You are on page 1of 20

PARADIGMA PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN PEKERJA DI DUNIA KERJA DAN KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM, KEBIJAKAN NEGARA

DAN REALITAS1
Oleh:
Selamat RIYADI2

ABSTRAK Ajaran Islam dan kebijakan negara telah menempatkan perempuan secara proporsional untuk memiliki kesempatan yang sama sehingga dapat mengembangkan diri dalam peran, tugas dan fungsinya, baik untuk bekerja reproduktif (dalam rumah tangga) maupun bekerja produktif (di luar rumah tangga) serta perwujudan dari aktualisasi diri mereka. Berbagai persoalan pada pekerja produktif muncul, terutama terkait tuntutan status pekerjaan dan pemenuhan hak-hak mereka secara layak. Pada pekerja sektor informal dengan potensi besaran masalah lebih tinggi dan kompleks memerlukan penanganan khusus dengan pendekatan yang bersifat terintegrasi dan komprehensif serta keagamaan. Pemberdayaan dan penyediaan fasilitas pelayanan yang dapat menunjang pemenuhan hak-hak pekerja perempuan oleh stake holder terkait diharapkan bersinergi untuk mengurangi dan mencegah tidak terpenuhinya hak-hak mereka sesuai ketentuan dengan memegang prinsip keadilan dan kesejahteraan. Perdebatan tentang pekerja perempuan dalam berbagai aspeknya dan persoalan yang dialami para pekerja perempuan lebih disebabkan diantaranya oleh konstruk sosial budaya mereka di tengah-tengah masyarakat serta perbedaan penafsiran dalam agama. Dalam hal ini diperukan kesadaran kolektif untuk merekonstruksi nilai-nilai luhur sosial budaya mereka agar sesuai dengan ajaran agama dan kebijakan negara yang didasari oleh suatu keinginan dan tujuan yang mulia serta kepentingan universalitas kemanusaiaan sehingga kasustik di lapangan bisa dihindari atau dikurangi. Sangat banyak tulisan yang mengkaji masalah perempuan dalam segala perspektifnya. Hal ini seiring dengan adanya banyak pusat kajian perempuan dan adanya kementerian/lembaga yang khusus menanganinya. Walapun demikian, bahasan tentang perempuan pekerja masih sangat layak digali dan dikaji terus karena persoalan di lapangan tiada henti. Dalam makalah ini akan dibahas tentang berbagai hal terkait pekerja perempuan, yaitu pandangan tentang kedudukan perempuan dan pekerja perempuan serta paradigma permasalahannya di dunia kerja khususnya mengenai perlndungan dan pemberian pelayanan kesehatan reproduksi yang ditinjau perspektif Islam dan kebijakan negara serta pada tataran kasus di lapangan sehingga dapat diperoleh titik temu, benang merah dan solusinya berkenaan dengan kompleksitas dan problematika pekerja perempuan khususnya menyangkut perlindungan keamanan, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan serta adanya jaminan pelayanan kesehatan reproduksi sesuai standar. Kata Kunci: pekerja perempuan, kesehatan reproduksi, Islam dan kebijakan

A. Pendahuluan Permasalahan di bidang ketenagakerjaan atau yang berkaitan erat dengan pekerja3, seperti pengangguran, aksi unjuk rasa/demo buruh dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan masalah global yang dapat terjadi di semua negara di belahan dunia. Setiap negara tentunya memiliki persoalan ketenagakerjaan tersendiri sesuai dengan tingkat kemajuan dan kondisi bangsa. Berbagai tuntutan oleh kelompok buruh atau serikat pekerja sering terjadi
Makalah diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Islam Komprehansif pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. 2 Staf di Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga Kementerian Kesehatan, mahasiswa Program Doktoral Agama dan Kesehatan Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kosakata pekerja diartikan secara luas dengan orang yang bekerja (melakukan suatu pekerjaan/perbuatan, berbuat sesuatu), orang yang menerima upah atas hasil kerjanya; buruh, karyawan, serta diberikan beberapa frase kata, yaitu pekerja harian, pekerja ilegal, pekerja kasar, pekerja mingguan, pekerja musiman, pekerja pabrik, pekerja seks komersial dan pekerja terampil. Kita pun sering menjumpai atau bisa menyusun banyak gabungan kata, kata majemuk yang diawali dengan kata pekerja, seperti pekerja formal pekerja profesional, pekerja tetap, lepas, pekerja legal, pekerja keras, pekerja anak, pekerja laki-laki, pekerja perempuan dan seterusnya. Pekerja juga diartikan dengan setiap orang yang dapat bekerja guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
1

yang akar persoalannya adalah sangat mendasar menyangkut upah mereka yang dinilai masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, pengangkatan dari pekerja kontrak menjadi pekerja tetap serta tuntutan hak-hak dasar pekerja lainnya. Begitu kompleksnya persoalan pekerja, bahkan untuk beberapa jenis status atau sebutan profesi pekerja itu sendiri sesungguhnya keberadaan mereka tidak dikehendaki sehingga menjadi bagian dari masalah, tetapi sampai saat ini belum bisa diatasi sepenuhnya, antara lain adalah pekerja anak (di bawah umur), pekerja seks komersial, pekerja ilegal baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dilematis kemanusiaan keberadaan mereka yang semestinya bisa dihindari manakala negara mampu menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri dengan baik. Namun, hal itu tidak mudah karena menyangkut banyak persoalan terkait di berbagai bidang dan dimensi kehidupan, seperti pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk, kualitas sumber daya manusia, daya saing, etos kerja, kebijakan pemerintah, pendidikan, sosial budaya, politik, hukum dan sebagainya. Pada prinsipnya pekerja atau tenaga kerja merupakan aset yang sangat berharga sebagai faktor utama dalam meningkatkan produktivitas dan kinerja suatu unit usaha/perusahaan/instansi tempat kerja yang wajib mendapatkan perlindungan, baik pada pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan. Tetapi, dalam kenyatannya perlindungan pekerja banyak belum dilakukan secara memadai khususnya pada pekerja non formal atau sektor informal4 serta pada pekerja perempuan5. Pekerja merupakan kata generik yang berlaku untuk berbagai status pekerjaan6 yang dilakukannya sebagai konsekuensi dari kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di
Pekerja dapat dikelompokkan menjadi pekerja formal dan pekerja informal sesuai dengan kategori tempat kerjanya, sektor formal atau informal. BPS mendefinisikan sektor informal sebagai Perusahaan Non Direktori (PND) dan Usaha Rumah Tangga (URT) dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang. Sedangkan menurut Hendri Saparini dan M. Chatib Basri dari UI, dalam Nofita (2010) menyebutkan ciri-ciri tenaga kerja sektor informal, yaitu 1) tenaga kerja bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak, 2) pekerja tidak menghasilkan pendapatan yang tetap, 3) tempat bekerja tidak terdapat keamanan kerja (job security), 4) tempat bekerja tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Ciri-ciri kegiatan informal adalah mudah masuk, artinya setiap orang dapat kapan saja masuk ke jenis usaha informal ini, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik keluarga, operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh dari luar sistem formal sekolah dan tidak diatur dan pasar yang kompetitif, antara lain pedagang kaki lima (PKL), becak, penata parkir, pengamen dan anak jalanan, pedagang pasar, buruh tani dan lainnya. 5 Laporan Independen NGOs tentang Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia dalam kurun waktu tahun 1998 2007 mencatat isu yang terkait dengan tindakan diskriminasi terhadap perempuan yang perlu mendapatkan prioritas dintaranya adalah tentang hak pekerja perempuan dan kesehatan reproduksi perempuan. 6 BPS, di dalam Nofita (2010) membedakan status pekerjaan menjadi 7 kategori, yaitu 1) Berusaha sendiri, 2) Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, 3) Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, 4) Buruh/Karyawan/Pegawai, 5) Pekerja bebas di pertanian, meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian, 6) Pekerja bebas di non pertanian yang meliputi usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan, 7) Pekerja tak dibayar, dapat terdiri dari anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah; bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di warung; bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya.
4

suatu unit usaha/kegiatan baik yang berlangsung rutin maupun temporer. Berdasarkan status pekerjaaan terlihat begitu luasnya cakupan mengenai pekerja, maka di dalam makalah ini yang dimaksudkan dengan pekerja adalah dalam kategori buruh/karyawan/pegawai, baik di sektor formal maupun informal. Dalam makalah ini dibahas tentang beberapa hal terkait dengan pekerja perempuan, yang mencakup pandangan mengenai kedudukan perempuan dan pekerja perempuan serta paradigma permasalahannya di dunia kerja khususnya mengenai kesehatan reproduksi dalam perspektif Islam dan kebijakan negara serta pada tataran realitas. B. Kedudukan Perempuan dan Pandangan terhadap Perempuan Pekerja Kesempurnaan Tuhan menciptakan manusia berpasangan dalam gender7 laki-laki dan perempuan mengandung makna tentang adanya peran, tugas dan kedudukan yang melekat pada masing-masing dengan melihat perbedaan yang dimiliki. Dalam konteks ini sesungguhnya tidak ada perbedaan dan perdebatan yang mendasar terkait keduanya termasuk menyangkut tugas, kedudukan dan peran. Seharusnya ini menjadikan tidak perlunya gerakan perjuangan untuk mengupayakan kesetaraan dan keadilan gender. Namun, secara historis dan fenomenologis tidak bisa dihindari sehingga tidak bisa disalahkan kalau sampai saat ini berkembang adanya kajian-kajian tentang wanita/perempuan secara akademis, masih relevan dan diperlukannya kementarian yang secara khusus menangani perempuan. Hal ini tidak terlepas dari realitas adanya fenomena subordinasi dan marjinalisasi perempuan akibat konstruksi sosial dan budaya berupa tata nilai, sistem nilai, adat istiadat dan perbedaan tafsir dalam agama. Sebagai konsekuensinya muncul perbedaan pandangan sehingga mengupas tentang perempuan selalu saja menarik dan tidak akan pernah kering dan tidak ada habisnya. Adanya ungkapan bahwa wanita adalah tiang negara menunjukkan bahwa kedudukan perempuan sangatlah strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta tidak ada perdebatan mendasar mengenai hal tersebut. Terlepas banyaknya kasus menyangkut perempuan, kita sudah sepatutnya untuk mengkonstruksi seideal mungkin dalam sudut pandang yang komprehensif. Al-quran telah memberikan pandangan terhadap keberadaan dan kedudukan perempuan8.
7

Islam

sangat

memberikan

kesempatan

kepada

perempuan

untuk

Rahayu Relawati dalm bukunya Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender menyandingkan istilah gender dengan istilah seks (jenis kelamin). Istilah seks mengacu kepada perbedaan biologis, sedangkan gender mengacu pada konstruksi sosial tentang peran, tugas dan kedudukan perempuan dan laki-laki. 8 Nasaruddin Umar, Perspektif Gender dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, http://media.isnet.org/ islam/Paramadina/Jurnal/ Jender3.html (diakses April 9, 2012)

mengembangkan dirinya sebagai sumber daya manusia di tengah-tengah masyarakat dan telah secara jelas mengajarkan adanya persamaan antara manusia laki-laki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Yang membedakan mereka terutama adalah tingkat ketaqwaannya.9 Islam dengan kitab suci Al-Quran dan melalui Rasulullah SAW telah hadir secara ideal dengan gagasan besar mengajarkan prinsip dasar kemanusiaan, perlindungan hak azasi manusia dan kesederajatan serta mengajarkan setiap muslim untuk bekerja dan berusaha memakmurkan dunia, kebebasan mencari rizki sesuai dengan ketentuan dan norma syariat agama serta perintah mengerjakan amal shaleh yang bermanfaat bagi orang lain. Konsekuensi dari kewajiban ini adalah bahwa setiap manusia berhak untuk bekerja mendapatkan pekerjaan10. Dalam sejarah Islam tercatat adanya perempuan (muslimah) turut berperan aktif dan signifikan membangun peradaban, melakukan aktivitas sosial ekonomi, politik dan pendidikan serta perjuangan untuk kemaslahatan umat. Al-Ghazali dalam bukunya yang mengupas antara lain tentang bagaimana sikap Islam terhadap perempuan pada zaman modern dan sejauh mana aktivitas sosial seorang perempuan dibolehkan menurut ijtihad fiqih Islam, menunjukkan adanya hadits palsu yang mengekang perempuan untuk bersekolah dan keluar rumah serta tugas amar maruf dan nahi mungkar meliputi kaum laki-laki dan perempuan dengan derajat yang sama11. Perempuan pekerja yang disamakan artinya dengan pekerja perempuan dapat memiliki makna sesuai dengan definisi pekerja seperti di sebutkan di atas sebagai perempuan yang bekerja. Bekerja sesungguhnya merupakan perwujudan dari eksistensi dan aktualisasi diri manusia dalam hidupnya. Manusia, baik laki-laki maupun perempuan diciptakan Allah SWT untuk melakukan aktivitas pekerjaannya dan merupakan bagian dari amal saleh12. Selain

Q.S. Al-Hujuraat [49]:13:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 10 Ahmad Nur Fuad, dkk. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam. Malang: LPSHAM Huhammadiyah Jatim, 2010, 24-26. 11 Abdullah Abbas, Al-Ghazali Menjawab 100 Soal Keislaman. Diterjemahkan dari Miatu Sual An Al-Islam Karya Syaikh Muhammad Al-Ghazali. Penerbit Lentera Hati, 2010, 716-725. Lihat Q.S. at-Taubah [9]:71. 12 Q.S. Ali Imran [3]:195: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya : "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.... Q.S. An-Nahl [16]:97: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadan`ya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

dimaknai sebagai ibadah13, dengan bekerja maka seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara jasmani maupun rohani. Islam mengajarkan adanya kewajiban untuk bekerja sekaligus hak untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat berlaku baik laki-laki maupun perempuan. Manusia dituntut untuk memperjuangkan kebutuhan hidup, seperti sandang, pangan, papan dan kesehatan. Perempuan atau ibu bekerja telah ada sejak masa lalu. Pada waktu kecilnya Muhammad Rasulullah diketahui banyak para ibu bekerja. Misalnya, Halimah As-Sadiyah yang bekerja untuk menyusuinya14. Istri Rasulullah, Siti Khadijah binti Khuwailid dikenal sebagai pedagang yang sukses dan sangat berperan membantu perjuangannya15. Melihat keterlibatan perempuan dalam pekerjaan pada masa awal Islam, maka dapat dikatakan Islam membenarkan perempuan aktif dalam berbagai aktivitas. Perempuan mempunyai hak untuk bekerja selama pekerjaan tersebut membutuhkannya dan atau selama perempuan membutuhkan pekerjaan tersebut serta selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara. Berdasarkan kitab Fiqih, Jamaluddin Muhammad mahmud menyatakan bahwa perempuan dapat bertindak sebagai pembela dan penuntut dalam berbagai bidang. Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, perempuan mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan tertinggi16. Dalam pandangan yang lain, bahwa Islam menempatkan laki-laki menjadi pemimpin dalam keluarga17 yang berkewajiban memberi nafkah, tetapi peran perempuan sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya untuk membantu ekonomi keluarga tidak bisa hindari. Bahkan di zaman modern sekarang ini, banyak terjadi perempuan karier yang bekerja melebihi penghasilan suami. Secara kodrati, sesungguhnya perempuan mengemban tugas utama berkenaan dengan tugas-tugas reproduksi (hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh anak)18
13

Q.S. Al-Jumuah [62]:10:

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. 14 Manshur Abdul Hakim, 99 Kisah Teladan Sahabat Perempuan Rasulullah (Penerbit Republika) , http://books. google. co.id (diakses April 9, 2012) 15 Lembaga Yatim Piatu Ar-Rodiyah, Kisah Siti Khadijah, Istri Rasulullah SAW, http://ar-rodiyah.com/article/ 74881/kisah siti khadijah istri rasulullah saw.html (diakses April 6, 2012) 16 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran,http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/ Perempuan.html (diakses April 6, 2012) 17 Q.S. An Nisaa [4]:34: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain , dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara . Wanitawanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.... 18 Achmad Charris Zubair, Wanita dalam Transformasi Sosial Budaya: Telaah Peranan Strategis dalam Konteks Global, http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/wanita.pdf, 1 (diakses April 9, 2012)

atau bekerja reproduktif (hamil, melahirkan, menyusui, pengasuhan, perawatan fisik dan mental untuk berfungsi dalam struktur masyarakat). Realitas bahwa perempuan bekerja di sektor publik/kerja produktif merupakan sebuah pilihan karena berbagai alasan. Di Arab Saudi, misalnya karena faktor ekonomi dan ingin mengimplementasikan ilmunya19. Menurut Zubair, alasan keketerdesakan ekonomi, selera pasar dan emosi tidak mangacu pada otonomi perempuan selaku manusia. Lain halnya karena dorongan ingin mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya, bukan karena tekanan yang lain yang memerlukan kemauan dan kemampuan kualitas untuk bersaing secara sehat dengan laki-laik.20 Tidak bisa dihindari bahwa seiring dengan pesatnya industri banyak sekali terserap pekerja perempuan baik di sektor formal maupun informal. Bahkan beberapa jenis pekerjaan didominanasi pekerja perempuan karena umumnya mempunyai sifat-sifat seperti; sabar, teliti, mudah diatur/tidak banyak protes, memiliki keterampilan manual dan seringkali bersedia untuk di gaji lebih rendah daripada laki-laki. Di negara-negara yang mayoritas penduduk muslim dengan ekonomi mapan, seperti Arab Saudi dan Kuwait tuntutan untuk dapat bekerja dan memilih pekerjaan merupakan masalah utama. Di Arab Saudi, hanya 5% perempuan bekerja dan terbatas pada pekerjaan zona domestik (seperti pekerjaan keagamaan, pendidikan dan perawatan). Malaysia dianggap sebagai simbol negara muslim yang berhasil memadukan tradisi dan modernitas dan potret keberhasilan peran perempuan dalam pembangunan, walaupun masih ada ketidakadilan dalam pendapatan karena laki-laki yang dituntut untuk bekerja atau mencari nafkah. Data tahun 2009, diperkirakan jumlah perempuan yang aktif dalam perekonomian 38%, dari hanya 7% tahun 1980 dan 8,5% tahun 1990. Di sektor pendidikan dan profesional bahkan jumlah perempuan melebihi laki-laki21. Permasalahan perempuan yang bekerja di luar rumah tangga (bekerja produksi/sektor publik) dalam pandangan masyarakat kita yang muslim tidak terlepaskan dari adanya penafsiran ayat-ayat Al-Quran berwawasan gender yang hampir semua tafsir yang ada mengalami bias gender dan pengaruh budaya Timur Tengah yang androsentris22. Begitu juga di Indonesia, terutama di pedesaan faktor sosial budaya berpengaruh terhadap eksistensi perempuan. Masih terdapat kecenderungan orang tua secara diskriminatif memprioritaskan anak laki-laki daripada perempuan melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih

19

Farinia Fianto, Pekerja Perempuan di Dua Negeri Islam , http://www.rahima.or.id/index.php, 1-2 (diakses April

9, 2012) Achmad Charris Zubair, Wanita dalam Transformasi Sosial Budaya: Telaah Peranan Strategis dalam Konteks Global , http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/wanita.pdf, 2 (diakses April 9, 2012) 21 Farinia Fianto, Pekerja Perempuan di Dua Negeri Islam , http://www.rahima.or.id/index.php, 1-4 (diakses April 9, 2012)
20

tinggi tinggi serta untuk bekerja mencari nafkah, sementara perempuan lebih diarahkan hanya sebagai ibu rumah tangga. Di kalangan muslim, terdapat kelompok yang mengkhawatirkan jika perempuan bekerja yang mengakibatkan perbuatan tidak terpuji karena dimungkinkan adanya hubungan dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sehingga dapat terjadi fitnah, perselingkuhan yang merusak kehidupan rumah tangga. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz memberikan pandangan tentang pekerja perempuan, dikatakan bahwa: sebenarnya lahan pekerjaan perempuan di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang
berhubungan dengan perempuan sudah cukup bagi perempuan tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki. Orang-orang yang berakal dari negara-negara barat telah menyeru keharusan untuk mengembalikan perempuan pada kedudukan yang telah disediakan Allah SWT dan diatur sesuai dengan fisik dan akalnya23.

Qardhawi mengkategorikan hukum perempuan bekerja di luar rumah atau melakukan aktivitas adalah jaiz (dibolehkan) dan dapat sebagai sunah atau bahkan kewajiban (wajib) karena tuntutan (membutuhkannya), misalnya pada janda yang diceraikan suaminya, dan untuk karena untuk membantu ekonomi suami atau keluarga24. Demikian juga dalam literatur fikih, khususnya fikih Hambali sebagaimana yang ditulis Faqihuddin Abdul Kodir, tidak ditemukan adanya larangan perempuan bekerja selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Suami tidak berhak melarang istri bekerja mencari nafkah apabila suami tidak bisa bekerja mencari nafkah karena sakit, miskin atau yang karena yang lain. Seorang laki-laki yang awalnya mengetahui dan menerima calon isteri yang bekerja (perempuan karir) dan setelah menikah akan terus bekerja, maka dengan alasan apapun suami tidak boleh melarang istri untuk bekerja25. Perkembangan saat ini bisa dilihat ada kecenderungan perempuan pada beragam tingkat ekonomi lebih memilih mengasuh anak ketimbang mencari rezeki di luar. Hal ini sesuai hasil survei di Amerika Serikat bahwa dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan turunnya angka pekerja perempuan. Tidak bisa dipungkiri tugas pokok perempuan sebagai ibu

Nasaruddin Umar, Perspektif Gender dalam Islam. Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, http://media.isnet.org /islam/Paramadina/Jurnal/Jender3.html (diakses Maret, 5 2012) 23 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pandangan Islam terhadap Pekerjaan Seorang Perempuan , Sefrizal/ http://id.shvoong.com/humanities/1845934-pandangan-islam-terhadap-pekerjaan-seorang/ (diakses Maret, 5 2012) 24 Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer. Apa saja yang Boleh Dikerjakan Wanita?, http://dir.groups. yahoo.com/group/wanita-muslimah/message/296 (diakses April 6, 2012) 25 Faqihuddin Abdul Kodir, Perempuan Bekerja Menurut Islam, http://jumiartiagus. multiply.com/journal/item/1 (diakses April 6, 2012)

22

dan pengatur rumah tangga dan terkait adanya hukum-hukum masalah kehamilan, kelahiran, persusuan, pengasuhan dan masalah iddah26. Dalam tataran kebijakan negara dan pandangan umum umat Islam pada zaman modern sekarang ini di Indonesia, sesungguhnya tidak banyak masalah menyangkut kedudukan perempuan. Hal ini dibuktikan dengan adanya presiden dan wakil presiden seorang perempuan (Megawati Soekarno Putri) serta menduduki jabatan strategis lainya sebagai menteri, gubernur, anggota DPR/MPR dan lain sebagainya. Tidak ada perbenturan dalam konteks dogma agama. Islam memberi jalan kebahagiaan dan martabat yang tinggi bagi perempuan serta memberi rambu, nilai dan menuntun tatanan moral mana yang pantas dan tidak pantas. Perempuan memiliki tanggung jawab dalam rumah tangga sebagai konsekuensi alamiah/fitrah untuk hamil, melahirkan, menyusui dan mengalami haid. Dalam karier pun terbuka kesempatan luas dan tinggi. Pada konteks ini, perempuan ketika memasuki gerbang hidup berkeluarga, mereka diberikan adanya kebebasan atau alternatif untuk memilih tetap berkarir dengan catatan tanggung jawab kehidupan rumah tangga berjalan dengan baik atau fokus pada tanggung jawab dalam keluarga rkarena kewajiban menafkahi keluarga sesungguhnya merupakan tanggung jawab laki-laki. Dalam hal kesetaraan gender atau adanya tuntutan emansipasi wanita oleh sekelompok pihak seringkali kebablasan atau melewati batas-batas kodrati perempuan. Melalui pendekatan keagamaan diharapkan emansipasi yang berkembang berbasis pada etika moral dan keagamaan dalam rangka mencapai keseimbangan kehidupan antara keluarga dan karir. Dekonstruksi terhadap tatanan moral dan keagamaan justru sebaliknya akan membawa kepada rendahnya martabat dan kebahagiaan yang sebenarnya. C. Permasalahan pada Perempuan Pekerja di Dunia Kerja dan Kesehatan Reproduksi Tidak bisa dielakkan bahwa pekerja perempuan memiliki peran ganda, yaitu sebagai tenaga kerja yang harus dilindungi hak-haknya dan juga berperan sebagai ibu rumah tangga yang harus dilindungi fungsi reproduksinya. Oleh karena itu, pekerja perempuan perlu mendapat perlindungan khusus agar fungsi reproduksinya tidak terganggu. Dengan jumlah yang cukup besar, pekerja perempuan mempunyai hak yang sama tanpa diskriminasi dalam pekerjaan agar tetap eksis untuk berpartisipasi dalam mengisi pembangunan. Pekerja perempuan bekerja hampir di semua sektor, baik sebagai tenaga manajerial, profesional,
26

Adnan Syafii, Tugas Pokok Wanita Menurut Islam BKLDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta , http://dakwahkampus.com/pemikiran/pergaulan/1564-tugas-pokok-wanita-menurut-islam.html (diakses Maret, 5 2012). Diuraikan bahwa sebuah penelitian US Cencus Bureau (2005) memperkirakan sekitar 5,6 juta perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga dan tinggal di rumah (naik 22% dari tahun 2004). Dalam buku The Cinderella Complex terdapat fakta banyak perempuan Amerika lebih senang berperan sebagai ibu rumah tangga dibanding keluar rumah untuk bekerja.

teknis, administratif sampai ke buruh maupun menjadi wiraswasta. Masih ada kecenderungan untuk mempekerjakan perempuan di sektor pertanian dan pelayanan jasa. Sebagian besar perempuan bekerja di sektor informal yang termasuk underserved population karena populasi pekerja tidak terlindung oleh hukum maupun dalam mendapatkan pelayanan kesehatan secara memadai. Menurut data BPS 2008, populasi pekerja di Indonesia sudah mencapai 166,64 juta orang. Sekitar 38% pekerja bekerja di sektor informal, dengan persentase terbesar (40,3%) bekerja di sektor pertanian. Sedangkan jumlah pekerja perempuan sekitar 40%. jumlah pekerja sektor informal mencapai 69,49% dan diperkirkan 70 % adalah perempuan. Sedangkan tenaga kerja yang bekerja di luar negeri (BNP2 TKI, 2008) sebanyak 748.825 orang, dengan rincian jumlah TKI formal 296.340 orang (36%) dan TKI Informal 452.485 orang (64%), dengan jumlah TKI Perempuan sekitar 569 ribu (76%), 512 ribu orang (90%) adalah Pekerja Rumah Tangga (PRT). Permasalahan pekerja perempuan di Indonesia cukup kompleks, khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Pada tahun 2011 terdapat sekitar enam juta berada di lebih dari 40 negara dan berasal dari 400 kabupaten/kota di Indonesia. Sebanyak 65 persen dari jumlah itu merupakan TKI informal yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga27. Jumlah TKI di luar negeri diperkirakan akan terus meningkat. Faktor pendorongnya adalah karena pengangguran (sulit memperoleh pekerjaan di dalam negeri), kebuthan ekonomi mendesak (meningkatkan taraf hidup lebih layak), masalah keluarga, menanggung hutang, biaya sekolah anak, beban keluarga yang semakin kompleks. Adapun kasus/isu yang terjadi, diantaranya pelecehab seksual, pemerkosaan, penipuan, penganiayaan dan pembunuhan. Kasus-kasus tersebut tidak mengurangi minat bekerja di luar negeri karena berbagai alasan tersebut di atas. TKI di luar negeri pada prinsipnya sama dengan pekerja formal dan informal yang harus dilindungi secara hukum dan memperoleh hak-haknya sebagai pekerja. Demikian juga di dalam negeri, dengan jumlah mencapai 62% yang bekerja di sektor informal dan pekerja perempuan sebanyak 40,74 juta (38%), sekitar 25 juta usia reproduksi yang dalam siklus kehidupannya kemungkinan akan mengalami proses menyusui bayi setelah bersalin. Kenyataan yang terjadi saat ini, yaitu belum sepenuhnya pekerja memperoleh pelayanan kesehatan sesuai harapan, terutama pekerja di sektor informal. Sebagai gambaran baru 20 % pekerja formal dan 1% pekerja sektor informal dilindungi dengan pembiayaan kesehatan. Kecilnya jumlah pekerja sektor informal yang terlindungi karena terkendala oleh

kemampuan finansial pekerja informal untuk membayar iuran dan tidak pahamnya pekerja informal terhadap program jaminan kesehatan tenaga kerja. Partisipasi perempuan pada populasi pekerja meningkat terus, baik di sektor pertanian, industri maupun jasa, sehingga saat ini sudah mencapai sekitar 42% dari populasi pekerja di dunia. Meskipun pekerja perempuan besar kontribusinya terhadap perekonomian nasional, namun kebutuhan khusus mereka akan pelayanan kesehatan kerja jarang terpenuhi, WHO 2001. Berdasarkan laporan BPS tahun 2008, pekerja wanita usia produktif (15-45 tahun) sebanyak 67,49 %28. Beberapa masalah terkait pekerja perempuan, diantaranya adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) selalu lebih rendah, banyak bekerja dibawah jam kerja normal (< 35 jam per minggu), tingkat pendidikan rendah, masih banyak ditemui pelanggaran-pelanggaran normatif di bidang norma kerja perempuan yang dilakukan oleh perusahaan, diantaranya penerimaan pekerja (lowongan kerja), kesempatan mengikuti, pelatihan dan promosi, partisipasi dalam pengambilan keputusan, perbedaan upah, perbedaan dalam jaminan sosial (JPK), perbedaan dalam usia pensiun, PHK bagi pekerja perempuan yang menikah, belum terlindunginya pekerja perempuan yang bekerja di sektor informal dan yang bekerja di luar hubungan kerja (PRT, pekerja rumahan, buruh tani dan lain-lain, penegakan hukum belum berjalan efektif, pengawasan terhadap penerapan Norma Kerja Perempuan belum berjalan secara optimal29. Pekerja perempuan sebagian besar adalah usia reproduksi (15-45 tahun) dengan persentase tinggi untuk perempuan hamil. Di Amerika Serikat jumlah perempuan yang bekerja pada waktu kehamilan pertamanya mencapai 64,5%. Umumnya perempuan yang bekerja mempunyai beban kerja ganda, yaitu terbebani menambah atau menjadi sumber utama nafkah keluarga, beban mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus anak dan kadang juga orang tuanya. Adanya peran ganda perempuan dalam hubungannya sebagai suami istri, ibu rumah tangga (bekerja reproduksi) dan sebagai pekerja produktif dalam realitasnya membawa berbagai persoalan tersendiri terkait dengan pemenuhan hak-hak reproduksinya (fungsi reproduksi), khususnya dalam pemberian ASI bagi bayinya sesuai anjuran baik dalam perspektif Islam, kebijakan pemerintah, implementasi di perusahaan/instansi pemerintah maupun di tingkat pekerjanya30.

27 Jumhur Hidayat, Bukan Hanya di Jawa, Basis TKI Menyebar, http://nasional.vivanews.com/news, (diakses April, 2012) 28 Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes, Bahan Sosialisasi Percontohan ASI Eksklusif di Tempat Kerja Dukungan Dana Tugas Pembantuan 2012 , Surabaya, 29 31 Maret 2012. 29 Kemneg PP dan PA, Kebijakan Tenaga Kerja Perempuan yang Bekerja di Dalam Negeri. Bahan Pertemuan Konsultasi Kesehatan Kerja. NTB, 7 April 2010. 30 Direktur Pengawasan Perlindungan Perempuaan dan Anak Kemenakertrans, Bahan Seminar Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja Dalam Rangka Mendukung MDGs 2015 , Semarang, 16 Juni 2011.

Menurut Masudi di dalam Nur Fuad dkk31, setidaknya terdapat 3 hak dasar perempuan berkaitan dengan peran reproduksinya, yaitu 1) Hak perlindungan keselamatan dan kesehatan, 2) Dukungan yang tepat, tidak hanya selama proses-proses reproduksi, tetapi juga setelah proses itu sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak, 3) Hak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah 15,3%. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13,0%. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. Persentase bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah 15,3%32. Dalam hal pencapaian hak-hak reproduksi perempuan untuk memberikan ASI kepada bayinya sesuai anjuran, sampai saat ini di Indonesia khususnya menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif dan ASI kepada bayinya masih rendah. Terkait masalah tersebut sebenarnya sudah banyak kebijakan negara yang mendukung program ASI di tempat kerja. Dalam Laporan Independen NGOs tentang Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia tahun 2007 tercatat berbagai isu penting dan permasalahan mengenai Kesehatan Reproduksi33 Perempuan dan Hak Pekerja Perempuan, yaitu:34 1) Jaminan pemeliharaan pelayanan kesehatan bagi perempuan, 2) Jaminan pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang setara bagi laki-laki dan perempuan, 3) Pelayanan yang layak bagi perempuan selama hamil, persalinan dan sesudah persalinan dengan cuma-cuma dimana perlu sesuai sesuai dengan kondisi perempuan, 4) Pemberian gizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui, 5) Sesuai Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja perempuan di sektor industri dan jasa dengan status pegawai tetap memiliki hak cuti melahirkan, namun dalam kenyataannya
31

Ahmad Nur Fuad, dkk. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam. Malang: LPSHAM Huhammadiyah Jatim,

2010, 71.
32 Balitbang Kemenkes, Riset Kesehatan Dasar 2010, (Jakarta, 2010) , 4. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah bayi lahir adalah 29,3%, tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13,0%. Sebagian besar proses mulai menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi lahir tetapi masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan setelah 48 jam. 33 Di tingkat international telah disepakati definisi kesehatan reproduksi sebagai suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua halyang berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya. Kesehatan reproduksi telah mendapat perhatian khusus secara global. Dalam Konferensi International tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo Mesir tahun 1994 disepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga berencana menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta hak reproduksi. 34 Disarikan dari CEDAW Working Group Initiative (CWGI), Laporan Independen NGOs tentang Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) di Indonesia, Jakarta, 2007, 43-53

10

selama cuti tidak dibayar35, 6) Pekerja perempuan di perusahaan/pabrik tidak dapat mengambil cuti haid jika tidak dapat membuktikannya dengan surat dokter, 7) Belum terpenuhinya hak-haknya sebagai pekerja dan hak-haknya sebagai perempuan, seperti masalah cuti haid, masalah cuti melahirkan, masalah kehamilan, masalah menyusui, tempat penitipan anak, mengalami pelecehan seksual dan sebagainya, 8) Sebagian besar perusahaan hampir tidak memperhatikan masalah-masalah yang spesifik yang dialami pekerja perempuan berupa jaminan akan terperhatikannya hak-haknya, misalnya soal cuti haid36, 9) Data kasus dari Konsorsium Buruh Migran Indonesia (Kopbumi) dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) tahun 2005, menunjukkan tercatat sedikitnya 19 kasus kematian, 101 kasus penyiksaan disertai pemerkosaan, 117 kasus hilang kontrak dan 4.100 kasus yang menimpa buruh migran, seperti deportasi, trafiking, gaji tidak dibayar dan jam kerja yang panjang, 10) Masalah ketenagakerjaan yang diskriminatif terhadap perempuan banyak dialami pekerja rumah tangga (PRT)37. D. Islam dan Kebijakan Negara dalam Perlindungan terhadap Perempuan Pekerja di Dunia Kerja dan Kesehatan Reproduksi Islam membicarakan tentang perempuan dalam berbagai ayat menyangkut berbagai sisi kehidupan, tentang hak dan kewajiban serta keistimewaan tokoh perempuan dalam sejarah agama atau kemanusiaan. Beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan dalam pandangan ajaran Islam, diantaranya meliputi bidang politik, memilih pekerjaan dan belajar.38 Disamping hak tersebut, secara kodrati perempuan juga memiliki hak-hak reproduksi khusus yang tidak dimiliki oleh laki-laki, yaitu hak-hak reproduksi seperti haid, hamil, melahirkan, menyusui dan nifas. Dengan fungsi perempuan tersebut, Islam mengajarkan kita ini kita untuk berbakti kepada kedua orang tua, khususnya ibu39.
Sebagaimana disampaikan oleh CEDAW Working Group Initiative (2007), alasannya adalah pekerja perempuan tersebut tidak dapat memperlihatkan akte nikahnya karena pemilik perusahaan mengaitkan dengan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dimana perkawinan yang sah adalah perkawinan yang sudah didaftarkan. Namun, hal ini tidak berlaku bagi pasangan yang menikah di wilayah pedesaan, karena hanya 30% dari pasangan yang resmi menikah di Indonesia memiliki akte/surat nikah. 36 Dalam Undang-undang tentang Ketenagakerjaan secara jelas pekerja perempuan memperoleh hak untuk cuti sebanyak dua kali dalam sebulan, namun sejumlah kasus hak cuti haid buruh perempuan tidak diberikan. 37 Sebagaimana diuraikan oleh CEDAW Working Group Initiative (2007) bahwa umumnya sektor ini dilakukan oleh perempuan. Permasalahan dalam sektor ini antara lain upah rendah, fasilitas kerja tidak memadai, tidak ada jaminan sosial, jaminan kesehatan (kesehatan reproduksi) dan jaminan keselamatan kerja, rentan terhadap kekerasan (fisik, psikis, seksual, ekonomi, sosial), terbatasnya akses informasi, komunikasi, sosialisasi dan berorganisasi dan umumnya tidak ada hari libur dan cuti. Undang-undang tentang Ketenagakerjaan tidak mencakup pekerja rumah tangga ke dalam sistem perundangundangan umum untuk mengatur hubungan ketenagakerjaan. PRT belum diakui sebagai pekerja, melainkan sebagai pambantu. Akibatnya pekerja rumah tangga tidak mempunyai aturan pekerjaan yang jelas, perlindungan hukum dan jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan reproduksinya. 38 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/ Perempuan.html (diakses April 6, 2012) 39 Q.S. Al-Ahqaf [46]:15:
35

11

Al-Quran juga secara tersirat banyak menginformasikan hak-hak pekerja perempuan. Beberapa hak khusus pekerja perempuan yang secara tersirat dikomunikasikan dalam ajaran Islam, diantaranya adalah memakai busana muslimah, gaji yang setara dengan pekerja lakilaki, mengandung anak, cuti haid, hamil dan nifas, fasilitas tempat penitipan anak, jaminan keamanan harta, nyawa dan kehormatan40. Terkait hak-hak reproduksi perempuan dalam Islam, setidaknya terdapat 12 kategori, yaitu mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan, jaminan kesejahteraan, mengambil keputusan, mendapat informasi pendidikan, kebebasan berfikir, hidup, keamanan dan bebas penganiayaan, mendapat manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan, kerahasiaan pribadi, memilih bentuk dan merencanakan keluarga, kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik, kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi41. Indikator pemenuhan hak-hak reproduksi di perusahaan pada pekerja perempuan mencakup kebijakan, jaminan pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi, sarana/prasarana, peralatan dan petugas, proses pelayanan kesehatan reproduksi di tempat kerja, hasil pelayanan kesehatan reproduksi dan ASI Eksklusif di tempat kerja, perlindungan kesehatan reproduksi dan inovasi. Pada instansi pemerintah, indikator pemenuhan hak-hak reproduksi meliputi penyediaan ruangan memerah ASI, petugas konselor/motivator ASI, kegiatan sosialisasi, pendataan dan peralatan42. Apa yang dilaporkan oleh CWGI (2007) seperti permasalahan tersebut di atas merupakan masukan berharga bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya (stake holder) untuk menjadi perhatian dalam rangka perbaikan dari sisi regulasi, implementasi dan
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
, , , : , :

Suatu ketika seorang sahabat bertanya; siapakah yang puling berhak menerima kebaktian dirinya. Nabi menjawab. ibumu! kemudian? ibumu! kemudian? ibumu kemudian? Tanya sahabat untuk keempat kalinya. Ayahmu, jawab Nabi. 40 Muh. Nurhidayat, Al-Quran dan Informasi Hak Khusus Pekerja Perempuan, http://www.hidayatullah.com/ /06/01/2012/al-quran-dan-informasi-hak-khusus-pekerja-wanita.html (diakses April 6, 2012). Ditulis bahwa Pekerja perempaun memiliki hak yang sama dengan pekerja laki-laki berupa jaminan kebebasan beribadah, jaminan keamanan dan keselamatan kerja, memperoleh upah/gaji layak, mendapatkan upah lembur, diberi waktu istirahat yang cukup disela-sela bekerja, menikmati libur pekanan, diberi cuti tahunan, diizinkan berorganisasi/menjadi anggota serikat pekerja, memperoleh jatah makanan halalan thayyiban, diberi tunjangan sosial dan kesehatan, menikmati tunjangan hari tua, mendapatkan fasilitas transportasi, diberi fasilitas asrama/mess. 41 Wahyuni Shifaturrahmah, Hak-hak Reproduksi Perempuan dalam perspektif Al-Quran, http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/2010/02/16/hak-hak-reproduksi-perempuan-dalam-perspektif-al-quran/ (diakses April, 9 2012) 42 Bersumber dari instrumen yang dikembangkan oleh Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga tahun 2011 dan digunakan dalam penilaian untuk pemberian penghargaan Manggala Karya Bakti Husada bagi perusahaan/instansi pemerintah yang melaksanakan program kesehatan reproduksi di tempat kerja. Instrumen penilaian dibedakan berdasarkan kelompok perusahaan dan instansi pemerintah/perkantoran.

12

pengawasannya yang berkaitan dengan tentang ketenagakerjaan, khususnya menyangkut pekerja perempuan tentang perlindungan di tempat kerja dan jaminan kesehatan. Masalah tersebut bersifat kasustik yang masih terjadi baik di sektor formal maupun informal umumnya pada perusahaan menengah ke bawah (UMKM) dan sektor informal yang jumlahnya hampir 70%. Saat ini berbagai masalah sudah direspon oleh pemerintah dengan kebijakan dalam peraturan perundangan. Misalnya untuk penyediaan ruang ASI di tempat kerja sudah keluar Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif serta adanya pedoman pengelolaan ASI di tempat kerja. Untuk pekerja rumah tangga, bulan Mei 2012 sudah terdapat Draft Final Kebijakan Perlindungan Perempuan Pekerja Rumahan (Putting-Out System). Tenaga kerja perempuan meliputi tenaga kerja perempuan formal yang dilindungi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga Kerja perempuan informal yang bekerja di dalam negeri yang hingga saat ini belum ada Undang-Undangnya, seperti pekerja rumah tangga dan pekerja rumahan/putting out system, serta tenaga kerja Indonesia perempuan yang bekerja di luar negeri (baik formal maupun informal) dan dilindungi UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Adanya persamaan hak untuk bekerja, mendapat jenis pekerjaan, proses seleksi dan promosi di tempat kerja; hak untuk menerima upah dan tunjangan yang sama, perlakuan yang sama; serta untuk perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja termasuk perlindungan untuk fungsi melanjutkan keturunan telah dijamin dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 1984 (Ratifikasi Konvensi PBB tahun 1979) mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan43. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan pekerja perempuan mencakup pelayanan kesehatan umum, pelayanan kesehatan kerja dan pelayanan kesehatan reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi diberikan baik pada saat pra hamil, hamil, bersalin, masa nifas maupun menyusui berupa konseling, gizi pekerja, KB, ANC, pelayanan kesehatan kerja, persalinan di fasilitas kesehatan oleh tenaga kesehatan, PNC, KB pasca peralinan, ASI eksklusif, alat kontrasepsi dan kesehatan seksual serta kesehatan sistem reproduksi (pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi termasuk HIV/AIDS, pencegahan dan penanggulangan komplikasi abortus, pencegahan dan penanganan infertilitas)44.

Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, Pedoman Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Kementerian Kesehatan, 2010) , 4. Dalam buku ini diuraikan mengenai upaya kesehatan reproduksi di tempat kerja Program pelayanan kesehatan reproduksi di tempat kerja meliputi sebelum konsepsi, saat kehamilan dan pasca melahirkan , 24-25. 44 Direktur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, Bahan Seminar Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja Dalam Rangka Mendukung MDGs 2015 , Semarang, 16 Juni 2011.

43

13

Dari beberapa hak-hak reproduksi perempuan yang memang sudah di jamin dalam AlQuran, terdapat hak reproduksi penting terkait dengan upaya kesehatan yang saat ini mendapat perhatian serius dari pemerintah, salah satunya adalah pemberian ASI pada bayi secara eksklusif selama 6 bulan dan memberikannya terus sampai dengan bayi berusia 2 tahun. Dalam pasal 27 Undang-undang Dasar 1945 telah dijamin hak yang sama kepada setiap negara untuk laki-laki dan perempuan atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pemerintah juga telah berkomitmen menghapus diskriminasi terhadap perempuan dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 serta berbagai produk hukum lainnya yang terkait. Kementerian/lembaga pemerintah yang sangat terkait untuk melindungi pekerja perempuan di dunia kerja dan kesehatan reproduksi, yaitu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kesehatan, BNP2TKI. Selain itu dukungan kementerian/lembaga pemerintah lain sangat menetukan keberhasilan terhadap perlindungan terhadap pekerja perempuan, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, BKKBN, Komnas HAM, Komnas Perlindungan Anak serta organisasi masyarakat dan keagamaan, LSM-LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan dan anak, HAM, kesehatan, khususnya terkait kesehatan reproduksi pada pekerja perempuan. Dalam hal pemberian ASI kepada bayinya sesuai anjuran yang merupakan bagian dari upaya kesehatan reproduksi, pemerintah/negara telah melakukan berbagai gerakan dan penyusunan kebijakan untuk mendukung keberhasilan program ASI, termasuk ASI di tempat kerja45. Kebijakan negara begitu kuat dalam mendorong program ASI, termasuk ASI di tempat kerja, namun hasilnya belum menggembirakan. Untuk mendorong keberhasilan upaya pemberian ASI Eksklusif untuk mendukung pencapaian MDGs khususnya penurunan angka

Diantaranya adalah ditandai dengan adanya Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan ASI Eksklusif tahun 1990, Pencanangan Gerakan Masyarakat Peduli ASI pada tahun 2000, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 83, Pedoman Pemberdayaan Perempuan dalam Peningkatan Pemberian ASI, Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan Nomor: 48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, 1177/Menkes/PB/ XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja, Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pada pasal 128 ayat (1) Pedoman Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja, peran aktif dalam Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week (WBW) yang diperingati pada tanggal 1 7 Agustus setiap tahunnya, ratifikasi Konvensi tentang Hak Anak yang menyatakan bahwa setiap anak menyandang hak untuk hidup dan kepastian untuk dapat bertahan hidup dan tumbuh kembang secara optimal, keikutsertaan dalam Global Startegy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting dalam pemberian makanan bayi dan anak, yaitu memberikan ASI kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan hanya ASI saja atau pemberia ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih, rekomendasi untuk Inisiasi Menyusu Dini sebagai tindakan yang live saving (menyelamatkan jiwa), Gerakan Nasional Peningkatan Penggunaan ASI eksklusif yang disusul dengan Pencanangan Gerakan Masyarakat Peduli ASI pada tahun 2000.

45

14

kematian bayi pada tahun 2012 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif46. Ajaran Islam dan kebijakan negara memiliki titik singgung persamaan dalam mendukung, mendorong dan mengatur tentang perlindungan perempuan dalam dunia kerja dan kesehatan reproduksi. Berbagai kebijakan negara atau peraturan perundangan yang melandasi untuk memberikan jaminan perlindungan pekerja perempuan hingga kini terus berkembang dan berlangsung, seperti kebijakan ASI di tempat kerja, kebijakan perlindungan perempuan pekerja rumahan (putting-out system). Dalam prakteknya ajaran Islam dan kebijakan negara dipengaruhi oleh sejauhmana kesadaran individu dan masyarakat untuk mematuhi setiap perintah, nilai-nilai dan menjauhi larangan serta menjalankan setiap aturan, norma serta menjalankan perintah dan larangan produk perundangan sehingga akan terjadi harmonisasi dan sinkronisasi mewujudkan pekerja perempuan yang bermartabat, selaras dan seimbang antara kepentingan rumah tangga dan karir sekalipun. Pada tataran normatif dan pekerja sektor formal baik dalam perspektif Islam dan kebijakan negara di Indonesia, walaupun masih terdapat perbedaan pendapat dan tingkat kepuasan yang belum maksimal, sesungguhnya tentang perlindungan perempuan dalam kesehatan reproduksi dan dunia kerja sudah cukup baik. Namun, pada kelompok pekerja di sektor informal, realitas pada aspek sosial budaya, kesehatan dan ekonomi berkaitan dengan reproduksi perempuan dan dunia kerja masih perlu mendapat perhatian dari seluruh pihakpihak terkait. Dalam rangka mendapatkan rumusan persoalan krusial dan rekomendasi solusinya, diperlukan kajian mendalam mengenai permasalahan tentang perlindungan perempuan pekerja dalam reproduksi dan dunia kerja di Indonesia. Gambaran permasalahan di atas menunjukkan bahwa pekerja perempuan dalam realitasnya dihadapkan pada adanya potensi terjadinya pelanggaran terhadap nilai-nilai ajaran Islam dan kebijakan negara dalam bentuk peraturan perundangan yang menjamin perlindungan kepada pekerja perempuan. Harus diakui bahwa kebijakan negara dalam implementasinya belum sepenuhnya dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, disamping diakui masih adanya celah banyak kekurangan dan luasnnya sasaran pekerja yang harus dijangkau khususnya pada pekerja sektor informal dengan jumlah yang besar. Berbagai inovasi jaminan pembiayaan kesehatan oleh di pusat dan daerah belum optimal untuk upaya kesehatan reproduksi. Multifaktorial dengan segala dimensi penyebab persoalan dapat diselesaikan dengan keterpaduan pengembangan dan pembangunan di berbagai bidang
46

Dalam PP No. 33 tahun 2012 Bab V diatur mengenai Program ASI Eksklusif di Tempat Kerja dan Tempat

15

kehidupan, khusunya kesehatan, politik, sosial budaya dan keagamaan, pendidikan, hukum dan ekonomi secara berkeadilan melalui penguatan dan pemberdayaan perempuan berdarakan ajaran Islam dan kebijakan negara secara terus menerus. Secara konseptual bisa saja dibuat formulasi untuk mewujudkan sepotimal mungkin adanya perlindungan terhadap perempuan pekerja di dunia kerja dan dalam hal kesehatan reproduksi. Namun, pada kenyataannya masih banyak pekerjaan rumah yang harus diupayakan intervensinya oleh semua pihak. Belum lagi menyangkut pekerja bermasalah seperti terdapat di awal tulisan ini. Paling tidak berbagai intervensi yang dilakukan dapat menekan dan mungurangi jumlah kasus pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan terhadap pekerja. Di tingkat kebijakan negara baik di pusat dan daerah sudah banyak terobosan untuk peningkatan perbaikan kesejahteraan para pekerja secara gradual melalui peraturan perundangan yang terkait seperti disebutkan di atas. Adanya kenaikan gaji, upah buruh, UMR secara berkala mengindikasikan hal tersebut. Berbagai permasalahan kompleks yang masih muncul terkait pekerja perempuan memang memerlukan penanganan yang terus menerus dan berkesinambungan yang melibatkan berbagai pihak terkait. Terkait pelayanan kesehatan reproduksi Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam berbagai program seperti Jamkesmas, Jampersal, BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dan juga di daerah yang pemanfaatannya mencakup juga untuk para pekerja, khususnya pekerja sektor informal yang tersedia di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, praktek bidan dan fasilitas kesehatan lainnya. E. Penutup Kedudukan perempuan sudah jelas baik dilihat dalam perspektif Islam maupun ditinjau dari kebijakan negara berupa peraturan perundangan yang telah menempatkan perempuan pada posisi bermartabat yang dapat mengembangkan dirinya melakukan peran, tugas dan fungsinya serta menjaga keseimbangan antara tanggung jawab keluarga dan pekerjaan di luar rumah tanggga dengan tidak mengabaikan peran dalam rumah tangga dan menjaga tata nilai soisal budaya keagamaan. Keberadaan pekerja perempuan tidak bisa dinafikan perannya baik untuk skala luas berperan dalam pembangunan bangsa dan negara maupun untuk skala status dan kesejahteraan keluaraga melalui bekerja di luar rumah (bekerja produktif) atau beraktifitas sosial (sosialita) untuk aktualisasi diri. Selain itu, memberi konsekuensi untuk perlindungan dalam pekerjaan dan pemenuhan hak-haknya sebagai pekerja maupun kodrat perempuannya, khususnya tentang kesehatan reproduksi. Sejalan dengan

Sarana Umum serta Bab VI mengenai Dukungan Masyarakat.

16

perkembangan zaman di era cyber dan serba digital dimungkinkan untuk bekerja produktif di rumah. Di sisi lain perempuan dimungkinkan untuk memilih hanya mengemban tugas utama berkenaan dengan tugas-tugas reproduksi atau bekerja reproduktif (hamil, melahirkan, menyusui, mengasuh anak, perawatan fisik dan mental untuk berfungsi dalam struktur masyarakat). Tugas ini pun sangat mulia, karena kewajiban untuk menafkahi keluarga menjadi tanggung jawab laki-laki (suami). Dalam realitasnya, persoalan yang terkait perempuan pekerja masih banyak kasus ditemui, termasuk status pekerjaan yang tidak dikehendaki dalam baik kaidah agama maupun kaidah normatif umum. Oleh karenanya memerlukan penanganan yang terintegratif dan komprehansif. Pendekatan religiusitas dan peran pemuka agama, tokoh masyarakat dan LSM sangat diperlukan untuk mencegah dan meminimalisir jumlah status pekerja bermasalah. Pada pekerja formal, perlindungan terhadap perempuan pekerja dan kesehatan reproduksi relatif memadai. Namun, pada pekerja infomal diperlukan kebijakan dari pusat dan daerah untuk memberikan perhatian lebih terkait jaminan perlindungan keamanan, keselamatan dan kesehatan serta pemenuhan hak-hak pekerja secara layak, baik pekerja di dalam negeri maupun pekerja di luar negeri khususnya pada pekerja perempuan. Konsep ajaran Islam dan kebijakan negara memiliki banyak titik singgung persamaan akan kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja, khususnya pekerja perempuan dan pemenuhan akan hak-haknya untuk kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan. Universalitas nilai-nilai agama dan norma dalam masyarakat diharapkan membawa kebersamaan menuju perubahan yang lebih baik dari masalah-masalah yang ada. Perlu penyadaran kolektif para penguasa dan pengusaha untuk berbagi rizki, membuat kebijakan dan aturan main yang mengayomi, melindungi para pekerja setidaknya pemenuhan hak-hak dan jaminan perlindungan kesehatan secara layak dan memadai atau manusiawi. Pendekatan agama dan kemanusiaan sangat diperlukan untuk penyamaan persepsi pada sebuah tujuan yang mulia dengan selalu menanamkan prinsip-prinsip persamaan hak, keadilan serta menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia. DAFTAR PUSTAKA Al-Ghazali Abdullah Abbas, Menjawab 100 Soal Keislaman. Diterjemahkan dari Miatu Sual An Al-Islam Karya Syaikh Muhammad Al-Ghazali. Penerbit Lentera Hati, 2010. Al-quran, Software. CEDAW Working Group Initiative (CWGI). Laporan Independen NGOs tentang Implementasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), 2007
17

Depkes, Meneg PP, Diknas, Depsos, BKKBN, UNFPA, WHO. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta, 2005. Depkes RI, UNPF. Deklarasi dan Kerangka Aksi Beijing Bidang Kritis: Perempuan dan Kesehatan serta Program Tindak Lanjutnya. Jakarta, 2010 Fuad, Ahmad Nur, dkk. Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam. Malang: LPSHAM Muhammadiyah Jatim, 2010, 24-26. Harjono. Peranan Pengusaha dalam Mendukung Pemberian ASI di Tempat Kerja. Makalah Seminar Pekan ASI Sedunia: ASI Tak Tergantikan Walaupun Ibu Bekerja. Jakarta, 2011. http://kipsi.wordpress.com/2009. http://media.isnet.org/ islam/Paramadina/Jurnal/Jender3.html. http://ar-rodiyah.com/article/74881/ kisah siti khadijah istri rasulullah saw.html http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Perempuan.html http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/wanita.pdf, h. 1-2 http://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/page/14/ http://www.rahima.or.id/index.php, h. 2. http://filsafat.ugm.ac.id/downloads/artikel/wanita.pdf, h. 1-2 http://www.rahima.or.id/index.php, http://media .isnet.org /islam/Paramadina/Jurnal/Jender3.html. http://id.shvoong.com/humanities/1845934-pandangan-islam-terhadap-pekerjaan-seorang/ http://dakwahkampus.com/pemikiran/pergaulan/1564-tugas-pokok-wanita-menurutislam.html. http://dir.groups.yahoo.com/group /wanitamuslimah/message/296 http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Perempuan.html http://www.hidayatullah.com//06/01/2012/al-quran-dan-informasi-hak-khusus-pekerjawanita.html. http://kipsi.wordpress.com/2009 http://nofitaistiana.wordpress.com/2010/10/13/ Kemenkes, Balitbang. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Balitbang Kemenkes, 2010. Kemenkes, Dit. Bina Kesja dan Olahraga. Pedoman Kesehatan Repruduksi di Tempat Kerja. Jakarta: Dit. Bina Kesja dan Olahraga Kemenkes, 2011. Kemenkes, Dit. Bina Kesja dan Olahraga. Pedoman Pengelolaan Air Susu Ibu di Tempat Kerja. Jakarta: Dit. Bina Kesja dan Olahraga Kemenkes, 2011. Kemneg PP RI. Pemberdayaan Perempuan dalam Peningkatan Pemberian ASI. Jakarta: Kemeng PP, 2008. Kepmenkes RI No. 038/Menkes/SK/I/2007. Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja pada Puskesmas Kawasan/Sentra Industri, (Jakarta: Dit. Bina Kesehatan Kerja), Cet. III, 2009 LA Best Babies Network. Breastfeeding-Friendly Workplace Policies. 2008. Menkes RI. Makalah Seminar Kesehatan Reproduksi di Tempat Kerja dalam Mendukung Pencapaian Tujuan MDGs 2015. Semarang, 2011. Peraturan Bersama Meneg PP, Menakertrans dan Menkes No. 48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008, 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja. Jakarta: Dit. Bina Kesja dan Olahraga Kemenkes, 2010. Pusat Bahasa Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Relawati, Rahayu dan Sukesi, Keppy (Pendamping). Konsep dan Aplikasi Penelitian Gender. Bandung: CV. Muara Indah, 2001 Roesli, Utami. Dampak Pemberian ASI Ibu Bekerja pada Produktivitas Pekerja Perempuan. Makalah Seminar Pekan ASI Sedunia: ASI Tak Tergantikan Walaupun Ibu Bekerja. Jakarta, 2011.
18

Ryan, Alan S. and Martinez, Gilbert A. Breast-Feeding and the Working Mother: A Profile. Pediatrics. American Academy of Pediatrics, 2011. Surin, Bachtiar. Terjemah dan Tafsir Al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin. Bandung: Fa. Sumatra, 1976. Sutanto, Mia. Peran AIMI dalam Mendukung Pelaksanaan Pemberian ASI di Tempat Kerja. Makalah Seminar Pekan ASI Sedunia: ASI Tak Tergantikan Walaupun Ibu Bekerja. Jakarta, 2011. Suyes, Kathryn. Breastfeeding in the workplaces: Other employeesattitudes towards services for lactating mothers. International Breastfeeding Journal. Biomed Central, 2008. The CDC Guide to Breastfeeding Interventions. Support for Breastfeeding in the Workplace. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekolah Pascasarjana. Pedoman Transliterasi Arab-Latin: Digandakan dari Library of Congress Romanization of Arabic. Di dalam Pedoman Penulisan Bahasa Indonesia, Transliterasi, dan Pembuatan Notes dalam Karya Ilmiah, 1-10. Jakarta: SPs UIN Syarif Hidayatullah, 2011. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan .

19

You might also like