You are on page 1of 10

TUGAS INDIVIDU ANTI KORUPSI

OLEH:

MUHAMMAD ADHAN C1A1 10 088

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2013

Bab I Latar Belakang

Korupsi. Satu kata yang menimbulkan ribuan masalah. Yang mengalaminya pun bukan hanya satu negara, akan tetapi hampir seluruh negara yang ada di dunia ini tidak lepas dari tindak korupsi yang dilakukan oleh warganya, entah itu para birokratnya, pengusahanya, sampai pada masyarakat kecil yang ada di dalamnya. Dari survey yang dilakukan oleh transparency.org, sebuah badan independen, didapatkan bahwa dari 146 negara, tercatat data 10 besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup. Negara-negara tersebut adalah Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Rusia. Urutan penyebutan Negara-negara di atas disesuaikan dengan peringkat masingmasing berdasarkan tingkat korupsinya. Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjadi permasalahan mendasar bahkan telah mengakar sedemikian dalam sehingga sulit untuk diberantas. Tidak heran jika Indonesia masuk ke dalam data di atas sebagai 10 besar negara terkorup. Hal ini terlihat semakin lama tindak pidana korupsi di Indonesia, pun semakin meluas. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Korupsi tidak saja terjadi pada lingkungan pemerintahan dan pengusaha bahkan telah merambah sampai lembaga perwakilan rakyat dan lembaga peradilan. Berdasarkan hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PERC, yaitu India (8,9) dan Vietnam (8,67). Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah

Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan. Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Ini merupakan survei tahunan yang dilakukan oleh PERC untuk menilai kecenderungan korupsi di Asia dari tahun ke tahun. Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya banyak dalam mengatasi praktekpraktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan

Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, di mana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masingmasing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Namun sayangnya, kenyataan yang kita hadapi saat ini adalah korupsi masih saja menjadi aktifitas rutin para mayoritas birokrasi dan kalangan-kalangan lainnya, sekalipun telah banyak langkah-langkah yang telah dilakukan sebagai bentuk pemberantasan bahkan pencegaahannya sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Tidak lah sesuatu itu terjadi melainkan karena ada yang menjadi penyebab dari terjadinya sesuatu itu. Maka berdasarkan latar belakang di atas lah kami berinisiatif untuk membuat sebuah makalah yang bertujuan untuk meneliti mengenai apa penyebab dari korupsi ini.

Bab II Pembahasan

Seperti yang telah dijelaskan dalam latarbelakang sebelumnya bahwa tidaklah sesuatu itu terjadi melainkan ada hal-hal yang menyebabkan sehingga hal itu harus terjadi. Hal ini sering disebut dengan hukum kausalitas. Begitu pula dengan korupsi. Korupsi bukanlah sesuatu hal yang terjadi secara begitu saja, melainkan pasti ada hal-hal atau faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi. Dalam memformulasikan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi, banyak pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli. Diantaranya adalah Pengamat sosial politik dari IAIN Sumut, Drs Ansari Yamamah, MA menyatakan bahwa Perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih "mendewakan" materi telah "memaksa" terjadinya permainan uang dan korupsi. "Dengan kondisi itu hampir dapat dipastikan seluruh pejabat kemudian `terpaksa` korupsi kalau sudah menjabat," Selanjutnya Prof. Dr. Nur Syam, M.Si menjelaskan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang yang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengakui, ada empat faktor dominan penyebab merajelalanya korupsi di Indonesia, yakni faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will.` "Dari empat faktor itu telah menyebabkan uang negara dikorupsi lebih kurang Rp300 triliun tiap tahunnya," katanya.

Erry R. Hardjapamekas, ia menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas dan profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika. Goenawan Wanaradja, SH,MH Salah satu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral, dan etika sang Birokrat itu sendiri. Kemiskinan kata mayoritas masyarakat merupakan akar dari persoalan; tanpa kemiskinan tidak akan ada korupsi. Apabila kemiskinan merupakan penyebab korupsi, bagaimana menjelaskan mengapa mereka yang terlibat korupsi besar-besaran justru bukan orang miskin; banyak diantara mereka adalah justru orang-orang yang mempunyai uang dan kekuasaan. Fenomena bahwa korupsi tidak berbanding lurus dengan kemiskinan dapat dijelaskan dengan Hukum Kesepadanan Korupsi yang dirumuskan oleh Revrisond Baswir. Hukum ini menyatakan korupsi berbanding lurus dengan kekayaan seseorang. Artinya, semakin kaya seseorang, semakin besar kekuasaan yang dimilikinya dan dengan demikian semakin besar pula jumlah uang yang potensial dikorup. Di Indonesia, dimana elitnya sangat korup, pemerintah tidak mampu untuk membayar pegawai negeri secara memadai. Penghasilan yang tidak sepadan ini dapat saja dianggap sebagai penyumbang sebab terjadinya korupsi pada tingkatan rendah, kalau tidak pada seluruh sistem. Bibit Samad Riyanto, membeberkan lima hal yang dianggap berpotensi menjadi penyebab tindakan korupsi. "Satu adalah sistem politik. Ditandai dengan munculnya aturan perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain. 'Mereka' atau pelaku dapat berlindung dengan aturan tersebut," ujar Bibit, ditemui wartawan di kediaman almarhum orang tuanya di Jl Suparjan Mangun Wijaya, Sukorame, Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (3/12/2009) malam. Kedua, imbuh Bibit adalah intensitas moral seseorang atau kelompok. "Ketiga adalah remunisasi, atau pendapatan (penghasilan) minim. Namun tidak lantas yang

memiliki pendapatan tidak melakukan korupsi, jadi kembali lagi ke moral tadi," jelas Bibit. Keempat, terus Bibit, pengawasan baik bersifat internal-eksternal, dan kelimanya adalah budaya taat aturan. "Ini yang paling penting adalah budaya sadar akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti konskuensi dari apa yang ia lakukan. Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi dalam suatu oganisasi dapat kita bedakan dalam 3 faktor bagaimana korupsi itu terjadi , yaitu ; a. Kemampuan Adalah kemampuan orang tersebut untuk melakukan korupsi? Kemampuan melakukan tindak korupsi hanya bisa dilakukan apabila orang tsb memilki kemampuan dan kecerdasan untuk merekayasa dengan membuat data,pembukuan dan laporan fiktif yang tentunya bertujuan agar kasusnya tidak terdeteksi atau tidak terungkap saat ada pemeriksaan dari Instansi yang berkompeten. b. Kemauan Adalah kemauan orang tersebut untuk melakukan tindak pidana korupsi, artinya walaupun orang tersebut memilki kemampuan untuk melakukan tindakan korupsi, namun karena orang tersebut memilki integritas yang tinggi apakah karena memilki keimanan yang kuat terhadap agamanya, memiliki nasionalisme yang tinggi terhadap negaranya atau juga memilki kesadaran yang kuat tentang hak dan kewajibannya tentang berbangsa dan bernegara atau kekhawatiran mendapat sangsi hukum yang tegas & keras, sehingga orang tersebut tidak akan mau melakukan walaupun sebenarnya dia memiliki kemampuan untuk melakukannya. c. Kesempatan Kesempatan adalah sistem yang dibangun pada instansi tersebut hendaknya dengan menggunakan prinsip management yang efektif dengan prosedure dan mekanisme yang jelas serta pengawasan dan pengendalian yang baik sehingga tidak menciptakan dan memberi peluang pada orang per-orang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Prinsip dasar ini akan bekerja efektif apabila eksekutif, legislatif dan judikatif memilki perpektif dan filosofi yang sama tentang good goverment dan clean goverment dengan membuat seluruh kebijakan secara transparan dan akuntable serta memberikan akses seluas-luasnya pada masyarakat untuk ikut mengawasi program yang dijalankan eksekutif. Karena tanpa hal tersebut sangat sukar dan mustahil

pencegahan korupsi dapat dilakukan , mengingat sifat dari korupsi sendiri yang senantiasa melibatkan banyak orang dengan melakukan kolusi baik secara vertical, horizontal maupun diagonal dan merusak system yang ada dan dari beberapa kejadian senantiasa ada keterlibatan legislatif dalam penyusunan program dan ketika kasusnya terkuak mulai terlihat ada pelibatkan aparat penegak hukum dengan melakukan gratifikasi untuk membungkam dan mempeti-es kan kasus-kasus tertentu bahkan dengan kekuatan yang mereka miliki, mereka mampu meredam berita dari media massa. Hal ini adalah realita yang terjadi negara kita, khususnya di daerah yang jauh dari pantauan berita stasiun televisi nasional, karena saat ini rupanya control media massa yang paling efektif ternyata yang dilakukan oleh stasiun televisi nasional walaupun independensinya masih belum terjamin. Dari uraian tersebut di atas, faktor kemampuan dan kemauan lebih diharapkan pada integritas orang itu sendiri ( SDM ) sedangkan kesempatan lebih ditekankan pada system management pemerintahan dan pengawasan yang efektif.

Faktor penyebab korupsi pada SDM dalam konteks tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. Corruption by Need/ Korupsi karena kebutuhan Korupsi yang dilakukan atas dasar kebutuhan, biasanya dilakukan oleh pegawai rendahan, uang yang dicuri biasanya tidak terlalu besar, karena dia melakukan sematamata karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, biasanya dalam bentuk pungli, merubah kwitansi pembelian atau tindakan lainnya yang pada intinya bukan untuk memperkaya tapi semata-mata karena desakan ekonomi.Untuk pencegahan dan pengungkapan kasus seperti ini biasanya tidak terlalu sulit karena tidak melibatkan system dan banyak orang, dan lebih sering dilakukan secara individu. 2. Corruption by accident/ Korupsi karena kecelakaan Korupsi yang dilakukan biasanya oleh pemegang jabatan demi melindungi kepentingan atasannya yang lebih tinggi atau dikorbankan olehi pimpinan yang lebih tinggi. hal ini sering dijumpai akibat prosedur dan mekanisme yang telah digariskan tidak dijalankan sebagaimanan mestinya, karena pimpinan memanfaatkan kekuasaan dan keengganan atau ketidak beranian bawahan menolak keinginan pimpinan walaupun itu melanggar standar operasi dalam instansi tersebut. Pada saat terjadi pemeriksaan oleh Auditor, sang

pemegang jabatan keuangan harus mempertanggung jawabkan segala tindakannya berdasarkan peraturan yang ada, sedangkan pimpinan yang menginstruksikan dirinya untuk melanggar biasanya dilakukan secara lisan sehingga tidak memiliki keuatan hukum, pada akhirnya sang pemegang jabatan keuangan harus mempertanggung jawabkan kekeliruannya sendirian saja, padahal dirinya hanya menikmati sebagian kecil uang hasil penyalahgunaan jabatan tersebut. 3. Corruption by design / Korupsi yang direncanakan Korupsi yang direncanakan dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang memegang jabatan dan kekuasaan cukup tinggi serta memiliki kewenangan dalam mengambil kebijakan, sehingga mampu mendesign secara terintegrasi termasuk menyuap orang yang akan menghalangi atau menghambat kegiatan pencurian ini. Korupsi jenis ini sangat sulit dibongkar karena melibatkan orang dan dana yang cukup besar, dan seluruh kegiatan pencurian uang negara ini sudah direncanakan jauh sebelum proyek itu dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan bagaimana melaksanakan serta bagamana menutupi persoalan ini jika muncul gugatan atau pemeriksaan dari pihak yang berwenang.

Bab III Kesimpulan

Korupsi adalah aktifitas yang untuk sementara ini memang sulit untuk dihentikan. Akan tetapi bukan berarti hal mustahil korupsi akan hilang dari dunia ini. Apalagi melihat dari penyebab-penyebab korupsi yang telah dikemukakan pada pembahasan di atas, telah diketahui dengan jelas dan terang terkait penyebab. Artinya kita telah mengetahui penyebab suatu penyakit, sehingga akan lebih mudah untuk menyembuhkannya. Dan dari sekian banyak penyebab yang telah dikemukakan di atas, menurut kami hal yang paling mendasari yang menjadi penyebab terjadinya korupsin adalah masalah tingkat keimanan seseorang yang memang masih kurang dan hal itu dibuktikan dengan tidak mampunya mereka untuk menahan nafsu mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah subhanahu wa taala, begitu pula dengan manusia.

Bab IV Saran

Segala penyakit pasti ada obatnya. Dan obat dari penyakit korupsi ini adalah dengan mengembalikan kepribadian-kepribadian manusia kepada fitrahnya yaitu kebaikan. Caranya adalah dengan mengajarkan kepada meraka Islam yang benar sehingga ketika Islam telah diterapkan secara benar, tentulah hal-hal buruk seperti korupsi akan terhindar dari perilaku manusia.

You might also like