You are on page 1of 6

POLIFARMASI DAN PRINSIP TERAPI OBAT

Oleh : Robert J. Michoki

PENDAHULUAN Meski orang yg berusia di atas 65 tahun (lansia) berjumlah 12,7% dari seluruh populasi di Amerika Serikat, mereka menerima resep sekitar 700 juta, atau 28% dari seluruh resep per tahun. Hal itu diperkirakan bahwa 75% dari para lansia yang mandiri minum satu resep obat per hari. Sekitar dua per tiga dari lansia juga minum obat yang tidak diresepkan, lebih sering tanpa mendiskusikan cara penggunaan obat tersebut dengan dokter keluarga mereka. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa lansia wanita mendapatkan rata-rata 5,7 resep obat dan 3,2 obat diluar perhitungan secara bersamaan. Pada penelitian yang lain yakni pada lansia yang berusia lebih dari 85 tahun, didapatkan 21% minum satu obat, 14% minum dua obat, dan 11% minum tiga obat. Obat-obatan untuk kardiovaskular dan ginjal, analgerik, obat hormonal, dan antibiotik adalah jenis obat yang sering diresepkan. Penduduk yang rutin kontrol ke dokter rata-rata mendapatkan delapan atau lebih resep obat setiap hari. Jatuh, delirium, depresi, dan kondisi lainnya seperti inkontinensia dan konstipasi adalah gejala yang sering diderita para lansia yang mendapat perawatan di rumah dan sering disebabkan oleh efek samping dari pengobatan. Penggunaan obat diantara para lansia akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah populasi yang berusia di atas 65 tahun dan adanya terapi baru untuk penyakit Alzheimer, Parkinson, arthritis, dan osteoporosis yang dibawa ke pasaran. Meskipun Medicare menyediakan keuntungan untuk rumah sakit dan dokter bagi para lansia yang berjumlah 38 juta orang, hal itu tidak termasuk keuntungan dalam peresepan obat secara menyeluruh. Oleh karena itu, lansia yang memiliki penyakit komplikasi yang kronis dan sangat membutuhkan terapi jangka panjang adalah mereka yang seharusnya mendapatkan pengobatan. Sekitar 20% dari lansia yang menjadi anggota dari Medicare berpotensi mendapatkan

keringanan finansial dalam hal pengobatan untuk penyakit kronis. Jumlah obat, harga obat, efek samping obat, interaksi obat, dan perubahan fisiologis, farmakokinetik, dan farmakodinamik diantara para lansia merupakan tantangan untuk memberikan perlindungan farmasi bagi populasi ini. Meskipun manfaat dari rencana pengobatan yang optimal terbukti, banyak pasien yang tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, dan pada beberapa instansi memberikan pengobatan yang berlebihan. Mungkin ada beberapa penjelasan dari fenomena ini. Pertama, kemajuan besar telah dibuat di penelitian farmakologis, dan banyak obat baru yang dapat diterima, hal ini sering menyulitkan para dokter untuk mengikuti informasi terkini. Pada tahun 1999, lebih dari 40 obat baru diterima di FDA. Kedua, para lansia tidak terbiasa mendatangi beberapa sub spesialis, yang tidak menyadari semua obat yang diterima pasien. Ketiga, para lansia tidak selalu mematuhi aturan minum obat yang telah diresepkan karena harga, efek samping, dan pengetahuan yang kurang terhadap kegunaan obat. Keempat, karena pasien tidak patuh maka akan diberikan obat tambahan atau dosis obat akan dinaikkan agar tujuan terapi tercapai. Hal ini akan menyebabkan toksisitas atau terjadi efek samping obat. Terkahir, perubahan farmakodinamik dan farmakokinetik yang terjadi pada proses penuaan dapat mempengaruhi respon terapi yang diharapkan. Penggunaan banyak obat untuk pasien dengan penyakit kronis akan menyebabkan interaksi drug-drug, drug-disease, dan drug-nutrient. Ketika menentukan intervensi farmakologis untuk terapi pasien lansia, dokter harus melakukan penilaian secara komprehensif. Dokter harus mengevaluasi keparahan penyakit, penggunaan obat, termasuk peresepan dan obat OTC, dan faktor ekonomi pasien.

PERUBAHAN ELIMINASI OBAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN USIA Farmakokinetik terdiri dari absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Proses penuaan dapat mempengaruhi proses ini. Absorpsi Beberapa perubahan dalam absorpsi obat telah ditunjukkan, dan absorpsi obat secara keseluruhan lengkap, meskipun pada lansia sangat lambat. Analgesik merupakan obat umum yang absorpsinya lambat. Jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik tergantung pada bioavailabilitas dari obat setelah diabsorpsi. Beberapa obat, seperti bisphosphonates (alendronate, etidronate, risedronate, tiludronate), memiliki bioavailabilitas yang kecil. Dalam keadaan puasa, kurang dari 1 % dosis yang diberikan mencapai sirkulasi sistemik. Masuknya obat-obat bersamaan dengan makanan dapat menurunkan absorpsi dan bila terjadi lebih lanjut dapat mengurangi jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Interaksi obat-obat dan obat-makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat. Sebagai contoh fluoroquinolon berinteraksi dengan kation divalent dan trivalent (antasida, zat besi, sukralfat) dan mengurangi absorpsi antibiotik tersebut. Di sisi lain, penyakit yang bersamaan seperti gagal jantung dapat meningkatkan konsentrasi obat serum seperti levedopa, nifedipin, dan omeprazole dengan mengurangi aliran darah hati. Penurunan aliran hepatik meminimalkan efek hepatic first-pass dan meningkatkan jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik. Obat-obatan seperti levedopa, nifedipin, dan omeprazol menunjukkan peningkatan bioavailabilitas pada lansia. Komposisi tubuh Perubahan komposisi tubuh berhubungan dengan usia, termasuk peningkatan massa lemak dan penurunan berat badan secara keseluruhan, diperhitungkan untuk perubahan distribusi dari beberapa obat pada lansia. Dosis obat yang direkomendasikan dapat dirubah berdasarkan perkiraan massa tubuh. Loading doses dapat dimodifikasi karena penurunan cairan tubuh secara keseluruhan. Obat yang larut dalam lemak (sedative-hypnotic agents) dapat

diberikan dengan dosis rendah karena berpotensi menyebabkan akumulasi pada jaringan lemak dan oleh karena itu durasi kerja obat akan lebih lama. Metabolisme Sebagian besar obat dimetabolisme di hati. Obat yang dimetabolisme di hati mengalami oksidasi, reduksi dan hidrolisis, yang akan menurun dengan bertambahnya usia. Penuaan normal berhubungan dengan beberapa perubahan pada kapasitas metabolisme hati, namun aliran darah hati menurun 40% dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu terdapat variabilitas dalam metabolism obat di hati dengan bertambahnya usia. Biotransformasi pada sistem sitokrom P450 terjadi lebih lambat pada lansia. Proses ini akan mempengaruhi metabolisme beberapa obat seperti wrfarin, fenitoin dan diazepam. Perokok, pengguna alcohol dan kafein akan mempengaruhi metabolism obat di hati. Distribusi Distribusi obat dapat dipengaruhi oleh ikatan protein pada konsentrasi serum, seperti albumin dan 1-acid glycoprotein. Penyakit kronis dan kekurangan nutrisi kalori-protein mempengaruhi jumlah albumin dalam serum, dan jumlah 1acid glycoprotein akan dipengaruhi oleh penyakit akut seperti infeksi, kanker, gagal jantung, stroke dan trauma. Ikatan protein sangat penting untuk obat dengan indeks terapi yang rendah, seperti fenitoin, lidokain, quinidin, dan antidepresan trisiklik. Ikatan albumin juga penting untuk obat acidic seperti warfarin dan naproksen. Terapi fenitoin secara khusus sangat sulit bagi lansia. Ikatan protein yang tinggi (90%) dan farmakokinetik yang komplek harus diberikan dengan dosis yang diperhitungkan dan dilakukan pemantauan untuk populasi ini. Konsentrasi serum dari fenitoin mencerminkan total obat, yakni fenitoin bebas dan terikat. Jika jumlah albumin dalam serum rendah, fraksi bebas akan meningkat sedangkan konsentrasi total obat tidak berubah. Toksisitas dapat terjadi dengan konsentrasi serum terapeutik.

Eliminasi Eliminasi obat pada lansia sangat dipengaruhi oleh penurunan laju filtrasi glomerolus dan aliran darah ginjal yang berhubungan dengan usia, dengan penurunan sekitar 1% per tahun setelah usia 50 tahun. Jumlah kreatinin serum tidak selalu mencerminkan akurasi perkiraan laju filtrasi glomerolus karena adanya penurunan massa otot yang berhubungan usia. Pada pasien dengan kekurangan nutrisi kalori-protein, hasil pemeriksaan fungsi ginjal dapat normal meskipun terjadi gangguan ginjal yang substansial. Perkiraan creatinin clearance harus dipertimbangkan secara hati-hati ketika memberikan dosis obat pada lansia. Pemberian dosis obat yang memiliki indeks terapi yang rendah harus berdasarkan jumlah obat dalam serum. Tabel 5-1 menunjukkan beberapa obat yang membutuhkan modifikasi dosis pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Tabel 5-1
Antimicrobial agents Amantadine Ciprofloxacin, levofloxacin, ofloxacin Sparfloxacin Ethambutol Gentamicin, tobramycin, amikacin Imipenem Penicillins Vancomycin Cardiovascular agents Atenolol Digoxin Enalapril, lisinopril, quinapril, ramipril Nadolol Gastrointestinal agents Cimetidine, famotidine, nizatidine, ranitidine Oral hypoglycemic agents Acetohexamide Chlorpropamide Glyburide Tolazamide

Perubahan lain

Pertimbangan akhir pada eliminasi obat yang berhubungan dengan usia adalah bahwa lansia akan merespon pengobatan secara berbeda dibandingkan dengan orang yang masih muda. Hal ini dapat terjadi karena perubahan jumlah reseptor, seperti down-regulation dari aktivitas reseptor -adrenergic, atau jumlah jaringan atau organ, seperti peningkatan sedasi, kehilangan memori dengan benzodiazepine, atau pengurangan rasa nyeri dengan penggunaan narkotik. Perubahan pada sensitivitas reseptor ini sering disebut dengan perubahan farmakodinamik yang berhubungan dengan penuaan.

You might also like