You are on page 1of 66

KATA PENGANTAR

Dalam rangka menetapkan arah dan acuan dan menindaklanjuti Peraturan Menteri

pelaksanaan Nomor:

pembangunan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan Pertanian 15/Permentan/RC.110/I/2010 tentang Rencana Strategis Departemen Pertanian tahun 2010-2014, maka disusun Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014 yang berisikan tentang visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dirancang strategi, selama 5 program (lima) dan tahun kegiatan. sekaligus arah dan Pelaksanaannya dirumuskan

indikator

keberhasilannya,

sehingga

keluarannya jelas serta dapat dievaluasi setiap tahun sebagai bahan perbaikan rencana dan pelaksanaan program tahun berikutnya. Pembangunan ketahanan pangan periode 2010-2014 lingkup Badan Ketahanan Pangan, sesuai tugas pokok dan fungsinya memiliki 1 (satu ) program yaitu Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, yang mencakup empat kegiatan utama yaitu (1) Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaraman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; serta (4) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Keempat kegiatan utama tersebut pada dasarnya untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya, dengan penyempurnaan dan pemantapan secara terpadu dan terkoordinasi yaitu: Pengembangan Desa Mandiri pangan di daerah miskin dan rawan pangan, Lembaga Penanganan Kerawanan Pangan Transien, Penguatan

Distribusi Pangan Masyarakat di daerah sentra pangan, serta Pemberdayaan Cadangan Pangan Masyarakat dan Cadangan Pangan Pemerintah. Pada sisi lain, Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 i

Pangan dalam rangka mewujudkan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, direncanakan akan didorong lebih cepat dan berkelanjutan, termasuk didalamnya aspek keamanan pangan segar. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan tersebut, koordinasi kebijakan dan program ketahanan pangan dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran Dewan Ketahanan Pangan. Renstra Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan pembangunan ketahanan pangan, pada lingkungan strategis yang cepat berubah dan berkembang dalam era globalisasi. Semoga Allah SWT selalu memberikan taufik dan hidayahnya atas semua upaya dalam pencapaian ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan.

Jakarta,

Juni 2010

Kepala Badan Ketahanan Pangan

Dr.Ir. Achmad Suryana, MS NIP. 19540722 197901 1001

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar .................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................. I BAB I PENDAHULUAN 1.1. Kondisi Umum A Ketersediaan . B . C . D Pangan .................................................... Distribusi, Harga dan Cadangan Pangan . Penganekaragaman dan Pola Konsumsi Pangan ............. Keamanan Pangan 1 1 2 3 7 13 16 17 20 22 23 24 24 24 26 26 27 28 i iii

. . E. Kemiskinan dan Kerawanan Pangan ............................... F. Kelembagaan Ketahanan G . H 1.2. Pangan .................................. Sumberdaya Manusia/Kepegawaian ............................... APBN Badan Ketahanan

. Pangan ..................................... Permasalahan serta Potensi dan Tantangan . A Permasalahan . 1. Ketersediaan dan Kerawanan Pangan 2. Distribusi dan Harga Pangan .. 3. Penganekaragaman dan Pola Konsumsi Pangan ...........

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 iii

4. Keamanan Pangan . 5. Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan B II Pangan ...... Potensi dan Tantangan 29 35 35 35 36 36 36

. BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BADAN KETAHANAN PANGAN ........ 2.1. Visi .............................................................................. 2.2. 2.3. 2.4. ..... Misi .............................................................................. ..... Tujuan ......................................................................... ..... Sasaran Makro ...................................................................

III

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI .......................................... 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian ............. A Target Utama Kementerian . B . C 3.2. Pertanian ............................. Arah Kebijakan Kementerian Pertanian ........................ Strategi Kementerian

40 40 40 40 40 42 43 43 45 49 55

. Pertanian .................................... Arah Kebijakan dan Strategi Badan Ketahanan Pangan ......... A Arah Kebijakan Badan Ketahanan . B . C . D Pangan ...................... Strategi Badan Ketahanan Pangan ................................ Program, Kegiatan Utama, serta Indikator Kinerja .......... Pembiayaan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 iv

IV

. BAB IV PENUTUP . Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3

57 57

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 v

BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Ketahanan Pangan merupakan prioritas nasional dalam RPJM 2010-2014 yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan serta percepatan penganekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah. Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan melalui berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan sebagai perwujudan pembangunan sosial-ekonomi sebagai bagian pembangunan secara keseluruhan. Implementasi program pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan dengan memperhatikan sub sistem ketahanan pangan yaitu melalui upaya peningkatan produksi, ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, pemantapan distribusi dan cadangan pangan, serta peningkatan kualitas konsumsi dan keamanan pangan. Dengan demikian, program-program pembangunan pertanian dan ketahanan pangan tersebut diarahkan untuk mendorong terciptanya kondisi sosial-ekonomi yang kondusif, menuju ketahanan pangan yang mantap dan berkelanjutan. Melalui berbagai kesepakatan internasioanal dan nasional, Indonesia telah menyatakan komitmen dan berperan aktif dalam berbagai program yang terkait dengan ketahanan pangan dan kemiskinan, antara lain melalui deklarasi Roma Tahun 1996 pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Dunia, Deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) Tahun 2000, International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICOSOC) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, Regional ASEAN pada Sidang ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) di Ha Noi pada bulan Oktober 2008. Di dalam negeri telah terwujud melalui kesepakatan Gubernur selaku Ketua Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Provinsi dan Bupati/Walikota selaku Ketua DKP Kabupaten/Kota dalam Konferensi dan Sidang Regional DKP pada bulan Nopember 2008. Berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan, juga telah mengarahhan dan mendorong pemantapan ketahanan pangan yaitu: Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 1

Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pada Pasal 2 dan Pasal 3, menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib membuat laporan mempertanggung jawabkan urusan ketahanan pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Dalam kerangka mendorong dan mensinkronkan pembangunan ketahanan pangan, Badan Ketahanan Pangan sebagai salah satu Unit eselon I pada Kementerian Pertanian, mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, bersama-sama instansi terkait lainnya dalam memantapkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan percepatan diversifikasi pangan dan memantapkan ketahanan pangan masyarakat. Menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian Nomor:15/Permentan/RC.110/1/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 2014, maka disusun Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014.

1.1. Kondisi Umum Secara umum, situasi ketahanan pangan nasional 2005-2009 cenderung semakin baik dan kondusif, namun kualitas konsumsi pangan masyarakat berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) pada tahun 2009 mengalami penurunan. Kondisi ketahanan pangan yang semakin baik, ditunjukkan oleh beberapa indikator ketahanan pangan berikut: a. Beberapa produksi komoditas pangan penting mengalami pertumbuhan positip dari tahun 2005, dan khusus beras mulai tahun 2008 sudah mencapai swasembada; b. Fluktuasi harga-harga pangan lebih stabil, baik secara umum maupun pada saat menjelang hari-hari besar nasional pada saat Puasa, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru;
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 2

c. Pendapatan masyarakat meningkat, yang diukur dari nilai upah buruh tani dan upah pekerja informal di sektor industri; d. Peran serta masyarakat dan pemerintah daerah meningkat, yang ditunjukkan oleh semakin beragamnya kreativitas pemerintah daerah dalam menangani ketahanan pangan; e. Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan semakin menurun. Peranserta pemantapan Badan Ketahanan pangan Pangan tersebut dalam mendorong melalui ketahanan dilakukan

pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan dan langkah-langkah implementasi pemantapan ketahanan pangan masyarakat dengan kegiatan pengembangan desa mandiri pangan, penanganan daerah rawan pangan, pemberdayaan lumbung pangan masyarakat, penguatan lembaga ekonomi pedesaan (LUEP), diversifikasi konsumsi pangan serta dukungan pemerintah daerah dalam penyediaan anggaran pembangunan serta berkembangnya peran kelembagaan yang mengelola kegiatan-kegiatan ketahanan pangan berdasarkan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan di Provinsi dan kabupaten/kota semakin optimal.

A.

Ketersediaan Pangan Hampir seluruh produksi komoditas pangan penting selama

tahun 2005 2009 mengalami pertumbuhan yang positif. Untuk komoditas pangan nabati, produksi padi pada tahun 2009 berdasarkan ARAM III mencapai 63,84 juta ton atau bertambah 3,51 juta ton dari tahun 2008 sebanyak 60,33 juta ton, atau tumbuh 3,69 persen dari produksi tahun 2005. Produksi jagung pada tahun 2009 mencapai 17,66 juta ton, dan selama tahun 2005 2008 tumbuh cukup tinggi sebesar 9,98 persen. Selanjutnya produksi komoditas pangan lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel I.1. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2005 2009
Produksi pertahun (000 ton) 2005 I. Pangan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 3

Komoditas

2006

2007

2008

2009*

Pertum - buhan 05-08 (%)

Komoditas 2005 Nabati 1. Padi 2. Jagung 3. Kedelai 4. Kc Tanah 5. Ubi Kayu 6. Ubi Jalar 7. Sayur 8. Buah-2 an 9. Kelapa Sawit 10. Tebu II. Pangan Hewani 11. Daging sapi 12. Daging ayam 13. Telur 14. Susu 15. Ikan 54.15 1 12.52 4 808 836 19.32 1 1.857

Produksi pertahun (000 ton) 2006 54.455 11.609 748 838 19.987 1.854 2007 57.157 13.288 593 789 19.988 1.887 9.941 17.352 17.665 2.624 339 1.238 1.369 568 7.608 2008 60.32 6 16.31 7 776 770 21.75 7 1.882 10.23 4 19.27 9 18.08 9 2.801 392 1.292 1.324 647 8.048 2009* 63.840 17.659 966 785 22.376 2.027 10.190 18.302 19.440 2.850 404 1.301 1.404 679 8.711

Pertum - buhan 05-08 (%) 3,69 9,98 0,90 -2,67 4,10 0,45 2,88 5,68 8,88 3,82 5,53 6,19 10,17 2,66 4,84

9.102 9.527 14.78 7 16.171 11.86 2 17.351 2.242 2.307 359 1.081 1.052 536 7.218 396 1.203 1.204 617 7.395

Keterangan : Tahun 2008: Angka tetap; Tahun 2009: Produksi Padi dan Palawija: ARAM III BPS, Produksi Hortikultura (Sayur dan Buah): Angka Sasaran Ditjen Hortikultura; Produksi Peternakan: Angka Sementara Ditjen Peternakan; Produksi Perkebunan: Angka Sementara Ditjen Perkebunan; Produksi Perikanan: Angka Sementara DKP; Sumber : BPS;

Produksi berbagai jenis komoditas pangan nabati dan hewani tersebut, merupakan ketersediaan pangan produksi domestik setelah dikurangi kebutuhan untuk benih, pakan, dan tercecer, yang nilainya untuk masing-masing komoditas berbeda. Khusus untuk beras, nilai produksi juga dikurangi kebutuhan bahan baku industri non makanan. Pertumbuhan ketersediaan komoditas pangan nabati selama tahun 20052009 juga mengalami peningkatan, kecuali kacang tanah. Ketersediaan beras meningkat 1,73 juta ton, sehingga terjadi surplus, menunjukkan pangan, bahwa Indonesia telah mampu peluang kembali ekspor. swasembada bahkan membuka

Ketersediaan jagung sejak tahun 2005 cenderung meningkat dengan


Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 4

pertumbuhan 10,05 persen, serta kedelai dan ubi jalar meningkat tetapi tidak signifikan dengan pertumbuhan kurang dari 2 persen. Perkembangan ketersediaan komoditas pangan lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel I.2. Ketersediaan Komoditas Pangan Penting Tahun 2005 2009


Pertum -buhan 05-08 (%)

Komoditas

Ketersediaan Pertahun (000 ton) 2005 2006 30.84 1 10.23 4 677 765 16.98 9 1.632 9.146 15.56 5 1.231 2.245 2007 32.37 1 11.72 0 538 719 16.99 0 1.660 9.543 16.70 1 3.094 3.430 2008 34.16 6 14.40 5 707 702 18.49 3 1.656 9.825 18.55 6 4.293 2.992 2009 35.89 3 15.59 6 88 4 71 5 19.01 7 1.784 9.782 17.61 5 3.257 3.871

I. Pangan Nabati 30.66 1. Beras 2. Jagung 3. Kedelai 4. Kc Tanah 5. Ubi Kayu 6. Ubi Jalar 7. Sayuran 8. Buah-2 an 9. Minyak Goreng 10. Gula putih II. Pangan Hewani 11. Daging sapi 9 11.03 9 731 763 16.42 3 1.63 4 8.73 8 14.232 1.31 4 2.36 9 3,70 10,05 1,17 -2,71 4,10 0,45 3,99 9,26 61,26 11,59

224

3,62

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 5

Komoditas & kerbau 12. Daging ayam 13. Telur 14. Susu 15. Ikan

Ketersediaan Pertahun (000 ton) 2005 2006 49 631 1.105 520 6.286 2007 16 649 1.268 479 6.633 2008 44 676 1.365 545 6.987 2009 49 74 2 1.436 57 2 7.404

Pertum -buhan 05-08 (%) 6,30 12,50 7,06 6,17

564 960 451 5.83 9

Sumber : Data BPS diolah BKP;

Adapun gambaran ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi dapat ditunjukkan dari hasil Neraca Bahan Makanan (NBM) yang dihitung berdasarkan penjumlahan produksi domestik, impor neto, perubahan stok, dikurangi kebutuhan nonkonsumsi untuk benih, industri nonpangan, dan penggunaan lainnya. Berdasarkan hasil analisis NBM dalam lima tahun terakhir periode 2005-2009, bahwa rata-rata kuantitas ketersediaan pangan perkapita perhari untuk energi mencapai 3.209 kilokalori dan protein 78,31 gram, sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII untuk ketersediaan energi 2.200 kilokalori dan protein 57 gram. Pada periode tersebut, ketersediaan energi naik rata-rata 7,69 persen pertahun dan protein naik rata-rata 2,69 persen pertahun, karena pertumbuhan produksi relatif tinggi sedangkan volume impor menurun. Sumber ketersediaan protein masih didominasi dari bahan nabati, seperti tertera dalam Tabel I.3 berikut. Tabel I.3. Perkembangan Rata-Rata Ketersediaan Perkapita Perhari Energi dan Protein Tahun 2005 2009 Ketersediaan Perkapita Tahun Ener gi (KKal ) 2005 2006 2.912 3.166 Perhari Protein (Gram) Naba ti 64,53 62,30 Hewa ni 23,26 14,19 Tota l 76,7 9 76,4

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 6

2007 2008 2009 * Pertumbuhan Pertahun (%)

3.358 3.453 3.907 7,69

65,60 69,06 68,83 1,70

14,48 15,02 16,49 7,83

9 80,0 8 84,0 8 85,3 2 2,69

Keterangan : *) Angka Perkiraan Sumber data : BPS, diolah BKP Kementerian Pertanian.

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi peningkatan ketersediaan pangan pangan, program dan kegiatan Badan Ketahanan Pangan tahun 2004-2009 diarahkan untuk memantapkan koordinasi dan sinergi kebijakan/program ketersediaan pangan, meliputi: peningkatan aparat pusat dan daerah dalam merumuskan program dan kebijakan, menyajikan data dan informasi ketersediaan pangan secara berkelanjutan sebagai bahan evaluasi dan penyusunan kebijakan, memantau ketersediaan pangan pada hari-hari besar nasional dan keagamaan, memprognosa ketersediaan pangan pokok, serta mengkoordinasikan program pengelolaan produksi dan cadangan pangan. Selain itu, aparat pusat juga melakukan kajian staf untuk memecahkan permasalahan pangan yang berkembang serta melaksanakan advokasi ke daerah dalam rangka peningkatan kualitas analisis ketersediaan pangan, serta merumuskan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat terutama di daerah rawan pangan. Pemantauan dan analisis ketersediaan pangan dilakukan melalui penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) nasional dan memfasilitasi penyusunan Necara Bahan Makanan provinsi dan kabupaten/kota.

B.

Distribusi, Harga, dan Cadangan Pangan Terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat sangat

ditentukan oleh aspek pemerataan distribusi dan pasokan ke seluruh

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 7

wilayah, harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dan penyediaan cadangan pangan oleh pemerintah dan masyarakat.

1.

Pemerataan Distribusi/Pasokan Distribusi dan pasokan yang merata ke seluruh wilayah

sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau oleh daya beli, sangat penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga dalam jumlah yang cukup dan mutu yang baik. Pemerataan pasokan pangan nasional sangat dipengaruhi oleh antara lain beragamnya kondisi sumber daya alam, yang menyebabkan perbedaan dalam kemampuan memproduksi bahan pangan wilayah. Hasil perbandingan antara pasokan energi perkapita dari produksi 9 komoditas bahan pangan, dengan angka kecukupan konsumsi energi perkapita suatu wilayah (provinsi) diperoleh bahwa kondisi pasokan pangan antara tahun 2005-2008 mengalami perkembangan ke arah semakin cukup. Dari 26 wilayah yang dianalisis menunjukkan bahwa pada tahun 2008, terdapat 11 wilayah pasokannya lebih, 4 wilayah pasokannya sedang, 2 wilayah pasokannya kurang, dan 9 wilayah pasokannya sangat kurang. Sedangkan pada tahun 2005 hanya 6 wilayah yang mempunyai pasokan lebih, 3 wilayah pasokannya sedang, 7 wilayah pasokannya rendah, serta sisanya sangat rendah. Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi wilayah yang

mempunyai kondisi pasokan rendah dan sangat rendah, seperti daerah kepulauan dan perbatasan diperlukan tambahan pasokan dari wilayah lain yang mengalami surplus, atau dari bahan pangan impor. Wilayah yang mempunyai pasokan rendah, pada umumnya mempunyai akses terhadap pangan kurang baik, karena kurangnya sarana dan prasarana transportasi, seperti jalan, angkutan darat, angkutan sungai, dan angkutan udara. Akibatnya masyarakat di wilayah tersebut sangat rentan terhadap masalah kerawanan pangan.

2.

Stabilisasi Harga Pangan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 8

Stabilisasi harga pangan mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk: mengamankan pasokan pangan pokok masyarakat oleh produsen, dan mengamankan konsumsi pangan oleh konsumen dengan harga terjangkau. Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi dibidang distribusi pangan dan harga, untuk mendorong stabilitas harga gabah/beras di tingkat petani, mulai tahun 2003 Kementerian Pertanian dengan dukungan DPR-RI telah mengalokasikan kegiatan Dana Penguatan Modal Lembaga Modal Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP). DPM berupa dana talangan tanpa bunga dari APBN, disalurkan kepada LUEP untuk membeli secara langsung gabah/beras petani sesuai HPP dan jagung sesuai harga referensi daerah. Sebagai dana talangan, DPM harus dikembalikan oleh LUEP ke Kas Negara setiap tanggal 15 Desember, sesuai peraturan yang dicantumkan dalam Pedoman Umum DPM-LUEP. Kegiatan DPM-LUEP dilaksanakan di kabupaten pada provinsi sentra produksi padi dan jagung dengan melibatkan LUEP untuk membeli gabah/beras dan jagung petani secara langsung. Selama 5 tahun pelaksanaan DPM-LUEP, LUEP telah mampu menyerap gabah/beras petani rata-rata 1-2 persen dari produksi nasional untuk pembelian gabah/beras petani rata-rata 5 kali putaran. Sejak tahun 2007, kegiatan DPM dikembangkan tidak hanya untuk membeli gabah/beras, tetapi juga untuk komoditas jagung dan kedelai. Pembelian jagung oleh LUEP 3,3 kali putaran, dan kedelai 4,6 kali putaran. Kegiatan DPM-LUEP telah berkembang ke 27 provinsi sentra produksi padi dan jagung serta melibatkan sekitar 1.841 LUEP untuk membeli gabah/beras dan jagung pada 36.820 petani lebih secara langsung yang tersebar di berbagai desa pada 271 kabupaten/kota, seperti tertera dalam Tabel.I.4. Tabel I.4. Perkembangan Jumlah Lokasi, LUEP, dan Petani Mitra LUEP, 2003-2008
Tahun 2003 Jumlah Provinsi 15 Jumlah Kabupaten 121 Jumlah LUEP 1.149 Jumlah Petani 22.980

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 9

Tahun 2004 2005 2006 2007 2008


Sumber : BKP;

Jumlah Provinsi 19 19 25 27 26

Jumlah Kabupaten 145 125 176 272 108

Jumlah LUEP 1.332 842 1.583 1.841 748

Jumlah Petani 26.640 16.840 31.660 36.820 14.960

Kegiatan DPM-LUEP yang dilaksanakan secara bertahap, telah mendapat respon dari pemerintah daerah dan masyarakat, bahwa kegiatan DPM-LUEP tahun 2003-2008 telah memberi manfaat positif. Dalam kerangka pelaksanaan kegiatan DPM-LUEP pada tahun 2003 hingga 2008, telah dialokasikan Dana Penguatan Modal (DPM) senilai Rp. 1,14 triliun. Mulai tahun 2009, model DPM-LUEP dilakukan perubahan pendekatan programnya yaitu menjadi Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), dengan sasaran pembinaannya adalah 546 gabungan kelompok tani di 27 provinsi. Kegiatan utamanya adalah pendampingan dan pemberian bansos kepada gapoktan untuk pembangunan gudang dan penguatan cadangan pangan kelompok untuk stabilitas harga pangan tingkat petani. Gambaran penyebaran dan jumlah bansos yang telah disalurkan, tertera pada Tabel I.5. Tabel I.5. Penyebaran Gapoktan dan Jumlah Bansos yang disalurkan untuk Kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2009
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Provinsi Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Riau Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Jumlah Gapoktan 11 41 41 20 3 3 3 25 Jumlah Bansos Rp (juta) 1.650 6.150 6.150 3.000 450 450 450 3.750

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 10

No 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Banten

Provinsi

Jumlah Gapoktan 3 49 54 20 54 26 20 14 8 18 3 2 26 40 10 29 14 5 3 545

Jumlah Bansos Rp (juta) 450 7.350 8.100 3.000 8.100 3.900 3.000 2.100 1.200 2.700 450 300 3.900 6.000 1.500 4.350 2.100 750 450 81.750

Jawa Barat Jawa Tengah DI Jogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Gorontalo Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Papua Jumlah

Sumber : BKP;

Selama tahun 20052009, harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani selalu berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP), pada kisaran 12,8323,60 persen di atas HPP dengan rata-rata harga Rp.1.519Rp.2.708/kg. Pada periode tersebut, harga GKP di tingkat petani semakin stabil yang ditunjukkan dengan nilai Coefisien Variant (CV) yang terus menurun dari 10,70 pada tahun 2005 menjadi 3,38 pada tahun 2009. Insiden harga gabah di bawah HPP mengalami penurunan dari 11,80 persen pada tahun 2007 menjadi 9,31 persen pada tahun 2008, dan menjadi 9,25 persen pada tahun 2009. Insiden harga GKP di bawah HPP, umumnya terjadi pada saat panen raya karena kualitas gabah rendah. Perkembangan harga GKP di tingkat

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 11

petani dan insiden harga di bawah HPP sejak tahun 2005-2009, tertera dalam Tabel I.6. Tabel I.6. Perkembangan Harga GKP Di Tingkat Petani Tahun 2005 2009
HPP GKP (Rp/Kg) 1.330 1.730 2.000 2.200-2.400 2.640 18,92 Harga GKP di Petani (Rp/kg ) 1.519 2.052 2.357 2.491 2.708 16,09 Rasio Harga dengan HPP (%) 118,82 120,70 123,60 116,82 112,83 (1,23) Insiden Harga di Bawah HPP (%)

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuh an (%/Tahun)


Sumber : BPS;

CV 10,70 7,42 7,14 6,86 3,38 (22,27 )

11,80 9,31 9,25 (10,87)

Selain harga gabah yang semakin stabil, pada periode 20052009, harga beras juga semakin stabil. Stabilnya harga gabah dan beras pada periode 2005-2009, antara lain disebabkan adanya kebijakan perberasan yang mampu mengisolasi pengaruh fluktuasi harga internasional. Melonjaknya harga beras dunia pada tahun 2008, tidak cukup mempengaruhi harga beras dalam negeri. Dalam Gambar I.1 terlihat, bahwa harga beras IR I di PIBC Jakarta cenderung stabil, walaupun harga beras Thai kualitas broken 5 persen bergejolak tinggi sejak Maret 2008.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 12

Gambar I.1. Perbandingan Harga Beras Jenis IR di PIBC Pasar Domestik dan Harga Paritas Beras Tahi Kualitas Broken 5 Persen 2005 -2009
11.000 10.000 9.000

Harga (Rp/kg)

Beras Thai 5%
8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000

IR-I PIBC

Disisi

nM 05 a rM 05 e i-0 Ju 5 l S -0 e 5 pN 05 op Ja 05 nM 06 a rM 06 e i-0 Ju 6 l S -06 e pN 06 op Ja 06 nM 07 a rM 07 e i-0 Ju 7 l-0 S e 7 pN 07 o p Ja 07 nM 08 a rM 08 e i-0 Ju 8 l-0 S e 8 p N -0 8 op Ja 08 nM 09 a rM 09 e i-0 Ju 9 l-0 S e 9 p N -0 9 op -0 9

Ja

Sumber: PIBC dan Worldbank

lain,

masih

terjadi

harga

beberapa

pangan

yang

cenderung berfluktuatif. Harga untuk: minyak goreng mengalami gejolak sejak pertengahan tahun 2007 sampai 2008, gula pasir stabil pada tahun 20052008, tetapi pada tahun 2009 berfluktuasi terutama pada SeptemberDesember 2009 mencapai Rp.9.500/kg, karena terkait dengan kenaikan harga di pasar internasional dan produksi gula di dalam negeri 2,4 juta ton lebih rendah dari rencana 2,7 juta ton. Harga daging sapi sejak 20052008 cenderung stabil, namun pada tahun 2009 berfluktuatif dengan rata-rata harga Rp.58.206/kg dan nilai CV 11,48. Kenaikan harga daging sapi cenderung lebih tinggi pada tahun 2009, karena antara lain naiknya harga pakan. Harga daging ayam ras lebih fluktuatif dari harga daging sapi, demikian juga untuk harga telur ayam ras masih berfluktuatif.

3.

Cadangan Pangan Mengacu Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002,

bahwa cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat.
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 13

Cadangan

pangan

pemerintah

adalah

cadangan

pangan

tertentu bersifat pokok di tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu, misalnya beras, sedangkan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat dijadikan sebagai stok beras nasional dan dikelola oleh PERUM Bulog. Total pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tahun 2005-2009 rata-rata sekitar 900 ribu ton, dimanfaatkan untuk bantuan darurat akibat bencana, pengendalian harga beras konsumen (OPM), dan stok untuk penyediaan cadangan pangan ASEAN. Dalam rangka mengatasi gejolak harga pangan dan bencana alam serta antisipasi masa paceklik, beberapa pemerintah daerah mengembangkan cadangan pangan pemerintah melalui kerja sama dengan Dolog seperti di Provinsi Jawa Barat, yaitu untuk antisipasi masa paceklik atau bencana alam. Sedangkan Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Tengah mendirikan unit pelaksana teknis cadangan pangan daerah Pengembangan lokasi dan yang rawan cadangan bencana pangan dan masyarakat, masa dilakukan paceklik. berupa melalui pengembangan lumbung pangan masyarakat terutama pada terpengaruh pangan Kelembagaan tersebut dibangun berkelompok dengan membangun mengembangkan pangan. Untuk cadangan tahun masyarakat lumbung 2009, kegiatan pemberdayaan

lumbung pangan dilakukan di lokasi Desa Mandiri Pangan tahun 2006-2008. Sebagai tahap awal/penumbuhan, 282 dialokasikan dana Bansos sebesar Rp. 30 Juta untuk kelompok untuk pembangunan fisik lumbung pangan diperkirakan berkisar 20-40 ton setara gabah/beras. Untuk tahun 2010, pemberdayaan lumbung pangan dilaksanakan melalui penggunaan dan pemanfaatan DAK bidang pertanian. Dana yang disediakan untuk lumbung pangan dimanfaatkan untuk pembangunan fisik lumbung pangan dengan kapasitas simpan minimal 20 ton beserta lantai jemur.

C.

Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 14

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), rata-rata konsumsi pangan perkapita perhari penduduk selama periode 2005-2009 mengalami fluktuasi dan cenderung meningkat sampai tahun 2008. Pada tahun 2009 tingkat konsumsi energi adalah sebesar 1.927 kilokalori perkapita perhari atau turun 111 kilokalori dan tingkat konsumsi protein adalah sebesar 54,35 gram perkapita perhari atau berkurang 3,14 gram dibandingkan tahun 2008. Konsumsi perkapita perhari untuk energi tersebut lebih rendah 73 kilokalori dari angka kecukupan yang dianjurkan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 2.000 kilokalori, sedangkan untuk konsumsi protein telah melebihi angka kecukupan yang dianjurkan WNPG VIII tahun 2004 sebesar 52 gram. Perkembangan konsumsi energi dan protein selama tahun 2005-2009, disajikan pada Tabel I.7. Tabel I.7. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Indonesia Perkapita Perhari dan skor PPH, Tahun 2005-2009
Uraian 1. Energi (kkal/kap/hari) 2. Protein (gram/kap/hari) Skor PPH Perkembangan Konsumsi Perkapita Perhari 2005 2006 2007 2008 2009 1.92 2.01 2.03 1.996 7 5 8 1.927 53.6 57.6 57.4 55.23 6 5 9 54.35 79,1 74,9 82,8 81,9 75,7 PertumBuhan (%) -0.80 -0.31 -0,88

Sumber : Susenas 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009, BPS; diolah BKP Kementan;

Secara nasional, kualitas (keragaman dan keseimbangan) konsumsi pangan penduduk yang ditunjukkan dengan nilai skor Pola Pangan Harapan (PPH) mengalami penurunan dari 82,8 pada tahun 2007, menjadi 81,9 pada tahun 2008, dan turun menjadi 75,7 pada tahun 2009. Penurunan kualitas konsumsi pangan yang sangat tajam pada tahun 2009, disebabkan menurunnya konsumsi seluruh jenis komoditas pangan dalam 9 kelompok bahan pangan, kecuali minyak sawit dan minyak lainnya dari kelompok minyak dan lemak serta konsumsi minuman, seperti terinci pada Tabel I.8. Tabel I.8. Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia dan Selisih Aktual Terhadap Kelompok Bahan Pangan Tahun 2008 2009
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 15

Kelompok Bahan Pangan 1. Padi-padian a. Beras b. Jagung c. Terigu 2. Umbi-umbian a. Singkong b. Ubi jalar c. Kentang d. Sagu e. Umbi lainnya 3. Pangan Hewani a. Daging ruminansia b. Daging unggas c. Telur d. Susu e. Ikan 4. Minyak dan Lemak a. Minyak kelapa b. Minyak sawit c. Minyak lainnya 5. Buah/biji berminyak a. Kelapa b. Kemiri 6. Kacang-kacangan a. Kedelai b. Kacang tanah c. Kacang hijau d. Kacang lain 7. Gula a. Gula pasir b. Gula merah 8. Sayuran dan buah a. Sayur b. Buah 9. Lain-lain a. Minuman b. Bumbu-bumbuan

Konsumsi (kg/kap/thn) 2008 2009 104.85 2.93 11.21 12.89 2.78 2.04 0.52 0.63 1.71 4.21 6.37 2.13 18.42 1.80 6.39 0.13 2.40 0.37 7.67 0.55 0.52 0.17 8.43 0.98 56.32 31.90 14.81 4.14 102.22 2.21 10.32 9.57 2.40 1.73 0.41 0.56 1.60 3.92 6.37 1.96 17.09 1.25 6.56 0.14 2.17 0.32 7.17 0.46 0.38 0.17 7.91 0.79 49.75 23.07 15.60 3.98

Perubahan Kg -2.63 -0.71 -0.89 -3.32 -0.38 -0.31 -0.12 -0.07 -0.11 -0.29 0.00 -0.17 -1.32 -0.55 0.17 0.01 -0.23 -0.05 -0.49 -0.08 -0.13 0.00 -0.52 -0.19 -6.57 -8.83 0.79 -0.15 % -2.51 -24.35 -7.93 -25.78 -13.68 -15.32 -22.54 -11.02 -6.63 -6.90 -0.05 -8.11 -7.18 -30.50 2.64 3.86 -9.76 -14.46 -6.44 -14.88 -25.63 1.34 -6.22 -19.46 -11.67 -27.68 5.32 -3.71

Sumber : Susenas 2008 dan 2009, BPS, diolah BKP Kementerian Pertanian;

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembinaan konsumsi pangan, melalui Badan Ketahanan Pangan tahun 2005-2009 telah dilakukan Gerakan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, diarahkan untuk memotivasi masyarakat dalam melakukan konsumsi pangan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 16

beragam, bergizi dan berimbang (3B). Kegiatan program aksi yang telah dilaksanakan adalah pengembangan makanan khas Indonesia dan pemanfaatan pekarangan di 27 provinsi pada tahun 2005 dan 33 provinsi pada tahun 2006. Pada tahun 2007 dan 2008, kegiatannya difokuskan pada pemberian makanan tambahan berbahan pangan lokal kepada ibu hamil dan balita di 604 desa lokasi desa mandiri pangan yang tersebar pada 180 kabupaten di 32 provinsi. Disamping pemberian makanan, juga disampaikan penyuluhan untuk perubahan prilaku masyarakat tentang pola makanan yang beragam, bergizi dan berimbang. Mengingat P2KPG merupakan kegiatan lintas sektor, maka pada tahun 2009 telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Perpres tersebut telah dijabarkan secara rinci dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Berbasis Sumber Daya Lokal. Pada tahun 2009, kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan difokuskan pada sosialisasi dan percontohan pada 130 SD/MI dan 825 kelompok wanita, serta pemberian peralatan kepada 130 UMKM dalam rangka pengembangan tepung-tepungan berbahan pangan lokal dalam mewujudkan pangan beragam dan bergizi seimbang.

D.

Keamanan Pangan Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat

akan makanan yang sehat, penanganan keamanan pangan menjadi salah satu aspek olahan dan penting yang menjadi perhatian masyarakat. segar, serta merebaknya permasalahan elemen Merebaknya berbagai kasus keracunan akibat mengkonsumsi pangan pangan dan keamanan pangan lainnya dalam beberapa tahun terakhir, telah menyadarkan meningkatkan kepedulian berbagai pemerintah dan masyarakat untuk menelaah dan mengkaji lebih lanjut dan lebih mendalam tentang berbagai penyebabnya. Kasus keracunan karena makanan ( foodborne diseases) sering terjadi di berbagai daerah. Menurut Badan Pengawasan Obat dan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 17

Makanan (BPOM), kasus keracunan pangan terbagi dalam 3 (tiga) kelompok: sumber Pangan, tempat/lokasi kejadian, dan penyebab keracunan. Pada tahun 2006, terjadi 153 kasus keracunan dengan korban meninggal dunia 40 orang, meningkat menjadi 197 kejadian pada tahun 2008 dengan korban meninggal 79 orang. Kasus keracunan pangan sampai bulan Nopember 2009 sebanyak 62 kasus dengan korban meninggal 17 orang, sudah berkurang dari tahun 2008. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan; bahwa pemerintah menetapkan persyaratan mutu dan keamanan pangan produk pertanian dalam negeri maupun impor, khusus keamanan pangan segar tanggungjawabnya diserahkan kepada Kementerian Pertanian. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka: (1) Indonesia akan kebanjiran produk impor, terutama buah dan sayuran segar yang mutu dan keamanannya kurang jelas; (2) Produk pertanian Indonesia kurang laku dan tidak menjadi pilihan konsumen di dalam negeri dan luar negeri; (3) Daya saing produk semakin rendah; (4) Mematikan petani/produsen dalam negeri; dan (5) Kerugian ekonomi yang semakin besar. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penanganan keamanan pangan, kegiatan program Badan Ketahanan Pangan difokuskan pada penanganan keamanan pangan segar melalui (a) penguatan kelembagaan dan aparat, dengan memfasilitasi pembentukan dan pemantapan kelembagaan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah /OKKPD (b) peningkatan kapasitas dan kapabilitas aparat pelaksana (c) pengawasan dan pembinaan keamanan pangan segar untuk petani dan pedagang, serta (d) sosialisasi, promosi dan pelatihan tentang keamanan pangan segar bagi produsen dan konsumen.

E.

Kemiskinan dan Kerawanan Pangan Kemiskinan berhubungan sangat erat dengan kerawanan

pangan dalam dua dimensi yaitu dari (1) kedalamannya, dibedakan dengan kategori ringan, sedang, dan berat; serta (2) jangka
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 18

waktu/periode kejadian, panjang dan transien kedalaman kerawanan

dengan katagori kronis untuk jangka untuk jangka pendek/fluktuasi. dengan Tingkat indikator pangan ditunjukkan

kecukupan konsumsi kalori perkapita perhari dengan nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2.000. Jika konsumsi perkapita kurang atau lebih kecil dari 70 persen dari AKG dikategorikan sangat rawan pangan; sekitar 70 hingga 90 persen dari AKG dikategorikan rawan pangan; dan lebih dari 90 persen dari AKG termasuk dalam kategori tahan pangan Pada periode 2002 2005, jumlah penduduk miskin di Indonesia secara bertahap telah berkurang dari 36,80 juta jiwa atau 16,69 persen pada tahun 2005 menjadi 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen pada tahun 2009. Namun demikian, pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin meningkat cukup drastis sebesar 7 persen karena kebijakan kenaikan harga BBM. Perkembangan selengkapnya jumlah penduduk miskin dapat dilihat pada Tabel I.9. Tabel I.9. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin dan Pengangguran di Indonesia Tahun 2002-2009
Rincian 1. Jumlah penduduk (juta jiwa) 2. Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) 3. Persentase Penduduk Miskin 4. Jumlah Pengangguran terbuka (juta jiwa) 2005 219,3 36,80 16,69 10.85 2006 220,5 39,30 17,75 10,93 2007 224,2 37,17 16,58 10,01 2008 228,5 34,96 15,42 9,43 2009 231,4 32,53 14,15 7,87

Sumber : BPS (berbagai tahun, diolah BKP);

Menurunnya jumlah penduduk miskin di Indonesia periode tahun 2005 2009, memberikan indikasi menurunnya jumlah penduduk persentase yang rentan terhadap rawan pangan. Jumlah dan penduduk sangat rawan pangan menurun sangat

signifikan dari 28,65 juta jiwa atau 13,23 persen pada tahun 2005, menjadi 25,11 juta jiwa atau 11,07 persen pada tahun 2008. Menurunnya angka kemiskinan dan kerawanan pangan disebabkan antara lain berhasilnya beberapa program penanggulangan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 19

kemiskinan dan penanganan kerawanan pangan yang diinisiasi oleh pemerintah. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penanganan kerawananan pangan dan pengurangan kemiskinan di perdesaan, Badan Ketahanan Pangan melaksanakan program Pengembangan Desa Mandiri Pangan di daerah rawan pangan. Pengembangan Desa Mandiri Pangan merupakan upaya memfasilitasi desa rawan pangan menjadi desa mandiri pangan melalui proses pemberdayaan selama 4 tahapan/tahun, yaitu : Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian. Sasaran pembinaan dari desa mandiri pangan pada tahun 2006 sebanyak 250 desa yang tersebar pada 122 kabupaten dan 32 provinsi, kemudian tiap tahun mengalami peningkatan jumlah sasarannya sehingga pada tahun 2009 sudah mencapai sasarannya 1.174 desa di 275 kabupaten/kota pada 33 provinsi. Perkembangan sasaran dan lokasi pelaksanaannya selengkapnya dapat diperhatikan pada Tabel I.10. Tabel I.10. Perkembangan Jumlah Lokasi dan Anggota Pengembangan Demapan Tahun 2006 2009
Lokasi Tahun Posisi Tahap Pembanguna n 2006 2007 2008 2009 Kemandirian Pengembang an Penumbuhan Persiapan Jumlah Propins i 30 32 32 33 33 Kabu pate n 122 180 201 275 275 Desa 250 354 221 349 1.17 4 Sumber : BKP; KK 124.01 0 143.30 6 60.408 50.328 378.05 2 Jumlah KK Kelompok Afinitas KK Miskin KK % Jumlah Bantuan Modal Usaha (Rp.) 66.828 81.389 31.005 21.986 201.20 8 53,89 56,79 51,33 43.69 53,22 25.000.000.000 35.400.000.000 22.100.000.000 34.900.000.000 117.400.000.00 0

Upaya integrasi kelembagaan lumbung pangan di daerah miskin dan rawan pangan pada lokasi Desa Mandiri Pangan, dilaksanakan lumbung di melalui 33 pemberdayaan pada tahun lumbung 2009. pangan untuk untuk mengantisipasi rawan pangan dengan jumlah sasaran sebanyak 290 provinsi Sedangkan meningkatkan kemampuan antisipasi kondisi rawan pangan dan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 20

penanganan

rawan

pangan,

dilaksanakan

melalui

Sistem

Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) serta intervensi melalui Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP). Pada tahun 2006, PDRP dilaksankan di 122 kabupaten yang tersebar pada 32 provinsi, tahun 2007 dilaksanakan di 180 kabupaten pada 32 provinsi. Kemudian pada tahun 2008 berkembang menjadi 201 kabupaten di 33 provinsi, serta meningkat pada tahun 2009 menjadi 274 kabupaten di 33 provinsi. Khusus di provinsi Jawa Timur, NTT dan NTB, sejak tahun 2001 hingga tahun 2009 telah dilakukan kerjasama dengan IFAD melalui pemberdayaan masyarakat miskin di lahan kering (Participatory Integrated Development in Rainfed Areas/PIDRA ) sebanyak 46.780 KK di 237 desa pada 14 kabupaten. Keberhasilan program tersebut dijadikan model pengembangan peningkatan pendapatan petani kecil sekaligus Pangan. ketahanan pangan keluarganya pada pelaksanaan pembangunan pertanian, termasuk pengembangan Desa Mandiri

F.

Kelembagaan Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberkelanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Upaya mewujudkan ketahanan pangan tidak terlepas dari pengaruh faktor-faktor internal maupun eksternal yang terus berubah secara dinamis. Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam mewujudkan ketahanan pangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 adalah melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, dilakukan dengan: (a) memberikan informasi dan pendidikan ketahanan pangan; (b) meningkatkan motivasi masyarakat; (c) membantu kelancaran penyelenggaraan ketahanan pangan; (d) meningkatkan kemandirian ketahanan pangan.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 21

Mengingat pentingnya ketahanan pangan, pemerintah mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan (a) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, (b) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat, dan (c) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 7 huruf m, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 bahwa Ketahanan Pangan sebagai urusan wajib dalam penyelenggaraan pemerintahan, berpedoman kepada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan dilaksanakan secara bertahap oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota. Menindaklanjuti ketahanan pangan sebagai urusan wajib bagi daerah, maka diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah dan hasil Konferensi Dewan Ketahanan Pangan menjadi acuan implementasi didaerah. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2009 secara bertahap di provinsi dan kabupaten/kota telah dibentuk 438 lembaga struktural ketahanan pangan tersebar di 33 provinsi dan 405 kabupaten/kota. Dari 438 lembaga struktural ketahanan pangan tersebut yang bersifat mandiri dalam bentuk Badan Ketahanan Pangan di Provinsi sejumlah 19 unit, dan 38 unit di tingkat Kabupaten/Kota. Selebihnya beragam, baik dalam bentuk Kantor Ketahanan Pangan maupun bergabung dengan Unit Kerja Lain. Keberagaman bentuk lembaga ketahanan pangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, seperti pada Tabel I.11. Tabel I.11. Bentuk dan Jumlah Kelembagaan Ketahanan Pangan Tahun 2009

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 22

N o 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 . 11 . 12 . 13 . 14 .

Bentuk Kelembagaan

Jumlah Kelembagaan Ketahanan Pangan Provin si 19 6 5 Kab/Kt 38 82 53 77 15 13 4 20 2 1 32 43 6 4 12 6 33 405 Total 57 88 58 77 15 13 4 20 34 44 6 4 12 6 438

Badan Ketahanan Pangan (BKP) BKP dan Unit Kerja Lain Badan (Unit Kerja Lain) dan KP Kantor Ketahanan Pangan (KKP) KKP dan Unit Kerja Lain Kantor (Unit Kerja Lain) dan KP Sekretariat DKP Subdin KP di Dinas Bidang KP di Dinas Dinas Sekda/Subbag UPTD KP Seksi KP Badan Pelaksana Penyuluhan Jumlah

Sumber : BKP;

Perwujudan ketahanan pangan harus dilaksanakan secara sinergis seluruh sektor dan pemangku kepentingan dengan koordinasi secara terpadu antara pemerintah dan pemerintah daerah. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), merupakan wadah forum koordinasi. Di tingkat pusat Presiden RI sebagai Ketua DKP, Menteri Pertanian RI sebagai Ketua Harian DKP dan Badan Ketahanan Pangan sebagai ex-officio Sekretariat DKP. Ketua DKP di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota adalah Gubenur dan Bupati/Walikota. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2009 telah dibentuk 33 DKP Provinsi dan 450 DKP Kabupaten/Kota.
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 23

G.

Sumberdaya Manusia/Kepegawaian

Keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas serta berbagai kegiatan program pembangunan ketahanan pangan yang dikelola BKP Departemen Pertanian, sangat ditentukan oleh kemampuan sumberdaya manusia yang tersedia. Pada tahun 2009, BKP Departemen Pertanian didukung oleh 312 pegawai, dengan komposisi sebagai berikut: a. Tingkat pendidikan: SLTA ke bawah 41,67 persen, Diploma-3 dan Sarjana Muda 3,53 persen, Diploma-4 dan sarjana Strata Satu 37,82 persen, strata dua magister 14,42 persen, dan strata tiga doktor 2,24 persen. b. Kepangkatan: golongan I 0,32 persen, golongan II 14,10 persen, golongan III 73,40 persen, dan golongan IV 12,18 persen. c. Usia pegawai: kurang dari 26 tahun 0,32 persen, 26-35 tahun 27,88 persen, 36-45 tahun 75 24,04 persen, 46-50 tahun 25,64 persen, dan lebih dari 51 tahun 22,12 persen. Jumlah pegawai BKP Departemen Pertanian tahun 2009 sebanyak 312 orang, berkurang 36 orang atau turun rata-rata 2,68 persen dibandingkan tahun 2005, karena meninggal, pensiun dan mutasi. Kualifikasi pegawai BKP Departemen Pertanian yang masih aktif pada tahun 2009 berdasarkan Tingkat Pendidikan, Kepangkatan, dan Usia, disajikan pada Tabel I.12. Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan kualitas pegawai untuk penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi Ketahanan Pangan, pada tahun 2009 telah dilakukan: (a) pemberian tugas belajar dengan biaya pemerintah dan biaya sendiri, kursus/pelatihan teknis aplikatif dan administratif, dan seminar; (b) pembinaan motivasi dan disiplin pegawai; (d) penyelesaian administrasi kenaikan pangkat 43 pegawai dan kenaikan gaji berkala 130 pegawai; (e) pemberian penghargaan dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya kepada 15 pegawai.

Tabel I.12. Perkembangan Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Tahun 20052009

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 24

Uraian

1. Tingkat Pendidikan
(a) bawah Sarjana Muda dan D-3 (c) Sarjana Strata-1 dan D4 (d) Strata-2 Magister (e) Strata-3 Doktor 2. Kepangkatan (a) Golongan I (b) Golongan II (c) Golongan III (d) Golongan IV 3. Usia Pegawai (a) Kurang dari 26 tahun (b) 26 35 tahun (c) 36 45 tahun (d) 46 50 tahun (e) Lebih dari 51 tahun Sumber : BKP; (b) SLTA ke

Jumlah Pegawai Pertahun (Orang) 2005 2006 200 200 2009 7 8 348 338 328 314 312 169 156 145 135 130 15 123 33 8 348 3 73 230 42 348 14 89 99 76 70 15 122 38 7 338 3 63 232 40 338 16 91 95 78 57 15 125 37 6 328 2 54 232 40 328 9 94 83 82 60 12 118 43 6 314 1 47 225 41 314 2 91 74 79 68 11 118 45 7 312 1 44 229 38 312 1 87 75 80 69

Pertumbuha n (%/Tahun)

(2,68) (6,34) (7,08) (0,99) 8,35 (2,53) (2,68) (20,83) (11,83) 0,09) (2,39) (2,68) (39,31) (0,51) (6,54) 1,34 0,37

H.

APBN Badan Ketahanan Pangan Untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan Ketahanan Pangan

dalam rangka pemantapan ketahanan pangan di pusat dan daerah, disediakan dana dari APBN. Pembiayaan kegiatan pada periode 20052007, mengalami peningkatan 32,75 persen tiap tahun, namun pada tahun berikutnya mengalami penurunan. Perkembangan pembiayaan selengkapnya dapat diperhatikan pada tabel berikut ini. Tabel I.13. APBN lingkup Badan Ketahanan Pangan Tahun 2005-2009
(Rp. Milyar)

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 25

Tahun No . 1 Program/Kegiat an Peningkatan Ketahanan 2 3 Pangan Peningkatan Kesejahteraan Petani Penerapan Kepemerintahan yang baik Total BKP 331,62 479,8 579,72 419,10 399,28
Keterangan : *) Penerapan Kepemerintah yang baik tahun 2005 di alokasikan pada Program Agribisnis; Sumber : BKP;

2005 243,35

2006 340,67

2007 391,80

2008 377,91

2009 355,43

78,59

139,13

172,80

23,99

24,87

9,68 *)

15,12

17,20

18,98

1.2. Permasalahan serta Potensi dan Tantangan A. Permasalahan Dalam upaya melanjutkan pembangunan ketahanan pangan yang mengarah pada kemandirian baik pangan, masih banyak permasalahan pangan, cadangan yang dihadapi, pangan, dalam aspek: ketersediaan penyedaiaan pangan,

kerawanan pangan,

distribusi

pangan,

penganekaragaman

konsumsi

penanganan keamanan pangan, kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan.

1.

Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Ketahanan pangan pada tataran nasional, merupakan

kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan halal, yang didasarkan pada optimasi pemanfaatan dan berbasis keragaman sumberdaya nasional. Terpaut definisi tersebut,

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 26

maka permasalahan dalam ketersediaan dan kerawanan pangan dihadapkan pada: a. Produksi dan kapasitas produksi pangan di nasional pulau semakin (2) terbatas, karena: (1) berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan nonpertanian, khususnya Jawa; menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan; (3) semakin terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; (4) tingginya kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim serta bencana alam, sehingga kualitas lingkungan dan fungsi perlindungan alamiah semakin berkurang; (5) masih tingginya proporsi kehilangan hasil panen pada proses produksi, penanganan hasil panen, dan pengolahan pasca panen, yang berdampak pada penurunan kemampuan penyediaan pangan; (6) tidak terealisasinya harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi; (7) terbatasnya dukungan permodalan di pedesaan; (8) lambatnya penerapan teknologi akibat kurangnya insentif ekonomi; (9) masih berlanjutnya pemotongan ternak betina produktif sebagai sumber protein hewani; (10) adanya gangguan hama dan penyakit pada tanaman dan ternak, sehingga mengganggu upaya peningkatan produktivitas; serta (11) masih luasnya areal pertanaman tebu rakyat dari pertunasan lama (ratoon), sehingga produktivitas tebu dan rendemen gula rendah. b. Jumlah permintaan pangan semakin meningkat, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku industri, dan penggunaan pangan. c. Kerawanan pangan, karena adanya kemiskinan, terbatasnya penyediaan infrastruktur dasar pedesaan, potensi sumberdaya pangan yang rendah, rentannya kesehatan masyarakat di daerah terpencil, dan sering terjadinya bencana alam. d. Hasil analisis ketersediaan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program e. Pengelolaan kelembagaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat belum berkembang secara optimal.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 27

f. Meskipun komitmen penyediaan dana cadangan pangan telah disepakati oleh seluruh provinsi dan kabupaten dalam Konferensi dan Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan, namun sampai dengan saat ini belum banyak provinsi dan kabupaten yang telah melaksanakan komitmen tersebut. g. Pembinaan dan pemberdayaan kemandirian pangan pada rawan pangan dan kelompok masyarakat dan rawan dihadapkan pada kendala sarana infrastuktur desa serta pangan

kemampuan tenaga pendamping dan penyuluh lapangan. 2. Distribusi dan Harga Pangan Ketidakstabilan harga dan rendahnya efisiensi sistem

pemasaran hasil-hasil pangan, merupakan kondisi yang kurang kondusif bagi produsen dan konsumen pangan nasional, disebabkan: (a) lemahnya disiplin dan penegakan peraturan untuk menjamin sistem pemasaran yang adil dan bertanggung jawab; (b) terbatasnya fasilitas perangkat keras dan lunak untuk mendukung transparansi informasi pasar; dan (c) terbatasnya kemampuan teknis institusi dan pelaku pemasaran. Penurunan harga komoditas pangan pada saat panen raya cenderung merugikan petani, sebaliknya pada saat tertentu pada musim paceklik dan hari-hari besar, harga pangan meningkat tinggi dan menekan konsumen. Fluktuasi harga pangan di pasar internasional akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga di tingkat nasional, seperti terjadinya: (a) kenaikan harga beras nasional pada akhir tahun 2007 dan awal 2008, diakibatkan tingginya harga beras dunia karena berbagai masalah di negara-negara produsen, seperti bencana alam dan tingginya harga minyak; (b) kenaikan harga kedelai sejak pertengahan tahun 2007 sampai tahun 2008, diakibatkan menurunnya pasokan kedelai dunia; serta (c) gejolak harga minyak goreng dan gula sejak pertengahan tahun 2007 sampai 2008, disebabkan kenaikan harga CPO dan gula pasir di pasar internasional. Pembinaan distribusi dan harga pangan oleh Badan Ketahanan Pangan, melalui pelaksanaan monitoring dan pemantauan harga pangan strategis belum berjalan secara maksimal dan berkelanjutan; penyediaan hasil analisis, peta distribusi pangan strategis serta hasil
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 28

kajian distribusi dan harga pangan, yang akurat, masih terbatas dan belum tersedia secara periodik. Sedangkan kerjasama kelembagaan pemerintah ditingkatkan. dan kelembagaan masyarakat untuk mendorong stabilisasi dan distribusi pangan di daerah sentra pangan masih perlu

3.

Penganekaragaman dan Pola Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagian besar

masyarakat masih rendah, yang dicirikan pada pola konsumsi pangan yang belum beragam, bergizi seimbang, dan aman. Kondisi tersebut, tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan menuju pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, antara lain: (a) keterbatasan kemampuan ekonomi dari keluarga; (b) keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi; (c) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal; (d) lambatnya perkembangan, penyebaran, dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra, dan daya terima; (e) adanya pengaruh globalisasi industri pangan siap saji yang berbasis bahan impor, khususnya gandum; (f) adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman; Sampai saat ini, pembinaan penganekaragaman konsumsi pangan yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan masih belum optimal, yang ditandai oleh (a) dukungan kurangnya dan program fasilitasi (c) bagi dunia mengembangkan aneka produk keterbatasan dalam memberikan usaha dan asosiasi masyarakat promosi yang dan (b) untuk dalam olahan pangan lokal; ekonomi

pemberdayaan dukungan

meningkatkan aksesibilitas pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman; sosialisasi, penganekaragaman konsumsi pangan melalui berbagai media, masih terbatas; dan (d) masih sedikitnya informasi menu/kuliner berbasis pangan lokal.
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 29

4.

Keamanan Pangan Berbagai kasus gangguan kesehatan manusia akibat

mengkonsumsi pangan yang tidak aman oleh cemaran berbagai jenis kimia, biologis, dan fisik lainnya yang membawa penyakit, telah terjadi di berbagai daerah bahkan tergolong sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Kasus-kasus pangan hewani yang terkena wabah penyakit antraks, penyakit flu burung, beredarnya bahan makanan dan minuman olahan tanpa izin edar serta melanggar ketentuan batas kadaluarsa, dan penggunaan bahan tambahan pangan terlarang, dapat membahayakan kesehatan bahkan menyebabkan kematian. Hasil pemantuan dan evaluasi menunjukkan, bahwa masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam penanganan keamanan pangan, antara lain: (a) kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat produsen dan konsumen terhadap pentingnya keamanan pangan, terutama pada produk pangan segar; (b) belum difahami dan diterapkannya cara-cara budidaya dan produksi pertanian yang baik dan benar; (c) belum optimalnya kontrol penggunaan pestisida, bahan kimia, dan bahan tambahan pengawet; (d) masih buruknya praktek-praktek sanitasi dan higiene dalam produksi; (e) belum adanya ketentuan teknis tentang kewajiban pe-ritel untuk menerapkan Good Ritel Practices (GRP); (f) masih rendahnya kesadaran para ritel untuk menjual produk segar yang aman dan bermutu; (g) belum efektifnya penanganan keamanan pangan, karena sistem yang dikembangkan, SDM, dan pedoman masih terbatas; (h) terbatasnya laboratorium yang telah terakreditasi; (i) merebaknya penyalahgunaan bahan kimia berbahaya untuk pangan segar; (j) standar keamanan pangan untuk sayur dan buah segar impor belum jelas diterapkan, sehingga buah impor yang belum terjamin keamanan pangannya masih mudah masuk ke dalam negeri; (k) belum ada penerapan sanksi yang tegas bagi pelanggar hukum di bidang pangan segar; (l) koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan belum optimal; dan (m) kurangnya

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 30

kesadaran pihak pengusaha/pengelola pangan untuk menerapkan peraturan/standar yang telah ada.

5.

Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan Kelembagaan dan manajemen ketahanan pangan sebagai

aspek non-teknis, merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan permasalahan a. pembangunan yang dihadapi ketahanan perlu pangan. ditanggulangi Berbagai secara

terkoordinasi, antara lain: Pemahaman dan komitmen pemerintah daerah masih rendah dalam kelembagaan ketahanan pangan sebagai Unit Kerja Daerah dan DKP sebagai lembaga koordinatif dalam penanganan ketahanan pangan di daerahnya. b. Bentuk lembaga/unit kerja ketahanan pangan yang dibentuk di Provinsi dan kabupaten/kota belum seragam, sehingga gerak manajemen kelembagaan pembangunan ketahanan pangan menjadi tidak optimal. c. Siklus penggantian pimpinan lembaga ketahanan pangan daerah sangat singkat, sehingga pengelolaan ketahanan pangan menjadi tersendat dan stagnan. d. e. Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun ketahanan pangan berkelanjutan. Pelaksanaan ketahanan pangan monitoring masih perlu dan pemantauan dan program kurang ditingkatkan

berkelanjutan, terutama pada pelaksanaan program di provinsi dan kabupaten/kota. f. Penyediaan hasil analisis, peta ketahanan pangan serta hasil kajian ketahanan pangan yang akurat, masih terbatas dan belum tersedia secara periodik. g. program Hasil analisis ketahanan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 31

h. belum i.

Tersedianya teknologi komunikasi dan informasi yang dimanfaatkan Belum secara optimal Standart dalam mendukung Minimal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian program. tersusunnya Pelayanan kelembagaan pusat dan daerah.

B. Potensi dan Tantangan Potensi dan tantangan untuk mewujudkan ketahanan, secara umum masih cukup tersedia potensi sumberdaya alam dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan produksi pangan yang berkelanjutan. Sedangkan dari kapasitas sumberdaya manusia dan sumberdaya teknologi, memiliki potensi untuk ditingkatkan, untuk mendukung pengembangan ketersediaan dan distribusi pangan serta perbaikan konsumsi pangan. Di sisi lain, penguatan kelembagaan ketahanan pangan pemerintah dan masyarakat, berpeluang semakin besar untuk mendorong pencapaian sasaran program ketahanan pangan.

1.

Ketersediaan Pangan Dalam upaya peningkatan produksi dan ketersedian pangan,

belum seluruh potensi sumberdaya alam yang terdapat di wilayah Indonesia dikelola secara optimal. Terkait dengan penyediaan pangan dan perwujudan ketahanan pangan, maka pengelolaan lahan dan air merupakan sumberdaya alam utama yang perlu dioptimalkan untuk menghasilkan pangan. Sekitar 9,7 juta hektar lahan terlantar dan lahan di bawah tegakan hutan, sangat potensial untuk menghasilkan bahan pangan. Potensi lahan pertanian tersebut, tersebar di seluruh Provinsi di Indonesia dan masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber produksi pangan nasional. Dukungan infrastruktur sumberdaya air dalam penguatan strategi ketahanan pangan nasional, dapat ditempuh dengan langkah-langkah: pengembangan jaringan irigasi,

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 32

pengelolaan jaringan irigasi, optimasi potensi lahan rawa dan air tanah, peningkatan water efficiency, dan pembuatan hujan buatan. Dengan potensi sumberdaya alam yang beragam dan didukung ketersediaan teknologi di bidang hulu sampai hilir, memberikan peluang untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan, meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha, serta meningkatkan usaha agribisnis pangan. Indonesia dikenal sebagai negara bio-diversity". Kekayaan keragaman hayati tersebut meliputi 400 spesies tanaman penghasil buah, 370 spesies tanaman penghasil sayuran, 70 spesies tanaman berumbi, dan 55 spesies tanaman rempah-rempah. Sumber karbohidrat lain seperti jagung, ubi jalar, singkong, talas, dan sagu yang dahulu menjadi makanan pokok di beberapa daerah, juga tidak lebih rendah kandungan gizinya dari beras dan terigu. Potensi sumberdaya alam yang mengandung berbagai jenis sumbedaya hayati tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan untuk menjamin ketersediaan pangan masyarakat secara merata dan sepanjang waktu di semua wilayah. Peran pengembangan ilmu dan teknologi inovatif dalam pertanian, sangat penting artinya sebagai sarana untuk mempermudah proses transformasi biomassa menjadi bahan pangan dan energi terbarukan. Perkembangan teknologi industri, pengolahan, penyimpanan dan pasca panen pangan serta transportasi dan komunikasi yang sangat pesat hingga ke pelosok daerah, menjadi penunjang penting untuk pemantapan ketersediaan pangan, cadangan pangan dan penanganan rawan pangan Badan Ketahanan Pangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengembangan dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan, memiliki potensi dan peluang untuk mendorong pemantapan peningkatan ketersediaan penyempurnaan ketersedian ketersediaan koordinasi dan pangan sistem pangan, yaitu berperan kebijakan pada (a) (b) dan (c) dalam perumusan produksi,

penanganan untuk

kerawanan produksi rawan

pangan pangan pangan

pemantauan

mengantisipasi

mengembangkan program kemandirian pangan pada desa rawan pangan serta (d) pengembangan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat.
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 33

2.

Distribusi Pangan Luas wilayah yang besar dan berkepulauan, menyediakan usaha distribusi pangan yang cukup besar, dengan

peluang

memanfaatkan moda transportasi darat, laut, dan udara. Kemajuan teknologi informatika, perhubungan, dan transportasi memfasilitasi dinamika frekuensi dan luas jangkauan distribusi dan akses pangan. Semakin berkembangnya volume produk peralatan teknologi, biasanya diikuti dengan semakin menurunnya biaya. Fungsi distribusi pangan dilaksanakan oleh pelaku usaha dalam perdagangan dan jasa pemasaran sedangkan pemerintah berperan memfasilitasi prasarana umum distribusi, serta pengaturan agar proses distribusi pangan terselenggara secara teratur, adil, dan bertanggung jawab. Potensi masyarakat dalam pengembangan usaha distribusi di bidang jasa, pemasaran, pengangkutan, pengolahan, dan penyimpanan cukup besar dan sangat bervariasi dari yang bersifat individu berskala kecil, usaha bersama berbentuk koperasi, hingga perusahaan besar, dan multinasional. Komitmen untuk menciptakan perdagangan pangan internasional yang lebih adil, khususnya dalam penerapan proteksi dan promosi perdagangan pangan yang semakin meningkat, akan memberikan dampak yang baik dalam pendistribusian bahan pangan dalam negeri. Kesadaran dan motivasi masyarakat internasional untuk menurunkan kemiskinan dan kerawanan pangan secara bersama-sama, diwujudkan dalam bentuk aliansi antar negara pada kawasan regional dan internasional, dapat menambah dukungan dan kontribusi terhadap upaya peningkatan akses pangan masyarakat. Peran pemerintah menyempurnakan sistem standarisasi dan mutu komoditas pangan, serta melaksanakan perangkat kebijakan yang mampu memberikan insentif dan lingkungan yang kondusif bagi pelaku pasar, dapat meningkatkan potensi dan peluang pengembangan usaha distribusi pangan, yang dapat menjamin

stabilitas pasokan pangan di seluruh wilayah dari waktu ke waktu.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 34

Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Ketahanan Pangan memiliki potensi dan peluang memantapkan distribusi pangan yaitu berperan kebijakan pada (a) peningkatan pangan (b) koordinasi dalam perumusan dan distribusi penyempurnaan program

kegiatan dalam pengembangan sistem distribusi pangan melalui peningkatan pemantauan dan analisis harga pangan; serta (4) pengembangan kelembagaan distribusi pangan masyarakat serta peningkatan akses pangan.

3.

Konsumsi dan Keamanan Pangan Potensi sumberdaya alam sebagai sumber bahan pangan yang

besar menjamin ketersediaan pangan yang beragam di wilayah dan sepanjang waktu, sehingga terbuka peluang untuk pengembangan diversifikasi konsumsi pangan melalui pemanfaatan pangan lokal dan makanan adanya tradisional perkembangan kesadaran untuk memenuhi kebutuhan serta pangan strategi gizi, masyarakat. Semakin meningkatnya pengetahuan yang didukung teknologi terhadap informatika pangan yang komunikasi publik, memberikan peluang bagi percepatan proses peningkatan beragam seimbang dan aman yang diharapkan dapat mengubah perilaku konsumsi masyarakat, sehingga mencapai status gizi yang baik. Hal ini merupakan peluang yang tinggi untuk mempercepat proses serta memperluas meningkatkan jangkauan kesadaran upaya gizi. pendidikan masyarakat, pembinaan untuk dan Meningkatnya

pengawasan pada pelaku usaha di bidang pangan terutama UKM pangan dalam penanganan keamanan pangan, diharapkan dapat meningkatkan penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Sementara itu, terdapat berbagai kelembagaan di tingkat lokal di kecamatan dan desa, dapat menjadi mitra kerja pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, konsumsi dalam seperti rangka gerakan Balai penganekaragaman pangan, Posyandu,

Penyuluhan Pertanian, para penyuluh dari berbagai instansi terkait, dan kelembagaan masyarakat (Tim Penggerak PKK, majelis taklim, dan sebagainya). Kelembagaan ini dapat berperan aktif dalam
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 35

mendeteksi masalah serta memfasilitasi upaya-upaya peningkatan kualitas konsumsi pangan dan perbaikan gizi. Badan Ketahanan Pangan memiliki tugas dan fungsi mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan yaitu berperan pada (a) peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan konsumsi dan keamanan pangan (b) penyempurnaan program dan kegiatan dalam rangka pengembangan konsumsi dan keamanan pangan melalui peningkatan pemantauan dan analisis pola konsumsi pangan; serta (c) membina pengembangan kelembagaan pedesaan dalam diversifikasi konsumsi pangan, keamanan pangan dan preferensi pangan masyarakat.

4. Manajemen ketahanan Pangan Kemampuan manajemen ketahanan pangan nasional dan daerah, merupakan pendorong dan penggerak dalam pelaksanaan pemantapan ketahanan pangan tingkat nasional hingga rumah tangga, yang mencakup antara lain: a. Jaringan kerjasama dengan instansi terkait pusat dan daerah. Beberapa Provinsi dan kabupaten/kota, sudah membentuk Dewan Ketahanan Pangan dan Badan Ketahanan Pangan atau Unit kerja yang menangani ketahanan pangan. Seiring adanya kelembagaan tersebut, otonomi daerah memberikan kewenangan penuh kepada daerah untuk secara lebih spesifik serta fleksibel melaksanakan kebijakan ketahanan pangan di daerahnya. Untuk itu, Sekretariat DKP beserta jaringan pendukung ketahanan pangan dan institusi ketahanan pangan di pusat dan daerah, perlu lebih ditingkatkan kemampuannya untuk memantapkan program ketahanan pangan daerah dan nasional. b. Bantuan teknis lembaga internasional. Issu ketahanan pangan merupakan issu global, sehingga kesempatan mendapatkan transfer teknologi dan informasi (technical assistance) dalam kerangka kerjasama internasional sangat terbuka. c. Kerjasama dengan swasta dan masyarakat. Paradigma baru manajemen desentralisasi pembangunan dan partisipasi dan pemerintahan dapat ke arah masyarakat, dijadikan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 36

momentum bagi pemantapan ketahanan pangan yang dimulai pada tingkat rumah tangga. Di sisi lain, sebagai dampak positif dari proses pendidikan masyarakat, telah mendorong tingkat kesadaran masyarakat terhadap keamanan, mutu, halal, dan gizi pangan, serta tumbuhnya ketahanan efektif kesadaran di masyarakat rumah untuk tangga. dan meningkatkan kerjasama pangan antara tingkat

Dukungan informasi yang proaktif, akan mendorong peningkatan yang pemerintah, swasta, masyarakat dalam upaya pemantapan ketahanan pangan d. Tersedianya berbagai metode analisis ketahanan pangan seperti Neraca Bahan Makanan (NBM), Pola Pangan Harapan (PPH), Food Security and Vurnalibility Atlas (FSVA), Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), dan lainnya, untuk membantu melakukan evaluasi dan melakukan kajian yang komprehensif, menghadapi tantangan pembangunan ketahanan pangan yang beragam dan global. e. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan. Pelaksanaan pembangunan ketahanan pangan terkait dengan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen yang sebagian besar tergolong masyarakat kecil. Mereka memerlukan adanya sistem perlindungan yang adil dan bertanggung jawab yang didukung dengan peraturan dan penegakan hukum yang tegas. f. Tuntutan sebagai agen pembangunan dapat melaksanakan pengelolaan manajemen pembangunan ketahanan pangan secara transparan, produktif, efektif, efisien dan akuntabel, pada setiap fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan).

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 37

BAB II VISI, MISI DAN TUJUAN BADAN KETAHANAN PANGAN 2.1. Visi Visi merupakan suatu gambaran tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan. Visi adalah suatu harapan dan tujuan yang akan dicapai, dalam mencapai visi tersebut memerlukan waktu yang panjang dan kerja keras, karena akan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan pertanian khususnya pembangunan ketahanan pangan. Untuk itu, Badan Ketahanan Pangan mempunyai visi tahun 2010-2014, yaitu: Menjadi institusi yang handal, aspiratif, dan inovatif dalam pemantapan ketahanan pangan Handal berarti mampu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban dengan penuh tanggungjawab berdasarkan pada target sasaran yang telah ditetapkan. Aspiratif berarti mampu menerima dan mengevaluasi kembali atas saran, kritik, dan kebutuhan masyarakat. Inovatif berarti mampu mengikuti perkembangan informasi dan teknologi yang terbaru. Pemantapan ketahanan pangan adalah upaya mewujudkan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Badan Ketahanan Pangan sebagai salah satu eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian mendukung dan menjabarkan visi Kementerian Pertanian tahun 2010 2014 terutama pada aspek ketahanan pangan.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 38

2.2. Misi Untuk 1. 2. 3. 4. mencapai visi diatas, Badan Ketahanan Pangan mengemban misi dalam tahun 2010 - 2014, yaitu: Peningkatan kualitas pengkajian dan perumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan; Pengembangan dan pemantapan ketahanan pangan masyarakat, daerah, dan nasional; Pengembangan kemampuan kelembagaan ketahanan pangan daerah; Peningkatan koordinasi dalam perumusan kebijakan, dan pengembangan ketahanan pangan, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya. 2.3. Tujuan Memberdayakan masyarakat agar mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dikuasainya untuk mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan, dengan cara: 1. Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan dengan mengoptimalkan 2. 3. Membangun sumberdaya kesiapan yang dimilikinya/dikuasainya mengantisipasi dan secara berkelanjutan; dalam menanggulangi kerawanan pangan; Mengembangkan sistem distribusi, harga dan akses pangan untuk turut serta memelihara stabilitas pasokan dan harga pangan bagi masyarakat; 4. Mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi guna meningkatkan kualitas SDM dan penurunan konsumsi beras perkapita; 5. Mengembangkan sistem penanganan keamanan pangan segar.

2.4. Sasaran Makro


Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 39

Sasaran makro tujuan, meliputi: 1.

yang hendak dicapai dalam pemantapan

ketahanan pangan Tahun 2010-2014 berdasarkan visi, misi dan Dipertahankannya ketersediaan energi per kapita minimal 2.200 kilokalori/hari dan penyediaan protein per kapita minimal 57 gram/hari; 2. 3. Makin berkurangnya jumlah penduduk rawan pangan minimal 1% setiap tahun; Tercapainya peningkatan konsumsi pangan per kapita untuk memenuhi kecukupan energi minimal 2.000 kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari; 4. Menurunnya konsumsi beras per kapita per tahun sebesar 1,5 % diimbangi dengan kenaikan konsumsi umbi-umbian dan sumber protein hewani dan nabati, sehingga tercapai peningkatan kualitas konsumsi masyarakat dengan skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2014 sebesar 93,3; 5. 6. 7. Tercapainya peningkatan distribusi pangan yang mampu menjaga harga pangan yang terjangkau bagi masyarakat; Meningkatnya penanganan keamanan pangan segar melalui peningkatan peran produsen dan kepedulian konsumen; Meningkatnya efektifitas koordinasi kebijakan ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan. Mengacu pada sasaran makro tersebut di atas, maka sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2010-2014 dapat dilihat pada tabel II.1 dan target konsumsi komoditas prioritas pada tahun 2010 2014 dapat dilihat pada tabel II.2; sedangkan target pengurangan jumlah penduduk rawan pangan pada tahun 2010-2014 dapat diperiksa pada Tabel II.3. Tabel II.1. Sasaran Persentase Konsumsi Energi terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2010-2014
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 40

Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Persentase Total Konsumsi (AKG) terhadap Angka Kecukupan Gizi

2010 54,9 5,0 9,6 10,1 2,8 4,3 4,9 5,2 2,9 99,75

2011 53,9 5,2 10,1 10,1 2,9 4,4 4,9 5,4 2,9 99,80

2012 (%) 52,9 5,4 10,6 10,1 2,9 4,6 5,0 5,5 2,9 99,85

2013 51,9 5,6 11,1 10,0 2,9 4,7 5,0 5,7 2,9 99,90

2014 51,0 5,8 11,5 10,0 3,0 4,9 5,0 5,8 3,0 99,95

SKOR PPH 86,4 Sumber : Data BPS diolah oleh BKP;

88,1

89,8

91,5

93,3

Tabel II.2. Sasaran Konsumsi Pangan Utama Tahun 2010 dan 2014
2010 Komoditas Beras 101,1 Jagung 3,0 Terigu 7,4 Umbi-umbian 25,4 Daging 8,6 Telur 9,1 Susu 2,1 Kedelai 9,8 Gula Pasir 9,4 Sayuran 53,0 Buah 29,3 Sumber : Data BPS diolah oleh BKP; 2011 2012 2013 (Kg/kapita/tahun) 99,6 98,1 96,6 2,8 2,7 2,6 7,1 6,8 6,4 26,3 27,3 28,3 9,1 9,5 9,9 9,6 10,6 10,5 2,2 2,3 2,4 10,1 10,2 10,2 9,5 9,5 9,5 54,3 55,6 57,0 30,2 31,1 32,0 2014 95,0 2,5 6,1 29,3 10,4 10,9 2,5 10,2 9,6 58,0 33,2

Dari tabel II.1 dan II.2 terlihat bahwa target konsumsi komoditas per kapita per tahun yang mengalami penurunan dari tahun 2010 ke tahun 2014 yaitu: beras dan jagung; sedangkan sasaran konsumsi komoditas lainnya mengalami peningkatan untuk mengimbangi konsumsi pangan sumber karbohidrat dalam rangka mewujudkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman. Dari target tersebut, diharapkan dapat dicapai peningkatan mutu penganekaragaman konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 41

PPH meningkat dari 86,4 pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun 2014. 3. Sasaran pemantapan ketahanan pangan, juga dilakukan melalui target pengurangan jumlah penduduk rawan pangan pada tahun 2010-2014. Sasaran jumlah penduduk rawan pangan yang mengalami penurunan tiap tahun ditetapkan sebagaimana tabel berikut ini. Tabel II.3. Sasaran Jumlah Penduduk Rawan Pangan Tahun 2010-2014
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Sangat Rawan Pangan (< 70% AKG) 23.525.330 22.591.984 21.626.739 20.629.772 19.601.736 Persentase (%) 10.05 9.53 9.02 8.51 8.00

Sasaran

selengkapnya

dapat dilihat

pada

lampiran

1,

sedangkan sasaran tiap provinsi dapat dilihat pada lampiran 2 dan

Sumber : Data BPS diolah oleh BKP;

Keberhasilan

pencapaian

target

di

atas

tidak

hanya

ditandatangani oleh Badan Ketahanan Pangan, melainkan dukungan dari instansi terkait, stakeholder (pemangku kepentingan) dan peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan melalui pelaksanaan rencana aksi yang diprogramkan pada masing-masing instansi dan masyarakat.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 42

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian A. Target Utama Kementerian Pertanian Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Pertanian serta Tujuan Pembangunan Pertanian, target utama Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 yang ditetapkan, adalah: (1) Pencapaian Swasembada Daging Sapi, Gula Pasir dan Kedelai, dan Swasembada Padi dan Jagung Berkelanjutan; (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan; (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor; serta Peningkatan Kesejahteraan Petani. Ada 2 (dua) target utama yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan, yaitu: Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Peningkatan Kesejahteraan Petani. Peningkatan Diversifikasi Pangan berkaitan dengan Rencana Aksi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Penanganan Keamanan Pangan Segar; sedangkan Peningkatan Kesejahteraan Petani berkaitan dengan Rencana Aksi Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pemberdayaan Desa P2KP. B. Arah Kebijakan Kementerian Pertanian Ketahanan pangan merupakan prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. pangan Kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 berkaitan dengan pembangunan ketahanan yaitu : 1. Melanjutkan dan memantapkan kegiatan tahun sebelumnya yang terbukti sangat baik kinerja dan hasilnya, antara lain
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 43

(4)

bantuan benih/bibit unggul, subsidi pupuk, alsintan, Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT); 2. Melanjutkan pemberdayaan Masyarakat dan memperkuat kegiatan yang berorientasi Usaha dan masyarakat Sarjana seperti Pengembangan Desa

Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Mandiri yang Mengakar di (LM3), Membangun (SMD) Penggerak Membangun Desa (PMD), dan rekrutmen tenaga pendamping lapang guna mempercepat pertumbuhan industri pertanian di perdesaan; 3. Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan 4. 5. 6. gula konsumsi melalui peningkatan daging produksi sapi, dan yang gula berkelanjutan; Pencapaian industri; Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produkproduk substitusi komoditas impor; Peningkatan kualitas dan kuantitas public goods melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur pertanian seperti irigasi, embung, jalan desa, dan jalan usahatani; 7. 8. 9. 10. 11. 12. Jaminan penguasaan lahan produktif; Pembangunan sentra-sentra pupuk organik berbasis kelompok tani; Penguatan kelembagaan perbenihan dan perbibitan nasional; Pemberdayaan masyarakat petani miskin melalui bantuan sarana, pelatihan, dan pendampingan; Penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah; Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif; 13. Pembangunan kawasan komoditas unggulan terpadu secara vertikal dan/atau horizontal dengan konsolidasi usahatani swasembada kedelai,

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 44

produktif berbasis lembaga ekonomi masyarakat yang berdaya saing tinggi di pasar lokal maupun internasional; 14. Pengembangan bio-energi berbasis bahan baku lokal terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat khususnya di perdesaan dan mensubstitusi BBM; 15. Pengembangan diversifikasi pangan dan pembangunan lumbung pangan masyarakat untuk mengatasi rawan pangan dan stabilisasi harga di sentra produksi; 16. 17. 18. 19. Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan dan hewan secara terpadu; Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional. Penguatan sistem perkarantinaan pertanian; Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal) dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi kebutuhan petani; 20. Pengembangan industri hilir pertanian di perdesaan yang berbasis kelompok tani untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, dan membuka lapangan kerja, mengurangi 21. Berperan kemiskinan, aktif dalam meningkatkan kebijakan keseimbangan makro yang

ekonomi desa-kota; melahirkan berpihak kepada petani seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan bersubsidi; 22. Peningkatan agribisnis; 23. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel dan good governance. promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan internasional, penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 45

Kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan mengacu pada arah kebijakan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 tersebut. C. Strategi Kementerian Pertanian Untuk melaksanakan tugas pembangunan pertanian selama periode 2010-2014, strategi yang akan ditempuh Kementerian Pertanian dilakukan melalui penerapan Tujuh Gema Revitalisasi, yaitu: (1) Revitalisasi Lahan, (2) Revitalisasi Perbenihan dan Pembibitan, (3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana, (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia, (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani, (6) Revitalisasi Kelembagaan Petani, serta (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir. Ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian tersebut, menjadi acuan pada strategi Badan Ketahanan Pangan dalam memfasilitasi program pembangunan ketahanan pangan tahun 20102014. 3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Badan Ketahanan Pangan A. Arah Kebijakan Badan Ketahanan Pangan Pembangunan ketahanan pangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang telah ditetapkan pada RPJMN 20102014, yang menyatakan bahwa pembangunan ketahanan pangan menjadi program prioritas yang kelima. Program prioritas ketahanan pangan tersebut memiliki 6 (enam) substansi utama, yaitu: (1) lahan, pengembangan kawasan dan tata ruang pertanian dilaksanakan dengan penataan regulasi untuk menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian, pengembangan areal pertanian baru seluas 2 juta hektar, dan penertiban dan optimalisasi penggunaan lahan terlantar; (2) infrastuktur, dilaksanakan melalui pembangunan dan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 46

pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan, jaringan listrik serta teknologi komunikasi dan sistem informasi nasional yang melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian, demi peningkatan kuantitas dan kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya; (3) penelitian dan pengembangan bidang pertanian, dalam menciptakan benih unggul dan penelitiannya; (4) investasi pangan, pertanian dan industri perdesaan berbasis pangan lokal, penyediaan pembiayaan dan subsidi yang menjamin ketersediaan benih unggul, pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang tepat waktu, tepat jumlah dan terjangkau; (5) peningkatan kualitas gizi dan keanekaragaman pangan melalui Pola Pangan Harapan (PPH); dan (6) pengambilan langkah konkrit terkait adaptasi dan antisipasi sistem pangan dan pertanian terhadap perubahan iklim. Arah pembangunan ketahanan pangan dalam RPJMN 2010-2014 adalah meningkatkan ketahanan pangan dan kemandirian pangan, melalui peningkatan produksi dan produktivitas, peningkatan daya saing, serta peningkatan kapasitas masyarakat. Arah pembangunan ketahanan pangan juga mengacu pada hasil KTT Pangan 2009, yang antara lain menyepakati untuk menjamin pelaksanaan langkah-langkah yang mendesak pada tingkat nasional, regional dan global untuk merealisasikan secara penuh komitmen Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2000 dan Deklarasi World Food Summit (WFS) 1996, untuk mengurangi penduduk dunia yang menderita lapar dan malnutrisi hingga setengahnya pada tahun 2015. Dengan mengacu pada RPJMN dan kesepakatan KTT pangan, arah kebijakan umum pembangunan ketahanan pangan nasional 2010-2014 adalah untuk: (1) meningkatkan ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, (2) meningkatkan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan, serta (3) meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 47

Kebijakan ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan

dan

kerawanan pangan diarahkan untuk: (a) meningkatkan dan menjamin kelangsungan produksi dalam negeri menuju kemandirian pangan; (b) mengembangkan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat secara sinergis dan partisipatif; dan (c) mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara dinamis. Dalam aspek peningkatan sistem distribusi dan stabilitasi harga pangan, untuk kebijakan menjamin ketahanan stabilitas pangan diarahkan harga untuk: pangan; (a) (b) mengembangkan sistem distribusi pangan yang efektif dan efisien pasokan dan mengembangkan koordinasi sinergis lintas sektor dalam pengelolaan distribusi, harga dan akses pangan; dan (c) meningkatkan peran serta kelembagaan masyarakat dalam kelancaran distribusi, kestabilan harga dan akses pangan. Sedangkan pada aspek peningkatan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan keamanan pangan, kebijakan ketahanan pangan diarahkan untuk: (a) mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan guna berbasis pangan nilai lokal, (b) mengembangkan dan nilai sosial, teknologi dan (c) pengolahan pangan, terutama pangan lokal non beras dan terigu, meningkatkan tambah mengembangkan keamanan pangan segar di daerah sentra pangan. Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, diperlukan dukungan kebijakan, antara: (a) peningkatan dukungan penelitian dan pengembangan pangan; (b) peningkatan kerjasama internasional, (c) peningkatan pemberdayaan dan peran serta masyarakat; (d) penguatan kelembagaan dan koordinasi ketahanan pangan; serta (e) mendorong terciptanya kebijakan makro ekonomi dan perdagangan yang konduksif bagi ketahanan pangan. B. Strategi Badan Ketahanan Pangan Strategi Badan Ketahanan Pangan dalam melaksanakan

pembangunan ketahanan pangan tahun 2010-2014 diarahkan untuk


Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 48

mencapai tujuan dan sasaran dalam pemantapan ketahanan pangan masyarakat dengan mengacu pada penerapan ketujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian. Di samping itu, strategi untuk menuju ketahanan pangan dan kemandirian pangan juga mengacu pada Lima Prinsip Roma (Five Rome Principles for Sustainable Global Food Security) yang dihasilkan melalui KTT Pangan tahun 2009, yaitu: (1) Memberikan dukungan dan bantuan internasional kepada negara berkembang untuk menerapkan program-program nasional yang bertujuan untuk membangunan sektor pertanian dan mencapai ketahanan pangan; (2) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama di tingkat nasional, regional dan internasional dengan seluruh pemangku kepentingan terkait dengan sektor pertanian dan ketahanan pangan; (3) Menerapkan strategi comprehensive twin-track approach untuk ketahanan pangan dengan: (a) segera mengambil langkah-langkah jangka pendek untuk membantu kelompok rentan, dan (b) menerapkan kebijakan jangka menengah dan panjang untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor pertanian, mencapai ketahanan pangan, dan mengatasi akar permasalahan dari masalah kelaparan dan kemiskinan; (4) Sepakat untuk meningkatkan effiensi, koordinasi, dan effektifitas badan-badan multilateral yang menangani pertanian dan ketahanan pangan; (5) Meningkatkan investasi dan pendanaan untuk sektor pertanian dan ketahanan pangan, termasuk dengan menempatkan sektor pertanian sebagai prioritas dalam anggaran belanja negara. Memperhatikan tujuh gema revitalisasi pembangunan pertanian dan Lima Prinsip KTT Pangan Roma tahun 2009 tersebut di atas, maka strategi yang akan ditempuh Badan Ketahanan Pangan 20102014 meliputi: 1. Melaksanakan koordinasi secara sinergis dalam penyusunan kebijakan ketersediaan, distribusi, keamanan pangan segar; konsumsi pangan, dan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 49

2. Mendorong distribusi 3. Mendorong kelembagaan

pengembangan pangan,

cadangan

pangan,

sistem dan dan

penganekaragaman swasta,

konsumsi sipil,

keamanan pangan segar; peranserta masyarakat dalam masyarakat lainnya ketersediaan,

distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan segar; 4. Menyelenggarakan program aksi pemberdayaan masyarakat dalam memecahkan permasalahan ketahanan pangan masyarakat; 5. Medorong sinkronisasi pembiayaan program aksi antara APBN, APBD dan dana masyarakat; 6. Memecahkan permasalahan strategis ketahanan pangan melalui mekanisme Dewan Ketahanan Pangan. Strategi Badan Ketahanan Pangan tahun 2010-2014, diimplementasikan dalam langkah operasional untuk: (a) pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan; (b) pemantapan sistem distribusi pangan yang efeisien dan efektif; (c) pembinaan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat; (d) pembinaan keamanan pangan segar; (e) penguatan manajemen ketahanan pangan. Langkah operasional untuk pemantapan ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yaitu: a. Mendorong kemandirian pangan melalui swasembada pangan untuk komoditas strategis (beras, jagung, kedelai, gula, daging sapi); b. Meningkatkan keragaman produksi pangan berdasarkan potensi sumberdaya lokal/wilayah; c. Pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan melalui pengembangan desa mandiri pangan; d. Pemberdayaan lumbung pangan masyarakat di daerah rawan pangan;
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 50

kelembagaan

ketahanan pangan secara efisien dan efektif; serta (f) peningkatan

e. Penanganan

Daerah

Rawan

Pangan

(PDRP)

melalui

Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) untuk penanganan kerawanan pangan kronis dan transien. Sedangkan langkah operasional a. Mendorong pembentukan untuk pemantapan sistem pangan pokok distribusi pangan yang efeisien dan efektif, adalah: cadangan pemerintah daerah (Provinsi, kabupaten/kota, desa) dan cadangan pangan masyarakat; b. Mengembangkan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat di daerah sentra produksi; c. Menjaga sepanjang stabilitas tahun pasokan dan dan harga strategis pangan pada pokok periode pangan

khusus/tertentu; d. Pemantauan harga pangan pada hari besar dan hari keagamaan. Langkah operasional untuk pembinaan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang pada masyarakat, adalah: a. Sosialisasi, promosi dan edukasi budaya pangan beragam, bergizi, berimbang (3B), sehat dan halal; b. Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan oleh kelompok wanita tani/dasawisma; c. Mendorong pengembangan UKM (Usaha Kecil dan Mikro) industri pangan berbasis tepung-tepungan berbahan baku lokal (non beras, non terigu); d. Melakukan kemitraan dengan perguruan tinggi, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat. Adapun a. b. langkah operasional dalam rangka pembinaan keamanan pangan segar, adalah: Koordinasi dan sosialisasi pembinaan keamanan pangan segar di tingkat petani dan konsumen; Pengawasan keamanan pangan segar di tingkat usahatani dan pasar;
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 51

c.

Peningkatan

kemampuan

kelembagaan

dan

aparat

daerah dalam penanganan keamanan pangan segar. Langkah operasional untuk penguatan kelembagaan ketahanan pangan secara efisien dan efektif, dilakukan melalui peningkatan peran Dewan Ketahanan Pangan yaitu: a. Koordinasi program pembangunan ketahanan pangan lintas sektor dan lintas daerah; b. Peningkatan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam rangka memantapkan ketahanan pangan; c. Koordinasi evaluasi dan pengendalian pencapaian kondisi ketahanan pangan. Sedangkan langkah operasional dalam rangka peningkatan manajemen ketahanan pangan, dilakukan melalui: a. Efisiensi dan efektivitas kualitas perencanaan, pelayanan monitoring keuangan dan dan evaluasi program; b. Peningkatan perlengkapan; c. Peningkatan kualitas pengelolaan hukum, humas, organisasi dan kepegawaian.

C. 1.

Program dan Kegiatan Utama, serta Indikator Kinerja Program Program yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan

pada tahun 20102014 sesuai dengan visi dan misi, tugas pokok dan fungsinya serta memperhatikan permasalahan dan potensi ketahanan pangan; adalah Program Peningkatan Pada Diversifikasi tahun 2010 dan yang Ketahanan Pangan Masyarakat.

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 52

merupakan masa peralihan, pelaksanaan program masih mengacu pada Renstra BKP 2005-2009, yaitu : Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dan Program Penerapan Kepemerintahan yang Baik. Sasaran konsumsi dan program (outcome) pangan yang segar, hendak dicapai dalam program tersebut adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui keamanan ketersediaan pangan, distribusi pangan dan pemberdayaan ditingkat masyarakat, serta terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Adapun indikator program (outcome) yaitu: (1) Prosentase realisasi pengembangan desa mandiri pangan dalam mengurangi jumlah penduduk rawan pangan; (2) Prosentase realisasi penguatan kelembagaan distribusi pangan masyarakat dalam stabilisasi harga dan cadangan pangan masyarakat; (3) Prosentase realisasi gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi dan keamanan dalam peningkatan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang, serta (4) Prosentase realisasi koordinasi analisis dan rumusan kebijakan ketahanan pangan. Rincian sasaran dan target program dan kegiatan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4. 2. Kegiatan Prioritas Berdasarkan tugas pokok dan fungsi eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan, Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat dijabarkan dalam 3 (tiga) kegiatan prioritas nasional dan bidang serta 1 (satu) kegiatan pendukung, yaitu (a) Pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan, (b) Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan, (c) Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan keamanan pangan segar, serta (d) Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Kegiatan prioritas nasional tersebut dibagi dalam 13 sub kegiatan. Adapun cakupan masing-masing kegiatan dan sub kegiatan dari program Peningkatan Divesifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, dengan output dan indikator keberhasilan, adalah sebagai berikut:

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 53

2.1

Pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan (prioritas nasional dan bidang) Sasaran kegiatan (output) adalah meningkatnya pemantapan

ketersediaan pangan dan penanganan kerawanan pangan. Kegiatan prioritas terdiri dari 4 sub kegiatan yaitu: a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa rawan pangan untuk mewujudkan pendekatan ketahanan penguatan pangan masyarakat dengan kelembagaan masyarakat,

pengembangan sistem ketahanan pangan dan koordinasi lintas sektor, selama empat tahun secara berkesinambungan. Untuk desa yang telah dibina selam 4 tahun dan telah mandiri dilakukan replikasi untuk membina 3 desa rawan pangan di sekitarnya melalui gerakan sekolah lapangan (SL) desa mandiri pangan; b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan dengan mengembangkan cadangan pangan masyarakat untuk antisipasi masa panen/masa paceklik, selama 3 tahun. Selain itu dalam mempercepat fungsinya cadangan pangan tersebut, diusulkan adanya dukungan pembangunan/rehabilitasi fisik lumbung dari APBN, serta dipadukan dengan pemanfaatn Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pertanian; c. Penanganan kegiatan Daerah Rawan Pangan (PDRP), dan adalah untuk membangun komitmen memfasilitasi

pemerintah daerah di daerah rawan pangan, agar secara cepat dapat mengantisipasi apabila terjadi bencana rawan pangan kronis dan transien. Kegiatan dipadukan dengan penerapan instrumen Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), melalui tahap pengumpulan data, analisis, pemetaan, peramalan dan intervensi melalui penyediaan dana bansos;

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 54

d.

Koordinasi

analisis

dan

perumusan

kebijakan

ketersediaan dan penanganan rawan pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program ketersedian dan kerawanan pangan, antara lain : Neraca Bahan Makanan (NBM), peta ketahanan pangan dan kerentanan pangan serta data kemiskinan dan rawan pangan. Indikator sasaran kegiatan pengembangan ketersediaan pangan dan penanganan daerah rawan pangan tersebut pada tahun 2014 adalah (a) pengembangan desa mandiri pangan sebanyak 3.300 desa; (b) pemberdayaan (c) lumbung daerah masyarakat rawan sebanyak di 1000 450 lumbung; penanganan pangan

kabupaten/kota; (d) data dan informasi ketersediaan, cadangan dan rawan pangan di 33 provinsi; serta (e) terlaksananya pemantauan dan pemantapan ketersediaan dan kerawanan pangan di 33 provinsi. 2.2 Pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan (prioritas nasional dan bidang). Sasaran kegiatan (output) adalah meningkatnya pemantapan distribusi pangan dan stabilisasi harga pangan. Kegiatan prioritas ini terdiri dari 2 sub kegiatan yaitu: a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat/LDPM, adalah kegiatan pemberdayaan Gapoktan dalam rangka meningkatkan kemampuan unit usaha yang dikelolanya yaitu melalui pengembangan unit-unit usaha distribusi/pemasaran/pengolahan dan pengelolaan cadangan pangan serta pembangunan sarana penyimpanan sehingga dapat meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan nilai tambah produksi petani dan mendekatkan akses terhadap sumber pangan. Pemberdayaan Gapoktan dilakukan di daerah sentra pangan selama 3 tahun untuk mewujudkan stabilisasi
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 55

harga pangan di tingkat petani dan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani; b. Koordinasi analisis dan perumusan kebijakan distribusi, harga, dan akses pangan, adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, melalui pemantauan secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program distribusi dan harga pangan, antara lain : panel harga di daerah sentra pangan, pemantauan distribusi dan harga pangan pada Hari Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN) serta peta distribusi pangan pokok. Indikator sasaran kegiatan pengembangan sistem distribusi dan stabilisasi harga pangan pada tahun 2014 adalah : (a) Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat sebanyak 1.750 gapoktan; (b) data dan informasi distribusi, harga, dan akses pangan di 33 provinsi; serta (c) pemantauan dan pemantapan distribusi, harga dan akses pangan di 33 provinsi. 2.3 Pengembangan penganekaragaman konsumsi nasional dan bidang). Sasaran kegiatan (output) adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar. Kegiatan prioritas mempunyai beberapa 4 sub kegiatan yaitu: a. Peningkatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, yaitu mendorong wanita gerakan terutama Percepatan kelompok dan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) melalui : (1) pemberdayaan dasawisma PKK kelompok dengan optimalisasi pekarangan pangan

dan peningkatan keamanan pangan segar (prioritas

penyuluhan pangan dan gizi; (2) pendidikan dan penyuluhan pangan yang baragam dan bergizi seimbang untuk siswa SD/MI; (3) pemberdayaan usaha mikro kecil bidang pangan dalam pengembangan pangan lokal dengan tepung-tepungan; serta
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 56

(4) kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal dan agribisnis pangan; b. Peningkatan dan pengembangan promosi percepatan penganekaragaman terprogram dan konsumsi berkelanjutan pangan, tentang dengan pentingnya membangun kesadaran seluruh komponen masyarakat secara penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal dan penurunan konsumsi beras per kapita di tingkat rumah tangga, yang dilaksanakan melalui media elektronik, media cetak, media luar ruang dan pameran, bekerjasama dengan lintas sektor dan swasta; c. Peningkatan tingkat kemampuan pengawasan, penanganan dan kelembagaan pengendalian keamanan dan dan aparat di pangan daerah segar untuk produsen konsumen, yaitu meningkatkan penanganan

pembinaan

keamanan pangan segar

serta meningkatkan sosialisasi,

promosi dan edukasi tentang keamanan pangan segar kepada konsumen dan produsen. Pada sisi lain akan mendorong dan memfasilitasi d. pembentukan Otoritas Kompeten Keamanan Pangan daerah (OKKPD); Koordinasi analisis dan perumusan kebijakan konsumsi dan keamanan pangan adalah kegiatan dalam rangka penyediaan data dan informasi serta hasil analisis, secara berkala dan berkelanjutan untuk perumusan kebijakan dan program konsumsi dan keamanan pangans segar, antara lain Pola Pangan Harapan, peta pola konsumsi pangan wilayah. Indikator sasaran pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan dan penanganan keamanan pangan pada tahun 2014 adalah : (a) gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) sebanyak 10.000 desa; (b) pelaksanaan promosi penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan di 33 provinsi dan 450 kabupaten; (c) pelaksanaan penanganan keamanan pangan
Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 57

segar

tingkat

produsen pemantauan

dan dan

konsumen pemantapan

250

kabupaten;

(d)

pelaksanaan

penganekaragaman

konsumsi dan peningkatan keamanan pangan segar di 33 provinsi; (e) data dan informasi pola konsumsi, penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan segar di 33 provinsi. 2.4 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan (kegiatan pendukung). Sasaran kegiatan (output) adalah: (1) Meningkatnya pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel, dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan, serta (2) Meningkatnya kesejahteraan petani kecil dalam pemantapan ketahanan pangan keluarga (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara. Kegiatan pendukung ini mempunyai 3 subkegiatan yaitu: a. Peningkatan kegiatan kepegawaian, b. dan serta pemantapan keuangan, dan evaluasi Managemen, hukum, pelaporan melalui program perencanaan, organisasi,

peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat; Pemantapan dan pengembangan koordinasi perumusan kebijakan ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan, dengan mendorong kreatifitas Dewan Ketahanan Pangan provinsi/kabupaten/kota untuk penanganan ketahanan pangan, meningkatkan kualitas rumusan kebijakan ketahanan pangan untuk dasar pengambil kebijakan serta memantapkan peran koordinasi Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan; c. Peningkatan pemantapan Livelihood kesejahteraan ketahanan Development petani kecil in dalam Eastren pangan keluarga/ Smallholder

Programme

Indonesia (SOLID), yaitu kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin di lahan kering untuk mengentaskan kemiskinan dan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 58

meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, bekerjasama dengan IFAD di 11 kabupaten di Maluku dan Maluku Utara. Indikator Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan pada tahun 2014 adalah: (a) 4 dokumen manajemen terdiri dari perencanaan, keuangan, umum (hukum, humas, organisasi, kepegawaian), serta evaluasi dan pelaporan program; serta (b) Pemberdayaan 9.855 KK dan 58 desa SOLID di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Indikator dan Target dari kegiatan di atas tiap tahun dapat dilihat pada lampiran 4. Keberhasilan pencapaian program dan kegiatan diatas terhadap target yang ditetapkan, dipengaruhi pula oleh dukungan eselon I lingkup meliputi: Kementerian Pertanian dan Kementerian lainnya yang Kementerian Koordinator Kesejahetraan Rakyat,

Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Perindustrian, Badan POM, Badan Pusat Statistik, Badan Logistik Nasional, serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap ketahanan pangan. D. Pembiayaan Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan Pangan 2010-2014 dibiayai oleh APBN. Pada tahun 2010 yang merupakan tahun pertama RPJMN 2010-2014 dananya sebesar Rp. 397,680 juta untuk membiayai kegiatankegiatan yang masih mengacu pada tahun 2009 mencakup: Desa Mandiri Pangan, Lumbung Pangan Masyarakat, Penanganan Daerah Rawan Pangan, Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Percepatan

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 59

Penganekaragaman Kemudian mulai 618,970 tentang juta

Konsumsi

Pangan,

Penanganan

Keamanan

Pangan Segar, serta Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya. tahun 2011 dananya direncanakan sebesar Rp. membiayai Strategis kegiatan baru sesuai dengan yaitu: untuk

Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 15/Permentan/RC.110/1/2010 Rencana Kementerian Pertanian Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan, Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan, Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar dan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya termasuk kegiatan SOLID di Provinsi Maluku dan Maluku Utara pada Badan Ketahanan Pangan, dan pada tahun 2014 sebesar Rp. 918,250 juta. Kenaikan tersebut difokuskan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan untuk mencapai target utama Kementerian Pertanian 2010-2014. Rencana pembiayaan kegiatan per tahun dapat diperhatikan pada tabel berikut ini. Tabel III.1. Target dan Anggaran Program Peningkatan Masyarakat

Diversifikasi dan Ketahanan Pangan tahun 2010 - 2014


Kegiatan Prioritas
1. Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan TOTAL

Target (Rp. Juta) 2010*)


162.140

2011
192.240

2012
198.360

2013
206.110

2014
214.240

2.

130.220

136.730

143.310

149.800

156.290

3.

64.460

203.000

259.530

332.020

406.370

4.

40.850

87.000

90.390

113.540

141.350

397.680

618.970

691.580

801.510

918.250

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 60

Keterangan : *) Pengelompokan anggaran tahun 2010 sesuai dengan program tahun 2009; Sumber : BKP;

Untuk mengetahui anggaran beserta targetnya dalam Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, dapat diperhatikan pada lampiran 4. BAB IV PENUTUP Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pertanian Kementerian Pertanian, tujuan dan sasaran pembangunan Badan Ketahanan Pangan tahun 2010 2014 akan diwujudkan melalui kegiatan prioritas nasional dan bidang yaitu: (1) Pengembangan Ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan; (3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan Keamanan Pangan segar; sedangkan kegiatan pendukungnya adalah Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya termasuk Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID). Disadari bahwa untuk mencapai pembangunan ketahanan pangan tidaklah mudah, namun dengan tekad dan kerjasama lingkup Badan Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, serta koordinasi dengan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan instansi terkait, akan dapat tercapai tujuan dan sasaran pembangunan ketahanan pangan nasional. Implementasi Renstra Badan Ketahanan Pangan tahun 2010 2014 pada tahapan perencanaan pembangunan ketahanan 5pangan tahunan, masih dimungkinkan mengalami perbaikan dan penyempurnaan karena terjadinya perubahan kebijakan, permasalahan, dan hasil evaluasi dalam pelaksanaan program pembangunan ketahanan pangan.

Jakarta, Juni 2010

Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan Tahun 2010 2014 61

You might also like