You are on page 1of 17

1

PENDAHULUAN
Pada tahun 1550, Fallopius menemukan bahwa terdapat sebuah lumen sempit di tulang temporal dimana didalamnya terdapat bagian dari perjalanan Nervus VII. Pada tahun 1828, Charles Bell berhasil menemukan perbedaan antara Nervus V dan Nervus VII, ia menyadari bahwa Nervus VII merupakan Nervus yang berperan besar dalam fungsi motorik wajah dan Nervus V berperan dalam sensibilitas wajah. Bells palsy merupakan suatu kelumpuhan nervus fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik primer namun sangat mungkin akibat edema pada bagian bagian nervus fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen lima persen dari seluruh lesi nervus fasialis termasuk dalam kelompok ini. Bells Palsy atau yang lebih sering disebut dengan Idiopathic Facial Paralysis (IFP) ini adalah suatu paralisis Lower Motor Neuron yang bersifat akut, perifer, unilateral, yang pada 80-90% kasus dapat hilang sendiri seiring berjalannya waktu. Bells Palsy adalah salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang nervus kranialis dan penyebab kelumpuhan fasial yang paling sering di seluruh dunia. 60-75 % dari Acute Unilateral Fascial Paralysis atau Kelumpuhan nervus fasial akut unilateral di seluruh dunia merupakan suatu Bells Palsy. Bells Palsy lebih sering menyerang individu usia dewasa dengan predominasi sedikit lebih tinggi pada usia diatas 65 tahun, orang dengan diabetes melitus, atau pada wanita hamil.

ETIOLOGI
Pada masa yang lalu, paparan dingin terhadap wajah, seperti angin dingin, terkena AC terus menerus, dianggap sebagai satu-satunya penyebab Bells Palsy. Pada masa kini, beberapa hal diduga dapat menyebabkan Bells Palsy, salah satu diantaranya adalah infeksi. Pada tahun 1972, McCormick yang pertama kali menyinggung bahwa HSV (Herpes Simplex Virus) bertanggung jawab dalam menyebabkan Kelumpuhan Fasial Idiopatik. Penemuan ini berdasarkan suatu analogi bahwa HSV ditemukan di vesikel-vesikel, kemudian menetap dan bersifat laten di ganglion geniculatum. Sejak saat itu, sering dilaukan autopsi pada pasien Bells Palsy dan hasilnya mengarah kepada terdapatnya HSV di Ganglion geniculatum pada pasien Bells Palsy. Apabila hal ini benar, maka diduga virus ini berjalan melalui akson sensoris dan menetap di sel Ganglion. Sehingga pada saat stres, virusnya akan mengalami reaktivasi dan merusak selubung mielin. Selain itu penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan Bell Palsy antara lain : Infeksi pada telinga bagian tengah Fraktur Penyakit Autoimun Meningitis Penyakit Mikrovaskular Peradangan

ANATOMI NERVUS FASIALIS

PATOFISIOLOGI Patofisiologi timbulnya Bells Palsy secara pasti masih dalam perdebatan. Nervus Fasialis berjalan melalui bagian dari tulang temporal yang disebut dengan Kanalis Fasialis. Teori yang ada mengatakan bahwa adanya edema dan ischemia menyebabkan kompresi dari Nervus Fasialis dalam kanalis tulang ini. Namun penyebab dari edema dan ischemia ini belum dipastikan. Kompresi nervus Fasialis ini dapat dilihat dengan MRI. Bagian pertama dari kanalis fasialis, yang disebut dengan segmen Labyrinthine, adalah bagian yang laing sempit; meatus foramien ini memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat paling sering terjadinya kompresi pada nervus fasialis pada Bells Palsy, karena bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka terjadinya inflamasi, demielinisasi, ischemia, ataupun proses kompresi paling mungkin terjadi. Lokasi terserangnya Nervus Fasialis di Bells Palsy bersifat perifer dari nukleus saraf tersebut, dimana timbulnya lesi diduga terletak didekat ataupun di ganglion genikulatum. Jika lesinya timbul di bagian proksimal ganglion genikulatum,

maka akan timbul kelumpuhan motorik disertai dengan ketidakabnormalan fungsi gustatorium dana otonom. Apabila lesi terletak di foramen stilomastoideus dapat menyebabkan kelumpuhan fasial saja.

KELUHAN DAN GEJALA KLINIS


RIWAYAT Onset timbulnya Bell Palsy bersifat mendadak, dan biasanya gejalanya memuncak kurang dari 48 jam. Onset mendadak ini biasanya membuat pasien merasa takut, dimana mereka takut terserang stroke ataupun tumor, dan pasien takut bahwa gejala tersebut akan bersifat permanen. Kebanyakan orang biasanya menyadari kelumpuhan ini di pagi hari,Bell Palsy juga dapat timbul setelah adanya gangguan Saluran Napas Atas. Gejala awal : Kelemahan otot-otot wajah Kesulitan mata Hyperacusis Kelumpuhan pada pipi/mulut menutup kelopak Epiphora Nyeri mata Pandangan Kabur Nyeri telinga atau mastoid Perubahan indra pengecap

Kelumpuhan Fasial Kelumpuhan harus melibatkan bagian dahi dan bawah dari wajah. Pasien biasanya melaporkan ketidakmampuan untuk menutup matau atau tersenyum pada sisi yang terkena. Apabila kelumpuhan hanya melibatkan bagian bawah dari wajah, dapat memungkinkan bagian sentral terserang. Jika pasien mengeluhkan kelemahan atau diplopia pada sisi kontralateral, maka dapat dicurigai terdapatnya stroke ataupun lesi intraserebral. Jika onset terjadinya paralisis fasial bersifat gradual, kemudian disertai dengan kelemahan pada sisi kontralateral, terdapatnya riwayat trauma atau

infeksi, maka harus dipikirkan penyebab lain. Dimana apabila progres kelumpuhan Fasial berlangsung lebih dari 10 hari dapat dipikirkan diagnosis lain. Pasien dengan Bells Palsy bilateral dapat dievaluasi untuk penyakit Guillan Barre, Lyme Disease, ataupun meningitis.

Manifestasi Mata Komplikasi ke bagian mata antara lain : Lagoftalmus Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah Alis Jatuh Retraksi kelopak mata atas Erosi Kornea Crocodile-tears tearing

Nyeri Telinga Posterior Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell Palsy. Bebera pasien juga mengeluhkan terjadinya hyperacusis pada telinga ipsilateral dari Palsy yang terjadi, yang merupakan akibat sekunder dari kelemahan otot stapedius.

Gangguan Pengecapan Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana 80% dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.

Spasme Fasial Spasme Fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat stres

dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akkibat gangguan pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup mata, contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum atau ketika mengedipkan mata. Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut : 1. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka berkumpul di antara gigi dan mulut dan bagian samping mulut yang lumpuh penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya (lagoftalmus) disebabkan karena vena paralisis dari otot orbikularis okuli, atau mengerutkan dahi. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya, selain itu pula lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata pada waktu makan. Lakrimalis yang berlebihan ini disebut juga dengan air mata buaya (Crocodille Tears Syndrome). 2. Lesi pada canalis fasialis mengenai nervus chorda tympani Seluru gejala diatas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena. 3. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus stapedius gejala (1), (2), ditambah ganglion geniculatum. 4. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum. Onsetnya seringkali akut, dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan

Bells yang disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi - lesi herpetik terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada pinna. 5. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus Gejala - gejala Bells Palsy dan ketulian akibat terkenanya nervus VIII. 6. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah. Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi. 7. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun demikian gerakan - gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut, sudut muka terangkat dan kelompok mata memejam secara berlebihan.

Bells Palsy sisi kiri

PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan di bawah. 1. Pemeriksaan motorik nervus fasialis : Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus. Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan. Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar. 2. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.

3. Pemeriksaan Refleks

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bells Palsy adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).

Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :

Stethoscope Loudness Test Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius yang lumpuh

Schirmer Blotting Test Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan yang normal

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bells Palsy antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar

10

dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat tumor.

PENEGAKKAN DIAGNOSIS Pada kebanyakan kasus, diagnosis dari Bells Palsy biasanya dapat ditegakkan secara langsung. Kegagalan untuk mengenali lesi struktural, infeksi, ataupun caskular dapat menyebabkan kerusakan pada nervus fascialis sehingga menyebabkan kemunduran pada kondisi pasien. Jika pada pasien yang dicurigai terkena Bells Palsy juga terdapat gangguan pada nervus kranialis yang lain, gangguan motorik ataupun sensorik yang lain, maka penyakit saraf yang lain harus segera dicari dan diobati (Stroke, GBS, atauapun tumor). Apabila terdapat gejala paralisis fasialis yang berjalan lambat, sakit yang luar biasa, Palsy yang berulang, dan keterlibatan nervus kranialis yang lain maka kita harus mencurigai terdapatnya tumor pada nervus Fasialis, terutama jika Palsy yang terjadi berulang pada sisi yang sama (ipsilateral)

DIAGNOSIS DIFERENSIAL Benign Skull Tumors Cerebral Aneurysm Intracranial Hemorrhage Meningioma Meningitis

11

SISTEM GRADING PADA BELLS PALSY

The grading system developed by House and Brackmann categorizes Bell palsy on a scale of I to VI, as follows[25, 26] :

Grade I - Normal facial function. Grade II - Mild dysfunction. Slight weakness is noted on close inspection. The patients may have a slight synkinesis. Normal symmetry and tone is noted at rest. Forehead motion is moderate to good; complete eye closure is achieved with minimal effort; and slight mouth asymmetry is noted.

Grade III - Moderate dysfunction. An obvious but not disfiguring difference is noted between the 2 sides. A noticeable but not severe synkinesis, contracture, or hemifacial spasm is present. Normal symmetry and tone is noted at rest. Forehead movement is slight to moderate; complete eye closure is achieved with effort; and a slightly weak mouth movement is noted with maximum effort.

Grade IV - Moderately severe dysfunction. An obvious weakness and/or disfiguring asymmetry is noted. Symmetry and tone are normal at rest. No forehead motion is observed. Eye closure is incomplete, and an asymmetric mouth is noted with maximal effort.

Grade V - Severe dysfunction. Only a barely perceptible motion is noted. Asymmetry is noted at rest. No forehead motion is observed. Eye closure is incomplete, and mouth movement is only slight.

Grade VI - Total paralysis. Gross asymmetry is noted. No movement is noted.

12

Pada sistem ini, Grade I-II dianggap memiliki prognosis yang baik, grade III-IV memiliki disfungsi sedang, grade V-VI memiliki prognosis buruk. Grade VI disebut sebagai Complete Fascial Paralysis; dimana Grade I-V disebut dengan Incomplete Fascial Paralysis. Suatu Incomplete Fascial Paralysis memiliki fungsi dan anatomi saraf yang masih baik.

13

PENATALAKSANAAN
TERAPI NON FARMAKOLOGIS Mengingat bahwa penderita Bells Palsy memiliki prognosis yang baik, dan perbaikan spontan sangat mungkin, maka pengobatan dari Bell Palsy ini masih kontroversi. Tujuan dari pengobatan adalah untuk memperbaiki fungsi nervus Faslialis dan mengurangi kerusakan neuron. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam menangani pasien Bells Palsy. Hal yang paling penting adalah harus dipikirkan dengan baik mengenai onset gejala. Ketika pasien dengan Bells Palsy datang ke Unit Gawat Darurat, dokter harus bisa melakukan pengobatan yang tepat, melindungi mata, dan mengatur penatalaksanaan lanjutan. The American Academy of Neurology ( AAN) pada tahun 2001 menyatakann bahwa steroid dan acyclovir memiliki kemungkinan efektivitas yang baik dalam pengobatan Bells Palsy. Menjaga agar muka tetap hangat dan menghindari agar tidak terbuka terutama terhadap angin dan debu Melindungi mata dengan menggunakan kasa steril Mata ditahan mengaitkan pita atau kawat pada sudut mulut dan dikaitkan disekitar telinga. Lakukan pijatan perlahan - lahan kearah atas pada oto - otot yang terkena selama 5 - 10 menit (2 - 3 kali sehari) untuk menjaga tonus otot. Dengan stimulasi listrik (2 hari sekali sesudah hari ke-14 ), dikerjakan untuk membantu mencegah atropi otot. Pemanasan dengan memakai lampu infra merah dapat mempercepat penyembuhan.

14

TERAPI FARMAKOLOGIS Bells Palsy diobati sebagai kasus neuritis. Ketidaknyamanan diobati dengan aspirin atau dicampur dengan codein. Dalam tahap akut kortikosteroid dapat digunakan salah satu contohnya adalah methylprednisolon 80 mg (medrol) dosis awal dan diturunkan secara bertahap (tappering off) selama 7 hari. Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dan vasodilatasi peros dengan ACTH im 40-60 satuan selama 2 minggu dapat dipercepat penyembuhan Penggunaan obat antiviral (acyclovir) dengan kortioksteroid. Penggunaan Aciclovir 400 mg sebanyak 5 kali per hari P.O selama 10 hari. Atau penggunaan Valacyclovir 500 mg sebanyak 2 kali per hari P.O selama lima hari, penggunaan Valacyclovir memiliki efek yang lebih baik TERAPI BEDAH Beberapa terapi bedah yang dapat dilakukan antara lain dekompresi nervus Fasialis, Subocularis Oculi Fat Lift (SOOF), Implantasi alat ke dalam kelopak mata, tarsorrhapy, transposisi otot muskulus temporalis, facial nerve graftingdan direct brow lift.

15

PROGNOSIS
Secara alamiah Bells Palsy memiliki kecenderungan untuk sembuh secara spontan. Kesembuhan Bells Palsy sendiri ini bisa bersifat komplit ataupun memiliki gejala sisa dengan nerve injury. Prognosis setinggi letak lesi : Intrapontin Juga mengenai nukleus N. Abducens, traktus kortikospinalis dan traktus sensoris. Foramen Stilomastoideus Paralisis seluruh otot wajah, fenomena Bell (+), palpebra inferior ikut jatuh, punktum menjauh dari konjunktiva sehingga air mata sering keluar, rasa kecap (+). Telinga Dalam Juga mengenai N. Vestibulocochlearis, menyebabkan penurunan pendengaran, tinitus, pusing. Telinga Tengah Rasa kecap (-), bila mengenai stapedius akan terjadi hiperakusis. Sesuai dengan kriteria house : Grup 1 : Kesembuhan total tanpa gejala sisa Grup 2 : Kesembuhan inkomplit dengan gangguan fungsi motorik, tanpa gangguan kosmetik yang terlihat jelas. Grup 3 : Terdapat gejala sisa permanen yang secara kosmetik dan secara klinis terlihat jelas. Pasien biasanya memiliki prognosis yang baik, 80-90% dapat sembuh tanpa gejala sisa. Kebanyakan pasien dengan Bells Palsy menderita neurapraxia atau gangguan konduksi saraf lokal. Faktor resiko yang diduga menyebabkan prognosis buruk pada penderita Bells Palsy antara lain : Usia diatas 60 tahun Paralisis komplit

16

Penurunan kemampuan pengecapan atau terdapatnya salivary flow pada sisi yang mengalami paralisis

Semakin cepat pasien Bells palsy mengalami perbaikan dalam gejala klinis maka semakin kecil kemungkinan timbulnya gejala sisa : Jika terjadi perbaikan fungsi dalam tiga minggu, maka kemungkinan pasien akan mengalami kesembuhan total Jika terjadi perbaikan fungsi dalam 3 mingu sampai dua bulan, kemungkinan kesembuhan dalam tingkat memuaskan Jika perbaikan fungsi tidak timbul sampai 2- 4 bulan setelah onset, kemungkinan terjadinya gejala sisa permanen, termasuk parese dan synkinesia lebih tinggi Jika tidak terjadi perbaikan dalam 4 bulan, maka pasien kemungkinan memiliki gejala sisa dari penyakit, yaitu Sinkinesia, crocodile tears, dan meskipun jarang hemifascial spasme. Bells Palsy terjadi berulang pada 4-14% pasien. Pengulangan terjadinya Bells Palsy dapat berupa ipsilateral atau kontralateral dari Palsy pertama. Terjadinya Palsy secara berulang berhubungan erat dengan riwayat keluarga yang sering menderita Bells Palsy secara berulang.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr mahar mardjono, Prof dr. Priguna Sidharta, Saraf Otak Dan Patologinya, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat Edisi ke VI Halaman 161 2 2. Gilroy, John, dan Neorologic Examination And Fungtional Neuroanatomy, Medical Neorology, Macmillan Publishing Co, inc,3th ed. page 37,625 3. Burt, Alvin M, Sinopsis Of The Cranial Nerves, Text Book of Neuroanatomy, W.B. Saunders, Co, 1th ed. 1992 page 419 20. 4. Danette C Taylor, DO, MS; Chief Editor: B Mark Keegan, MD. Bell Palsy. Emedicine online , available at http://emedicine.medscape.com/article/1146903overview.

You might also like