Perencana melakukan perencanaan dalam dalam pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan memperhitungkan dampak social ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, masyarakat tertentu diajak berdiskusi dan dilakukan sosialisasi secara sepihak. Masyarakat yang menolak dianggap anti pembangunan dan pada saat sosialisasi berikutnya tidak dilibatkan lagi. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy Planning), dimana perencanaan telah tersebar di masyarakat dan pemerintah. c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Teknokrat/Perencana melakukan perencanaan dalam dalam pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) dengan memperhitungkan dampak social ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, masyarakat tertentu diajak berdiskusi dan dilakukan sosialisasi atau melalui kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Partisipasi masyarakat akan dilibatkan sejak perencanaan pembentukan TNBG, sosialisasi dilakukan dengan memperhatikan aspirasi dan pendapat masyarakat, luas kawasan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dengan masyarakat dan tanah ulayat diakui, tidak ada pemaksaan kepada masyarakat dan secara jelas ditetapkan hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam kawasan TNBG. 7. Jika berperan sebagai warga yang terkena dampak, bagaiamana tipe perencanaan dan kasus tersebut berjalan
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

12

a. Di dalam Sistem A (Soeharto) : Penetapan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal, masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses perencanaan, penetapan TNBG, dalam kondisi ini hak masyarakat diabaikan. Secara ekonomi masyarakat setempat banyak dirugikan paska penetapan wilayah tersebut sebagai kawasan hutan konservasi.. Tipe perencanaan pada era ini adalah Policy Analysis (Rasional Komprehensif) dimana Masyarakat (korban) tidak berdaya dan tidak mempunyai saluran untuk menyampaikan aspirasinya terkait keberadaan hutan lindung dan TNBG, masyarakat tertindas dan tidak memiliki posisi tawar. b. Didalam Sistem B (SBY) : Minimnya akses masyarakat lokal memasuki wilayah hutan mengakibatkan nihilnya pilihan okupasi jika terjadi perubahan musim yang ekstrim. Sebelum regulasi TNBG ini, perubahan musim yang ekstrim, masyarakat lokal mencari hasil hutan seperti rotan, damar, jamur hutan atau bahkan mengumpulkan kulit kayu tertentu yang dapat dijual di pasar desa. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy dan Anti Planning) dimana masyarakat mengajukan keberatan atas penetapan hutan lindung karena adanya perubahan atas hutan lindung yang ditetapkan pemerintah Hindia Belanda ditambah dengan tanah adat/ulayat plus kebun, sawah dan pemukiman masyarakat kepada DPRD, pemda/bupati, bahkan kepada tokoh masyarakat Mandailing di Jakarta, tetapi sampai saat ini belum mendapat tanggapan yang memuaskan dan bahkan cenderung diabaikan. c. Di dalam Sistem C (TDI - Bung Hatta) : Partisipasi masyarakat akan dilibatkan sejak perencanaan pembentukan TNBG, sosialisasi dilakukan dengan memperhatikan aspirasi dan pendapat masyarakat, luas kawasan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dengan masyarakat dan tanah ulayat diakui, tidak ada pemaksaan kepada masyarakat dan secara jelas ditetapkan hak-hak dan kewajiban masyarakat dalam kawasan TNBG, karena adanya kesepakatan dan melibatkan masyarakat secara ekonomi masyarakat setempat tidak dirugikan karena akses masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekstraktif (pengumpulan hasil hutan) diatur sedemikian rupa dengan persetujuan masyarakat (kearifan local) serta posisi masyarakat terhadap kepemilikan lahan terjamin. Tipe perencanaan pada era ini adalah Social Mobilization (Advocacy, dimana masyarakat keberatan atas hutan lindung dan TNBG dapat melakukan class action melalui saluran yang jelas, yaitu memperjuangkan aspirasi melalui perwakilan masyarakat di tingkat Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional serta Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden merupakan pilihan langsung rakyat.
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

13

8.

Kesimpulan 1. Prakarsa dan niat luhur pembentukan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) setelah berjalan hampir satu dekade, ternyata menimbulkan berbagai masalah khususnya di Kawasan Puncak Sorik Marapi. Konsep ideal untuk memberdayakan ekonomi lokal sebagai kompensasi atas penetapan kawasan sebagai wilayah konservasi sama sekali belum berjalan. 2. Pendekatan dengan tipe perencanaan Policy Analysis (Rational Comprehensive) dan Social Mobilization (Advocacy Planning and Anti Planning) relevan dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakat di kawasan hutan lindung dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), baik dari sisi masyarakat (korban), pemerintah (inisiator dan eksekutor), perusahaan asing (Geothermal) dan lembaga asing (Conservation International CI). Disamping itu, eksistensi hutan lindung dan TNBG telah menimbulkan permasalahan sosial dengan adanya saling tidak percaya (mistrust) antara masyarakat di kawasan dengan pemerintah, ada indikasi manipulasi persetujuan pembentukan TNBG, adanya ketentuan hukum yang dilanggar serta telah menimbulkan bibit-bibit konflik di kawasan. 3. Penerapan teori perencanaan dalam berbagai peran (pemerintah, swasta, konsultan teknokrat, dan warga) dalam kasus konflik lahan taman nasional batang gadis (TNBG) pada berbagai era (Suharto, SBY dan Masa Depan (Teori Bung Hatta) dapat dilakukan. Disini terlihat bahwa teori policy analysis (rasional komprehensif) cocok diterapkan pada era Soeharto dan Social Mobilization (Advocacy Plannting dan Anti Planning) cocok diterapkan pada era SBY dan Masa Depan (TDI-Bung Hatta).

Daftar Pustaka Anonymous, 2012. Investigasi Pembentukan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara. Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi. Anonymous, 2012. Peluang dan Tantangan Keberadaan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Di Puncak Sorikmarapi (Studi Kasus Pembentukan Taman Nasional di Kecamatan Puncak Sorik Marapi), Presentasi Jaringan Masyarakat Puncak Sorikmarapi.
________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

14

Anonymous, 2010. Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Pemerintah Daerah Sumatera Utara. Fainstein, Susan S. and Norman Fainstein, 1996. City Planning and Political Values: An Updated View. Chapter 12 in Campbell, Scott and Susan Fainstein, eds. Readings in Planning Theory. Cambridge, Massachusetts: Blackwell Publishers. Didalam Johnny Patta, A Search for New Directions of Planning in Indonesia, The Theory Development, the Indonesian Context, and Future Directions. Friedmann, John. 1998. Planning Theory Revisited. European Planning Studies 6 (3): 245- 253. Didalam Flyvbjerg, Bent. 2002. Bringing Power to Planning Research: One Researchers Praxis Story. Website Pemerintah Daerah Mandailing Natal, 2011. www.madina.go.id.

________________________ Makalah Teori Perencanaan Konflik Lahan Taman Nasional Batang Gadis (Tnbg) Di Kawasan Puncak Sorikmarapi Mandailing Natal Sumatera Utara

15

You might also like