You are on page 1of 23

ANALISIS PENGATURAN DAN PRAKTEK PENGGUNAAN LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM PERSPEKTIF HUKUM NASIONAL INDONESIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Hukum Dagang Internasional Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh : RIZKA AMALIA DENNY SULISTYO E 0006033 E 0009090

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan Gross domestic product (GDP). Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional. Kerangka ketentuan global dalam perdagangan internasional yang menjadi ruang gerak negara-negara berkembang sebagian besar ditentukan oleh negara-negara industri. Berkaitan dengan tatanan perdagangan internasional yang baru dimana WTO, APEC dan AFTA mempunyai ketentuan-ketentuan dasar yaitu keterbukaan Pasar harus dilaksanakan dengan konsekuen agar negara berkembang seperti Indonesia benar-benar mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan dampak-dampak positif dari Peranan Bidang Perkapalan dan Pelayaran Niaga dalam Perdagangan 15 perdagangan bebas, terutama keterbukaan perdagangan antara negara ASEAN yang memberikan kesempatan kepada tiap negara untuk saling mengisi peluang pasar yang ada sesuai kemampuan produksi masing-masing negara. Keuntungan dari keterbukaan pasar dapat menyebabkan peningkatan produksi barang untuk dipasarkan ke Negara yang membutuhkan.

Transaksi perdagangan luar negeri merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam suatu perdagangan yang lazim dikenal dengan perdagangan ekspor impor. Perdagangan ini merupakan suatu transaksi sederhana, yaitu membeli dan menjual barang antar pengusaha yang masing-masing bertempat tinggal di negara-negara yang berbeda.1 Ekspor impor dewasa ini sering juga disebut sebagai bisnis dokumen atau bisnis surat berharga.2 Hal ini disebabkan realisasi suatu transaksi pada umumnya diwakili oleh dokumen-dokumen pengapalan seperti Bill of Lading, faktur perdagangan, draft, polis asuransi dan lainnya. Pengertian dari Letter of Credit itu sendiri adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importir nasabah bank devisa bersangkutan dan ditujukan pada eksportir diluar negeri yang menjadi relasi dari importir tersebut. Bank penerbit L/C menjamin untuk mengakseptir wesel yang ditarik tersebut asal sesuai dan memenuhi semua syarat yang tercantum di dalam surat tersebut. Segala ketentuan praktek dan kebiasaan kredit berdokumen terdapat didalam ketentuan yang dikenal sebagai The Uniform Customs and Practice for Documentary. Yang dimaksud dengan Letter of Credit (L/C) adalah Letter of Credit yang diterbitkan oleh bank dengan segala macam sifat dan jenisnya. Dalam transaksi jual beli antara eksportir dan importir, penggunaan L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir maupun importir, karena adanya kepastian bahwa pembayaran akan dilakukan apabila syarat L/C dipenuhi. Namun demikian cara pembayaran ini biayanya relatif lebih besar dibanding dengan cara pembayaran yang lain. Letter of Credit sebagai satu sarana yang banyak dipakai dalam memperlancar transaksi perdagangan internasional sangat perlu dipelajari secara mendalam oleh semua yang terlibat dalam perdagangan internasional. Dalam era globalisasi kelak, dapat diyakini bahwa peranan Letter of Credit sebagai sarana pembayaran
1

Etty Susilowati Suhardo, Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri (Semarang: FH UNDIP, 2001), hal. 2
2

Amir M.S, Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor, (Jakarta: PPM, 2003), hal. 1.

internasional, bukannya akan berkurang, malah akan memegang peranan yang lebih penting. L/C memegang peranan penting dalam perdagangan internasional dan akan terus merupakan instrumen yang paling ampuh dalam jasa-jasa perbankan. Penggunaan Letter of Credit (L/C) dalam perdagangan internasional saat ini sudah menjadi kebiasaan internasional yang paling sering dilakukan sebagai alat pembayaran transaksi perdagangan intenasional. Maka dengan itu L/C tersebut dapat ditinjau dari segi hukum internasional karena salah satu sumber Hukum Internasional adalah kebiasaan-kebiasaan internasional dan penggunaan L/C di dalam perdagangan internasional sudah menjadi kebiasaan internasional karena sudah banyak negara-negara yang memilih untuk menggunakan L/C sebagai alat pembayaran di dalam melakukan transaksi perdagangan internasional. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

29/33/KEP/DIR tahun 1996, penggunaan L/C dalam lalu lintas perdagangan internasional, Aspek hukum L/C merupakan bagian dari hukum kontrak, L/C sebagai kontrak bisnis dari para pihak, penerbitan didasari atas kontrak-kontrak dasarnya, seperti kontrak penjualan yang memuat klausula pelaksanaan transaksi dengan penerbitan L/C. Namun secara hukum L/C merupakan kontrak yang bersifat independen terhadap kontrak dasarnya. Dalam hal terjadi sengketa L/C yang timbul baik dalam skala nasional maupun skala internasional dalam pelaksanaannya diselesaikan menurut penentuan cara penyelesaian sengketa yang dimuat dalam klausul L/C.

B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan apa yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan L/C dalam praktek perdagangan internasional? 2. Bagaimanakah pengaturan L/C dalam praktek hukum perbankan di Indonesia? 3. Bagaimanakah praktek penggunaan L/C dalam tata aturan hukum nasional Indonesia?

BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan L/C Dalam Praktek Perdagangan Internasional Letter of Credit adalah alat pembayaran yang dikenal baik secara nasional maupun internasional. Di Indonesia, L/C merupakan salah satu alat pembayaran utama dalam transaksi ekspor-impor. The use of the letter of credit as a tool to reduce risk has grown substantially over the past decade. Letter of credit accomplish their purpose by substituting the credit of bank for that of the customer, for the purpose of facilitating trade.3 L/C walaupun telah menjadi salah satu alat pembayaran utama dalam bisnis, tapi belum terdapat keseragaman mengenai pengertian L/C di Indonesia. Selain itu Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 yang merupakan dasar hukum L/C di Indonesia tidak mengatur secara rinci pedoman mengenai L/C, berikut pula peraturan Bank Indonesia yang berfungsi sebagai peraturan pelaksana dari PP tersebut belum bisa menjelaskan secara detail tentang L/C. Dalam dunia bisnis internasional juga demikian. Maka diharapkan International Chamber of Commerce (ICC) dapat meluruskan masalah mengenai L/C. Dalam transaksi L/C, Bank Indonesia mendukung4 agar semua L/C tunduk pada Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang diterbitkan oleh ICC, Paris dan merupakan tatanan ketentuan L/C yang diterima secara Internasional. UCP yang secara hukum tidak dapat disamakan kekuatan mengikatnya dengan produk hukum legislatif atau produk hukum yudikatif tingkat nasional atau Konvensi tingkat Internasional. L/C penggunaannya didasarkan pada kesepakatan para pihak, sehingga kalau para
3

www.crfonline.org/cro/cro-9-2.html

Surat Edaran Bank Indonesia No.26/34/ULN tanggal 17-12-1993 mengatakan L/C yang diterbitkan bank umum boleh tunduk atau tidak pada UCP 1993 Revision, ICC Publication No.500. Tapi secara implisit Bank Indonesia tetap menginginkan agar semua L/C yang diterbitkan bank umum tunduk pada UCP sebab UCP merupakan satu-satunya ketentuan L/C yang berlaku secara Internasional.

pelaku L/C mau tunduk pada ketentuan UPC, maka harus jelas dinyatakan dalam kontraknya.5 Dengan demikian pemberlakuan ketentuan UPC sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. Tetapi perlu diingatkan, bahwa pilihan hukum hanya dapat dilakukan dalam batasan bahwa sistem hukum tersebut mempunyai keterkaitan yang relevan dengan kontrak. Bilamana L/C tidak memuat klausul mengenai pilihan hukum, maka hakim harus menentukan hukum nasional yang berlaku atas L/C dalam hal terjadi sengketa. ICC yang merupakan suatu organisasi di bidang perdagangan membentuk UCP dengan tujuan untuk menciptakan keseragaman praktek L/C secara Internasional (kodifikasi atau kompilasi). Namun, ICC ini bukan suatu lembaga legislatif yang dapat menciptakan suatu produk hukum sehingga UCP tidak bersifat mengikat dan memaksa bagi masyarakat di seluruh dunia. 6 UCP menganut 2 prinsip dasar L/C yaitu prinsip independensi L/C terhadap kontrak dasar dan kontrak lainnya dan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen tidak dengan barang atau jasa. 7 Prinsip independensi yaitu prinsip memisahkan kontrak dasarnya yaitu kontrak penjualan dengan permintaan penerbitan L/C. Sedangkan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen membuktikan bahwa realisasi pembayaran L/C hanya berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam L/C tidak dengan barang atau jasa. UCP telah mengalami perubahan beberapa kali yaitu UCP 151 (1951), UCP 222 (1962), UCP 290 (1974), UCP 400 (1983), UCP 500 (1994), dan yang terakhir UCP 600 (2007).
5

UCP 500 article 1 Application of UCP The Uniform Customs and Practice for Documentary Credits, 1993 Revision, ICC Publication No.500, shall apply to all Documentary Credits (including to the extent to which they may be applicable, Standby Letter(s) of Credit ) where they are incorporated into the text of the Credit. They are binding on all parties thereto, unless otherwise expressly stipulated in the Credit.
6

Rolf A. Schutze dan Gabriele Fontane, Documentary Credit Law throughout the World, (Paris: ICC Publishing, S.A., 2001), hal. 14.
7

Uniform Customs and Practice for Documentary Credit Publication No. 600 (UCP), (Paris: Internasional Chamber of Commerce, 2007, article 4.

B. Pengaturan L/C Dalam Praktek Hukum Perbankan Di Indonesia Ketentuan nasional sangat berperan karena ketentuan UCP tidak bersifat mengikat dan memaksa bagi masyarakat secara internasional. Selain itu, tidak semua hal yang berkaitan dengan L/C diatur dalam UCP misalnya mengenai penipuan dan pemalsuandalam transaksi L/C. Di Indonesia, beberapa pertimbangan yang mendasari pemikiran kebutuhan hukum nasioanal mengenai L/C yaitu untuk memberikan kepastian hukum yang jelas atas teransaksi L/C dan utuk melengkapi ketentuan UCP. Dalam hal ini, para pihak dalam transaski L/C dapat menyepakati bahwa ketentuan dalam UCP bersifat melengkapi ketentuan nasional tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Rancangan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang L/C. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, penerbitan L/C di Indonesia dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa yang mengatur bahwa L/C sebagai salah satu cara pembayaran dengan kredit dapat digunakan untuk melakukan transaksi ekspor impor tetapi sampai saat ini belum ada ketentuan lebih lanjut yang mengatur L/C sehingga masih menggunakan ketentuan UCP. b. Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) karena hampir seluruh hukum perbankan tunduk pada ketentuan UCP. c. Peraturan BI No.5/11/P/2003 tanggal 23 Juni 2003 tentang pembayaran Transaksi Impor yang mengatur bahwa pembayaran transaksi ekspor impor dilakukan dengan menggunakan L/C atau tidak. d. Surat Edaran BI No.26/34.ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 1993 Revision Internasional Chamber of Commerce (ICC) Publication No. 500 yang mengatur bahwa L/C yang diterbitkan bank devisa dapat tunduk atau tidak pada UCP. e. Surat Keputusan Direksi BI No.23/88/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1992 dan Surat Edaran BI No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991 masing-masing

tentang pemberian Garansi oleh Bank yang mengatur mengenai pemberian garansi bank khususnya mengenai standby L/C. f. Keputusan Presiden No.24 Tahun 1998 tentang Penerbitan Jaminan Bank Indonesia, serta penerbitan jaminan bank untuk penerimaan pinjaman luar negeri oleh Bank Persero dan Bank Pembangunan Daerah yang telah diizinkan melakukan kegiatan dalam valuta asing. g. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.29/33/KEP/DIR/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor. C. Praktek Penggunaan L/C Dalam Tata Aturan Hukum Nasional Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 01/M-DAG/PER/1/2009 tanggal 5 Januari 2009, pemerintah mengultimatum pengusaha menggunakan Letter of Credit (L/C) untuk mengekspor produk komoditi berbasis sumber daya alam, diantaranya kopi, minyak sawit mentah (crude palm oil), kakao, karet, produk pertambangan, dan timah batangan. Eksportir yang tidak menggunakan L/C tidak bisa mengekspor komoditi tersebut karena Bea Cukai tidak akan merelease barang tersebut bila di Pemberitahuan Barang Ekspor tidak atau belum mencantumkan nomor L/C. Oleh karena itu, pemerintah memberikan kelonggaran waktu kepada eksportir untuk beradaptasi terhadap aturan wajib L/C tersebut selama 2 bulan. Dengan pertimbangan diatas dan menunjang kelancaran proses ekspor impor, pelatihan ini khusus didesain dan dikembangkan bagi para pihak-pihak yg terlibat dalam aktivitas ekspor impor untuk memberikan keterampilan dan pemahaman yang benar mengenai prosedur ekpor impor dan fasilitas serta kemudahan yang terdapat pada prosedur ekspor impor. Di akhir pelatihan ini, peserta akan semakin merasakan manfaat pelatihan dengan diberikan latihan disertai dengan case yang sering terjadi di lapangan. Janji tertulis yang diterbitkan oleh issuing bank atas dasar permohonan tertulis aplicant atau dirinya sendiri kepada beneficiary untuk membayar atau mengaksep draft, mengizinkan bank lain untuk membayar atau mengaksep atau mengambil alih draft, apabila dokumen yang diserahkan oleh beneficiary sesuai dengan syarat dan kondisi janji tertulis

yangditerbitkan oleh issuing bank (letter of kredit) ).(Kamus Perbankkan BI) Atas L/C yang dibuka oleh importir, eksportir atau supplier di luar negeri diberi hak untuk menarik wesel sebesar nilai harga barang yang dikirimnya atas nama importir. Wesel ini beserta dokumen-dokumen pengapalan barangnya oleh eksportir disearahkan kepada bank koresponden yang menjadi penerima L/C untuk dimbil alih. Pembayaran yang dilakukan atas dasar L/C tersebut berarti bank koresponden membayar lebih dahulu atas nama bank pembuka L/C sehingga tampaknya ada unsur kredit. Jangka waktu antara pembayaran yang dilakukan bank penerima L/C dengan pembayaran yang dilakukan oleh bank pembuka L/C dikenakan sekedar bunga. Karena pembayaran atas dasar L/C ini dilakukan berdasarkan dokumen pengapalan barang, maka L/C yang dibuka sering disebut documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan dokumen. a. Pihak-Pihak Dalam Letter Of Kredit Dalam suatu mekanisme L/C terlibat secara langsung beberapa pihak ialah: a. Pembeli atau disebut juga buyer, importer b. Penjual atau disebut juga seller atau exporter c. Bank pembuka atau disebut juga opening bank, issuing bank d. Bank penerus atau disebut juga advising bank e. Bank pembayar atau paying bank f. Bank pengaksep atau accepting bank g. Bank penegosiasi atau negotiating bank h. Bank penjamin atau confirming bank Dalam keadaan yang sederhana suatu L/C menyangkut 3 pihak utama, ialah pembeli, penjual, dan bank pembuka.

b. Kewajiban dan Tanggung Jawab Dalam L/C Mengenai hal ikhwal yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab bank sebagai pihak yang berurusan dengan dokumen-dokumen, telah diatur secara lengkap yang garis besarnya dapat dikemukan sebagai berikut: 1. Bank wajib memeriksa semua dokumen dengan ketelitian yang wajar untuk memperoleh kepastian bahwa dokumen-dokumen itu secara formal telah sesuai dengan L/C. 2. Bank yang memberi kuasa kepada bank lain untuk membayar, membuat pernyataan tertulis pembayaran berjangka, mengaksep, atau menegosisi dokumen, maka bank yang memberi kuasa tersebut akan terikat untuk mereimburse. 3. Issuing bank setelah menerima dokumen dan menganggap tidak sesuai dengan L/C yang bersangkutan, harus menetapkan apakah akan menerima atau menolaknya. 4. Penolakan dokumen harus diberitahukan dengan telekomunikasi atau sarana tercepat dengan mencantumkan penyimpangan-penyimpangan yang ditemui dan minta penegasan status dokumen tersebut. 5. Issuing bank akan kehilangan hak menyangkut bahwa dokumen-dokumen itu tidak sesuai dengan syarat-syarat L/C. 6. Bila bank pengirim dokumen menyatakan terdapat penyimpangan pada dokumen dan memberitahukan bahwa pembayaran, pengaksepan, atau penegosiasian dilakukannya. 7. Bank-bank dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab mengenai: Bentuk, kecukupan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau keabsahan menurut hukum daripada tiap-tiap dokumen. dengan syarat atau berdasarkan indemnity telah

Syarat-syarat khusus yang tertera dalam dokumen-dokumen atau yang ditambahakan padanya.

Uraian,

kwantitas,

berat,

kwalitas,

kondisi,

pengepakan,

penyerahan, nilai atau adanya barang-barang. Itikad baik atau tindakan-tindakan dan atau kealpaan, kesanggupan membayar utang, pelaksanaan pekerjaan atau standing daripada si pengirim. 8. Bank-bank juga dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena kelambatan dan atau hilang dalam pengiriman daripada berita-berita, surat-surat atau dokumen-dokumen. 9. Bank-bank tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab sebagai akibat yang timbul karena terputusnya bisnis mereka disebabkan hal-hal di luar kekuasaanya. 10. Bila bank mempergunakan jasa-jasa bank lain dalam melaksanakan instruksi applicant, maka hal tersebut adalah atas beban dan resiko applicant. c. Proses dan langkahlangkah L/C : 1. Negosiasi jual beli 2. Pembeli mengajukan L/C 3. Bank memeriksa pengajuan L/C nasabah 4. Apabila bank setuju, nasabah wajib setor jaminan 5. L/C ditujukan kepada bank penerus 6. Advising Bank meneruskan L/C ke produsen

7. Produsen mengirim barang 8. Produsen menyerahkan dokumen pengiriman barang kepada advising bank 9. Advising bank tidak langsung memberikan pembayaran, sebagai bank penerus selanjutnya meneruskan penagihan kepada Issuing bank 10. Issuing bank meneliti keabsahan dokumen dan kesesuaiannya dengan isi perjanjian 11. Setelah dinyatakan sah maka issuing bank melakukan pembayaran melalui advising bank 12. Advising bank meneruskan pembayaran kepada produsen 13. Issuing bank menagih kewajiban pembayaran pembelian barang kepada buyers 14. Buyers membayar tagihan kepada issuing bank d. Bentuk Dan Jenis L/C 1. Revocable Letter Of Credit Adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada beneficiary. Dari ketentuan tersebut menunjukan bahwa suatu L/C yang dapat ditarik kembali atau dibatalkan tidak menciptakan suatu ikatan hukum antara pihak bank dan beneficiary. Sebenarnya bentuk revocable ini kurang tepat apabila disebut L/C karena tidak mengandung jaminan bahwa wesel-weselnya akan dibayar ketika diajukan, mengingat pembatalan mungkin telah terjadi tanpa pemberitahuan kepada beneficiary. Oleh karena itu bentuk L/C yang demikian kurang disukai oleh penjual dan jarang dipergunakan. 2. Irevocable Letter Of Credit

Adalah suatu L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan tanpa persetujuan semua pihak baik pembeli, penjual, maupun pihak bank yang bersangkutan. Selama jangka waktu berlakunya yang ditentukan dalam L/C, issuing bank tetap menjamin untuk membayar, mengaksep, atau menegosiasi wesel-wesel yang ditarik atas L/C tersebut asalkan syarat-syarat dan kondisi yang ditetapkan didalamnya terpenuhi. 3. Confirmed Irrevocable Letter Of Credit Sebagaimana diketahui sifat khusus suatu L/C adalah credit standing bank itu ditambahkan pada kredit standing pembeli dalam L/C yang bersangkutan. Namun demikian dapat terjadi kredit standing daripada issuing bank tidak memuaskan bagi pihak penjual, hal ini timbul apabila misalnya issuing bank hanya suatu bank lokal tanpa mempunyai reputasi internasional sehingga pihak penjual memandang perlu untuk meminta jaminan kepada advising bank. Dalam hal ini penjual akan mengajukan permohonan agar dibuka suatu confirmed L/C. 4. Transferable Letter Of Credit Adalah suatu kredit yang memberikan hak kepada beneficiary untuk meminta kepada bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran atau akseptasi atau kepada setiap bank yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit itu seluruhnya atau sebagian kepada satu pihak ketiga atau lebih. 5. Back To Back Letter Of Credit Dipakai dalam keadaan seperti halnya pada transferable L/C yakni, suatu transaksi dagang yang dilakukan dengan melalui pedagang perantara atau dalam keadaan dimana hubungan langsung antara pembeli dan supplier tidak dimungkinkan oleh peraturan-peraturan negara yang bersangkutan. Walaupun ada persamaan demikian tetapi

tidak berarti bahwa ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap transferable L/C seluruhnya berlaku juga bagi back to back L/C. 6. Red Clause Letter Of Credit Adalah suatu klausula yang memuat makna anti cipatory yaitu menyangkut sesuatu hal yang sifatnya didahulukan. Adapun yang didahulukan disini adalah pembayaran atas L/C oleh bank yang dilakukan sebelum dokumen-dokumen yang disyaratkan diserahkan. Atas dasar inilah maka red clause L/C termasuk dalam golongan yang disebut anti cipatory credit. 7. Green Ink Clause Letter Of Credit Green ink clause letter of credit hampir serupa dengan red clause L/C, yakni juga memberikan uang muka kepada beneficiary sebelum pengapalan barang-barang dilakukan. 8. Revolving Letter Of Credit Dalam suatu kegiatan perdagangan luar negeri antara penjual dan pembeli sering terjadi serentetan transaksi secara kontinyu dan teratur baik waktu maupun jumlah. Adapun cara pembayarannya dapat dilakukan dengan pembukaan L/C seperti yang telah diutarakan di atas untuk masing-masing transaksi. 9. Stand By Letter Of Credit Suatu jaminan khusus yang biasanya dipakai sebagai stand by oleh pihak beneficiary atau bank atas nama nasabahnya. Dalam hal ini apabila pihak applicant gagal untuk melaksanakan suatu kontrak atau gagal untuk membayar pinjaman atau memenuhi pinjaman lain bank yang bersangkutan akan membayar kepada beneficary atas penyerahan selembar sight draft dan surat pernyataan dari beneficiary, yang menyatakan bahwa applicant atau kontraktor tidak dapat melaksanakan kontrak yang disetujui, membayar pinjaman atau memenuhi kewajiban lain itu.

e. Prosedur Transaksi Letter Of Credit. Pihak penjual dan pembeli mengadakan negosiasi jual beli barang hingga terjadi kesepakatan. Pihak pembeli diharuskan membuka L/C dalam negeri pada suatu bank (bank pembuka L/C) Setelah L/C dalam negeri dibuka, oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan kepada bankpembayar bahwa L/C dalam negeri telah dibuka dan agar disampaikan kepada si penjual barang. Penjual barang mendapat pemberitahuan dari bank pembayar bahwa pembeli telah membuka L/C barang dagangan sudah dapat segera dikirim. Disini penjual barang meneliti apakah L/C terjadi perubahan dari syarat yang telah disetujui semula. Pihak penjual menghubungi maskapai pelayaran atau perusahaan angkutan lainnya untuk mengirimkan barang-barang ke tempat tujuan. Pada waktu pembeli menerima kabar dari perusahaan pengangkutan bahwa barang telah datang, maka pihak pembeli harus membuatkan certificate of receipts atau konosemen yang harus diserahkan kepada bank pembayar dan penjual. Hal ini dilakukan setelah memeriksa kebenaran L/C dengan faktur atau barang yang dikirim oleh si pembeli. Atas dasar konosemen penjual segera menghubungi bank pembayar dengan menunjukan dokumen L/C dan surat pengantar dokumen disertai denga wesel yang berfungsi sebagai penyerahan dokumen dan penagihan pembayaran kepada bank pembayar. Bank pembayar setelah menerime dokumen dari penjual segera menghubungi bank pembuka L/C. Oleh bank pembuka L/C segera memberitahukan penerimaan dokumen dilampiri dengan perhitunganperhitungannya kepada pembeli.

Pembeli menerima dokumen dari bank pembuka L/C. Pembeli segera melunasi seluruh kewajibannya atas jual beli tersebut kepada bank pembuka L/C.

Bank pembuka L/C memberi konfirmasi penerimaan dokumen dan sekaligus memberitahukan bahwa si pembeli telah membayar. Dengan demikian memberi ijin kepada bank pembayar untuk melakukan pembayaran kepada si penjual. Kemudian semua arsip disimpan.

Oleh

bank

pembayar

akan

dilakukan

pembayaran

dengan

memperhatikan diskonto atau perhitungan wesel. Fakta yang terjadi dalam praktek perbankan dikaitkan dengan Hukum yg berlaku dalam hal Letter of Credit yaitu pihak bank memberlakukan Prinsip bank yang hanya terkait dengan dokumen. Artikel 5 UCP 600: Banks deal with documents and not withgoods, services or performance to which the documents may relate Doktrin Kesesuaian Mutlak Ketentuan mengenai UCP dapat digunakan bersama-sama dengan hukum nasional dalam pelaksanaan suatu pembayaran transaksi perdagangan internasional yang menggunakan Documentary Credit. UCP sebagai kompilasi atau unifikasi kebiasaan-kebiaasaan internasional mempermudah pemahaman dan kesepakatan pelaku perdagangan internasional. Documentary Credit masih merupakan metode pembayaran transaksi bisnis internasional yang dianggap paling aman dan paling banyak digunakan di dalam transaksi bisnis internasional. Hadirnya Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) sebagai suatu kompilasi hukum kebiasaan internasional mengenai Documentary Credit dapat memberikan suatu keseragaman di dalam praktek-praktek kebiasaan tersebut sehingga dapat menghindari adanya perbedaan persepsi. Di Indonesia belum ada suatu ketentuan perundangundangan yang khusus mengatur masalah penggunaan Documentary Credit.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. pengaturan L/C dalam praktek perdagangan internasional Dalam transaksi L/C dalam praktek di dunia internasional semuanya tunduk pada Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang diterbitkan oleh ICC. UCP merupakan tatanan ketentuan L/C yang diterima secara Internasional. UCP yang secara hukum tidak dapat disamakan kekuatan mengikatnya dengan produk hukum legislatif atau produk hukum yudikatif tingkat nasional atau Konvensi tingkat Internasional. L/C penggunaannya didasarkan pada kesepakatan para pihak, sehingga kalau para pelaku L/C mau tunduk pada ketentuan UPC, maka harus jelas dinyatakan dalam kontraknya. Dengan demikian pemberlakuan ketentuan UPC sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata. UCP menganut 2 prinsip dasar L/C yaitu prinsip independensi L/C terhadap kontrak dasar dan kontrak lainnya dan prinsip bahwa bank hanya berurusan dengan dokumen tidak dengan barang atau jasa. UCP telah mengalami perubahan beberapa kali yaitu UCP 151 (1951), UCP 222 (1962), UCP 290 (1974), UCP 400 (1983), UCP 500 (1994), dan yang terakhir UCP 600 (2007). 2. pengaturan L/C dalam praktek hukum perbankan di Indonesia Di Indonesia, pengaturan L/C Dalam Praktek Hukum Perbankan Di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hukum nasioanal mengenai L/C yaitu untuk memberikan kepastian hukum yang jelas atas teransaksi L/C dan utuk melengkapi ketentuan UCP. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, penerbitan L/C di Indonesia dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor, dan Lalu Lintas Devisa.

b. Peraturan BI No.5/11/P/2003 tanggal 23 Juni 2003 tentang pembayaran Transaksi Impor. c. Surat Edaran BI No.26/34.ULN tanggal 17 Desember 1993 tentang Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) 1993 Revision Internasional Chamber of Commerce (ICC) Publication No. 500. d. Surat Keputusan Direksi BI No.23/88/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1992 dan Surat Edaran BI No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991 masing-masing tentang pemberian Garansi oleh Bank khususnya mengenai standby L/C. e. Keputusan Presiden No.24 Tahun 1998 tentang Penerbitan Jaminan Bank Indonesia. f. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.29/33/KEP/DIR/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor.

3. praktek penggunaan L/C dalam tata aturan hukum nasional Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 01/M-DAG/PER/1/2009 tanggal 5 Januari 2009, pemerintah mengultimatum pengusaha menggunakan Letter of Credit (L/C) untuk mengekspor produk komoditi berbasis sumber daya alam, diantaranya kopi, minyak sawit mentah (crude palm oil), kakao, karet, produk pertambangan, dan timah batangan. Atas L/C yang dibuka oleh importir, eksportir atau supplier di luar negeri diberi hak untuk menarik wesel sebesar nilai harga barang yang dikirimnya atas nama importir. Wesel ini beserta dokumen-dokumen pengapalan barangnya oleh eksportir disearahkan kepada bank koresponden yang menjadi penerima L/C untuk dimbil alih. Pembayaran yang dilakukan atas dasar L/C tersebut berarti bank koresponden membayar lebih dahulu atas nama bank pembuka L/C sehingga tampaknya ada unsur kredit. Jangka waktu antara pembayaran yang dilakukan bank penerima L/C dengan pembayaran yang dilakukan

oleh bank pembuka L/C dikenakan sekedar bunga. Karena pembayaran atas dasar L/C ini dilakukan berdasarkan dokumen pengapalan barang, maka L/C yang dibuka sering disebut documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan dokumen. Dalam keadaan yang sederhana suatu L/C menyangkut 3 pihak utama, ialah pembeli, penjual, dan bank pembuka. Bank-bank dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab mengenai: Bentuk, kecukupan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau keabsahan menurut hukum daripada tiap-tiap dokumen. Syarat-syarat khusus yang tertera dalam dokumen-dokumen atau yang ditambahakan padanya. Uraian, kwantitas, berat, kwalitas, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang-barang. Itikad baik atau tindakan-tindakan dan atau kealpaan, kesanggupan membayar utang, pelaksanaan pekerjaan atau standing daripada si pengirim. Bank-bank juga dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena kelambatan dan atau hilang dalam pengiriman daripada berita-berita, surat-surat atau dokumen-dokumen. Bank-bank tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab sebagai akibat yang timbul karena terputusnya bisnis mereka disebabkan halhal di luar kekuasaanya. Adapun bentuk dan jenis L/C : 1. Revocable Letter Of Credit 2. Irevocable Letter Of Credit

3. Confirmed Irrevocable Letter Of Credit 4. Transferable Letter Of Credit 5. Back To Back Letter Of Credit 6. Red Clause Letter Of Credit 7. Green Ink Clause Letter Of Credit 8. Revolving Letter Of Credit 9. Stand By Letter Of Credit Hadirnya Uniform Custom and Practice for Documentary Credit (UCP) sebagai suatu kompilasi hukum kebiasaan internasional mengenai Documentary Credit dapat memberikan suatu keseragaman di dalam praktek-praktek kebiasaan tersebut sehingga dapat menghindari adanya perbedaan persepsi. Di Indonesia belum ada suatu ketentuan perundang-undangan Documentary Credit. yang khusus mengatur masalah penggunaan

B. Saran 1. Sebaiknya pengaturan L/C dalam praktek perdagangan internasional harus ada ketentuan yang jelas yang mempunyai kekuatan mengikatnya dengan produk hukum legislatif atau produk hukum yudikatif tingkat nasional atau Konvensi tingkat Internasional. Sehingga ada standar dan kekuatan untuk perlindungan internasional. 2. Hendaknya pengaturan L/C dalam praktek hukum perbankan di Indonesia ada ketentuan dalam bentuk undang-undang. Tidak hanya sebatas Peraturan Pemerintah atau dari Peraturan BI saja. Sehingga ada kekuatan dan dasar yang kuat bagi pengaturan L/C di Indonesia. 3. Sebaiknya dalam praktek penggunaan L/C dalam tata aturan hukum nasional Indonesia ada kejelasan mengenai aturan bakunya. Sehingga bagi pihak-pihak yang terlibat dalam L/C secara

diharapkan ada prosedur yang sama dan tetap. Tidak berdasarkan pada kebiasaan-kebiasaaan saja.

DAFTAR PUSTAKA

Buku 1. Etty Susilowati Suhardo. 2001. Cara Pembayaran dengan Letter of Credit dalam Perdagangan Luar Negeri. Semarang: FH UNDIP. 2. Amir M.S. 2003. Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor. Jakarta: PPM.

Peraturan Perundang-Undangan 1. Peraturan Pemerintah No. I Tahun 1982 tanggal 16 Januari 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa 2. Surat Edaran Bank Indonesia (BI) No. 26/34/ULNtanggal 17 Desember 1993 tentang UniformsCustoms and Practice for Documentary Credits(UCP) 1993 Revision- International Chamber of Commerce (ICC) Publication No. 500 3. Peraturan Bank Indonesia No. 5/11/PBI/2003 tanggal23 Juni 2003 tentang Pembayaran Transaksi Impor

Internet www.gudangmateri.com/2010/07/perdagangan-internasional.html www. /lc-letter-of-credit.html/pengertian-perdagangan-internasional.html viii.jasa-jasa perbankan edukasi ekonomi www.crayonpedia.org/.../BSE:Perdagangan_Internasional_9.2_ id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_internasional

You might also like