You are on page 1of 17

PENGAWETAN KAYU Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya.

Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam factor perusak kayu. Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap factor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati. Ada kalanya pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan ekologi tumbuh dari pohon tersebut

FAKTOR-FAKTOR PERUSAK DALAM PENGAWETAN KAYU Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah factor penyebabnya. Adapun factor penyebab kerusakan digolongkan menjadi:

Penyebab non-makhluk hidup terdiri dari: 1. Faktor fisik 2. Faktor mekanik 3. Faktor kimia

Penyebab makhluk hidup terdiri dari: 1. Jenis jamur (aneka macam) 2. Jenis serangga (aneka macam) 3. Jenis binatang laut (aneka macam)

Penyebab non-makhluk hidup:

Faktor non-makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsure pengaruh alam dan keadaan alam itu sendiri. 1. Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponen kayu sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk factor fisik antara lain: suhu dan kelembaban udara, panas matahari, api, udara, dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu mempercepat kerusakan kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-menerus kena panas maka kayu akan cepat rusak. 2. Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang termasukfaktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, dan lain sebagainya. Faktor mekanik berhubungan erat sekali dengan tujuan pemakaian. 3. Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja mempengaruhi unsure kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan basa.

Penyebab kerusakan oleh makhluk hidup:

Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mmengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor. Jenis-jenis serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:

1. Jenis jamur (cendekiawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya hidup sangat subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah

warnanya menjadi kotor, misalnya jamur biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu dan jamur pewarna kayu. 2. Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropic misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut makan dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap tanah, rayap kayu kering, dan serangga bubuk kayu. 3. Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi, ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki factor ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Setelah diketahui bahwa faktor utama perusak kayu ialah makhluk hidup tertentu, jelas bahwa kayu dapat dilindungi dengan cara mengawetkan. Nilai pakai kayu itu sendiri akan lebih awet dan tahan terhadap perusak-perusak yang telah dijelaskan di muka. Caranya ialah dengan memasukkan kayu secara umum berarti: usaha manusia untuk menaikkan keawetan kayu dan umur pakainya, sehingga keperluan akan kayu lebih terpenuhi. Umur penggunaan kayu yang pendek dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu pengawetan kayu selalu ditujukan pada kayu yang berkeawetan rendah. Jenis-jenis kayu inilah yang perlu ditingkatkan daya tahannya dalam pemakainnya. Pengawetan kayu dari segi ilmiah teknis juga merupakan usaha untuk memperbesar sifat keawetan kayu, sehingga penggunaan kayu dapat lebih lama. Tapi yang terpenting, pengawetan kayu berarti: memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar, yaitu jenis-jenis serangga, jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang terbaik. Semua industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda.

Alasan manusia melakukan pengawetan kayu karena:

Kayu yang memiliki kelas keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit didapat dalam jumlah banyak, selain itu harganya cukup mahal.

Kayu berkelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah didapat dalam jumlah banyak dan cara pengerjaannya pun lebih mudah. Selain itu segi keindahannya cukup tinggi, hanya faktor keawetannya saja yang kurang. Sehingga lebih efisien bila diawetkan terlebih dahulu.

Di lain pihak dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan financial.

Tujuan pengawetan kayu:

Untuk memperbesar keawetan kayu sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai tidak panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian.

Memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan sebelumnya belum pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di Indonesia memiliki potensi hutan yang cukup luas dan banyak dengan aneka jenis kayunya.

Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran dapat diatasi.

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGAWETAN KAYU

Untuk pengawetan yang baik perlu diperhatikan prinsip prinsip di bawah ini:

Pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu. Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak mungkin di dalam kayu.

Dalam pengawetan kayu bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan (faktor bahan pengawetnya).

Faktor waktu yang digunakan. Metode pengawetan yang digunakan. Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif yang dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.

Faktor perlatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya.

JENIS PENGAWETAN KAYU

Pengawetan remanen atau sementara (prophylactis treatment) bertujuan menghindari serangan perusak kayu pada kayu basah (baru ditebang) antara lain blue stain, bubuk kayu basah dan serangga lainnya. Bahan pengawet yang dipakai antara lain NaPCP (Natrium Penthaclor Phenol), Gammexane, Borax, baik untuk dolok maupun kayu gergajian basah.

Pengawetan permanent bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama mungkin. Yang perlu diperhatikan dalam pengawetan, kayu tidak boleh diproses lagi (diketam ataupun digergaji, dibor, dan lain-lain), sehingga terbukanya permukaan kayuu yang sudah diawetkan. Bila terpaksa harus diolah, maka bekas pemotongan harus diberi bahan pengawet lagi. Adapun bahan pengawet yang dapat dipakai untuk pengawetan remanen (sementara). Pengawetan remanen umumnya hanya menggunakan metode pelaburan dan penyemprotan, sedangkan pengawetan tetap dapat menggunakan semua metode, tergantung bahan pengawet yang dipakai serta penetrasi dan retensi yang diinginkan. Sehingga pengawetan dapat lebih efektif dan waktu pemakaiannya dapat selama mungkin.

Ada 2 macam metode pengawetan yang pokok:

A. Pengawetan metode sederhana : 1. metode rendaman 2. metode pencelupan 3. metode pemulasan 4. metode penyemprotan 5. metode pembalutan

B. Pengawetan metode khusus : 1. metode proses sel penuh 2. metode proses sel kosong

BAHAN PENGAWET KAYU Bahan pengawet kayu ialah bahan-bahan kimia yang telah diketemukan dan sangat beracun terhadap makhluk perusak kayu, antara lain: arsen(As), tembaga(Cu), seng(Zn), fluor(F), chroom(Cr), dan lain-lain. Tidak semua bahan pengawet akan baik digunakan dalam pengawetan kayu. Dalam penggunaan harus diperhatikan, sifat-sifat bahan pengawet agar sesuai dengan tujuan pemakaian.

Faktor-faktor sebagai syarat bahan pengawet yang baik:


Bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. Mudah masuk dan tetap tinggal di dalam kayu. Bersifat permanent tidak mudah luntur atau menguap. Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lain, misalnya: logam, perekat, dan cat/finishing. Tidak mempengaruhi kembang susut kayu. Tidak merusak sifat-sifat kayu: sifat fisik, mekanik, dan kimia. Tidak mudah terbakar maupun mempertinggi bahaya kebakaran. Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan. Mudah dikerjakan, diangkut, serta mudah didapat, dan murah.

Tentunya tidak semua sifat-sifat di atas dimiliki oleh sesuatu jenis bahan pengawet. Dalam praktek biasanya diperhatikan sifat-sifat mana yang perlu tergantung pada tujuan pemakaian kayu itu nantinya. Pada waktu memilih bahan pengawet kayu harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

Di mana kayu itu akan dipakai setelah diawetkan. Makhluk perusak kayu apa yang terdapat di tempat tersebut. Syarat-syarat kesehatan.

Pada kayu yang akan digunakan di tempat yang lembab dengan resiko serangan perusak kayu yang hebat, perlu diambil bahan pengawet yang tidak mudah luntur dan cukup beracun bagi jamur. Bagi kayu untuk bangunan di bawah atap, perlu adanya bahan pengawet yang tidak mengganggu kesehatan manusia, tidak mempengaruhi cat, politur, dan lain-lain. Untuk kayu yang dipakai di luar ruangan, digunakan tipe bahan pengawet larut air tapi tidak mudah

mengubah warna kayu tersebut. Bahan pengawet yang mengandung garam arsen umumnya digenakan untuk serangan serangga yang hebat. Kayu yang akan digunakan di tempat yang berhubungan dengan air laut umumnya diawetkan dengan penggunaan tipe CCA (tembagachroom-arsen) atau dengan creosot, carbolineum, yang memiliki kadar racun yang tinggi.

Macam-macam bahan pengawet kayu menurut bahan pelarut yang digunakan: 1. Bahan pengawet yang larut dalam air, menggunakan air biasa sebagai bahan pengencer. 2. Bahan pengawet yang larut dalam minyak, menggunakan minyak sebagai bahan pengencer. 3. Bahan pengawet yang berupa minyak, tapi masih dapat diencerkan dengan bermacammacam minyak.

1. Bahan pengawet larut air: Tipe bahan pengawet ini memiliki sifat-sifat umum sebagai berikut:

Dijual dalam perdagangan berbentuk garam, larutan pekat, dan tepung. Tidak mengotori kayu. Kayu yang sudah diawetkan masih dapat di-finishing (politur atau cat) setelah kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu.

Penetrasi dan retensi bahan pengawet cukup tinggi masuk ke dalam kayu. Mudah luntur.

Jenis ini baik digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan digunakan di dalam rumah (perabot, dan lain-lain) yang umumnya terletak di bawah atap. Dianjurkan, setelah kayu perabot tersebut diawetkan dan dikeringkan, selanjutnya di-finishing. Gunanya untuk menutup permukaan kayu agar bahan pengawet tidak terpengaruh oleh udara lembab, sebab kayu cenderung untuk membasah (sifat higroskopis). Nama-nama bahan pengawet dalam perdagangan antara lain: Tanalith C, Celcure, Boliden, Greensalt, Superwolman C, Borax, Asam Borat, dan lain-lain. Konsentrasi larutan dapat berbeda-beda tergantung tujuan pemakaian kayu setelah diawetkan (rata-rata 5-10%).

2. Bahan pengawet larut minyak:

Sifat-sifat umum yang dimiliki sebagai berikut:

Dijual dalam perdagangan berbentuk cairan agak pekat, bubuk (tepung). Pada waktu akan digunakan, dilarutkan lebih dahulu dalam pelarut-pelarut antara lain: solar, minyak disel, residu, dan lain-lain.

Bersifat menolak air, daya pelunturannya rendah, sebab minyak tidak dapat bertoleransi dengan air.

Daya cegah terhadap makhluk perusak kayu cukup baik. Memiliki bau tidak enak dan dapat merangsang kulit (alergis). Warnanya gelap dan kayu yang diawetkan menjadi kotor. Sulit di-finishing karena lapisan minyak yang pekat pada permukaan kayu. Penetrasi dan retensi agak kurang, disebabkan tidak adanya toleransi antara minyak dan kandungan air pada kayu.

Mudah terbakar. Tidak mudah luntur.

Nama-nama perdagangan bahan pengawet larut minyak antara lain: PCP (Pentha Chlor Phenol), Rentokil, Cu-Napthenate, Tributyltin-oxide, Dowicide, Restol, Anticelbor, Cuprinol, Solignum, Xylamon, Brunophen, Pendrex, Dieldrien, dan Aldrin.

3. Bahan pengawet berupa minyak: Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet larut minyak. Penggunaannya diusahakan dijauhkan dari hubungan manusia, karena baunya tidak enak dan mengotori tempat. Penggunaannya dengan metode tertentu. Nama-nama perdagangan yang terkenal antara lain: Creosot, Carbolineum, Napthaline, dan lain-lain. Umumnya penggunaan bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam penggunaan, orang lebih cenderung menggunakan bahan pengawet yang lain dalam arti mudah dan praktis.

TEKNIK PENGAWETAN KAYU

Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil atau umur pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor tempat kayu nantinya akan digunakan/dipasang, perlu juga dipertimbangkan faktor ekonomisnya. Banyak cara pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana sampai kepada cara yang relative sukar dengan peralatan yang mahal (modern).

Menyiapkan kayu yang akan diawetkan: Setiap cara pengawetan bertujuan memasukkan bahan pengawet sedalam, sebanyak mungkin ke dalam kayu secara merata sesuai dengan jumlah retensi yang diperlukan. Agar diperoleh hasil pengawetan yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kayu harus cukup kering sebelum diawetkan, terutama bila menggunakan bahan pengawet berupa minyak atau larut minyak dengan cara tekanan/vakum (kadar air yang dikandung sekitar 20-25%). 2. Kayu harus bebas kulit dan kotoran. Kecuali cara pengawetan khusus, kayu tidak perlu dikuliti. 3. Sortimen kayu atau bentuk kayunya (kayu gergajian atau dolok). 4. Kayu dianjurkan dalam bentuk siap pakai, tidak diperkenankan dipotong, dibelah, diserut, ataupun pengerjaan lain setelah diawetkan, sebab akan membuka permukaan kayu yang telah terlapisi bahan pengawet. Bila pengerjaan lanjutan terpaksa harus dilakukan maka bagian yang terbuka dan tidak tembus bahan pengawet perlu dilabur bahan pengawet secara merata. 5. Bahan peengawet, metode serta alat untuk pelaksanaan pengawetan. 6. Faktor perusak kayu, tempat kayu akan digunakan kemudian.

CARA PENGAWETAN KAYU 1. Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam,

jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat. 2. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik. Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri

penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu. 3. Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang

sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas). 4. Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang

dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu. 5. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :

Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya : 1. Proses sel penuh antara lain :

Proses Bethel Proses Burnett

2. Proses sel kosong antara lain :


Proses Rueping Proses Lowry

Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan bahan pengawet dengan tekanan sampai 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.

URUTAN KERJA DALAM PENGAWETAN Ada dua macam urutan kerja pada proses pengawetan kayu :

1. Urutan kerja pada proses pengawetan sel penuh :

Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat agar jangan terjadi kebocoran.

Dilakukan pengisapan udara (vakum) dalam tangki sampai 60 cm/Hg, selama kira-kira 90 menit, agar udara dapat keluar dari dalam kayu.

Sambil vakum dipertahankan, larutan pengawet kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet hingga penuh.

Setelah penuh, proses vakum dihentikan kemudian diganti dengan proses tekanan sampai sekitar 8 15 atmosfer selama kurang lebih 2 jam.

Proses penekanan dihentikan dan bahan pengawet kayu dikeluarkan dari tangki kembali ke tangki persediaan. Dilakukan vakum terakhir sampai 40 cm/Hg, selama 10 15 menit, dengan maksud untuk membersihkan permukaan kayu dari bahan pengawet.

2. Urutan kerja pada proses pengawetan sel kosong :


Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat. Tanpa vakum, langsung pemberian tekanan udara sampai 4 atmosfer, selama 10 20 menit.

Sementara tekanan udara dipertahankan, larutan bahan pengawet dimasukkan ke dalam tangki pengawet hingga penuh. Kemudian tekanan ditingkatkan sampai 7 8 atmosfer selama beberapa jam Tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan. Dilakukan vakum 60 cm/Hg, selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari kelebihan bahan pengawet.

Perbedaan proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut : pada proses sel penuh bahan pengawet dapat mengisi seluruh lumen sel, sedangkan pada sel kosong hanya mengisi ruang antar sel.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENGAWETAN KAYU

1. Metode Rendaman Keuntungan :


Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang)

Kerugian :

Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin Peralatan mudah terkena karat Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa terbakar Kayu basah agak sulit diawetkan

2. Metode Pencelupan Keuntungan :


Proses sangat cepat Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat) Peralatan cukup sederhana

Kerugian :

Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis

3. Metode Pelaburan dan Penyemprotan Keuntungan :


Alat sederhana, mudah penggunaannya Biaya relatif murah

Kerugian :

Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil Mudah luntur

4. Metode Pembalutan Keuntungan :


Peralatan sederhana Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah

Kerugian :

Pemakaian bahan pengawet boros Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut lama Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan tanaman)

5. Metode Vakum dan Tekanan Keuntungan :


Penetrasi dan retensi tinggi sekali (memuaskan) Waktunya relatif singkat sekali Dapat mengawetkan kayu basah dan kering

Kerugian :

Modal yang diperlukan besar Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi Cara ini hanya sesuai untuk perusahaan yang komersial

PROSES AKHIR PENGAWETAN KAYU Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada akhir proses pengawetan kayu : 1. Pembongkaran kayu dari tumpukan dalam bak celup (rendaman) harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai terjadi kerusakan kayu yang mengakibatkan tergoresnya permukaan yang telah terlapiskan bahan pengawet. 2. Untuk pengeringan kayu setelah diawetkan, dapat digunakan pengeringan secara alami atau buatan. Hanya perlu diperhatikan, tidak semua bahan pengawet dapat dikeringkan secara pengeringan buatan (dry kiln). Sebab dengan pengeringan yang mendadak, bahan pengawet akan menguap dari dalam kayu, yang berarti pelunturan bahan pengawet. Biasanya bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak mengijinkan pengeringan akhir dengan kiln. Setelah kayu benar-benar kering, penggunaan dapat dilakukan.

3. Penyimpanan sementara sebelum kayu dipakai harus dilakukan di tempat terlindung dan terbuka bagi sirkulasi udara. caranya seperti penyusunan kayu gergajian dengan menggunakan sticker

3 prinsip dasar Pengawetan kayu, bambu, rotan dan serat alam

Prinsip-prinsip dasar pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai jenis serat alam lainnya seperti enceng gondok, serat pelepah pisang, seagrass, dll. perlu dipahami terlebih dulu sebelum melakukan proses pengawetan dan pengolahan bahan-bahan alam sumber serat selolosa tersebut. Sebab pada dasarnya bahan-bahan sumber daya alam yang mengandung banyak celulosa secara alami diciptakan mudah rusak oleh aktifitas bio-ecologis seperti serangga, jamur, bakteri serta kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi alami yang disebabkan oleh pengaruh cuaca dan iklim. Sebelum melakukan usaha pengawetan, satu hal yang perlu kita sadari bahwa serangga, jamur, bakteri, cuaca dan iklim merupakan komponen eco-system yang diciptakan Tuhan untuk menciptakan siklus keseimbangan alam sehingga yang tadinya berasal dari tanah akan kembali menjadi tanah Karena penyebab kerusakan alamiah dipengaruhi oleh banyak faktor, maka usaha pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai bahan serat alam ini tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan dari aspek saja. Berikut ini prinsip-prinsip usaha pengawetan yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari berbagai aspek: 1. Pengendalian proses Penebangan kayu atau bambu Secara prinsip usaha ini dilakukan untuk meminimalisasi kandungan nutrisi kayu dan optimalisasi kerapatan serat atau dencity kayu. Dari aspek proses penebangan, Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: Cara penebangan Masa atau waktu penebangan Cara dan tempat Penyimpanan log

2. Treatment pada proses pengolahan Upaya ini dilakukan untuk mencegah atau meminimalisasi resiko kerusakan dengan memberikan treatmen pada proses pengolahan. Dari aspek treatment, hal-hal yang perlu diperhatikan: Bahan treatment Metode treatment Waktu treatment 3. Pengendalian lingkungan gudang penyimpanan Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah resiko kerusakan lanjutan yang disebabkan oleh faktor lingkungan pada masa penyimpanan. dari aspek pengendalian lingkungan, hal-hal yang perlu diperhatikan : Kelembaban gudang Higenitas gudang Packing Pengawetan Kayu Beberapa jenis kayu tertentu harus diawetkan untuk mencegah serangan serangga/organisme maupun jamur perusak kayu. Yang dimaksudkan dengan pengawetan yaitu memasukkan bahan kimia ke dalam (pori-pori) kayu sehingga menembus permukaan kayu setebal beberapa mm ke dalam daging kayu.

Pengawetan bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama terutama kayu yang dipakai untuk bahan bangunan ataupun untuk perabot di luar ruangan.

Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet. 1. Kelas awet I (sangat awet), misal: kayu Jati, Sonokeling 2. Kelas awet II (awet), misal: kayu Merbau, Mahoni 3. Kelas awet III (kurang awet), misal: kayu Karet, Pinus 4. Kelas awet IV (tidak awet), misal: kayu Albasia 5. Kelas awet V (sangat tidak awet)

Dengan tingkat keawetan tersebut di atas, hanya Kelas awet III, IV dan V yang perlu diawetkan. Pada keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I & II juga perlu diawetkan. Kayu-kayu yang telah diawetkan akan tahan terhadap serangan serangga perusak dan jamur kayu walaupun kayu diletakkan di luar ruangan.

Bahan pengawet yang kandungan intinya berupa bubuk memiliki berbagai jenis. Bahan tersebut dicampurkan dengan air pada kadar campuran tertentu (lihat SNI-3233-1992) dan metode pengawetannya bermacam-macam.

Borax menjadi salah satu bahan yang digunakan untuk mengawetkan kayu dari metode vakum, pencelupan dingin, pencelupan panas (rebus) hingga metode pemolesan.

Tindakan pencegahan Namun demikian dalam hubungannya dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan kayu pada perabot sebaiknya memhatikan hal-hal berikut: 1) Jangan lakukan pengawetan kayu apabila produk furniture yang akan anda produksi terdapat kontak langsung dengan makanan, misalnya: piring, rak makanan dll. Bahan kimia preservatives akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan konsumen. 2) Jangan mengawetkan kayu yang akan digunakan untuk bagian top table. 3) Gunakan bahan pengawet, apabila memungkinkan, hanya pada area yang mudah terlihat misalnya lantai kayu, decking dan panel dinding. 4) Hindari penggunaan kayu yang diawetkan untuk kontruksi yang berpotensi kontak langsung dengan air minum dan air bersih, misalnya struktur jembatan. 5) Buanglah sisa-sisa kayu yang diawetkan dengan cara dikubur atau sampah biasa. Jangan dibakar atau digunakan untuk pembakaran kompor, api penghangat ruangan karena asapnya yang mengandung bahan kimia bisa berubah menjadi asap. 6) Hindari diri anda dari debu gergaji atau amplas terlalu banyak, gunakan masker yang memadai. 7) Terutama bagi anda yang bekerja di area pengawetan kayu dan/atau yang kontak langsung dengan bahan kimia tersebut, cucui bersih tangan dan bagian tubuh anda hingga benar-benar bersih sebelum makan atau minum. 8) Apabila baju yang anda kenakan terdapat kemungkinan terkena percikan bahan kimia atau debu dan cara kontaminasi lainnya, pisahkan pakaian tersebut dari yang lain pada saat pencucian

You might also like