You are on page 1of 8

SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN BAUKSIT

Bauksit Indonesia secara geologi memiliki banyak sekali potensi sumber daya alam. Diantaranya adalah mineral, panas bumi, minyak bumi, dan gas bumi. Salah satu contoh mineral yang terdapat banyak di Indonesia adalah bauksit. Biji bauksit biasa terjadi di daerah tropika dan subtropika yang memungkinkan pelapukan yang sangat kuat. Bauksit terbentuk dari batuan sedimen yang mempunyai kadar alnisbi tinggi, kadar Fe rendah dan kadar kuarsa bebasnya sedikit atau bahkan tak mengandung sama sekali. Potensi bijih bauksit di Indonesia cukup memadai walaupun mutunya lebih rendah bila dibandingkan dengan endapan bauksit di daratan Eropa dan Amerika Utara. Di Indonesia bauksit ditemukan di beberapa tempat antara lain: - Sumatera Utara : Kota Pinang - Riau : Pulau Bulan, Pulau Bintan, Pulau Lobang (kepulauan Riau), Pulau Kijang, Galang, Wacokek, Tanah Merah, dan daerah Searang. - Kalimantan Barat : Tayan Menukung, Sandai, Pantus, Balai Berkuah, Kendawangan dan Munggu Besar. - Bangka Belitung : Sigembir. Potensi Bauksit Bauksit merupakan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi aluminium. PT Aneka Tambang (PT Antam) Indonesia, selaku produsen bauksit terbesar dan tertua di Indonesia melakukan kegiatan penambangan bauksit di Kijang, Pulau Bintan, Kepulauan Riau serta Tayan di Kalimantan Barat. Sebenarnya, ketersediaan cadangan dan sumberdaya bauksit di Kijang sudah semakin menipis dan menghadapi banyak tantangan yang mengakibatkan lokasi cadangan dan sumberdaya bauksit tersebut tidak memadai lagi untuk dieksploitasi. Karena penambangan bauksit pada daerah Bintan sudah dilakukan sejak jaman kolonial belanda. Selama ini hasil dari produksi bauksit atau eksploitasi bauksit di Indonesia selalu di ekspor ke luar negeri seperti Cina, Jepang, Taiwan, dan Korea, baik dalam bentuk bauksit basah ataupun dalam bentuk aluminiumnya. Berikut adalah tabel data produksi bauksit pada tahun 1981 1993: Tabel 1: Produksi dan Ekspor Bauksit dan Aluminium Tahun 1981 1993

Pada tahun 1981 1993 produksi dan ekspor bauksit mengalami kenaikan dan penurunan pada tahun tahun tertentu. Terlihat produksi pada tahun 1984 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 1981 tetapi jumlah ekspor lebih banyak daripadaa tahun 1981. Hal yang sama terjadi pada tahun 1992. Produksi bauksit pada tahun 1992 terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 1991. Tetapi jumlah ekspor bauksit pada tahun 1992 hampir setaraa dengan tahun 1991. Dan berikut adalah tabel data cadangan dan produksi bauksit pada tahun 2006 2010: Tabel 2: Cadangan dan Produksi Bauksit Tahun 2006 2010

Pada kurun waktu 2006-2010 cadangan akhir tahun bauksit mengalami fluktuasi. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2007 yakni sebesar 36,32 persen, sedangkan penurunan terjadi pada tahun 2006 dan tahun 2008 masing turun sebesar 1,74 persen dan 0,88 persen. Selama periode tersebut kenaikan cadangan akhir bauksit rata-rata sebesar 17,45 persen pertahun. Tahun 2010 cadangan akhir bauksit yang ada di Indonesia meningkat cukup tajam yaitu 23,03 persen atau menjadi 179,5 juta Ton. Sementara itu, produksi bauksit pada periode 2006-2010 cenderung mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 terjadi lonjakan produksi bauksit yang sangat tinggi hingga 15,4 juta Ton. Sejak tahun 2005 produksi bauksit meningkat dan puncaknya di tahun 2007 produksi bauksit naik hingga 926,84 persen. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya eksploitasi para penambangan bauksit yang menggunakan surat ijin usaha penambangan (SIUP) untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin besar. Tahun 2009 produksi bauksit mengalami penurunan yang paling besar hingga 45,18 persen terutama disebabkan karena penutupan penambangan bauksit di Kijang oleh PT Antam. Selain itu berdasarkan data pada Tabel 2, terlihat bahwa nilai rasio cadangan akhir terhadap produksi pada periode 2006-2010 cenderung berfluktuasi. Penurunan rasio cadangan terhadap produksi terjadi hanya pada tahun 2007 dan tahun 2010. Dimana tahun 2007 penurunnnya sangat besar yaitu dari yang semula 11,4 menjadi 7,3. Hal ini lebih disebabkan oleh peningkatan produksi bauksit yang sangat tinggi daripada peningkatan cadangan akhir bauksit pada tahun tersebut. Pada tahun 2010 nilai rasio cadangan tersebut hanya 20,4 atau dengan kata lain dengan produksi yang tetap sebesar 8,82 juta Ton setiap tahunnya, maka bauksit Indonesia akan habis digunakan dalam jangka waktu 20 tahun jika tidak ditemukan sumberdaya bauksit yang baru.

Eksploitasi Penambangan Penambangan bauksit sudah dimulai di Pulau Bintan pada tahun 1935, saat kolonial Belanda. Selain di Bintan, penambangan juga dilakukan di tempat yang berbeda. Tepatnya pada 2.392 hektar di sekitar Kijang dan pada 5.630 hektar mendekati Tanjung Pinang, sekitar 25 kilometer dari Kijang. Bauksit yang terdapat pada daerah tersebut cukup tersebar rata, dan berada tidak terlalu dalam dari permukaan tanah. Penambangan bauksit bukan hanya pada daratan saja. Tetapi juga pada perairan yang dangkal. Penambangan dilakukan hanya pada saat air surut. Pada tahun 1935 hingga tahun 1994, sekitar 500 hektar daerah telah ditambang, dan rata rata pertambangan per tahun adalah 35 40 hektar. Pada umumnya, sebelum penambangan bauksit, terlebih dahulu dilakukan pembersihan lokal (land clearing) dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di atas endapan bijih bauksit. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam operasi selanjutnya yaitu kegiatan pengupasan lapisan penutup yang umumnya memiliki ketebalan 0,2 meter. Untuk melaksanakan kegiatan pengupasan lapisan penutup digunakan bulldozer, sedangkan untuk penggalian endapan bauksit digunakan alat gali muat excavator yang selanjutnya dituangkan/dimuatkan ke alat angkut dump truck. Kemudian bauksit bauksit tersebut yang telah di tambang dihancurkan dan dibersihkan.Untuk mengoptimalkan perolehan, bauksit kadar rendah dicampur (mixing) dengan bijih bauksit kadar tinggi, hal ini dapat berfungsi juga untuk memperpanjang umur tambang. Berbeda dengan bijih logam, bauksit tidak membutuhkan proses yang lama atau proses yang lebih kompleks dalam pengolahannya, karena bijih bauksit merupakan bijih yang dapat diolah dengan proses sederhana dengan menghilangkan tanah liat yang melekat pada bijih tersebut. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian, penyaringan kering dan pemisahan, atau dengan pemilihan dan penggolongan manual. Hal yang perlu diperhatikan saat penambangan, untuk menghindari pengotoran dari batuan dasar yang ikut tergali pada saat penambangan bauksit, maka penggalian dilakukan dengan menyisakan bauksit setebal 40 50 cm di atas batuan dasarnya. Selain menghindari tercampurnya bauksit dengan batuan dasar, sisa tanah mengandung bauksit juga berfungsi untuk penanaman pohon reklamasi atau penanaman pohon yang ditujukan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat usaha pertambangan. Untuk mengusahakan produksi bijih bauksit harus melalui tahapan-tahapan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan diimplementasikan dengan kebijakankebijakan pemerintah setempat. Kebijakan atau peraturan yang terkait dengan proses penambangan bijih bauksit tercantum pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 34 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit.

Proses pengolahan Seperti yang telah diketahui, bauksit merupakan mineral bahan baku Aluminium. Bauksit mengandung mineral dengan susunan terutama dari oksida aluminium, yaitu berupa mineral buhmit (Al2O3H2O) dan mineral gibsit (Al2O3 .3H2O). Secara umum bauksit mengandung Al2O3 sebanyak 45 65%, SiO2 1 12%, Fe2O3 2 25%, TiO2 >3%, dan H2O 14 36%. Banyak sekali proses yang bias digunakan dalam pengolahan bauksi menjadi aluminium. Salah satunya adalah: a. Bayer Proses Proses ini menggunakan soda api untuk mengekstrak alumina dari bauksit dengan menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi. Setelah proses ini, maka akan didapatkan bubur yang terdiri dari larutan jenuh alumina dan fase padat dari lumpur merah yang biasa disebut sebagai residu atau sisa sisa bauksit. Sisa sisa tersebut kemudian dipisahkan dari larutan jenuh alumina, dan didinginkan. Hal ini dilakukan agar terjadi kristalisasi dan pengendapan. Kristal yang didapat pada proses pengendapan kemudian dicuci dan dikalsinasi untuk menghilangkan air yang ada di dalamnya.

Source: www.aluminium-world.org b. Hall-Heroult Proses Proses ini menghasilkan aluminium primer yang didapat dari proses elektrolisis alumina. Alumina dilarutkan dalam larutan kriolit dan di elektrolisis dalam reduksi sel dengan arus searah. Sel terhubung dalam suatu rangkaian meliputi sebuah katode karbon yg diisolasi dengan alumina atau batu bata tahan panas didalam kulit besi. Anode karbon tergantung di atas cell. Arus searah dilewatkan dari anode karbon melewati sebuah kolam ke katode. Alumunium cair disimpan di katode di bawah sel dan oksigen menyatu dengan anode karbon.

Alumina di tambahkan pada kolam cair dan larut seperti proses elektorlisis. Senyawa fluoride ditambahkan kedalam kolam yang dibutuhkan untuk melengkapi material yang terkonsumsi atau hilang. Alumunium cair secara berkala diambil dari sel dengan pengisap vakum. .

Source: .www.aluminium-world.org Pengaruh Pengaruh penambangan bauksit di Indonesia ini memiliki 2 jenis dampak. Yaitu dampak pada lingkungan baik fisik dan alaminya, dan dampak social ekonomi. a. Dampak lingkungan Dampak lingkungan dari penambangan bauksit antara lain: Noise Polution (kebisingan) Peledakan, merupakan sumber utama dari polusi kebisingan ini. Peledakan adalah aktivitas yang sudah biasa dilakukan dalam penambangan bauksit. Hal ini dilakukan untuk mengambil bauksit di dalam tanah. Hilangnya habitat makhluk hidup baik manusia, hewan, dan tumbuhan. Terjadinya erosi dan kekeruhan Terganggunya populasi laut Hujan debu b. Dampak Sosial dan Ekonomi Pada tahun 1981 1993 Pulau Bintan memiliki Populasi sekitar 50.000 jiwa dan rata rata seluruhnya menggantungkan hidup dengan bekerja pada industri ini. Perusahaan yang menaungi bidang ini, telah mendirikan sebuah desa yang di dalamnya terdapat 290 rumah

dan sebagian besar rumah rumah tersebut telah di huni oleh para karyawan perusahaan. Selain itu, sebuah sekolah, fasilitas olahraga, sebuah rumah sakit dengan 46 ranjang, dan 3 dokter telah dibangun dan ditempatkan di desa tersebut. Semakin lama, pihak yang mendukung adanya eksplorasi dan eksploitasi bukan bertambah. Tetapi justru berkurang. Melihat dampak dampak yang ditimbulkan, hal ini memang sudah sepatutnya terjadi. Dengan pertimbangan pertimbangan tertentu seperti tidak optimalnya pertambangan bauksit di Indonesia, menjadikan banyak pihak memaksa di hentikannya proses penambangan bauksit di Pulau Bintan. Pasar Bauksit Negara Negara produsen bauksit di dunia bukan hanya Indonesia, tetapi juga Negara seperti China, India, Viietnam, Kamerun, Guinea, Australia, Brazil, dan Negara lainnya. Tetapi, 3 negara penghasil bauksit terbesar dunia diantaranya adalah Guinea yang bisa memproduksi bauksit sebesar 14,9 billion per tahun, yang ke dua adalah Australia yang menghasilkan bauksit sebesar 9,5 billion, dan yang ketiga adalah Brazil yang menghasilkan bauksit sebesar 8,2 billion. Sebagian dari Negara Negara tersebut Daftar Pustaka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berbagai Penerbitan. Statistik Perminyakan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berbagai Penerbitan. Sumber Daya Batubara Dan Gambut Di Indonesia. Bandung: Direktorat Jenderal Geologi Dan Sumber Daya Mineral. Lahar, H., Harahap, I.A., dan Bagja, M. 2003. Pemantauan dan Evaluasi Konservasi Sumber Daya Mineral di Daerah Kijang, Kabupaten Kijang, Provinsi Riau, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Bandung. PT Aneka Tambang (Persero). Berbagai penerbitan Laporan Tahunan PT Aneka Tambang. Jakarta. Rapilus, K., dan Zulfahmi, 1980. Eksplorasi Pendahuluan Batuan Bahan Bangunan/Kontruksi di Daerah P. Bintan Provinsi Riau, Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

You might also like