You are on page 1of 3

Obat Pilihan Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC untuk anak-anak.

Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mg Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat kategori II tersedia obat lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial @750 mg). Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3 macam obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak. Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Berat Badan 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg 71 kg Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari 2 tablet 4FDC 3 tablet 4FDC 4 tablet 4FDC 5 tablet 4FDC Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu 2 tablet 2FDC 3 tablet 2FDC 4 tablet 2FDC 5 tablet 2FDC

Sedangkan untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan aturan pakai FDC yang harus diberikan yaitu: Berat badan 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg 71 kg Tahap Intensif tiap hari Selama 56 hari 2 tab 4FDC + 500 mg Streptomisin Inj. 3 tab 4FDC + 750 mg Streptomisin Inj. 4 tab 4FDC + 1000 mg Streptomisin Inj. 5 tab 4FDC + 2 tab 4FDC 3 tab 4FDC 4 tab 4FDC 5 tab 4FDC Selama 28 hari Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 20 minggu 2 tab 2FDC + 2 tab Etambutol 3 tab 2FDC + 3 tab Etambutol 4 tab 2FDC + 4 tab Etambutol 5 tab 2FDC + 5 tab

Streptomisin Inj.
Catatan:

Etambutol

Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml aquabidest. Dosis ini dapat dianggap sebagai 3 dosis @ 250 mg yang digunakan untuk kelompok pasien dengan BB 38 54 kg. Untuk kelompok pasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan dengan jumlah tablet yang diminum, misalnya untuk pasien yang memerlukan hanya 2 tablet, juga hanya memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (1 ml = 250 mg. Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisin maksimum 500 mg/hari. Injeksi streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat.

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak terjadi konversi maka diberikan OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28 hari. Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu: Berat Badan 7 kg 8 9 kg 10 14 kg 15 19 kg 20 24 kg 25 29 kg Tahap Intensif tiap hari selama 2 bulan 1 tablet 3FDC 1,5 tablet 3FDC 2 tablet 3FDC 3 tablet 3FDC 4 tablet 3FDC 5 tablet 3FDC Tahap Lanjutan tiap hari selama 4 bulan 1 tablet 2FDC 1,5 tablet 2FDC 2 tablet 2FDC 3 tablet 2FDC 4 tablet 2FDC 5 tablet 2FDC

OAT-FDC tersedia dalam kemasan blister. Tiap blister terdapat 28 tablet. Tablet 4FDC dan 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet. Untuk tablet etambutol 400 mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @ 28 tablet. Streptomisisn injeksi dikemas dalam dos berisi 50 vial @ 750 mg. Untuk penggunaan streptomisin injeksi diperlukan aquabidest dan disposable syringe 5 m l dan jarum steril. Aquabidest tersedia dalam kemasan vial @ 5 ml dalam dos yang berisi 100 vial. Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari penggunaan OAT yang dalam tablet terpisah. Beberapa efek samping yang muncul berupa hilangnya nafsu makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut, nyeri sendi, gatal dan kemerahan pada kulit, kesemutan hingga rasa terbakar di kaki, gangguan keseimbangan. Selain itu efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Efek samping dari OAT tersebut diperkirakan terjadi pada sekitar 3 6 % pasien yang mendapat pengobatan dengan FDC. Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek samping seperti yang disebutkan sebelumnya dan obat tersebut tidak dapat diberikan kembali, maka pasien diberikan OAT yang dalam bentuk tablet terpisah (OAT kombipak). Pengobatan TB perlu diperhatikan untuk pasien yang berada dalam kondisi khusus misalnya pasien wanita hamil, pasien dengan penyakit tertentu seperti DM, gagal ginjal, memiliki kelainan hati kronik. Untuk pengobatan TB pada wanita hamil perlu diperhatikan pada

penggunaan streptomisin. Streptomisin tidak dapat digunakan pada kehamilan. Hal ini karena streptomisin bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Pasien DM harus selalu dikontrol dalam pengobatannya. Jika pasien juga menderita TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi efektivitas antidiabetika oral gol sulfonil urea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika tersebut. Pasien DM yang memperoleh pengobatan insulin seringkali terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu perlu diperhatikan untuk pemberia etambutol karena dapat memperparah kejadian tersebut. Pasien TB dengan gagal ginjal sebaiknya tidak menggunakan streptomisin dan etambutol dalam pengobatannya. Hal ini karena kedua obat tersebut diekskresi melalui ginjal. Jika tetap diberikan memungkinkan obat tersebut tidak dapat dieksresikan dari dalam tubuh karena ketidakmampuan ginjal. Akibatnya akan menimbulkan efek toksik dalam tubuh. Oleh karena itu dapat diberikan pengobatan dengan INH, rifampisin, dan pirazinamid untuk pasien TB dengan gagal ginjal. Ketiga obat tersebut diekskresi melalui empedu dan dapat diubah menjadi senyawasenyawa yang tidak toksik. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien TB dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR. Pengobatan TB pada pasien dengan kelainan hati kronik dapat dilakukan jika pasien sudah melakukan pemeriksaan hati. Jika nilai SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali maka OAT tidak diberikan dan bila sudah dalam pengobatan maka harus dihentikan. Jika peningkatannya kurang dari 3 kali maka pengobatan tetap dapat dilakukan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati tidak boleh diberikan pirazinamid. Paduan OAT yang dianjurkan untuk pasien TB dengan kelainan hati yaitu 2RHES/6RH atau 2HES/10HE. Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB, maka para pasien TB diharapkan menutup mulut saat batuk dan tidak meludah di sembarang tempat. Usaha pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan daya tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang infeksi oportunistik (TB).

You might also like