You are on page 1of 15

Sakit di jaman dahulu kala tidak mengandung resiko finansial yang berarti karena cara dan teknik pengobatan

yang masih sangat sederhana dengan PPK yang sepenuhnya bersifat sosial. Tidak ada beban finansial bagi mereka yang menderita sakit, yang ada adalah beban psikologis dan karena solidaritas sosial begitu tinggi, lingkungan masyarakat sekitarnya akan dengan senang hati membantu meringankan beban tadi. Oleh karenanya pada waktu mekanisme asuransi sudah mulai digunakan untuk perdagangan atau transportasi, asuransi kesehatan belum dilihat sebagai kebutuhan. Meskipun pada awal masa perkembangan ilmu kedokteran modern, asuransi kesehatan belum dinilai menjadi kebutuhan masyarakat. Praktek dokter di masa lalu masih sangat kental dengan sumpah hipokrates dimana dokter akan berusaha sekuat tenaga menolong yang sakit tanpa diskriminasi sosial, agama, atau ekonomis. Keadaan berubah sejalan dengan perubahan kehidupan manusia yang makin economic oriented dan manajemen rumah sakit makin mendekati business like corporation. Corporatisasi kedokteran membawa konsekuensi makin padatnya teknologi kedokteran dan farmasi di dalam pengobatan orang sakit. Orientasi ekonomis kehidupan dokter meningkatkan biaya jasa dokter dengan cepat. Kehidupan yang semakin individualistis menyebabkan perhatian untuk merawat sesama semakin langka, bahkan perhatian merawat keluargapun semakin berkurang. Semua perubahan sosial dan transformasi kedokteran tersebut menyebabkan resiko sakit tidak lagi menjadi beban psikososial semata akan tetapi menjadi beban finansial yang semakin berat. Semakin modern dan semakin urban kehidupan manusia akan semakin besar beban finansial dari keadaan sakit. Karena itu, respons institusional asuransi kesehatan akan semakin mendapat tempat di masyarakat. Pada tahap awalnya, asuransi kesehatan modern berkembang dari asuransi kecelakaan yang memang mempunyai dampak lebih dramatis dan mengandung aspek liabilitas. Kedua aspek dramatis dan liabilitas menyuburkan tuntutan jaminan pelayanan kesehatan dari masyarakat. Sementara sakit dalam artian terinfeksi atau terjadinya perubahan degeneratif masih dirasakan sebagai proses alamiah suatu kehidupan manusia. Manusia menerima proses alamiah tersebut sebagai sesuatu yang memang harus dijalani semua orang. Oleh karenanya tidak ada tekanan yang kuat untuk menghindari kejadian sakit. Pengetahuan kedokteran sejalan dengan perubahan sosial dan transformasi kedokteran bersama-sama telah mengubah prilaku masyarakat dari kurang perduli dengan kejadian sakit menjadi semakin sadar bahwa resiko sakit dapat dihindari atau dikurangi paling tidak untuk suatu periode tertentu. Masyarakat modern yang mengenal konsep opportunity costs di era industrialisasi semakin mendorong tumbuhnya tuntutan asuransi kesehatan. Perkembangan kesadaran tentang hak asasi manusia telah pula berpengaruh terhadap perkembangan asuransi kesehatan di dunia. Banyak negara atau masyarakat di suatu negara berpandangan bahwa kesehatan merupakan hak dasar manusia yang seharusnya dijamin oleh negara. Meskipun mekanisme asuransi kesehatan yang tumbuh atas inisiatif masyarakat, yang terutama didorong oleh tekanan resiko finansial dari suatu kejadian sakit, kemudian

berkembang untuk diperluas karena pandangan sehat sebagai hak asasi manusia. Kaum egalitarian kemudian menuntut agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya secara adil (equity). Mereka menuntut agar setiap orang bisa mendapatkan pelayanan kesehatan according to the needs regardless the ability to pay. Gerakan sosial seperti ini mendorong tumbuhnya asuransi universal, dengan atau tanpa menututup kesempatan swasta berperan menangani resiko sakit ini. Sehingga di dunia kini kita dapat saksikan berbagai pola penyelenggaraan asuransi kesehatan. Asuransi sosial Penyelenggaraan asuransi oleh pihak swasta secara teorits dan praktis menimbulkan inequity di kalangan masyarakat. Meskipun asuransi kesehatan swasta mampu melakukan sifat saling tolong-menolong, akan tetapi sifat saling tolong-menolong tersebut hanya terjadi pada kelompok resiko yang sama. Padahal dalam kehidupan sosial sifat gotong-royong (risk sharing) yang lebih diharapkan juster adalah kegotong-royongan antar kelompok. Oleh karenanya para pendukung keadilan sosial (social justice) tidak sepakat jika dalam suatu komunitas dikembangkan melulu asuransi kesehatan swasta, baik yang bersifat komersial maupun yang non komersial. Para pendudung keadilan sosial ini umumnya menekan agar pemerintah mengambil alih pembiayaan atau penyediaan pelayanan kesehatan, paling tidak pembiayaannya dilaksanakan oleh pemerintah. Model National Healtn Service di Inggris dan National Health Insurance di Canada merupakan contoh yang paling jelas. Namun model penyelenggaraan oleh pemerintah banyak dikritik oleh kaum kelas menengah yang mengharapkan kecepatan pelayanan dan mutu pelayanan yang baik. Mereka mengkritik bahwa penyelenggaraan oleh pemerintah pada umumnya inferior di dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan sering menyebabkan waktu tunggu yang panjang. Sedangkan kaum menengah pada umumnya sudah menghayati betul kehilangan biaya peluang jika mereka menderita sakit. Jalan tengah penyelenggaraan asuransi yang masih mengakomodir prinsip keadilan sosial namun memberikan peran kepada swasta dijalanlan sejak lama di Jerman. Sejak jaman pemerintaah Otto van Bismarck, Jerman memberlakukan asuransi sosial dengan penyelenggara pihak swasta yang tidak komersial. Pemerintah mewajibkan penduduknya yang memenuhi persyaratan tertentu masuk dalam asuransi kesehatan yang dikelola secara tidak komersial (staturory health insurance). Dalam hal ini pemerintah sendiri tidak ikut menyelenggarakan sendiri asuransi sosial ini. 4. Jenis asuransi kesehatan Kita bisa membagi jenis asuransi kesehatan didasarkan dari cara pemberian benefir, cakupan resiko, dan episode penyakit. Secara sederhana berbagai jenis asuransi kesehatan menurut variasi ketiga katagori diatas dijelaskan di bawah ini. Cara Pemberian benefit Baik asuransi sosial maupun asuransi kesehatan swasta dapat menyediakan benefit dengan cara yang bervariasi. Variasi tersebut juga tergantung dari

bentuk atau resiko kesehatan apa yang dicakup. Ada asuransi sosial yang memberikan benefit dalam bentuk indemnity seperti pada asuransi disability income. Ada asuransi sosial yang memberikan benefit melalui model managed care terutama untuk asuransi pelayanan medis, baik dalam bentuk sistem terbuka maupun sistem tertutup. Ada asuransi kesehatan swasta yang membayarkan benefit dalam bentuk indemnity baik itu untuk pelayanan medis maupun untuk penghasilan selama cacat. Ada asuransi kesehatan swasta yang memberikan pelayanan melalui sistem tertutup, seperti HMO, ada yang melalui sistem setengah terbuka seperti PPO dan ada yang sama sekali terbuka seperti Bule Cross. Masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Episode penyakit Jika kita perhatikan proses patogenesis suatu penyakit, maka produk asuransi kesehatan dapat dibuat sesuai dengan episode penyakit tersebut. Produk asuransi kesehatan dalam bentuk dana sehat mungkin hanya memberikan penggantian sebagian biaya rawat jalan. Program asuransi kesehatan semacam hospital cash plan dapat memberikan penggantian biaya pada pengobatan yang memerlukan perawatan rumah sakit saja. Cakupan perawatan di rumah sakit juga dapat bervariasi dari beberapa hari sampai tanpa batas dengan berbagai variasi penggantian yang dapat berdasarkan jumlah hari rawat, besarnya biaya penggantian, atau kombinasi keduanya. Asuransi kesehatan juga dapat dibuat untuk menutupi biaya hidup selama penderita tidak mampu bekerja dan menghasilkan uang. Asuransi model ini dikenal dengan nama disability income insurance. Pada kelompok dampak suatu penyakit dengan kerugian finansial dapat juga dibuat produk asuransi yang bertujuan untuk menutup resiko tidak mampunya seseorang menghasilkan uang padahal yang bersangkutan mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Asuransi kesehatan liabilitas dan asuransi kesehatan kredit merupakan bentuk yang juga sudah mulai banyak dipasarkan di dunia. Pada prinsipnya, sepanjang kurva diatas, bentuk asuransi kesehatan dapat dikembangkan, baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasi dengan model penyelenggaraan, sifat penyelenggaraan, luasnya cakupan peserta atau kelompok peserta, maupun besarnya resiko yang akan dicakup. Asuransi Kesehatan di Indonesia Di Indonesia, secara formal (yang didukung oleh undang-undang dan atau peraturan pemerintah) terdapat berbagai jenis asuransi kesehatan tetapi umumnya masih terbatas pada asuransi medis. Hanya ada satu perusahaan yang menawarkan disability income insurance sebagai rider. Kita dapat jumpai asuransi kesehatan tradisional yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa maupun kerugian yang secara legal didukung dengan undang-undang No 2/1992 tentang asuransi. Selain itu, kita dapat jumpai asuransi model managed care, yang lebih tepatnya model HMO, yang digariskan oleh Undang-undang No 233/1992 tentang kesehatan. Di dalam pasal 66 UU ini digariskan bahwa pemerintah mengembangkan, mendorong, dan membina program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Yang bersifat asuransi kesehatan sosial dan benefitnya diterima dalam bentuk managed care dapat kita saksikan pada model JPK Jamsostek, JPK pegawai negeri sipil dan pensiunan ABRI, dan

ASABRI yang memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota ABRI dan keluarganya. Perkembangan asuransi kesehatan swasta atau komersial, baik dalam bentuk managed care maupun dalam bentuk asuransi tradisional, di Indonesia masih dalam tahap infant. Jumlah cakupan asuransi komersial ini diperkirakan oleh banyak ahli tidak lebih dari satu juta jiwa. Sedangkan cakupan JPK PNS sudah mencapai 16 juta jiwa, JPK Jamsostek mencapai 2 juta jiwa, ASABRI mungkin mencakup 1,-5-2 juta jiwa dan asuransi kesehatan swasta mencakup 1-2 juta jiwa dan yang ditanggung oleh perusahaan diperkirakan mencapai 4 juta jiwa. Secara keseluruhan, cakupan asuransi kesehatan yang cukup memadai benefitnya (karena tidak diperhitungkan dana sehat yang umumnya memberikan bantuan biaya pengobatan sangat sederhana) kira-kira baru mencapai sekitar 26 juta jiwa atau sekitar 13% penduduk. Berbagai penelitian lapangan seperti the Indonesian Resource Mobilization Study (IRMS) dan the Indonesian Family Life Survey (IFLS) mendapatkan cakupan asuransi kesehatan di Indonesia baru mencapai 13,5 % dari penduduk. Rendahnya cakupan asuransi kesehatan ini menyebabkan utilisasi pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun praktek dokter swasta masih rendah. Pada umumnya rumah sakit di Indonesia mempunyai BOR rata-rata sekitar 50% saja, padahal rasio penduduk-tempat tidur baru mencapai 1.500 jiwa per satu tempat tidur. Di negara-negara maju dan negara menengah yang cakupan asuransi kesehatannya tinggi, meskipun rasio penduduk-tempat tidur sudah mencapai 600:1, BOR tempat tidur masih bisa mencapai 65-70%. Di Indonesia, kurang dari separuh mereka yang tidak memiliki asurnasi kesehatan yang menderita sakit akut yang berobat ke fasilitas modern sementara mereka yang memiliki asuransi kesehatan mempunyai angka utilisasi hampir 100% yang sakit akut. Rendahnya cakupan asuransi kesehatan kita memang memprihatinkan dan mengurangi kemampuan penduduk untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Kita bisa membagi jenis asuransi kesehatan didasarkan dari cara pemberian benefir, cakupan resiko, dan episode penyakit. Secara sederhana berbagai jenis asuransi kesehatan menurut variasi ketiga katagori diatas dijelaskan di bawah ini. Cara Pemberian benefit Baik asuransi sosial maupun asuransi kesehatan swasta dapat menyediakan benefit dengan cara yang bervariasi. Variasi tersebut juga tergantung dari bentuk atau resiko kesehatan apa yang dicakup. Ada asuransi sosial yang memberikan benefit dalam bentuk indemnity seperti pada asuransi disability income. Ada asuransi sosial yang memberikan benefit melalui model managed care terutama untuk asuransi pelayanan medis, baik dalam bentuk sistem terbuka maupun sistem tertutup. Ada asuransi kesehatan swasta yang membayarkan benefit dalam bentuk indemnity baik itu untuk pelayanan medis maupun untuk penghasilan selama cacat. Ada asuransi kesehatan swasta yang memberikan pelayanan melalui sistem tertutup, seperti HMO, ada yang melalui

sistem setengah terbuka seperti PPO dan ada yang sama sekali terbuka seperti Bule Cross. Masing-masing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Episode penyakit Jika kita perhatikan proses patogenesis suatu penyakit, maka produk asuransi kesehatan dapat dibuat sesuai dengan episode penyakit tersebut. Produk asuransi kesehatan dalam bentuk dana sehat mungkin hanya memberikan penggantian sebagian biaya rawat jalan. Program asuransi kesehatan semacam hospital cash plan dapat memberikan penggantian biaya pada pengobatan yang memerlukan perawatan rumah sakit saja. Cakupan perawatan di rumah sakit juga dapat bervariasi dari beberapa hari sampai tanpa batas dengan berbagai variasi penggantian yang dapat berdasarkan jumlah hari rawat, besarnya biaya penggantian, atau kombinasi keduanya. Asuransi kesehatan juga dapat dibuat untuk menutupi biaya hidup selama penderita tidak mampu bekerja dan menghasilkan uang. Asuransi model ini dikenal dengan nama disability income insurance. Pada kelompok dampak suatu penyakit dengan kerugian finansial dapat juga dibuat produk asuransi yang bertujuan untuk menutup resiko tidak mampunya seseorang menghasilkan uang padahal yang bersangkutan mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Asuransi kesehatan liabilitas dan asuransi kesehatan kredit merupakan bentuk yang juga sudah mulai banyak dipasarkan di dunia. Pada prinsipnya, sepanjang kurva diatas, bentuk asuransi kesehatan dapat dikembangkan, baik secara sendiri-sendiri maupun kombinasi dengan model penyelenggaraan, sifat penyelenggaraan, luasnya cakupan peserta atau kelompok peserta, maupun besarnya resiko yang akan dicakup. Asuransi Kesehatan di Indonesia Di Indonesia, secara formal (yang didukung oleh undang-undang dan atau peraturan pemerintah) terdapat berbagai jenis asuransi kesehatan tetapi umumnya masih terbatas pada asuransi medis. Hanya ada satu perusahaan yang menawarkan disability income insurance sebagai rider. Kita dapat jumpai asuransi kesehatan tradisional yang dijual oleh perusahaan asuransi jiwa maupun kerugian yang secara legal didukung dengan undang-undang No 2/1992 tentang asuransi. Selain itu, kita dapat jumpai asuransi model managed care, yang lebih tepatnya model HMO, yang digariskan oleh Undang-undang No 233/1992 tentang kesehatan. Di dalam pasal 66 UU ini digariskan bahwa pemerintah mengembangkan, mendorong, dan membina program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Yang bersifat asuransi kesehatan sosial dan benefitnya diterima dalam bentuk managed care dapat kita saksikan pada model JPK Jamsostek, JPK pegawai negeri sipil dan pensiunan ABRI, dan ASABRI yang memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota ABRI dan keluarganya. Perkembangan asuransi kesehatan swasta atau komersial, baik dalam bentuk managed care maupun dalam bentuk asuransi tradisional, di Indonesia masih dalam tahap infant. Jumlah cakupan asuransi komersial ini diperkirakan oleh banyak ahli tidak lebih dari satu juta jiwa. Sedangkan cakupan JPK PNS sudah mencapai 16 juta jiwa, JPK Jamsostek mencapai 2 juta jiwa, ASABRI mungkin mencakup 1,-5-2 juta jiwa dan asuransi kesehatan swasta mencakup 1-2 juta

jiwa dan yang ditanggung oleh perusahaan diperkirakan mencapai 4 juta jiwa. Secara keseluruhan, cakupan asuransi kesehatan yang cukup memadai benefitnya (karena tidak diperhitungkan dana sehat yang umumnya memberikan bantuan biaya pengobatan sangat sederhana) kira-kira baru mencapai sekitar 26 juta jiwa atau sekitar 13% penduduk. Berbagai penelitian lapangan seperti the Indonesian Resource Mobilization Study (IRMS) dan the Indonesian Family Life Survey (IFLS) mendapatkan cakupan asuransi kesehatan di Indonesia baru mencapai 13,5 % dari penduduk. Rendahnya cakupan asuransi kesehatan ini menyebabkan utilisasi pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun praktek dokter swasta masih rendah. Pada umumnya rumah sakit di Indonesia mempunyai BOR rata-rata sekitar 50% saja, padahal rasio penduduk-tempat tidur baru mencapai 1.500 jiwa per satu tempat tidur. Di negara-negara maju dan negara menengah yang cakupan asuransi kesehatannya tinggi, meskipun rasio penduduk-tempat tidur sudah mencapai 600:1, BOR tempat tidur masih bisa mencapai 65-70%. Di Indonesia, kurang dari separuh mereka yang tidak memiliki asurnasi kesehatan yang menderita sakit akut yang berobat ke fasilitas modern sementara mereka yang memiliki asuransi kesehatan mempunyai angka utilisasi hampir 100% yang sakit akut. Rendahnya cakupan asuransi kesehatan kita memang memprihatinkan dan mengurangi kemampuan penduduk untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.

PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia adalah suatu badan usaha milik negara untuk melaksanakan program pemerintah yang berbentuk PT (Persero) yang diberi wewenang untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan masyarakat, peserta dan anggota keluarganya dalam bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JKPM) dengan prinsip asuransi kesehatan. Asuransi Kesehatan pegawai negeri sipil di Indonesia telah berjalan sejak 1 April 1969. Dalam rangka meningkatkan pelayanan menangani masalah yang dihadapi badan penyelenggara asuransi kesehatan, maka diadakan perbaikan dalam manajemen yang dimulai sejak tahun 1976/1977. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.6 tahun 1992 maka untuk meningkatkan pelayanan medis bagi pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, pejabat negara beserta keluarganya peserta sukarela maka dibentuklah PT (Persero) ini diharapkan dapat membudayakan asuransi kesehatan dengan skala besar masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan peserta (wajib dan voluntary meningkat). Muhamad ,1992) 1. Organisasi Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 1992 tanggal 18 Februari 1992, ditingkat pusat dibentuk PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia yaitu perusahaan perseroan dalam lingkunagn departemen kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada menteri Kesehatan yang pembinaan tekhnisnya dilakukan oleh Direktur Jenderal. Perseroan ini dipimpin dan dikelola oleh suatu badan Direksi yang terdiri dari Direktur Utama, Direktur Operasional, Direktur Perencanaan dan Pengembangan serta Direktur Umum. Ditingkat Propinsi dibentuk kantor cabang PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia daerah Tingkat I, Ditingkat Kabupaten/Kotamadya yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Cabang PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. 2. Kepesertaan Kepesertaan dari PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia terdiri dari 2 bagian : a. Peserta wajib : Pegawai negeri sipil , pensiun PNS/ABRI, penerima tunjangan veteran, perintis kemerdekaan dan pejabat negara, veteran dan Dokter PTT beserta keluarganya. b. Peserta Bukan Wajib (Voluntary) Karyawan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah unit kerja perusahaan swasta , kelompok pelajar mahasiswa dan kelompok masyarakat yang terkelompok dalam koperasi dimana pengaturan pelayanan diatur sendiri. Anggota keluarga dalam hal ini 1. Seorang suami /istri 2. Anak maksimal 3 orang, sudah termasuk anak angkat, tidak mempunyai penghasilan sendiri, belum kawin, berusia sampai 21 tahun, usia anak yang ditanggung dapat diperpanjang sampai 25 tahun bila masih dalam pendidikan. Pegawai negeri sipil dalam hal ini ialah (Depkes RI ; 1981): 1. Pegawai negeri sipil yang meliputi : pegawai negeri sipil pusat yang bekerja sama pada unit pusat/vertical dan unit pelaksana pusat yang berada didaerah, pegawai pusat yang dipekejakan serta pegawai negeri sipil yang diperbantukan. 2. Pegawai sipil otonom. 3. Pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

(UU NO.8 tahun 1974). 3. Pembiayaan Sistem pembiayaan bagi peserta wajib didasarkan atas pengumpulan dana dari pesertanya yang khusus dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pemeliharaan kesehatan dan keluarganya. Pengumpulan dana dari peserta ini merupakan iuran wajib dan dilakukan dengan pemotongan gaji atau pensiun sebesar 2% dari gaji pokok atau pensiun tersebut. Dana untuk penyelenggaraan diperoleh juga dari subsidi pemerintah dan pendapat lainnya. Sedangkan sistem pembiayaan bagi peserta bukan wajib (peserta sukarela) adalah premi sesuai negosiasi dan perjanjian kerja sama dengan nasabah. Jenis Pelayanan PT. (Persero) Askes Indonesia Jenis pelayanan yang ditanggung oleh PT. Askes yang merupakan hak dari peserta terdiri dari: 1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) 1) Dilakukan di puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama lainnya yang ditunjuk, dimana kartu Askes terdaftar, meliputi pelayanan: a) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan b) Pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medis kecil oleh dokter umum atau paramedis c) Penunjang diagnostik d) Pemeriksaan, pengobatan gigi termasuk pencabutan dan penambalan gigi e) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui bayi dan anak balita serta imunisasi dasar. f) Penyembuhan efek samping keluarga berencana (kontrasepsi) g) Pemberian obat-obatan h) Pemberian surat rujukan ke rumah sakit 2) Menunjukkan kartu Askes 3) Bila bepergian/ cuti/ dinas, dapat berobat ke puskesmas setempat dengan terlebih dahulu lapor ke PT. Askes setempat dan menunjukkan surat cuti/ dinas atau surat lapor diri dari RT/RW setempat. b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) 1) Dilakukan di puskesmas dengan tempat tidur, meliputi pelayanan: a) pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum b) perawatan dan penunjang diagnostik c) Tindakan medis d) Pemberian obat serta bahan dan alat kesehatan habis pakai e) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan f) Pemberian surat rujukan ke rumah sakit 2) Menunjukkan kartu Askes serta menyerahkan surat perintah rawat dari dokter puskesmas. 2. Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) 1) Dilakukan di rumah sakit, meliputi pelayanan: a) Konsultasi medis dan penyuluhan kesehatan b) Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis

c) Penunjang diagnostik d) Tindakan medis dan rehabilitasi medis e) Pemberian obat-obatan f) Pemberian surat rujukan 2) Menunjukkan surat Askes serta menyerahkan surat rujukan dari puskesmas b. Pelayanan Gawat Darurat 1) Dilakukan di unit gawat darurat rumah sakit terdekat, yang harus diberikan secepatnya untuk menghindari/ mengurangi resiko kematian atau cacat. 2) Menunjukkan kartu Askes dan tidak perlu rujukan dari puskesmas 3) Bila dilakukan di rumah sakit yang tidak ditunjuk oleh PT. Askes, peserta membayar terlebih dahulu kemudian penggantian biaya ke PT. Askes 3. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) a. Dilakukan di rumah sakit, meliputi pelayanan: 1) Pemeriksaan, pengobatan dan perawatan oleh dokter spesialis atau subspesialis. 2) Penunjang diagnostik 3) Tindakan medis operatif dan non operatip 4) Perawatan intensif (ICU/ ICCU) 5) Pelayanan rehabilitasi medis 6) Pemberian obat-obatan b. Akomodasi di ruang perawatan sesuai hak peserta (beserta anggota keluarganya), yakni: Di rumah sakit pemerintah. 1) PNS golongan I dan II, diruang kelas III 2) PNS golongan III, diruang kelas II 3) PNS golongan IV, diruang kelas I 4) Pensiunan sipil di ruang kelas sesuai dengan golongan pada saat pensiun 5) Pensiunan TNI/POLRI, diruang kelas sesuai dengan golongan terakhir yaitu: a) Prajurit dua sampai dengan pembantu letna satu, diruang kelas III b) Letnan dua sampai dengan kapten, diruang kelas II c) Mayor sampai dengan jendral, diruang kelas I 6) Veteran di ruang kelas II 7) Pejabat negara, perintis kemerdekaan di ruang kelas I Di RS. TNI/POLRI/Swasta yang ditunjuk (tertentu): Semua golongan diruang kelas III, dengan: 1) Menunjukkan kartu Askes dan menyerahkan surat perintah rawat inap. 2) Bila dirawat dikelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya, selisih biaya pelayanan yang timbul menjadi beban peserta 3) Dalam waktu 3 x 24 jam hari kerja, menguras surat jaminan perawatan di tim pengendali RS. Atau PT. Askes 4) Bila memerlukan perawatan di luar wilayah propinsi, diperlukan surat rujukan dari rumah sakit yang merawat dan dilegalisir oleh tim pengendali rumah sakit, serta surat pengantar dari kantor PT. Askes setempat. 4. Persalinan a. Sesuai dengan prosedur pelayanan rawat inap b. Dilakukan di puskesmas dengan tempat tidur, rumah sakit, rumah bersalin baik yang ditunjuk maupun yang tidak ditunjuk PT. Askes oleh Bidan/Dukun

c. Bila dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak ditunjuk terlebih dahulu, kemudian mengajukan penggantian biaya ke PT. Askes. d. Jaminan pelayanan hanya untuk sampai kelahiran anak ke 2 (dua) yang hidup. 5. Pelayanan Obat a. Obat yang diberikan mengacu kepada DPHO PT. Askes b. Pada pelayanan RJTP dan RITP, obat diperleh langsung di puskesmas tersebut c. Pada pelayanan RJTL dan RITL, obat diambil di apotik atau instalasi farmasi di rumah sakit d. Menunjukkan kartu Askes e. Untuk obat khusus: 1) Obat antibiotik diluar daftar dan plafon harga obat (DPHO), dilengkapi dengan hasil resistensi test dari laboratorium mikrobiologi dan telah disetujui oleh pimpinan rumah sakit serta harus dilegalisasi oleh PT. Askes 2) Obat sitostatika untuk penyakit kanker, dilengkapi dengan keterangan medis dan protokol terapi khusus dari tim onkologi yang merawat, yang telah disetujui oleh pimpinan rumah sakit serta harus dilegalisasi oleh PT.Askes 3) Obat khusus lainnya (antara lain cairan nutrisi, antibiotika tertentu dan obat life saving), dilengkapi dengan keterangan medis khusus dan dokter/tim dokter yang merawat dan telah disetujui oleh pimpinan RS serta harus dilegalisasi oleh PT. Askes 6. Pelayanan Alat Kesehatan a. Kacamata, gigi tiruan, alat bantu dengar, kaki.tangan tiruan b. Implant, meliputi: pen, plate, screw, IOL dan implant lainnya. 7. Operasi, Haemodialisis, Cangkok Ginjal dan Penunjang Diagnostik a. Diberikan kepada peserta termasuk keluarganya b. Dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas operasi (termasuk operasi jantung, paru, ginjal), cuci darah, cangkok ginjal, penunjang diagnostik (termasuk USG, CT Scan dan MRI) c. Menunjukkan kartu Askes dan menyerahkan surat rujukan

Pelayanan Kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan kelompok ataupun masyarakat. ( Azwar, 1996 ) Fungsi rumah sakit dibagi dalam enam sistem yang dikaitkan pada garis hirarki atau organisasi umum, namun merupakan suatu pandangan tersendiri secara fungsional. Keenam sistem tersebut sebagai berikut : 1. Sistem Penginapan, 2. Sistem Pengobatan, 3. Sistem Pemasokan, 4. Sistem Kerumahtanggaan, 5. Sistem Intalasi, dan 6. Sistem Pengusahaan. Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan yang cepat, akurat dan sesuai kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat berfungsi sebagai pusat rujukan. ( Lumente, 1989 ) Pola pemberian pelayanan rumah sakit pada umumnya bersifat sebagai berikut : 1. Rumah sakit yang bersifat pasif, yaitu hanya menunggu pasien dating 2. Pelayanan masih bersifat perorangan, tanpa melihat lebih jauh penyakit yang ada dimasyarakat sehingga belum berperan dalam memecahkan permasalahan kesehatan yang ada diwilayahnya. Pemberian pelayanan dirasakan kurang memadai dan kurang memuaskan karena personil rumah sakit bekerja kurang professional dan sering kali kurang komunikatif. Tinjauan Umum Tentang Bayar selisih Bayar selisih (cost sharing) atau kelebihan biaya menurut Peratuan Pemerintah RI No. 69 tahun 1991, pasal 12 ayat (1), tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya, bahwa yang dimaksud dengan bayar selisih atau kelebihan biaya yang menjadi tenggung jawab peserta adalah bila peserta mempergunakan sarana pemeliharaan kesehatan yang melebihi pelayanan kesehatan. (Wijaya, 1990).

Bayar selisih adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh peserta Askes yang menempati fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan golongannya atau haknya oleh pasien Askes yang mendapatkan obat-obatan yang tidak terdapat dalam daftar dan harga obat PT. Askes atau dengan kata lain peserta atau anggota keluarganya yang atas permintaan sendiri memilih diruang kelas perawatan yang lebih tinggi dari yang telah ditetapkan diwajibkan membayar selisih biaya yang disebabkan oleh perbedaan biaya antara tarif umum rumah sakit pada kelas yang dipilih dengan tarif Askes sesuai haknya. Cost sharing dikeluarkan oleh peserta askes jika: 1. Cost sharing adalah pembebanan sebagian biaya pelayanan kesehatan kepada peserta atau anggota keluarganya, yang dibayarkan kepada rumah sakit 2. Cost sharing dapat dikenakan pada pelayanan RJTL, RITL, Gawat Darurat, Persalinan dan Pelayanan Luar Paket. Tinjauan Umum Tentang Biaya Satuan Rumah Sakit Biaya satuan rumah sakit adalah biaya yang dihitung untuk setiap satu satuan produk. Biaya satuan diperoleh dari biaya total dibagi dengan jumlah produk. Tinggi rendahnya biaya satuan tidak saja dipengaruhi oleh besarnya biaya total, tetapi juga dipengaruhi oleh besarnya biaya produk. Di rumah sakit sering kali biaya produk dihitung dan dirinci lagi menjadi satuan produk yang spesifik, misalnya satuan rawat inap kelas I, satuan rawat inap kelas II. Penetapan besaran satuan produk atau jenis pelayanan maka perhitungan biaya satuan akan semakin rumit. Pada pelayanan rumah sakit perhitungan biaya satuan memiliki 3 ciri khusus. Pertama, biaya yang akan dihitung tersebar baik dipusat biaya produksi maupun dipusat biaya penunjang. Oleh karena itu perlu ada metode distribusi biaya untuk mengalokasikan biaya yang ada di pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi. Kedua, output pelayanan rumah sakit sangat beragam baik karena banyaknya unit pelayanan maupun karena banyaknya tindakan. Ketiga, dalam pelayanan rumah sakit output pelayanan ada yang sifatnya ideal dan ada yang sifatnya aktual. Adapun faktor yang mempengaruhi besar/kecilnya unit cost yaitu: a. Lama Hari Perawatan Lama hari perawatan atau Length Of Stay (LOS) adalah jumlah hari perawatan yang dijalani seorang pasien di unit perawatan rumah sakit selama menjalankan perawatan/pengobatan medis dalam rangka penyembuhan penyakit. LOS pada dasarnya digunakan untuk menilai efisiensi mutu pelayanan rumah sakit. Nilai ideal LOS adalah 6 9 hari (Depkes RI, 1992). Kaitannya dengan Bayar selisih adalah apabila hari peawatan seorang pasien Askes lebih lama pada tempat perawatan yang mengharuskannya membayar selisih, maka makin besar LOS pasien Askes di kelas tersebut maka makin besar biaya yang harus ditanggung oleh pasien sebagai peserta PT. Askes. b. Jumlah Pasien Sebagaimana diketahui dewasa ini atas kebijaksanaan pemerintah, rumah sakit mempunyai fungsi ganda. Dalam arti kata rumah sakit melaksanakan fugnsi sosial sekaligus fugnsi ekonomi, sebagai fungsi sosial rumah sakit memberikan

perawatan dan pengobatan bagi masyarakat, termasuk didalamnya orang-orang yang tidak mampu. Akan tetapi rumah sakit juga dibebankan untuk memenuhi target pendapatan yang telah ditetapkan. Inilah yang menyebabkan sehingga manajemen rumah sakit harus menetapkan perinsip-perinsip ekonomi. Keadaan ini secara tidak langsung mulai menggeser fungsi rumah sakit, dimana tadinya rumah sakit pemerintah lebih bersifat sosial oriented maka sekarang sudah mulai menjadi profit oriented. Orientasi mendapatkan keuntungan mempunyai dua maksud, yang pertama rumah sakit memiliki pendapatan yang cukup sehingga mampu meningkatkan kualitas pelayanan, dan kedua rumah sakit dapat melakukan subsidi silang untuk pasien-pasien yang tidak mampu di yang dirawat di kelas III. Dengan demikian tinggi atau rendahnya pendapatan rumah sakit sangat ditentukan oleh jumlah pasien yang dilayani, oleh karena pasien merupakan sumber pendapatan utama rumah sakit. c. Jenis/Keadaan Penyakit Berat atau ringannya pasien yang dirawat dirumah sakit sulit untuk diprediksikan, demikian pula rumah sakit tidak bisa memiliki pasien yang dirawat dengan alasan-alasan tertentu. Kecuali pada kasus-kasus tertentu, dimana didaerah tersebut tersedia sarana untuk menangani seperti rumah sakit jantung dan rumah sakit khusus lainnya. Sehubungan dengan berat ringannya penyakit yang dirawat di rumah sakit, semakin berat penyakit yang diderita seseorang maka semakin kompleks pula pemeriksaan/tindakan medik yang akan dilakukan. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi lain yaitu pengeluaran biaya yang lebih tinggi. Untuk pasien yang mampu masalah ini tidak akan membebani rumah sakit, tetapi sebaliknya bagi pasien yang kurang/tidak mampu, maka masalah ini merupakan dilema bagi rumah sakit yang bersangkutan. Karena secara sosial rumah sakit tidak membedakan pelayanan pada seorang pasien. apabila tindakan medis tersebut memang harus dilakukan. Seperti misalnya tindakan bedah, pemeriksaan diagnostik. Selain dari itu berat ringannya keadaan penyakit memberikan konstribusi yang berbeda terhadap besarnya biaya satuan yang harus dikeluarkan perhari. Tinjauan Umum Tentang Golongan Yang dimasud golongan atau kepangkatan adalah kedudukan yang memungkikan tingkat seseorang Pegawai negeri sipil dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian (Siagian, 1998). Penetapan ruang kelas perawatan untuk rawat inap ditetapkan berdasarkan golongan kepegawaian pegawai negeri sipil yaitu ; pegawai negeri sipil golongan I dan II dan atau anggota keluarganya diruang kelas III, pegawai negeri sipil golongan III dan atau anggota keluarganya diruang kelas II. pegawai negeri sipil golongan IV dan atau anggota keluarganya diruang kelas I. Tinjauan Tentang Pelayanan Obat Didalam penyelenggaraan obat pelayanan kesehatan bagi peserta PT (Askes) Indonesia obat sebagai komponen pelayanan kesehatan bagi peserta PT(Askes), obat sebagai komponen pelayanan menyerap 40 % dari total biaya obat antara lain disebabkan oleh karena meningkatnya jumlah kasus pelayanan kesehatan

yang ditindak lanjuti oleh rumah sakit, berkembang kompleksitas penyakit yang diiringi pula dengan perkembangan pengobatan, dan kenaikan harga obat terutama karena kenaikan harga baru (Noor, 1994). Pelayanan obat adalah Pemberian obat-obatan diluar obat standar yng termasuk dalam paket rumah sakit, yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan sesuai dengan indikasi medis sesuai dengan Daftar dan Plafon Harga Obat (DPHO) yang digunakan bagi peserta dan keluarganya oleh PT (Askes) dan obat Inpres serta obat generic berlogo sesuai surat keputusan Menteri Kesehatan.

Krisis moneter yang sedang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997 lalu yang intinya adalah terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Dampaknya terhadap kesehatan sangat mencemaskan, sebagai akibat krisis moneter yang sedang berlangsung, banyak anggota masyarakat yang mengeluh tidak mampu membiayai pelayanan kesehatan karena turunnya pendapatan dan daya beli masyarakat dan sebagian lainnya karena biaya kesehatan meningkat dengan tajam (Depkes 1998). Mekanisme pembiayaan kesehatan di Indonesia masih menganut sistem pembayaran tunai (Fee for service). Pembayaran secara tunai makin terasa berat dan penerapan sistem tersebut seperti yang sedang berlangsung saat ini, untuk kepentingan masa yang akan datang tidak dapat dipertahankan lagi dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia saat ini dapat dikelola berdasarkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) yang dibayar secara pra upaya. Jaminan pemeliharan kesehatan masyarakat (JPKM) adalah salah satu pilar strategi dalam mewujudkan Indonesia sehat tahun 2010 JPKM sebagai salah satu strategi untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang merupakan integrasi dalam mencapai tujuan pembangunan nasional (Depkes RI 1991). Sesuai hasil penelitian Bank Dunia dan Depkes (1995) diperoleh data bahwa secara Nasional, masyarakat mengeluarkan sekitar 70 % dari semua biaya kesehatan. Sedangkan pemerintah hanya mengeluarkan sekitar 30 % saja. Namun pengeluaran pembiayaan kesehatan oleh masyarakat tersebut dimulai kurang efektif mengingat bahwa sekitar 75% dari pembiayaan kesehatan oleh

masyarakat masih bersifat pengeluaran langsung dari kantong masyarakat (out of pocket), yang lebih besar digunakan untuk pengobatan dan kurang untuk pencegahan. Menurut Yaslis Ilyas (2000) demand terhadap program JPKM dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain faktor pendapatan, pendidikan, demografi, status kesehatan dan keterjangkauan. Menurut Gerald Rosenthal, demand terhadap program dipengaruhi oleh banyak faktor yang secara garis besar dapat dibagi dua yaitu faktor ekonomi yaitu pendapatan sedang yang termasuk faktor non ekonomi adalah pendidikan, jumlah keluarga dan pengetahuan Mengingat pentingnya program JPKM dalam mengembalikan biaya kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan, maka kebutuhan masyarakat terhadap program JPKM sangat diperlukan demi pengembangan JPKM di masa yang akan datang

You might also like