You are on page 1of 55

MENCIT DAN TIKUS (Mus musculus ) dan ( Rattus novergicus )

I.

TUJUAN PRAKTIKUM Mengetahui dan menguasai cara handling dan restrain Mengetahui dan menguasai cara menimbang berat badan Mengetahui dan menguasai cara sexing Mengetahui dan menguasai cara penyuntikan dan perlakuan oral Mengetahui dan menguasai cara mengambil sampel darah Mengetahuidan menguasai cara anastesi Mengetahui dan menguasai cara euthanasia Mengetahui dan menguasai cara nekropsi

II.

TINJAUAN PUSTAKA A. MENCIT ( Mus musculus ) Mencit liar atau mencit rumah adalah hewan semarga dengan mencit laboratorium.Hewan percobaan ini dapat di sebut juga tikus atau tikus putih. Tetapi karena hewan ini paling kecil diantara berbagai jenis hewan percobaan dan karena amat banyak galur mencit, maka hewan ini disebut dengan mencit. Mencit ini ditempatkan dalam genus mus, sub family murinae, family muridae, ordo rodentia. Mencit ini berasal dari Amerika dan Eropa. Mus musculus adalah spesies yang umum digunakan untuk penelitian biomedis. Bulu mencit liar berwarna keabu-abuan, dan warna perut sedikit lebih pucat. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Berat badan bervariasi, tetapi pada umumnya pada umur empat minggu berat badan mencapai 18-20 gram. Mencit liar dewasa dapat mencapai 30-40 gram pada umur enam bulan atau lebih. Mencit liar makan segala macam makanan ( omnivora ), dan mau mencoba makan apapun penganan yang tersedia bahkan yang tidak biasa di makan. Mencit laboratorium kira kira mempunyai berat badan sama dengan mencit liar, tetapi setelah diternakkan selama selektif selama delapan puluh tahun yang lalu, sekarang ada berbagai macam bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan berbeda beda.

Kandang Mencit Mencit laboratorium dapat dikandangkan dalam kotak sebesar kotak sepatu. Kandangdapat dibuat dari berbagai macam bahan, misalnya plastic ( polipropilen atau polikarbonat ). Alumunium atau baja tahan karat ( stainless steel ). Kadang-kadang mencit dapat ditempatkan di kandang yng mempunyai dinding dan lantai dari kawat. Prinsip dasar yang perlu di perhatikan dalam memilih kandang mencit adalah harus mudah dibersihkan dan disterilkan (Mangkoewidjojo, 1988). Pada dasarnya kandang harus ada alas yang bersih. Alas yang sering dipakai seperti serpihan kayu ( tatal ), sekam atau amapas tongkol jagung. Kriteria untuk pemilihan alas disesuaikan dengan keperluan pemeliharaan. Sebelum digunakan alas akan lebih baik jika diautoklaf terlebih dahulu 9 Franklin et.al, 1984 ).

Makanan Mencit Banyak faktor-faktor lingkungan terutama kualitas makanan berpengaruh pada kondisi mencit secara keseluruhan. Faktor-faktor tersebut dapar mempengaruhi kemampuan mencit mencapai potensi genetic untuk tumbuh, berbiak,umur, atau reaksi rehadap pengobatan dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas makanan termasuk apakah bahan makanan mudah dicerna, enak dan mencit mau makan, cara menyiapkan dan menyimpan makanan serta konsentrasi zat kimia atau bahkan kuman pecemar. Pada umumnya, makanan mencit dengan kualitas harus tersedia sebab perubahan kualitas dapat menyebabkan penurunan berat badan dan tenaga. Bahan-bahan makanan harus dikeringkan sebelum disimpan agar tidak cepat rusak dan juga untuk mengurangi kecepatan pertumbuhan cendawan. Ada dua macam system kawin yang biasa dipakai pada mencit, yaitu pasangan monogami ( seekor betina dengan seekor jantan ) dan kelompok poligami ( dua atau tiga betina dengan seekor jantan ). Pada kelompok pertama, system ini menghasilkan jumlahanak maksimum dalam waktu minimum, dan akan diperolh data pembiakan mencit jantan dan betina yang lengkap. Kerugiannya yaitu bahwa diperlukan seekor jantan untuk dua atau tiga betina, bahkan untuk lima ekor betina. (Mangkoewidjojo, 1988)

Data biologis mencit Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus estrus (berahi) Lama estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Segmen ovum menjadi blastosel Implantasi Berat dewasa Berat lahir Jumlah anak Suhu atau rektal Pernafasan Denyut jantung Tekanan darah Konsumsi oksigen Volume darah Sel darah merah Sel darah putih Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil PVC Trombosit Hb Protein plasma ALT (SGPT) AST (SGOT) Kolesterol serum Air kencing Susu Putting susu Plasenta Uterus Perkawinan kelompok Kromosom Aktivitas Gigi 1-2 tahun, ada yang mencapai 3 tahun 9 bulan 19-21 hari 1 sampai 24 jam 21 hari 35 hari 8 minggu poliestrus 4-5 hari 12-14 jam Pada waktu estrus Dekat akhir periode estrus, spontan 2 jam setelah kawwin 2,5-4 hari 4-5 hari sesudah fertilisasi 20-40 gram jantan sedangkan yang betina 1835 gram 0.5-1 gram Rata rata 6, bisa 15 35-39C (rata rata 37,4C) 140-180/menit, turun menjadi 80 dengan anastesi, naik sampai 230 dalam stress. 600-650/menit, turun menjadi 350 dengan anastesi, naik sampai 750 dalam stress 130-160 sistol; 102-110 diastol, turun menjadi 110 sistol, 80 diastol pada waktu anastesi 2,38-4,48 ml/gr/jam 75-80 ml/kg 7,7-12,5 X 10 /mm 6,0-12,6 x 10/mm 12-30% 55-85% 1-12% 0,2-4,0% 41-48% 150-400 x 10/mm 13-16 gram/100ml 4,0-6,8gram/100ml 2,1-23,8 IU/ liter 23,2-48,4 IU/liter 26,0-82,4 mg/100ml 25-50 ml/kg/hari Air 75%, lemak 10-12%, protein 10%,gula 3% 10 puting, 3 pasang didaerah dada, 2 pasang di daerah perut Diskoidal hemokorial 2 kornu, bermuara sebelum serviks 4 betina dengan 1 jantan 2n=40 Nocturnal(malam) 1003 gigi seri tumbuh terus

Kecepatan tumbuh Imunitas pasif

1033 1gr/hari Terutama melalui usus hingga umur 17 hari, juga melalui kantung kuning telur (Mankoewidjojo, 1988)

Penyakit Pada Mencit 1. Penyakit Tizzer -Penyebab : Bacillus pilliformis -Diagnosis : Ditemukan Bacillus pilliformis di dalam sel-sel epitel usus, kandung empedu, atau dalam empedu. -Gejala : Diare, nafsu makan hilang, berat badan turun, kematian dalam beberapa hari kemudian. Pencegahan/penanganannya yaitu dengan koloni mencit yang terinfeksi penyakit ini harus dibinasakan dan mulai lagi dengan koloni baru yang bebas dari penyakit, dan dipelihara di kamar terisolasi. Penyakit ini tidak menular pada manusia. 2. Cacar mencit (ectromelia) -Penyebab : virus ortopoks -Gejala : dalam bentuk akut adalah mencit mati dengan segera setelah memperlihatkan gejala sakit atau kurang sehat. Agar penyakit ini dapat dikendalikan dianjurkan seluruh kelompok hewan terinfeksi dibinasakan. Penyakit ini tidak menular kepada manusia. 3. Pseudotuberkulosis -Penyebab : Corynebacterium Corynebacterium kutscheri. pseudotuberkulosis dan

-Gejala : Lemah, Frekuensi pernafasan tinggi. Pencegahan /penanganannya yaitu dengan mencit yang terkena penyakit ini harus dibinasakan. Pseudotuberkulosis tidakdapat menular pada manusia. 4. Salmonellosis -Penyebab : Salmonella enteritidis atau Salmonella typhimurium -Gejala : Menceret, Bulu kasar, berat badan menurun, Lemah. Pencegahan/ penanganannya yaitu dengan kelompok mencit yang terinfeksi penyakit ini dibinasakan dan makanan, alas tidur, serta

kandang disterilkan. Penyakit ini dapat menular pada manusia kalau organism termakan melaluimakanan atau minuman yang terkontaminasi. 5. Limfositik Coriomeningitis ( LCM ) -Penyebab : Virus arena -Cara penyebarannya kepada anak mencit melalui hidung, bawah kulit dan mulut. -Gejala : a. Pada mencit muda jarang memperlihatkan gejala sakit dan dapat tumbuh normal sampai dewasa. b. Pada mencit yang lebih tua dapat mati, dan dalam fase akut dapat timbul kejang, kaki belakang lumpuh dan dapat timbul radang selaput mata. Pencegahan/ penanganannya yaitu dengan seluruh kelompok hewan yang terinfeksi dibinasakan. Dapat pula dengancara imunisasi dengan vaksin Ectromelia.Penyakit ini tidak menular pada manusia. Pengambilan darah pada mencit dapat dilakukan di vena lateralis ekor, sinus orbitalis, dengan dekapitasi ekor kemudian darah dikumpulkan, dan juga dapat diambil lewat jantung. Pemberian obat atau senyawa lain pada mencit dapat dilakukan dengan cara per oral ( melalui mulut ) atau dengan injeksi pada bagian-bagian tubuh tertentu yaitu S.C/sub kutan ( bagian bawah kulit ), I.M/Intra Muscular ( yaitu pada bagian alam otot ), I.V/Intra vena ( yaitu ke dalam vena ), dan lewat I.P/Intra Peritonium ( yaitu pada rongga perut ). (Pedro N. Acha, 1980)

B. TIKUS ( Rattus novergicus ) Tikus liar, tikus Norwegia, dan tikus coklat adalah hewan semarga dengan tikus laboratorium. Akan tetapi, nama ilmiah tikus liar lain dengan tikus hitam yaitu Rattus-rattus. Karena hewan ini lebih besar dari pada mencit,maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih menguntungkan. Seperti pada mencit, untuk mengawinkan tikus dapat dipakai system kawin monogami maupun poligami. Bulu tikus liar berwarna keabu-abuan menciri dengan abdomen keputih-putihan. Mata berwarna hitam dan kulit berpigmen. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus tidak dapat muntah karena sruktur anatomi yang tidak lazim di

tempat esofsgus bermuara ke lambung, dan tikus tidak mempunyai kandung empedu. Pengambilan darah dapat di lakukan pada bagian vena lateralis ekor, sinus orbitalis,jantung dengan dekapitasi atau pemotonganujung ekor. Pemberianobat caranya sama dengan mencit.

Data biologis tikus Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Kawin sesudah beranak Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus kelamin Siklus estrus (berahi) Lama estrus Perkawinan Ovulasi Fertilisasi Segmen ovum menjadi blastosel Implantasi Berat dewasa Berat lahir Jumlah anak Suhu atau rektal Pernafasan Denyut jantung Tekanan darah Konsumsi oksigen Volume darah Sel darah merah Sel darah putih Neutrofil Limfosit Monosit Eosinofil PVC Trombosit Hb Protein plasma ALT (SGPT) AST (SGOT) Kolesterol serum Air kencing 2-3tahun, ada yang mencapai 4 tahun 1 tahun 20-22 hari 1 sampai 24 jam 21 hari 40-60 hari 10 minggu poliestrus 4-5 hari 9-20jam Pada waktu estrus 8-11 jam sesudah timbul estrus, spontan 7-10 jam setelah kawwin 3,0-4,5 hari 5-6 hari sesudah fertilisasi 300-400 gram jantan sedangkan yang betina 250-300 gram 5-6 gram Rata rata9, bisa 20 35-39C (rata rata 37,5 C) 65-115/menit, turun menjadi 50 dengan anastesi, naik sampai 150 dalam stress. 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan anastesi, naik sampai 550 dalam stress 90-180 sistol; 60-145 diastol, turun menjadi 80 sistol, 55 diastol pada waktu anastesi 1,29-2,68 ml/gr/jam 57-70 ml/kg 7,2-9,6 X 10 /mm 5,0-13x 10/mm 9-34% 63-84% 0-5% 0-6% 45-47% 150-460 x 10/mm 15-16 gram/100ml 4,7-8,2 gram/100ml 17,5-30,2 IU/ liter 45,7-80,8 IU/liter 10-54 mg/100ml 40-60 ml/kg/hari

Susu Putting susu Plasenta Uterus Perkawinan kelompok Kromosom Aktivitas Gigi Kecepatan tumbuh Imunitas pasif

Air 73%, lemak 14-16%, protein 9-10%,gula 2-3% 12 puting, 3 pasang didaerah dada, 3 pasang di daerah perut Diskoidal hemokorial 2 kornu, bermuara sebelum serviks 3 betina dengan 1 jantan 2n=42 Nocturnal(malam) 1003 gigi seri tumbuh terus 1003 5gr/hari Terutama melalui usus hingga umur 17 hari, juga melalui kantung kuning telur (Mangkoewidjojo, 1988)

Penyakit Pada Tikus 1. Penyakit Pernafasan Kronik (Cronic Respiratory Disease / CRD ) -Penyebab : moniliformis -Gejala : a. Batuk, bersin b. Terdapat radang kronik paru-paru danperlu waktu beberapa bulan sebelum gejala lain timbul c. Sesudah tikus berumur 3 bulan, dapat muncul gejala penyakit telinga tengah d. Lendir kering bercampur darah keluar dari hidung e. Dalam tahap lanjut menjadi kurang aktif, bulu menjadi kasar, kotor dan berlendir, serta nafsu makan hilang. Penyakit ini banyak menyerang induk tikus yang sedang menyusui yang dapat menyebabkan air susu kering dan anaknya matikelaparan. Pencegahannya dilakukan dengan membinasakan seluruh kelompok tikus yang sakit. Penyakit ini dapat menular kepada manusia dan penyakit ini di sebut demam gigitan tikus. 2. Koksidiosis Penyebabnya adalah Eimeria sp. Dan paling sering adalah Eimeria miyirii, Eimeria separate, Eimeria nieschulzi (Eimeria carinii ). Gejalanya adalah tikus akan menceret. Pencegahannya yaitu tergantung pada pemeliharaan hygiene tikus sebaik-baiknya. Eimeria jenis ini tidak dapat menginfeksi manusia. Micoplasma pulmonalis dan Streptobacillus

3. Cacing Gelembung Penyebabnya adalah cacing gelembung yang terdapat padatikus, yaitu stadium larva cacing pita pada kucing Taenia crassicollis atau Cystycercus fasciolaris. Gejalanya adalah tikus agak kurus dan bulu agak kasar. Pencegahannya yaitu dengan steriliasi semua alas tidur, makan dan peralatan serta menghindarkan kontaminasi oleh tinja kucing. Parasit ini tidak menginfeksi manusia. 4. Cacing Pita Penyebabnya adalah Hymenolepis diminuta dan Hymenolepis nana. Gejala yang timbul yaitu menceret dan radang usus. Pencegahannya yaitu denga memusnahkan seluruh serangga dalam makanan, alas tidur dan peralatan. Penyakit ini jarang menginfeksi manusia. 5. Parasit Darah Penyebabnya adalah Hepatozoon muris, Babesia muris, Bartonella muris. Gejala yang timbul adalah anemia makrositikhipokramik hebat dan kematian. Pencegahannya yaitu dengan melenyapkan semua serangga yang berada di dalam kelompok tikus. Penyakit ini tidak dapat menginfeksi manusia. 6. Parasit Nematoda Penyebabnya yaitu Syphasia obvelata, Trichosomoides crassicauda, dan heteraksis spumosa. Gejala yang timbul adalah menceret dan kondisis kesehatanumum menuru. Pencegahannya dapat dilakukan denga sterilisasi makana, alas tidur dan peralatan. Parasit ini tidak dapat menginfeksi manusia. (Mangkoewidjojo, 1988)

III.

MATERI DAN METODE 1. Alat dan Bahan : -Timbangan -Gunting -Scalpel -Suntikan -Ram kawat -Kanul bengkok -Larutan glukosa - Jarum pentul - Chloroform - Corong - Alkohol - Larutan giemsa - Mikrohematokrit - Kapas

2. Cara Kerja : a. Handling Handling mencit Ekor mencit di pegang di daerah sepertiga ujung ekor Letekkan mencitdalam ram kawat hingga hewan mencengkeram kawat Leher mencit di pegang dengan tangan kanan, jangan terlalau menggencet Jari telunjuk dan ibu jari memegang kuduk, jari kelingking menjepit ekor

Handling Tikus Ekor di pegang di daerah sepertiga pangkal ekor Letakkan tikus dalam ram kawat hingga hewan tersebut mencengkeram kawat Telunjuktangan kanan dan jari tengah memegang atau menjepit leher tikus, dan jari lain mencengkeram badan tikus

b. Penimbangan Berat Badan Handling Masukkan mencit atau tikus ke dalam selongsong yang sesuai dengan ukuran agar tidak lepas

Catat berat badan

c. Sexing Handling

Bedakanantara tikus/mencit jantan dan betina dengan ketentuan sbb : -Jarak antara anus dan papilla genitalisjantan lebih panjang dari pada betina -Pada lubang kelamin jantan berbentuk lurus vertical -Pada lubang kelamin betina berbebtuk seperti huruf Y -Pada jantan tampak adanya scrotum sedangkan pada betina tidak tampak

d. Penyuntikan 1. Perlakuan Oral Handling Kanul dimasukkan ke mulut melalui diastema Kanul dimasukkan sampai ke daerah esophagus Bahan perlakuan disuntikkan secara perlahan-lahan

2. Sub Kutan Handling Pegang kuduk mencit atau tikus Suntikkan bahan perlakuan ( larutan giemsa ) secara perlahan

3. Intraperitoneal Handling Suntikkan bahan percobaan ( larutan giemsa ) di daerah abdomen, disamping garis tengah diantara dua putting susu paling belakang Lakukan secara perlahan

4. Intra Muscular Handling Suntikkan larutan giemsa di otot paha ( bicep femoris ) Suntikkan jangan terlalu dalam agar tidak melukai pembuluh darah

e. Pengambilan Darah 1. Plexus Retroorbitalis Handling Mikrohematokrit digoreskan pada medial chantus mata di bawah bola mata Mikrohematokrit diputar kearah medial chantus mata sampai melukai plexus Darah yang di dapat kemudian ditampung

2. Jantung Handling

Lakukan anastesilebih dahulu Suntikkan jarum di dada sebelah kiri antara costae kedua dan ketiga/rasakan denyut jantungnya Tampung darah yang keluar

f. Anastesi Kapas di basahi dengan chloroform Masukkan kapas ke dalam corong Masukkan kepala mencit/tikus ke dalam corong Tunggu beberapa saat

g. Euthanasi 1. Fisik ( dengan dislokasi leher ) Handling Pegang tubuh tikus/mencit dengan tangan kiri Tarik/panjangkan leher mencit/tikus dengan tangan kanan

2. Kimia Kapas dibasahi dengan chloroform Masukkan kapas ke dalam corong Masukkan kepala mencit/tikus ke dalam corong

Tunggu beberapa saat

h. Nekropsi Mencit/tikus yang sudah di euthanasia direbah dorsal Lakukan nekropsi dengan menggunting mulai dari perut sampai leher mencit Terlihat leher yang patah mengalami pendarahan hebat akibat proses dislokasi cervicalis Lakukan pengambilan organ Potong organ dengan ukuran 1cm X 1cm Masukkan organ yang telah dipotong kedalam formalin 100%

IV.

HASIL PERCOBAAN 1. Handling Dapat dilakukan dengan baik dan berhasil dilakukan. 2. Berat badan Mencit 1: 35 gram Mencit 2: 32 gram Tikus: 175 gram 3. Sexing Mencit 1 dan 2 : betina Tikus : betina 4. Perlakuan/penyuntikan a. PO: tidak dilakukan b. SC: pada mencit disuntikkan larutan giemsa dibagian kuduk.

c. IM: pada tikus disuntikkan larutan giemsa pada biceps femoris. d. IV: pada tikus disuntikkan air pada vena ventralis caudalis e. IT: tidak dilakukan f. IP: pada mencit disuntikkan air pada bagian perut. 5. Pengambilan darah a. Vena: pada tikus dilakukan pada vena ventralis caudalis. b. Pro :mencit dilakukan di pleksus retroorbitalis menggunakan pipet mikrohematokrit c. IK: tidak dilakukan d. Irisan ekor: tidak dilakukan e. Arteri: tidak dilakukan 6. Anastesi Bahan yang digunakan Kloroform Kloroform diteteskan dikapas lalu ditaruh dicorong kemudian tikus dimasukkan kedalam corong tersebut sampai tikus pingsan. 7. Euthanasia Fisik : dengan dislokasi cervicalis Kimia : tidak dilakukan. 8. Nekropsi a. Perubahan organ: tidak ada organ yang mengalami perubahan, semuanya normal

V.

PEMBAHASAN 1. Handling Handling adalah menggunakan alat. menjinakkan hewan, tetapi tidak

Handling pada mencit dilakukan dengan cara memegang 1/3 bagian daerah ekornya, jika mencitnya masih meronta cukup digoyangkan tetapi jangan terlalu kasar dan terlalu cepat, tetap dalam keadaan ekor masih dipegang. Handling pada tikus dilakukan dengan cara memegang ekor agak proksimal, tujuannya karna badan tikus lebih besar daripada mencit,

maka memegangnya harus ke lebih proksimal. Kalau hanya 1/3 dari ujungnya, kulit ekor tikus bisa mengelupas. Jika dalam posisi tersebut masih meronta, tikus cukup digoyang pelan pelan maka dia akan pusing. Restrain adalah membatasi tingkah laku hewan dengan atau tanpa menggunakan alat. Restrain mencit dengan cara memegang 1/3 ekor dengan tangan kanan, tangan kiri memegang leher. Kemudian ibu jari dan telunjuk tangan kiri memegang kuduk, jari kelingking memegang ekor, usahakan kepalanya tidak bisa bergerak lagi. Restrain tikus dengan cara memegang ekor dengan tangan kanan, jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri memegang leher, jari lainnya memegang dada dan badan. Sedangkan jari kelingking menjepit ekor. 2. Berat badan Umumnya pada umur 4 minggu, berat badan mencit mencapai 18-20 gram. Sedangkan mencit dewasa berat badan normal jantan 2040 gram, berat badan betina 18-35 gram. Mencit dewasa pada umur 35hari. Dalam percobaan ini mencit 1 berat badannya 30gram, mencit 2 beratnya 31gram dan kemungkinan umur mencit tersebut lebih dari 35hari. Mencit sudah dikatagorikan dewasa sebab berat dewasa mencit berkisar antara 20-40 gram Umumnya pada umur 4 minggu, berat badab tikus mencapai 40-50 gram. Dan setelah dewasa yang jantan bisa mencapai 300-400 gram sedangkan yang betina 250-300 gram. Tikus dikatakan dewasa pada umur 40-60 hari. Dalam praktikum ini tikus yang ditimbang berjenis kelamin betina dengan berat badan 270gram, kemungkinan umur tikus tersebut 40-60 hari. 3. Sexing Untuk mengetahui jenis kelamin mencit atau tikus, dapat diketahui dengan melihat jarak titik anogenitalnya. Jarak anogenital jantan lebih lebar dari betina, sedangkan kalau tikus atau mencit yang sudah dewasa untuk yang jantan dengan melihat ada tidaknya scrotum sedangkan pada yang betina tidak ada. 4. Perlakuan/ penyuntikan a. SC: Prinsip kerja metode ini dilakukan pada daerah kulit longgar. Bisa di daerah kuduk, perut ataupun daerah lainnya asalkan terdapat kulit longgar maka penyuntikan dapat dilakukan. Kulit di daerah kuduk ditarik dengan ibuy jari dan telunjuk, kemudian akanmembentuk segitiga, setelah itu disuntik dengan menggunakan larutan giemza ataupun dengan air. Kekurangan menggunakan metodeini adalah obat harus laut dalam cairan sehingga larutan dapat disuntikkan.

b. IM: Prinsip kerja metode ini adalah penyuntikkan dilakukan pada daerah kulit yang tebal atau pada musculus. Pada percobaan ini penyuntikkan dilakukan pada bisepsfemoris bagian belakang. Suntikkan tidak boleh terlalu dalam agar odak tembus pembuluh darah. Sedangkan larutan yang digunakan adalah larutan giemza. c. IV: air disuntikkan di daerah ventralis caudalis. Pada vena lateralis. d. IP: air disuntikkan di daerah abdomen dekat garis tengah antara dua puting susu paling belakang atau diantara kartilago xiphoidea dan simphisis pubis 5. Pengambilan darah a. Pro Dilakukan di pleksus retroorbitalis dengan menggunakan mikrohematokrit. Caranya tikus atau mencit di handling terlebih dahulu, mikrohematokrit digoreskan pada medial canthus mata. Kemudian diputar sampai melukai pleksus, lalu darah ditampung. b. IK Dilakukan pada jantung tapi tidak berhasil. 6. Anastesi Yaitu membuat mencit atau tikus menjadi tidak sadar. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah chloroform. Caranya kapas ditetesi dengan chloroform lalu ditaruh di dalam corong, kemudian tikus atau mencit dimasukkan dalam corong, perlahan lahan dan berulang ulang. 7. Euthanasi Yaitu teknik yang dipakai untuk membunuh mencit atau tikus tanpa rasa sakit. Secara kimia dilakukan dengan anastesi dosis lebih yaitu dengan menganastesi mencit atau tikus tersebut sampai mati. Cara ini tidak menimbulkan strees pada mencit dan aman untuk pelaksanaannya. Secara fisik dengan cara dislokasi cervicalis yaitu lehernya di tekan dengan jari kemudian ekornya ditarik sampai hewan tersebut mati. Pada percobaan ini euthanasi dilakukan dengan anastesi dosis berlebih dengan menggunakan chloroform. 8. Nekropsi Yaitu pengambilan organ organ pada mencit atau pembedahan untuk pemeriksaan.caranya setelah mati, mencit di rebahkan dorsal, ektremitas di fiksasi dengan jarum. Ruang peritoneum dibuka dengan incisi pada abdomen. Ruang dad di buka dengan memotong tulang rusuk pada bagian sternum, kemudian dilakukan pengamatan.

Dari praktikum ini organ organ pada mencit atau tikus tidak ada yang mengalami perubahan. Dalam tubuh mencit atau tikus ditemukan ovarium.

VI.

KESIMPULAN Pada saat akan melakukan handling pada mencit dan tikus harus diletakkan diatas ram kawat terlebih dahulu. Jenis kelamin mencit dan tikus adalah betina Perlakuan oral dilakukan menggunakan larutan glukosa. Penyuntikkan menggunakan larutan giemsa dan air Pengambilan sampel darah melalui vena, retro orbitalis dan intracardiaca Penimbangan berat badan pada mencit di dapatkan 30 dan 31 gram sedangkan pada tikus 270gram Anastesi menggunakan chloroform Euthanasia dilakukan dengan dislokasi cervicalis Hasil nekropsi semua organnya normal

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Smith, John B Susanto Mangkowidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Derah Tropis. Joko UI Press Pedro N. acha, Boris Szyfres. 1980. Zoonoses and Communicable Disease Common To Man And Animals. USA Production Frandson, R. D. 1945. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dan menguasai cara restrain dan handling 2. Mengetahui dan menguasai cara menimbang berat badan 3. Mengetahui dan menguasai cara sexing 4. Mengetahui dan menguasai cara penyuntikan dan perlakuan oral 5. Mengetahui dan menguasai cara mengambil sampel darah 6. Mengetahui dan menguasai cara anastesi 7. Mengetahui dan menguasai cara euthanasia 8. Mengetahui dan menguasai cara nekropsi

II.

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci berasal dari Eropa, akan tetapi sekarang kelinci liar dapat ditemukan pula di Amerika, Australia dan Selandia Baru. Kelinci mempunyai kemampuan untuk hidup dalam habitat sangat berbeda yang bervariasi mulai dari padang pasir hingga daerah subtropis. Akan tetapi, kelinci berkembang biak paling baik di daerah beriklim sedang. Biasanya, kelinci liar tinggal dalam lubang lubang dalam tanah. Kelinci percobaan bangsa New Zealand White, California, Dutch Belted dan Lops paling sering dipakai sebagai hewan percobaan dan bangsa kelinci lain jarang dipakai. (Smith, John B. 1988) Kelinci memiliki tabiat menarik sekali dan juga sangat penting, yaitu makan tinjanya( coprophagy ). Kelinci mengeluarkan dua macam tinja. Pada siang hari, butir tinja kering dan keras. Akan tetapi pada malam dan pagi hari tinja lembek dan berlendir. Tinja malam hari akan dimakan langsung dari dubur. Tabiat ini penting sebagai pemanfaatan protein dan serat tumbuhan dari makanannya, dan juga karena peliet khusus ini mengandung banyak vitamin, khususnya niasin, riboflavin, asam pantotenat, dan sianokobalamin. (Mangkoewidjojo, 1988)

Kandang kelinci Pada umumnya, gedung untuk kelinci laboratorium mempunyai persyaratan sederhana meliputi kebersihan, hewan terlindung dari angin, hujan, cahaya matahari langsung dan lama, dan memperoleh cahaya cukup dan udara segar. Suhu ideal adalah 15-20 C. kalau suhu kandang lebih tinggi dari 27C berlangsung lama, produktivitas dan kemampuan pembiakan akan turun. Suhu diatas 3132C juga mengganggu kesehatan kelinci. Kandang kelinci biasanya agak besar sehingga mudah dibersihkan. Kandang kayu dan bambu lebih mudah dibersihkan dengan sikat kawat. Paling sedikit seminggu sekali, elinci dikeluarkan dari kandang dan kandang digosok dengan sikat kawat dan obat pembersih(deterjen).

Makanan kelinci Seperti untuk semua jenis hewan percobaan lain, kualitas makanan kelinci merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan kelinci dalam mencapai kemampuan genetik untuk pertumbuhan, pembiakan, panjang umur maupun reaksi terhadap perlakuan dan lain lain. Pada dasarnya, makanan kelinci tidak banyak berbeda dengan makanan marmot. Yang pasti, kelinci tidak memerlukan vitamin C dan serat kasar secara khusus seperti marmot, tetapi karena bahan ini biasanya diberikan kepada narmot dalam bentuk suplemen, resep ransum kelinci biasanya sama dengan resep ransum marmot, cara pembuatannya juga sama. Perlakuan pada kelinci meliputi PO( perlakuan oral), IV( intra vena), dan IM(intra muscular). (Nugroho, 1982)

Data biologis Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama bunting Umur disapih Umur dewasa Silkus kelamin : 5-10 tahun, bisa sampai 12 tahun : 1-3 bulan : 30-35 hari, rata rata 31-32 hari : 6-8hari : 4-10 bulqn : poliestrus

Siklus estrus Lama estrus Berat lahir dan berat

: kira kira 15-20 hari : kira kira 11-15 hari : 30-70 gram, tergantung jumlah anak

induk. Berat dewasa pada betina Jumlah anak Air kencing keruh, ph 8,2 Puting susu : 1,5-7,0 kg pada jantan dan 4,6-5,0 kg

: rata rata 4 dapat juga 10 : 50-90 ml/kg/hari, kental, kuning,

: 8 puting

Perkawinan kelompok : 10-15 betina dengan 1 jantan Aktivitas Gigi : diurnal : 2033 1023 gigi seri tumbuh terus (Mangkoewidjojo, 1988)

Penyakit pada kelinci 1. Koksidiosis Penyebabnya adalah eimeria stiedae(bentuk hati), dan eimeria magna, eimeria media, eimeria irresidua(bentuk usus). Gejala yang timbul diantaranya: -hewan yang sudah sembuh menjadi karier -muda lebih sering dari dewasa -diare, nafsu makan turun, bulu kasar, kurus, perut buncit Pengendalian dapat dilakukan dengan: -hewan sakit dipisahkan -sulfakuinoksalin 0,05% dalam air minum 30 hari -bentuk usus : sulfakuinoksalin 0,03% dalam makanan -nitrifurasan : dosis pencegahan 0,5-1,0gram/kg( bentuk usus) Eimeria sp tidak bersifat zoonosis.

2. Pasteurellosis (haemorrhagic septicaemia) Penyebabnya adalah Pasteurella multocida . penyakit ini dapat menyebar secara langsung maupun tak langsung. Gejala yang timbul adalah: . keluar eksudat encer atau nanah dari hidung dan mata .bulu kaki( terutama sekeliling kuku) kusut dan eksudat kering .menimbulkan batuk dan bila sembuh menjadi karier .dalam bentuk akut akan mati mendadak Penanganan yaitu dengan semua kandang dan perlahan disterilkan. Pasteurellosis bersifat zoonosis. 3. Parasit luar Sarcoptes scabies dan Notoedres cati . kelinci garuk garuk . bulu muka, kepala, telinga, sekitar mata, kaki hilang . infeksi berat, perubahan jaringan pada kulit, telinga dan hidung Psoroptes cuniculi (tungau ) .terdapat di telinga, kelinci geleng geleng kepala terus .menggaruk . telinga dengan kaki belakang . kelinci menjadi kurus, tidak mau kawin, infeksi sekunder Haemodipsus ventricesus ( kutu ) . iritasi, bulu rontok . anemia . kurus 4. Penyakit Tizzer Penyebabnya adalah Bacillus piliformis. Gejala yang timbul yaitu: -diare -dehidrasi cepat -mortalitas tinggi -kematian 12- 48 jam setelah terlihat diare

Kelinci sakit dapat bersifat karier/ subklinis. Pencegahannya yaitu dengan: -managemen baik -jurangi strees saat menyusui -kontrol temperature -kurangi over crowding dalam kandang -sanitasi yang baik -antibiotik 5. Enterotoxemia Penyebabnya yaitu Clostridium perfringen type Eiota toxin. Gejalanya yaitu diare akut. 6. Mucoid enterophy ( ME )= rabbit diarrhea complex Penyebabnya tidak jelas, multifactor, kompleks. Gejala yang timbul adalah Biasanya terjadi pada kelinci umur 7-10 minggu Terlihat gejala gejala enteric Mucoid enteritis Mucoid diare Hypoamylasemia

Pengobatannya yaitu dengan antibiotika. Ini hanya untuk mengatasi infeksi sekunder 7. Treponematosis Penyebabnya yaitu spirochaeta : treponema cuniculi . gejala yang timbul yaitu eksudat melapisi kulit dan membrane mukosa serta lesi pada vulva, hidung, mata dan bibir. Penularannya dapat melalui general ataupun langsung. Penyakit ini bersifat zoonosis. Pengobatannya dengan 3X injeksi 42.000 IU/kg penicillin Gprocaine dengan interval 7 hari. (Mangkoewidjojo, 1988)

III.

MATERI DAN METODE Alat dan bahan : . timbangan .larutan glukosa

.formalin 10% .gunting .scalpel .suntikan .papan fiksasi .canul bengkok

.jarum pentul .cloroform .corong dan kapas .alkohol . larutan giemsa

Cara kerja: 1. Handling Kelinci dipegang di daerah kuduk dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kanan Angkat secara perlahan Sangga badan dengan tangan kiri dengan arah kaki menjauh dari pinggang

2. Penimbangan berat badan Handling Taruh kelinci diatas timbangan

3. Sexing Handling

Lihat jarak anus dengan papilla genitalis dan alat kelaminnya

4. Penyuntikan a. Perlakuan oral

Handling Kanul dimasukkan ke mulut melalui diastema ( bagian mulut yang tidak ada gigi ) Kanul dimasukkan sampai ke daerah esophagus Bahan perlakuan disuntikkan secara perlahan

b. Sub cutan Handling Pegang kuduk kelinci dengan tiga jari Suntikkan bahan perlakuan ( larutan giemsa ) secara perlahan

c. Intra peritoneal Handling Suntikkan bahan percobaan di daerah abdomen, di samping garis tengah diantara dua puting susu bagian belakang Lakukan secara perlahan

d. Intra muscular Handling Suntikkan bahan perlakuan di daerah m. biceps femoris dan m. gluteus

e. Intra vena Handling Telinga diolesi alkohol 70% Tusukkan jarum perlahan lahan, bisa dilakukan sayatan sepanjang 2-3mm.

5. Pengambilan darah a. Jantung Handling Lakukan anastesi terlebih dahulu Tusukkan jarum di dada sebelah kiri, antara costae ke 2 dan 3/ rasakan denyut jantungnya Ambil darah secara perlahan

b. Vena Dilakukan pada vena Lateralis telinga, vena marginalis (jarang dilakukan karena vena kecil) dan arteri centralis Handling Bersihkan telinga kelinci agar steril Pangkal telinga di tekan dengan jari agar vena menggembung dan pengambilan darah dapat dilakukan dengan mudah Lakukan penyuntikan dengan hati hati

6. Anastesi

Kapas dibasahi dengan chloroform Masukkan kapas ke dalam corong Masukkan kepala kelinci ke dalam corong Tunggu beberapa saat

7. Euthanasia Dengan anastesi dosis berlebih Kapas dimasukkan ke dalam corong dengan dosis lebih banyak daripada untuk anastesi Masukkan kapas ke dalam corong Masukkan kepala kelinci ke dalam corong Tunggu sampai kelinci tersebut tidak bergerak dan mati

8. Nekropsi Kelinci yang sudah di anastesi direbahkan dorsal Ruang peritoneum dan dada di buka Lakukan pengambilan organ

IV.

HASIL PRAKTIKUM 1. Handling dan Restrain Berhasil dilakukan. 2. Berat badan 875 gram 3. Sexing Betina 4. Perlakuan / Penyuntikan a. P.O : Dengan bahan glukosa memakai kanul bengkok dimasukkan lewat diastema dan berhasil dilakukan. b. S.C : Bahan larutan giemsa disuntikkan didaerah kuduk dan berhasil dilakukan c. I.M : Disuntikkan di biceps femoris/ m.gluteus tetapi pada praktikum tidak dilakukan. d. I.V : Tidak dilakukan e. I.T : Tidak di lakukan f. I.P : di dekat linea alba disuntikkan giemsa dan berhasil dilakukan. 5. Pengambilan Darah a. Vena : Di vena lateralis telinga, diolesi alkohol agar arterinya kelihatan dan berhasil dilakukan. b. P.r.o : Tidak dilakukan c. I.K : melalui jantung sewaktu dianastesi, berhasil dilakukan. d. Irisan Ekor : Tidak dilakukan e. Arteri : Di arteri centralis telinga, berhasil dilakukan 6. Anastesi Kapas ditetesi chloroform dimasukkan ke dalam corong kemudian kelinci dimasukkan ke dalam corong hingga kelinci tersebut pingsan, berhasil dilakukan. Bahan yang digunakan adalah chloroform. 7. Euthanasi a. Fisik : emboli udara b. Kimia : dengan anastesi (chloroform) yang berlebihan sampai kelinci mati, berhasil dilakukan.

8. Nekropsi a. Anatomi kasar : organ organ pencernaannya lebih lengkap daripada tikus dan mencit. b. Perubahan Organ : semua organ normal c. Peneguhan sexing : setelah di bedah terbukti bahwa kelinci tersebut jantan dengan ditemukannya testis

V.

PEMBAHASAN 1. Handling Untuk kelinci muda : Di pegang pinggangnya erat-erat, semua jari ke satu sisi tapi ibu jari ke sisi lain. Untuk kelinci dewasa : Tangan kanan memegang kelinci di kulit daerah kuduk sedangkan tangan kiri menyangga badan. Catatan :kelinci tidak suka licin,maka diberikan alas dengan kain. Cara ini dilakukan pada waktu praktikum.

2. Berat Badan Catatan : sudah termasuk dewasa karna bisa dibedakan antara jantan dengan betina. Walaupun berat badan dewasa pada umumnya 1,4-6,5 kg untuk betina dan 1,5-7,0 kg untuk jantan. Setelah dilihat dari rasnya, kelinci tersebut termasuk ras Small. Dan jika sudah bisa dibedakan jenis kelamin, maka kelinci bisa dikatakan telah dewasa kelamin. 3. Sexing Untuk mengetahui kelamin pada kelinci dapat diketahui dengan melihat alat genitalnya. Untuk betina bentuknya seperti huruf Y sedangkan yang jantan berbentuk lurus vertical. Jika sudah dewasa jantan terlihat testis sedang yang betina tidak ada. Dalam praktikum kemarin kelinci berjenis kelamin betina tetapi belum dewasa. 4. Perlakuan / Penyuntikan a. P.O : Dilakukan dengan menggunakan larutan glukosa dan alat kanul bengkok yang dimasukkan lewat diastema. b. S.C : Cara ini dilakukan di bawah kulit di daerah kuduk. Larutan yang di gunakan adalah larutan giemsa. c. I.M : Cara ini di lakukan di otot paha ( bicep femoris ) bisa juga di lakukan di otot pantat ( glutea ). Tetapi pada waktu praktikum tidak dilakukan.

5. Pengambilan Darah a. Vena Darah dapat di ambil dari vena lateralis. Mula-mula kelinci di handling dan di selimuti agar nyaman. Bila bulu di telinganya lebat, perlu di cukur dulu supaya venanya kelihatan, kemudian di olesi denga alcohol setelah itu darah bisa di ambil. Dari percobaan kemarin darah yang bisa di ambil Cuma sedikit karena kelincinya masih kecil. Sehingga kami kesulitan untuk mengambil darahnya. b. I.K ( Intra Kardiak ) Cara ini di lakukan di daerah intra kardiak, biasanya dipakai untuk memperoleh seluruh darah kelinci. Sebelumnya kelinci di anastesi dengan larutan chloroform. Kemudian rasakan denyut jantungnya yang berdetak paling kencang kemudian jarum di tusukkan tegak lurus di dada kelinci. c. Arteri Di lakukan di arteri centralis telinga. Pertama-tama kelinci di anastesi dengan larutan chloroform kemudia telinganya di olesi dengan alkoholsetelah itu darah bisa di ambil 6. Anastesi Yaitu membuat hewan menjadi tidak sadar. Bahan yang di gunakan adalah chloroform. Caranya kapas ditetesi dengan chloroform kemudian dimasukkan dalamcorong, setelah itu kepala kelinci dimasukkan perlahan-lahan ke dalam corong dan berulang-ulang, sampai hewan tersebut tidak sadarkan diri. 7. Euthanasi Fisik : dislokasi leher dekapitasi emboli udara (Pada proses ini kami melakukan kesalahan. Yang kami emboli ternyata bukan jantungnya, melainkan paru-parunya. Sehingga kelinci tidak dapat mati. Kemudian kami menggunakan metode euthanasi secara kimia.) Kimia : anastesi (chloroform) yang berlebih sampai kelinci tersebut mati

8. Nekropsi Yaitu pengambilan organ organ pada kelinci setelah mati. Semua organ kelinci normal tidak ada yang mengalami perubahan. Setelah di nekropsi ternyata intestinumnya masih melakukan gerakan peristaltik. Kandung kemihnya mengalami peradangan karena air kencingnya berwarna keruh. Kelinci dalam praktikum ini berjenis kelamin jantankarena setelah di nekropsi di temukan testis.

VI.

KESIMPULAN Pada saat melakukan handling harus di lakukan dengan mantap agar kelinci tidak berontak. Pada saat menghandling kelinci sebaiknya di letakkan pada kain handuk karena kelinci tidak suka licin, dan kelinci tidak boleh diangkat dengan memegang telinganya. Jenis kelamin kelinci pada percobaan ini adalah betina. Penyuntikkan menggunakan larutan giemsa. Pengambilan sampel darah melaluivena, arteri, dan intra kardiak. Penimbangan berat badan kelinci diperoleh 900 gram. Euthanasia dilakukan dengan emboli udara. Hasil nekropsi semua organnya normal.

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Diah. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada University Press Nugroho, drh. 1982. Beternak Kelinci Secara Modern. PT Eka Offset. Semarang Smith, John B, Mangkowidjojo, soesanto. 1988. Pemeliharaan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerha Tropis. UI Press. Jakarta

BURUNG MERPATI ( Columba livia )

I.

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui dan menguasai cara handling dan restrain 2. Mengetahui dan menguasai cara menimbang berat badan 3. Mengetahui dan menguasai cara sexing 4. Mengetahui dan menguasai cara penyuntikan dan perlakuan oral 5. Mengetahui dan menguasai cara mengambil sampel darah 6. Mengetahui dan menguasai cara anastesi 7. Mengetahui dan menguasai cara euthanasi 8. Mengetahui dan menguasai cara nekropsi

II.

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kingdom Phylum Sub phylum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Chordata : Vertebrata : Aves : Columbiformes : Columbidae : Columba : Columba livia

Merpati jantan dan betina mempunyai tembolok, pada masa mengasuh anaknya induk jantan dan betina menyuapi dengan cairan kental yang dikeluarkan dari tembolok. Bentuk kepala kecil, bulu dari merpati bervariasi, ada yang berwarna polos dan ada pula yang bermotif. Dan keistimewaan dari merpati ini adalah pada pangkal perut bagian atas terdapat cuping yang berfungsi untuk menutupi lubang hidung. Merpati jantan tubuhnya lebih tegap dari yang betina dan gerakannya lebih lincah dan lebih agresif.

Burung merpati digunakan sebagai hewan coba karena untuk mengurangi polusi udara. Pemberian obat ada burung merpati dapat dilakukan dengan menggunakan metode peroral ( PO ) yaitu pamberian obat melalui mulut, dan juga bisa menggunakan metode injeksi, yaitu lewat IM ( Intra Muscular ) pada musculus pectoralis dan musculus bicep femoris. Selain itu injeksi juga bisa di lakukan lewat IP ( Intra peritoneum ) dan IV ( Intra Vena ).

Data Biologis Merpati Masa hidup Panjang Jarak sayap Berat badan Jumlah telur Telur pertama Lama mengerami telur Piyiktumbuh bulu Bulu tumbuh sempurna Usia sapih Periode bertelur Masa antara bertelur 1 dan 2 Usia dewasa : 3-4 tahun, bisa sampai 3 tahun : 28-34 cm : 63-70 cm : 230-370 gram : 20 setiap periode bertelur : Keluar setelah 7-10 hari setelah kawin : 17 hari : 3 minggu : 1 bulan : 1 bulan : 16-20 hari : 3 hari : 4-6 bulan

Kecepatan terbang

: 28-82 mph record (Mangkoewidjojo, 1988)

Kandang Merpati Kandang untuk merpati tidakmengikat dari segi bentuk, bahan dan luasnya. Kandang untuk merpati tergantung pada selera tujuan peternak. Kandang merpati memerlukan ventilasi udara yang baik, bebas dari hama pengganggu, bibit penyakit dan dapat melindungi merpati dari bahaya dan cuaca buruk. Berdasarkan pemeliharaannya, kandang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : a. Kandang sistem pasang

b. Kandang system voliere c. Kandang system diumbar Pengendalian penyakit Merpati : 1. Pakan yang di berikan harus bermutu baik, dan takaran cukup. 2. Vitamin dan mineral harus di beri secara teratur. 3. Lingkungannya harus nyaman dan sehat. 4. Kebersihan kandang dan perlengkapannya harus dibersihkan / selalu dalam keadaan bersih. 5. Kandang harus diamati setiap hari, bila ada gejala kurang sehat harus segera di atasi. (Haryoto, 1956) Penyakit Pada Merpati 1. Salesma Penyebabnya adalah bakteri Haemophilus gallinasum. Penularannya dengan cara kontak langsung dengan merpatipenderita atau dari air minum. Gejala-gejala yang timbul : Keluar cairan dari hidung, bersin-bersin, pembengkakan lubang hidung dan mata, turunnya nafsu makan dan bisa menyebabkan kematian. Cara pencegahannya yaitu dengan pemberian vaksinasi coriza pada merpati berumur 3 bulan dan diulang saat berumur 6 bulan. Sedang pengendaliannya yaitu pada burung yang menderita penyakit ini diberi obat coecilin water suitable powder, dosis 5 grm/ml air di berikan 5 hari berturut-turut. 2. Berak Darah Penyebabnya adalah Eimeri colomborum atau Eimeria labbana. Gejala-gajala yang timbul : -Kotoran bercampur dengan darah -badan kurus, muka pucat, sayap terkulai -Nafsu makan menurun -Penderita yang sudah sembuh jadi carier Pencegahannya yaitu dengan menjaga kebersihan pakan, minum, peralatan, dan kandang. Usahakan kandang selalu kering dan merpati yang menderita dikarantinakan. Sedang pengendaliannya yaitu, burung

yang menderita penyakit diberi oxal dosis 1 sendok makan dicampur 3,8 liter air minum, dapat juga diberikan kapsul tetanit. 3. Berak Kapur Penyebabnya adalah Salmonella pullorum. Gejala-gejalanya adalah : -Menceret berwarna putih kapur sehingga bulu duburnya basah dan kotor -Berbulu kusam -Mengantuk -Lesu -Nafsu makan menurun Pencegahannya yaitu dengan menjaga kebersihan pakan, minum, peralatan, kandang dan sarang harus di jaga juga. Merpati yang sakit diisolasikan atau dimusnahkan. Pengendaliannya yaitu, hewan yang sakit diberi Neo Terramycin atau pl rudal. 4. Cacingan Penyebabnya yaitu cacing pita, cacing gelang dan kremi. Gejalanya adalah kurus, lemah, bulunya kusam dan kematian. Pengendaliannya yaitu dengan hewan yang sakit diberi obat cacing dan melakukan sanitasi kandang dengan baik. 5. Cacar Penyebabnya adalah virus Barreliota ovium. Gejalanya adalah adanya bintik kutil atau bisul pada kulit, kematian. Pencegahannya yaitu dengan vaksinasi menggunakan piogen rax vacane, kebersihan kandang dan lingkungan hidup harus di jaga dan merpati yang sakit harus di pisahkan karena menular. Pengendaliannya yaitu dengan burung yang menderita penyakit diolesi yodium Tineture Methylene blue, pada bintil. Dapat juga dengan mengoleskan salep antibiotik. (Sutejo, 1998)

III.

MATERI DAN METODE Alat dan Bahan : Timbangan Gunting Scalpel - Corong dan kapas - Chloroform

Suntikan Papan fiksasi Kanul bengkok

- Alkohol - Larutan giemsa - Larutan glukosa

Cara Kerja 1. Handling Pegang merpati Jari tengah dan telunjuk menjepit kedua kaki merpati Ibu jari menjepit ekor dan sayap

2. Penimbangan berat badan Handling burung merpati Ikat kaki dan sayapnya terlebih dahulu agar burung tidak terbang saat ditimbang Lihat dan catat hasil timbangan

3. Sexing Handling Bedakan suara jantan lebih merdu dari suara betina, bisa juga denga meraba tulang pelvisnya. Pada jantan, tulang pelvisnya lebih sempit daripada betina. Atau bisa juga dengan melihat bulunya. Bulu jantan lebih mengkilap dari betina

4. Penyuntikan a. Sub kutan Handling

Pegang kuduk mencit atau tikus dengan tiga jari Suntikkan bahan perlakuan ( larutan giemsa ) secara perlahan

b. Intraperitoneal Handling Suntikkan bahan perlakuan ( larutan giemsa ) disebelah kanan / kiri umbilicus atau disebelah kanan atau kiri ujung karina sterni. Lakukan secara perlahan

c. Intramuscular Handling Suntikkan larutan giemsa kedaerah musculus pectoralis / bicep femoris

5. Pengambilan Darah a. Vena Handling Cabuti bulu disekitar vena brachialis di bagian sayap Kulit di atas vena di olesi dengan alcohol Tusukkan jarum secara perlahan-lahan, darah yang keluar ditampung di spet

b. Jantung Handling Lakukan anastesi terlebih dahulu Suntikkan jarum di dada sebelah kiri antara costae ke 2 dan 3 / rasakan denyut jantungnya Ambil darah perlahan

6. Anastesi Kapas di basahi dengan chloroform Masukkan kapas ke dalam corong Masukkan merpatike dalam corong Tunggu beberapa saat

7. Euthanasia Dengan metode anestesi dosis lebih Merpati di pegang oleh dua orang Masukkan corong yang dalamnya terdapat kapas yang telah dibasahi oleh choloroform. Terus ditemeplakan sampaiu burung tersebut mati

8. Nekropsi Merpati yang sudah di euthanasia di rebahkan Ruang abdomen di buka

Lihat perubahan organnya

IV.

HASIL PERCOBAAN 1. Handling dan Restrain Dengan memegang merpati jari telunjuk dan jari tengah menjepit kedua kaki merpati dan ibu jari menjepit ekor. Berhasil dilakukan. 2. Berat Badan Pada praktikum tidak ada timbangan, tetapi dapat diperkirakan berat badan merpati 150-200gram 3. Sexing Dengan melihat bulunya yang mengkilap, dan jarak tulang pelvisnya yang sempit, diperkirakan jantan 4. Perlakuan / Penyuntikan a. S.C : Dengan menyuntikkan larutan giemsa di daerah kuduk, berhasil dilakukan. b. I.M : Dengan menyuntikkan larutan giemsa di musculus pectorales, berhasil dilakukan. c. I.V : Tidak dilakukan. d. I.T : Tidak dilakukan. e. I.P : Tidak dilakukan. 5. Pengambilan darah a. Vena : Berhasil lewat vena medial metatarsal juga lewat vena brachialis. b. P.r.o : Tidak dilakukan c. I.K : Berhasil dengan menusukkan diantara clavicula d. Irisan ekor : Tidak dilakukan e. Arteri : Tidak dilakukan 6. Anastesi Bahan anastesi yang biasanya digunakan adalah chloroform, ketamin, diazepam, atipamezole, dsb. Pada percobaa kali ini, kami menggunakan choloroform sebagai bahan anastesi.

Kapas ditetesi chloroform dimasukkan dalam corong kemudian merpati dimasukkan ke dalam corong. 7. Euthanasia a. Fisik : tidak dilakukan b. Kimia : dilakukan dengan anestesi dosis lebih 8. Nekropsi a. Anatomi kasar : semua organ normal b. Perubahan organ : tidak ada perubahan organ c. Peneguhan sexing : setelah di nekropsi ditemukan adanya testis jadi disimpulkan bahwa merpatinya jantan.

V.

PEMBAHASAN 1. Handling Dan Restrain Dilakukan dengan cara memegang merpati, jari tengah dan jari telunjuk menjepit kedua kaki merpati, ibu jari menjepit ekor dan sayap 2. Berat Badan Untuk menimbang berat badan merpati harus dimasukkan ke kantong plastic supaya tidak terbang, biasanya berat badan jantan lebih besar dari pada yang betina. Berat badan dewasa normal yaitu 230-370 gr. Sedangkan dalam praktikum kemarin berat badan merpati yang di timbang adalah 325 gram dan berjanis kelamin betina 3. Sexing Dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : -Dengan ukuran berat badan , yaitu pada jantan lebih berat dari pada betina. -Jantan kloaka dan bagian perut lebih tumpul, betina kloaka dan bagian perut runcing. -Jantan rongga tulang pelvis lebihs empit, betina rongga tulang pelvis lebar. -Bulu jantan lebih mengkilat, suara lebih variasi dari pada betina. Sexing merpati dewasa dengan menggunakan suaranya yaitu suara jantan lebih nyaring dari pada betina. Setelah melihat cirri-ciri tersebut merpati dalam praktikum ini berjenis kelamin jantan

4. Perlakuan / Penyuntikan a. S.C ( Sub Cutan ) Cara ini di lakukan di bawah kulit. Di daerah kuduk. Larutan yang digunakan adalah larutan giemsa. b. I.M ( Intra Muscular ) Cara ini dilakukan di musculus bicep femoris dan musculus pectorales karena bagian ini memiliki otot yang tebal. Larutan yang di gunakan adalah larutan giemsa. 5. Pengambilan Darah a. Vena Dapat diambil melalui vena brachialis, yaitu terletak di bagian belakang sayap. Sebelum darah di ambil, lebih baik pada bagian tersebut dibersihkan dulu bulunya kemudian diolesi dengan alcohol agar venanya lebih terlihat. b. Intra Kardiak ( I.K ) Dilakukan di intra kardiak, biasanya di pakai untuk memperoleh seluruh darah merpati. Pertama-tama sebelum darah diambil merpati di anastesi terlebih dahulu, kemudian jarum ditusukkan tegak lurus melalui clavicula., setelah itu darah baru diambil. Jumlah darah yang boleh diambil adalah 1 % dari berat badan, dan jumlah darah maksimal yang boleh di ambil adalah 10 % darah dalam tubuh 6. Anastesi Yaitu membuat hewan menjadi tidak sadar dengan tujuan untuk mempermudah dalam pemeriksaan. Bahan yang paling baik digunakan untuk anastesi adalah metoksifluran. Tapi dalam praktikum kemarin bahan yang di gunakan adalah chloroform. Caranya kapas ditetesi dengan chloroform kemudian dimasukkan dalam corong, setelah itu kepala merpati dimasukkan ke dalam corong. 7. Euthanasia Dalam praktikum ini euthanasia dilakukan dengan cara kimia. Euthanasia dapat dilakukan dengan : Anastesi dosis berlebih Dekapitasi leher Dislokasi cervicalis Emboli udara

Dan lain lain. 8. Nekropsi a. Anatomi kasar : semua organ normal b. Tidak ada perubahan organ c. Setelah dinekropsi ternyata merpati tersebut tidak ditemukan adanya testis. Berarti merpati tersebut berjenis kelamin betina. EDTA : Etilene Diaminase Tetra Acetyl Acid ( anti koagulan ), dosisnya 1mg EDTA : 1ml darah. Jadi perbandingannya adalah 1 : 1

VI.

KESIMPULAN Pada saat melakukan handling harus dengan mantap agar burung tidak terbang pada saat akan digunakan sebagai hewan laboratorium. Jenis kelamin merpati adalah jantan. Perlakuan oral dilakukan menggunakan larutan glukosa. Penyuntikkan menggunakan larutan giemsa. Pengambilan sampel darah melalui vena dan intra kardial. Berat badan merpati dalam praktikum ini adalah 325 gram. Euthanasia menggunakan metode kimia

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Haryoto. 1996. Beternak Merpati Kipas. Kannisius. Yogyakarta Rasdaf, Ir. Muhammad. 1992. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kannisius ( Anggota IKARI ). Yogyakarta Spd, Sutejo. 1998. Merpati Balap. PT Trubus Agrisarana, Surabaya Whendarto, I. Madyana, I. M. 1989. Budidaya Merpati Pos.Penerbit Eka Offset. Semarang

IKAN LELE (Clarias batrachus L)

I.

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengetahui dan menguasai cara handling dan restrain . 2. Mengetahui dan menguasai cara menimbang berat badan. 3. Mengetahui dan menguasai cara sexing. 4. Mengetahui dan menguasai cara penyuntikan dan perlakuan oral. 5. Mengetahui dan menguasai cara mengambil sampel darah. 6. Mengetahui dan menguasai cara anastesi. 7. Mengetahui dan menguasai cara euthanasia. 8. Mengetahui dan menguasai cara nekropsi.

II.

TINJAUAN PUSTAKA Di alam bebas ikan lele banyak di jumpai hidup di perairan sawah, rawa, sungai sampai ke kolam-kolam pekarangan. Di Indonesia ada beberapa jenis ikan yang termasuk genus ( jenis Clarias ) yaitu : 1. Clarias leiacanthus Blkr 2. Clarias nieuwhofi C.V 3. Clarias teysmanni Blkr 4. Clarias batrachus L. Dari keempat jenis tersebut di atas, hanya Clarias batrachus yang paling sering di jumpai, baik di pasar maupun di kolam-kolam pembudidayaan. Jenis ini sudah mengalami domestikasi, sehingga banyak dibudidayakan dikolam-kolam pekarangan. Di samping itu, jenis ini mempunyai kepesatan tumbuh yang sangat baik dan kemampuannya beradaptasi dengan lingkungan cukup tinggi. (Satya, 2008) Sedangkan sistematika dari jenis Clarias menurut hasanuddin saanin, adalah sebagai berikut: Kingdom Sub kingdom Phylum : Animalia : Metazoa : Chordata

Sub phylum Klas Sub klas Ordo Sub ordo Family Genus Species

: Vertebrata : Pisces : Teleostei : Ostariophysi : Siluroidea : Clariidae : Clarias : Clarias batrachus

Deskripsi ikan lele a. Tubuhnya memenjang, licin dan tidak bersissik. b. Mempunyai empat pasang sungut ( barbel ) yang terletak di sekitar mulut, yaitu : Sepasang sungut hidung ( nasal barbel ) Sepasang sungut maksilar ( maxillary barbel ) Dua pasang sungut mandibular yang terdiri dari mandibular bagian dalam dan mandibular bagian luar. Sungut maksilar dapat digerakkan secara bebas tidak bergantung pada mulut, berfungsi sebagai tentakel. c. Mempunyai dua buah alat olfaktori yang terletak berdekatan dengan sungut hidung. Mengenali mangsanya melalui perabaan dan penciuman, terutama bila makan pada malam hari dan dalam perairan yang keruh. Ikan lele bersifat nocturnal artinya ikan ini aktif pada malam hari dan lebih menyukai tempat yang gelap ( bersifat photobie ), sedangkan pada siang hari lebih menyukai tempat-tempat yang airnya tenang. d. Penglihatannya kurang berfungsi baik. e. Pada sirip dada, jari-jari sirip pertamanya mengeras dan berbisa, berfungsi sebagai senjata. Pada waktu ikan lele berada di permukaan tanah, jari-jari iniberfungsi sebagai alat panggarak. f. Insangnya berukuran kecil, sehingga sering mengalami kesulitan di dalam memenuhi kebutuhan akan oksigen. Di samping bernapas dengan insang, ikan lele juga mempunyaialat pernapasan tambahan ( arborescent ) yang terletak pada rongga insang bagian atas. Alat pernafasan tambahan ini sepintas bentuknya mirip habitus sebuah pohon.

Hasil analisa di lapangan yang pernah di lakukan penulis diperoleh hasil sebagai berikut, kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,0 5,69 ppm, kandungan karbon dioksida berkisar antara 11,06 11,70 ppm, pH perairan berkisar antara 6,5 7,5 , temperature perairan berkisar antara 24 - 30,2C, anomium terikat 147,29 157, 56 mgr per liter, DMA berkisar antara 2,54 2,80. Sedangkan untuk pemijahan temperaturnya adalah 24 - 28C. ternyata dengan kondisi perairan seperti tersebut di atas ikan lele dapat hidup dengan baik, baik mengenai kepesatan tumbuhnya maupun kemampuan dalam menghasilkan benih ikan. Makanan Makanan alami ikan lele adalah jasad-jasad renik, baik berupa phytoplankton maupun zooplankton. Berdasarkan atas jenis makanan yang di makan, ada suatu pendapat bahwa ikan lele termasuk dalam golongan binatang pemakan segalanya ( omnivora ), ada juga yang menggolongkan dalam golongan binatang pemakan bangkai ( scavenger ), tetapi ada juga yang menggolongkan ke dalam golongan binatang pemakan daging ( carnivora ). Terlepas dari pendapat tersebut, ikan lele tergolong binatang air yang cukup fleksibel terhadap makanan, sehingga ikan tersebut cocok untuk di budidayakan. Musim Pemijahan Secara pasti di alam bebas ( perairan umum ) belum dapat di ketahui dan ditentukan pada bulan-bulan apa ikan lele berpijah. Sementara ada yang berpendapat pada bulan April Mei dan bulan November Desember. Terlepas dari pendapat tersebut, secara alamiah ikan lele akan menjadi dewasa setelah berumur 1,5 tahun dan matanag kelamin pada umur lebih kurang 20 bulan. Bertelur pada waktu musim hujan, waktunya menjelang malam hari. Untuk pemijahan yang dilakukan di kolam-kolam pemijahan waktunya dapat dilakukan setiap saat sepanjang tahun, yaitu dengan jalan memanipulir lingkungannya, misalnya dengan mengalirkan air bersih dan segar ke dalam kolam pemijahan dalam volume dan kecepatan alir air tertentu, sehingga dicapai suhu dalam kolam pemijahan sekitar 24 - 28C. dengan cara ini induk-induk ikan lele akan terangsang untuk melakukan pemijahan. (http://www.scribd.com/doc/3828169/Budidaya-Ikan-Lele)

Penyakit Pada Ikan Lele 1. Penyakit Bintik Putih ( White Spot ) Disebabkan oleh protozoa Ichthyoptirius multifilis.

Gejala : terdapat bintik putih pada bagian tubuh yang diserang , banyak memproduksi lender, frekuensi pernafasan meningkat, ikan terlihat seolah tersengal-sengal, dan warna badan pucat. Pencegahannya : kolam perlu diolah dengan baik sebelum ditebari ikan lele, sirkulasi air yang baika, serta pemberian pakan yang bergizi. 2. Penyakit Trichodina Disebabkan oleh protozoa Trichodina domerguei. Gejalanya : terdapat bercak putih keabuan pada daerah tubuh yang terserang, kumis ikan membengkak, ikan lele lebih sering berada di permukaan seolah kekurangan oksigen. Bila ikan terserang penyakit ini maka langkah yang di ambil antara lain, memasukkan air baru secara terus menerus dan mengobati dengan larutan formalin. Ikan yang terserang dapat direndam dalam larutan formalin 25 ppm selama 5- 10 menit. Pengobatan diulangi lagi selama 15 hari. 3. Infeksi Jamur Jamur yang sering menyerang ikan lele adalah jenis Saprolegnia dan Achyla. Gejalanya tumbuhnya bulu-bulu halus di sekitar luka . Untuk mengobati lele yang terserang jamur dapat dipakai larutan PK ( Kalium Permanganat )atau Malachytgreen. 4. Dactylogyrus dan Gyrodactylus Dactylogyrus menyerang insang sedang Gyrodactylus hanya menyerang bagian luar ( kulit ) ikan lele. Gejala badannya kurus, berenang menyentak-nyentak, bila di buka tutup insangnya maka terlihat insangnya rusak. Pencegahan ikan diberi makan yang cukup dan bergizi tinggi, ikan yang sakit harus segera di ambil dan dimusnahkan, kepadatan di kurangi, dan kolam dikeringkan sekalian di kapur 100 gram per meter persegi. 5. Penyakit Bakteri Bakteri yang sering menyerang Aeromonas sp dan Pseudomonas sp. Gejala terdapat borok, sirip dan insang rusak, perut buncit diikuti mata yang menonjol, ginjal membengkak dan hati pucat, berenang lamban, kehilangan nafsu makan. Pencegahan sanitasi kolam dan handling yang baik, pemberian pakan yang sehat secara teratur.

Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan antibiotic seperti terramycin dengan cara disuntikkan atau dicampurkan pada makanan. (fujaya, 2004)

III.

MATERI DAN METODE Alat dan Bahan Timbangan Gunting Scalpel Suntikan Papan fiksasi Kanul bengkok - formalin 10 % - jarum pentul - corong dan kapas - alcohol - larutan giemsa - Minyak cengkeh

Cara Kerja 1. Handling Jari telunjuk dan jari tengah menjepit leher dan sirip Jari lainnya menggenggam kepala lele

2. Penimbangan berat badan Handling Taruh ikan di atas timbangan

Catat hasil timbangan

3. Sexing Handling

Bedakan antara ikan jantan dan betina berdasarkan ciri-cirinya.

4. Penyuntikan a. Intra Muscular Handling Suntikkan bahan perlakuan ( larutan giemsa ) pada musculus epaxial dan hepaxial

b. Intra Peritoneal Handling Suntikkan bahan percobaan ( larutan giemsa ) di daerah abdomen, di antara pinnae abdominalis ( bagian kulit yang longgar ) Lakukan secara perlahan

5. Pengambilan Darah a. Jantung Handling Lakukan anastesi terlebih dahulu Suntikkan jarum pada garis medial 0.5-1cm cranial Pinggir Posterior tutup insang Dorso caudal sudut 45o

Ambil darah secara perlahan

b. Arteri Dilakukan di arteri caudalis Handling Masukkan jarum di daerah pinnae caudalis sampai menembus tulang vertebrae dan melukai tulang tersebut, tarik spet secara perlahan maka darah akan keluar.

6. Anastesi Teteskan minyak cengkeh sebanyak 3 tetes ke dalam 1 liter air Masukkan ikan ke dalam air tersebut Tunggu beberapa saat

7. Euthanasia Handling Gunting bagian vertebraenya 8. Nekropsi Ikan yang sudah di euthanasi di rebahkan ventral Ruang abdomen dibuka dengan pemotongan menyerupai parabola Amati organnya

IV.

HASIL PRAKTIKUM 1. Handling dan Restrain Jari telunjuk dan jari tengah menjepit leher dan sirip, jari lainnya menggenggam kepala lele. Jangan terlalu menggencet. Berhasil dilakukan. 2. Berat Badan Setelah ditimbang berat badan ikan lele adalah 129 gram. 3. Sexing Beda ikan jantan dan betina, bila diraba kelaminnya maka kelamin jantan akan terasa seperti ada tonjolan. Dan apabila dilakukan peneguhan sexing, maka gonad pada jantan akan terlihat berwarna putih kompak. Sedangkan pada betina berwarna bening seperti agaragar dan berbintik. Pada percobaan ini, lele yang digunakan adalah jantan 4. Perlakuan / Penyuntikan a. P.O : Tidak dilakukan b. S.C : sirip depan di bagian kulit longgar disuntikkan giemsa, berhasil dilakukan. c. I.M : Dilakukan di muscukus epaxial dan musculus hepaxial. Tetapi pada saat praktikum hanya disuntikkan di m.hepaxial. d. I.V : Tidak dilakukan e. I.T : Tidak dilakukan f. I.P : Dilakukan di daerah abdomen atau daerah perut, berhasil dilakukan. 5. Pengambilan Darah a. Vena : Tidak dilakukan b. P.r.o : Tidak dilakukan c. I.K : Dilakukan di intra kardiak ( jantung ) tetapi pada praktikum tidak berhasil dilakukan. d. Irisan ekor : Tidak dilakukan e. Arteri : Dilakukan di arteri caudalis; jarum ditusukkan pada linea lateralis sampai vertebrae, pembuluh darah berada di bawah vertebrae, berhasil dilakukan. f. Aorta : Dilakukan diantara aorta descendens ( dorsalis ); jarum ditusukkan pada palate atas (daerah mulut), berhasil dilakukan.

6. Anastesi Dengan minyak cengkeh selama 30 detik. 7. Euthanasia Dekapitasi cervicalis. 8. Nekropsi a. Anatomi kasar : Semua organ normal dan organ pencernaannya lengkap. b. Perubahan organ : Tidak ada perubahan organ c. Peneguhan sexing : Ditemukan telur pada ovarium yang membuktikan bahwa ikan lele tersebut betina.

V.

PEMBAHASAN 1. Handling dan Restrain Handling harus dilakukan agar hewan coba tenang pada saat dilakukan perlakuan dan tidak membuat kita terluka karena gerakan yang dilakukan hewan tersebut. Caranya jari telunjuk dan jari tengah menjepit leher sedangkan jari lainnya menggenggam kepala lele. Jangan terlalu menggencet. 2. Berat Badan Berdasarkan teori, berat badan lele dewasa sekitar 200-250 gram. Pada praktikum ini setelah ditimbang ternyata berat badan ikan lele adalah 129 gram berarti ikan tersebut belum dewasa 3. Sexing Sexing pada ikan lele dapat diketahui dengan melihat tonjolan di daerah abdomen. Apabila tonjolan tersebut panjang berarti berjenis kelamin jantan, tapi bila tonjolan tersebut pendekberarti berjenis kelamin betina. Dari hasilpraktikum ini, tonjolan pada abdomen panjang sehingga ikan lele tersebut berjenis kelamin jantan. Ciri-ciri induk ikan lele jantan : a. Warna kulit dada agak tua bila dibanding ikan betina. b. Urogenital papilla ( kelamin ) agak menonjol, memanjang kea rah belakang dan terletak dibelakang anus. c. Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng. d. Perutnya lebih langsing bila dibanding betina.

e.

Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut kea rah ekor akan mengeluarkan sperma.

Ciri-ciri induk ikan lele betina : a. Warna kulit dada agak terang. b. Urogenital papilla ( kelamin ) berbentuk oval ( bulat daun ), berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di belakang anus. c. Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung. d. Perut lebih gembung dan lunak. e. Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut kea rah ekor akan mengeluarkan ovum ( telur ). 4. Perlakuan / Penyuntikkan a. Intra Musculer ( IM ) Dapat dilakukan di musculus epaxial dan musculus hepaxial. Musculus epaxial terletak diatas garis linea mediana, sedangkan musculus hepaxial terletak di bawah garis linea mediana. Larutan yang digunakan adalah larutan giemsa. Pada praktikum yang berhasil dilakukan hanya pada m.hepaxial. b. Intra Peritoneal ( IP ) Dapat dilakukan di daerah abdomen. Larutan yang di gunakan adalah larutan giemsa. Dengan cara ini ikan harus di handling terlebih dahulu dengan benar. Suntikan bahan perlakuan pada kulit longgar di antara pinnae abdominalis. Untuk mengetahui daerah abdomen dapat dibuat garis parabola dari daerah papilla genitalis ke daerah linea lateralis.

5. Pengambilan Darah a. Jantung Cara ini jarang dilakukan, karena sulit dan jantung ikan sangat kecil. Caranya, jarum ditusukkan ditengah-tengah pertemuan antara operculum ( insang ) ikan. b. Aorta Descendens ( Dorsalis ) Caranya dengan menggunakan jarum yang panjangnya 10 cm, yang ditusukkan didaerah palatum ikan kemudian darah diambil. Cara ini sulit dilakukan dan jarang yang berhasil. c. Arteri Caudalis

Cara ini adalah cara yang paling sering dilakukan untuk pengambilan darah. Caranya jarum ditusukkan pada musculus hepaxial sampai menabrak vertebrae jarum ditarik sedikit kemudian darah diambil, karna pembuluh darah berada tepat di bawah vertebrae. 6. Anastesi Anastesi berfungsi untuk mengurangi rasa sakit pada saat perlakuan.Dalam praktikum ini anastesi dilakukan dengan larutan cengkeh selama 30 detik. Cara lain anastesi yaitu dengan menggunakan bahan kimia, antara lain: a. 40 % etil alcohol diletakkan di tampon basah dimasukkan ke insang, refleksnya hilang dalam 2-4 menit. b. Larutan 0,5 % urethane Ikan dicelupkan dalam larutan 0,5 % urethane sehingga reflex okuler hilang. c. Minyak cengkeh Bahan ini paling baik untuk anastesi ikan. Caranya ikan dimasukkan ke dalm wadah ( ember ) yang berisi campuran antara air dengan minyak cengkeh. Perbandingannya 1 liter air dengan 3 tetes minyak cengkeh. 7. Euthanasia Euthanasia dapat dilakukan dengan cara: Benturkan kepala ikan dengan benda keras. Dislokasi leher Dekapitasi Emboli udara Anastesi berlebih Dengan elektrik Dengan bahan kimia narkose Pada praktikum ini di euthanasia dengan anastesi yang berlebih. 8. Nekropsi Setelah ikan mati tubuhnya di bedah ternyata semua organnya normal dan tidak ditemukan perubahan organ. Selain itu juga ditemukan banyak teur pada ovarium yang membuktikan bahwa ikan lelenya betina.

VI.

KESIMPULAN Pada saat malakukan handling harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terluka. Jenis kelamin ikan dalam praktikum ini adalah jantan. Perlakuan oral dilakukan menggunakan larutan glukosa. Penyuntikan menggunakan larutan giemsa. Pengambilan sampel darah melalui intra kardiak, arteri, dan aorta. Penimbangan berat badan hasilnya adalah 176 gram. Anastesi yang paling baik menggunakan minyak cengkeh, dengan perbandingan 1liter air menggunakan 3 tetes minyak cengkeh. Euthanasia menggunakan metode emboli jantung.

VII.

DAFTAR PUSTAKA

Fujaya, Yushinta. Ir. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Rineka Cipta. Jakarta Satya, Yusuf. 2008. Bududaya Ikan Lele http://www.scribd.com/doc/3828169/Budidaya-Ikan-Lele

Hasil Seminar Pada seminar yang diadakan tanggal 22 Mei 2009, kelompok kai mendapatkan beberapa pertanyan dari kelompok lain. Sebagai berikut: 1. Mengapa walaupun menggunakan metode Whitten Effect, namun waktu melahirkan setiap mencit berbeda? (Sekar) 2. Mengapa terdapat mencit yang melahirkan hanya dalam waktu 18 hari saja, sedangkan waktu normal mencit melahirkan berkisar antara 19-21 hari? (Putri) 2. Apakah terdapat pengaruh antara waktu sinkronisasi terhadap kelahiran? (Nurfajriah)

Jawaban 1. metode Whitten Effect hanya dipakai untuk sinkronisasi. Sedangkan pada saat pengawinan mencit-mencit tersebut, metode yang digunakan sudah lain. Yaitu menggunakan metode langsung. Selain itu, kami melakukan kesalahan. Dimana mencit disatukan dalam waktu 7 hari. Yang dicurigai mencit melakukan perkawinan berulang. Sehingga menyebabkan proses kelahiran setiap mencit berbeda.

2. Karena mencit dicurigai mengalami malnutisi yang disebabkan kelalaian kelompok kami yang tidak disiplin melakukan piket. Sehingga terkadang mencit tidak diberi makan. Disamping itu, kelompok kami tidak melakukan palpasi dalam menentukan tanggal kebuntingan. Sehingga kita hanya mengira-ngira saja tanggal kapan mencit-mencit tersebut melahirkan. Kemudian sama seperti jawaban no 1, karena waktu yang mencit gunakan untuk melahirkan selama 7 hari, sehingga dicurigai mencit-mencit tersebut melakukan perkawinan berulang.

3. Ya ada, sebab semakin lama waktu sinkronisasi. Semakin lama pula mencit akan melahirkan, sebab setelah dilakukan sinkronisasi mencit harus disatukan untuk kemudian dikawinkan. Jika waktu sinkronisasi saja membutuhkan waktu yang lama, lalu kapan mencit akan dikawinkan.

You might also like