You are on page 1of 73

BAB I FRAKTUR

A. KONSEP TRAUMA MUSKULOSKELETAL Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas 12.000 orang per tahun (Chairudin Rasjad, 1998). Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut. 1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma. 2. Resiko kematian yang tinggi. 3. Produktivitas menurun akibat banyak kehilangan waktu bekerja. 4. Kecacatan sementara dan permanen. Di masyarakat, seorang perawat perlu mengetahui perawatan klien trauma muskuloskeletal yang mungkin dijumpai, baik di jalan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahu dasar-dasar penanggulangan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskeletal dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi risiko yang lebih besar. Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui perawat adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut. 1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikut (50%). Kematian disebabkan loeh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sum-sum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, aorta, serta pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong dan meninggal di tempat.

2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%). Kematian disebabka oleh perdarahan subdural atau epidural, hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta fraktur multipel dengan resiko besar akibat perdarahan yang masif. Sebagian klien dalam tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai. 3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma (15%). Kematia biasanya disebabka oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan yang komperhensif. Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap perawat berpariasi, serta peralatan yang tersedia kurang memadai. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang sering terjadi akibat truma muskuloskeletal adalah kontusi, strain, sprain, dislokasi, dan subluksasi, serta fraktur. B. Fraktur dan Dislokasi Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999). Pada beberapa keadaan trauma muskuloskeletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara komplet/lengkap (Jeffrey M. Spivak et al. 1999). Fraktur dislokasi diartikan

dengan kehilangan hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi disertai fraktur tulang persendian tersebut (Jeffrey M. Spivak et al. 1999).

C. Etiologi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tauma Gaya meremuk Gerakan puntir mendadak Kontraksi otot ekstrem Keadaan patologis : oestoporosis, neoplasma Pembengkakkan dan perubahan warna lokal pada kulit (brunner &suddart,2001)

Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu : 1. Fraktur akibat peristiwa trauma Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan,penghancuran,perubahan,pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. 2. Fraktur akibat peristiwa atau penekanan Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini palng sering dikemukakan pada tibia,fibula,atau matatarsal terutama pada atlit,penari atau calon tentara yang berjalan baris berbaris dengan jarak jauh.

3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.

D. Klasifikasi Fraktur Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa keadaan berikut : 1. Fraktur traumati. Terjadi karena trauma yang tiba tiba mngenai tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah. 2. Fraktur pataologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis didalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah daerah tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang sering kali menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur fraktur semacam ini adalah tumor, baik tumor primer maupun tumor metastasis. 3. Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus- menerus pada suatu tempat tertentu.

Klasifikasi jenis sangat umum digunakan dalam konsep fraktur pada beberapa sumber. Jenis jenis fraktur tersebut adalah simple fracture ( fraktur tertutup ), compound fracture ( fraktur terbuka ), transverse fracture ( fraktur transveral / sepanjang garis tengah tulang ), spiral fracture ( fraktur yang memuntir seputar batang tulang ), impacted fracture ( fragmen tulang terdorong kefragmen tulang lain ), greenstick fracture ( salah satu tulang patah, sedangkan sisi lainnya membengkok ), comminuted fracture ( tulang peceh menjadi beberapa fragmen ). Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sbb : 1. Fraktur tertutup ( simple fracture ). Fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

2. Fraktur terbuka ( compound fracture ). Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within ( dari dalam ), atau from withouth ( dari luar ). 3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya union, dan infeksi tulang. Perawat dalam menghadapi situasi klinis klien secara langsung perlu mal-union, delayed

memahami keadaan anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal. Situasi tersebut dapat memberikan gambaran kepada perawat untuk melakukan perencanaan dan implementasi keperawatan yang sesuai dengan klinis atau keluhan klien. Secara teknik, konsep penting yang perlu di perhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkingan pada tempat terjadinya fraktur. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadinya cidera, terkontaminasi, kemudian kembali hampir pada posisinya semula. Pada keadaan semacam ini, operasi untuk irigasi, debridemen, dan pemberian anti biotik melalui intervena mungkin diperlukan untuk mencegah terjadinya osteomilitis. Pada umumnya, operasi irigasi dan debridemen pada fraktur terbuka harus dilakukan sebelum waktu 6 jam untuk mengurangi kemungkinan infeksi. Gambaran foto polos sinar X sangat membantu perawat dalam melakukan perencanaan dan implemetasi lebih jauh. Derajat kelainan dari patah tulang dapat diketahui oleh tim kesehatan dengan beberapa klasifikasi. Charles A. Rockwood mengklasifikasikan fraktur secara radiologis : 1. Lokalisasi/ letak fraktur : diafisis, metafisis, intra-antrikular, dan fraktur dengan dislokasi. 2. Konfigurasi/ sudut patah dari fraktur : a. Fraktur transversal . Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi kembali ketempatnya semula. Segmen-segmen itu akan stabil dan biasanya di kontrol dengan bidai gips.

b. Fraktur oblik. Fraktur oblik adlah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit di perbaiki. c. Fraktur spinal. Fraktur spinal timbul akibat torsi pada ekstremitas. Frakturfraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah. Hal yang menarik adalah jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak. Fraktur semacam ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar. d. Fraktur kominutif. Comminuted fracture adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang. e. Fraktrur segmental. fraktur yang berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur ini sulit ditangani karena biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh. f. Fraktur inpaksi atau fraktur kompresi. Terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berbeda diantaranya, seperti satu vertebrata dengan vertebrata lainnya. Pada orang muda fraktur kompresi dapat disertai perdarahan retroperitoneal yang cukup berat.

3. Menurut ekstensi : a. Fraktur total b. Fraktur tidak total ( fracture crack ) c. Fraktur buckle atau torus

d. Fraktur garis rambut e. Fraktur greenstick. Merupakan fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum. Fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami pengubahan bentuk dan fungsi agar menjadi normal kembali. 4. fraktur evulsi. Fraktur ini memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen. 5. Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang emlibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

E. Proses Terjadinya Fraktur Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami patah, perawat perlu mengenal anatomi dan fisiologi tulang. Untuk mengetahui lebih jauh, perawat harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yag dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur dapt terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok, memutar, dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998). Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut. 1. Trauma langsung : trauma langsung mengakibatkan tekanan langsung pada tulang. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. 2. Trauma tidak langsung : apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jarinagn lunak dalam keadaan utuh. Fraktur dapat terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemempuan tulang dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang

dapat menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik. Tekanan membengkok yang menyebabakan fraktur transversal. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak. Trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z ; fraktu karena remuk; trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian tulang.

Trauma pada tulang Pada tulang

terbuk a Kerusakan arteri, infeksi, perdarahan ( yok ), nekrosis avaskular Kegagalan fungsi pernapasan Penurunan kematia Penyebab kematian syok Terjadi Hemoragi ARDS & & pendarahan dan

tertutu p Resiko infeksi, adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang dan sindrom kompetemen

Penururnan Gangguan Penurunantekanan Penurunan tahanan vakular lambat organ curah Trombosis Trauma penetrasi darah dan perfui komplikas Dilatasikematian Pelepaan pembuluh Cedera sepsis Syok Penyebab

Ulkus luka,emboli, pulmonal, atrofi otot

pada dan

F. Manifestasi klinis Manifestasi klinis umum pada fraktur meliputi : 1. Luka pada daerah yang terkena membengkak dan disertai rasa sakit 2. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di immobilisasi hematoma dan edema. 3. Deformitas kerena adanya pergesran fragmen tulang yang patah. 4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. 5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dan lainnya 6. Pembengkakkan dan perubahan warna luka pada kulit. Tahap pembentukkan tulang. 1. Tahap pembentukkan hematom Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematoma yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima 2. Tahap proliferasi Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benag fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblas dan pastoblas yang akan menghsilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. 3. Tahap pembentukan kalus

Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tlang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat immatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa. 4. Osifikasi Pembentukkan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus di timbn sampai tulang benar-benar bersatu. Prses ini memerlukan waktu 3-4 bulan. 5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan). Tahap akhir dari perbaikan patah tulang.

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya fraktur atau trauma. 2. Scan tulang : mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 3. Pemeriksaan jumlah darah lengkap 4. Arteriografi : dilakukan bila kersakan vaskuler dicurigai. 5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah atau cidera hati.

H. Penatalaksanaan 1. Faktor penyembuhan fraktur Seorang perawat perlu mengetahui faktor-faktor ang mendukung

penyembuhan fraktur dengan implikasi memberikan asuhan keperawatan yang lebih

baik pada klien. Menurud Chairudin (1999) dalam Arif Muttaqin (2008), faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut : a. Usia penderita Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat daripada orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan akivita proses oesteogenesis pada periosteum dan endoesteum serta proses pembentukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia bertambah, proses terebut semakin berkurang. b. Lokalisasi dan konfigurasi fraktur Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat daripada fraktur diafisis. Di samping itu, konfigurasi fraktur sperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang lebih banyak. c. Pergeseran awal fraktur Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penembuhannya dua kali lebih cepat dibandingan dengan fraktur yang bergeser.

d. Vaskularisasi pada kedua fragmen Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik,

penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi fraktur memiliki vaskularisasinyang jelek sehingga mengalami kematian, pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non-union. e. Reduksi serta imobilisasi Reposisi fraktur akan memeberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah

pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang mengganggu penyembuhan fraktur. f. Waktu imobilisasi Bila imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar. g. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak. Adanya interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot atau jaringa fibrosa lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur. h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal i. Cairan sinovial Cairan yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur. j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur. Akan tetapi, gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi. Penyembuhan fraktur berkisar antara tiga minggu samapai empat bulan. Secara kasar, waktu penyembuhan pada anak waktu penembuhan orang dewasa. Faktor lain yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah nutrisi yang baik, hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D dan steroid anabolik, seperti kortiksteroid ( menghambat kecepatan perbaikan ).

2. Penatalaksaan medis

Ada 4 konsep dasar yang harus diperhatikan atau pertimbangkan pada waktu menangani fraktur : a. Rekognisi : menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan kemudian dirumah sakit. 1) Riwayat keceakaan 2) Parah tidaknya luka. 3) Diskripsi kejadian pada pasien 4) Menentukan kemungkinan tulang yang patah 5) Krepitus

b. Reduksi : reposisi fragmen fraktur sedekat munkin dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi 2 yaitu : 1) Reduksi tertutup : untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan traksi atau gips. 2) Reduksi terbuka : dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya melalui internal fiksasi dengan alat misalnya : pin,plat yang langsung kedalam medula tulang.

c. Retensi : menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk memeprtahankan fragmen-fragmen tersebut selam penyembuhan (gips atau traksi).

d. Rehabilitasi : langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan faktur karena sering kali pengaruh cidera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna ( latihan gerak dengan kruck) (silvia prince,1995)

I. Komplikasi fraktur Setiap perawat perlu mengetahui komplikasi yang biasa terjadi pada setiap klien yang mengalami masalah fraktur. Dengan mengetahui kemungkinan masalah ang dapat dialami klien, perawat dapat mengantisipasi agar masalah tersebut tidak terjadi atau mengurangi dampak resiko dengan mengoptimalkan pengetahuan yang mereka miliki. Klien yang mengalami fraktur perlu mengetahui bahwa perawat mempunyai pengetahuan dalam menilai komplikasi yang mungkin terjdi pada klien fraktur. Komplikasi fraktur meliputi : 1. Komplikasi awal a. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adana nadi, CRT ( Capillary Refill Time ) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. b. Sidrome kompartmen Sidrome kompartmen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. c. Fat embolism syndrome Fat embolism syndrome adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal terebut ditamdai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, dan demam. d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit ( surficial ) dan masuk ke dalam. Hal ini biasana terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin ( ORIF & OREF ) dan plat. Peran perawat angat diperlukan dalam melakukan perawatan luka dengan baik untuk menghindari terjadinya infeksi pada klien fraktur terbuka dan pascaoperasi pemasangan pin. e. Nekrosis avaskular Nekrosis avakular terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk atau terganggu sehingga menebabkan nekrosis tulang. Biasnya, diawali dengan adanya iskemia Volkman. f. Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnyapermeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenisasi menurun. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kodisi tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada klien.

2. Komplikasi lama a. Delayed union Meupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu ang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjdi karena suplai darah ke tulang menurun. Delaed union adalah fraktur yang tidak sembuh sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan ( tiga bula untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah ). b. Non union

Adalahfraktur ang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis ( sendi palsu ). Sendi palsu dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang diebut infected pseudoarthrosis. Beberapa jeis non union terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen tulang sebagai berikut : 1) Hipertrofik Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari keadaan normal yang disebut gambaran elephants foot. Garis fraktur tampak denga jelas. Ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan iakt fibrosa. Pada jenis ini vaskularisasi baik sehingga biasanya hana diperlukan fiksasi ang rigid tanpa pemasangan bone graft. 2) Atrofik ( oligotrofik ) Tidak ada tanda-tanda aktivitas selular pada ujung fraktur. Ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini disamping dilakukan fiksasi rigid, juga diperlukan pemaangan bone graft.

c. Mal union Adalah keadaan ketika fraktur menembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformita yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia fibula. Penyebab mal union adalah fraktur tanpa pengobatan, pengobatan ang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan erta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya trauma.

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR Data Fokus Data subyektif 1. Klien mengatakan nyeri 2. Klien mengatakan bengkak Data obyektif 1. Kesadaran composmentis

dibahu kiri dan tungkai terasa lemas 3. Klien merasa hangat pada bagian fraktur 4. Klien mengatakan gatal dibagian fraktur

2. Skala nyeri 6 3. PQRST P : kerusakan jaringan lunak Q : rasa nyeri seperti tertekan R : Di bahu kiri S : Skala 6 T : 5 menit 4. TTV TD : 130/90 N : 89 RR : 20 S : 38 5. Tampak bengkak pada sendi bahu kiri 6. Tampak menggunakan bidai di kaki 7. Tampak mengunakan mitela di bahu kiri 8. Kekuatan otot 2211 2222 5555 2222

9. Bahu kiri terpasang ORIF 10. Tampak kerusakan kulit di

11. Terasa hangat disekitar fraktur 12. Jumlah leukosir 12000 u/l

Analisa Data Data DS : DO : Kesadaran CM Skala nyeri 6 P : kerusakan jaringan lunak Q : rasa nyeri seperti tertekan R : Di bahu kiri S : Skala 6 T : 5 menit TTV TD : 130/90 N : 89 RR : 20 S : 38 DS : Klien mengatakan bengkak Mobilitas Kerusakan muskuloskeletal Klien mengatakan nyeri Masalah Gangguan nyeri rasa Etiologi nyaman Terputusnya jaringan tulang

di bahu kiri dan tungkai terkulai. DO : Tampak bengkak

padasendi bahu kiri Tampak menggunakan

bidai di kaki kiri Tampak menggunakan

mitela di bahu kiri Kekuatan otot 2211 2222 DS : Klien merasa hangat pada bagian fraktur Klien mengatakan gatalgatal di bagian fraktur DO : Pada sendi bahu kiri 5555 2222 Infeksi Respon inflamasi tubuh

terpasang ORIF Tampak kerusakan kulit Terasa hangat di sekitar fraktur Leukosit 12000 u/l

Diagnosa keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak. b. Resiko tinggi terhadap infeksi c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromaskular. Intervensi keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak.

Tindakan Mandiri 1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat. 2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Rasional Mandiri 1. Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang posisi miring tegangaan jaringan dan cedera. 2. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema, dan mengurangi nyeri.

3. Hindari bantal

pengguanaan plastik

sperei/ dibawah 3. Meningkatkan kenyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.

ekstremitas dalam gips. 4. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linenterbuka pada ibu jari kaki.

4. Mempertahankan karena tekanan

kehangatan selimut pada

tubuh tampa ketidak nyamanan bagian yang sakit.

5. Evalusai

nyeri

lokasi, 5. Mempengaruhi efektivitas intervensi. Tingkat ansietas, dapat mempengaruhi persepsi / reaksi

krakteristik, intensitas, (skla 0 10) perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan tanda vital dan

emos/ prilaku). 6. Dorong klien untuk masalah

terhadap nyeri.

mengekspresikan

6. Membatu

mengatasi

ansietas.

berhubungan dengan cidera.

Klien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.

Kolaborasi : Kolaborasi: 1. Lakukan kompres dingin 24 48 jam pertama sesuai kebutuhan. 1. Menurunkan pembentukan edema atau hematoma,

menurunkan sensasi nyeri.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi Tindakan Mandiri 1. Inspeksi kulit dari adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional Mandiri 1. Pin atau kawat melalui tidak kulit harus yang

dimasukan

terinfeksi, kemerahan atau agrasi dan dapat menimbulkan infeksi. 2. Lakukan peerawatan pin atau kawat steril sesuai protokol dan mencuci tangan. 3. Instruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi insersi. 4. Tutupi pada akhir gips pertiineal dengan palstik. 3. Meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi. 4. Gips yang lembab, padat 2. Mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.

meningkatkan

pertumbuhan

bakteri. 5. Kaji tonus otot,refleks tendon dalam dan kemapuan berbicara. 5. Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang, dan dispagia menujukan terjadinya tetanus. Kolaborasi Kolaborasi 1. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti : Hitung darah lengkap LED Kultur dan sensitivitas luka / serum / tulang. 1. Memantau laboratorium. Anemia dapatterjadi pada osteomielitis, Meningkat osteomielitis. Mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. leukositosis pada biasanya ada proses infeksi. hasil pemeriksaan

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromaskular. Tindakan Mandiri 1. Kaji oleh derajat cedera/ imobilitas pengobatan yang dan Rasional Mandiri 1. Klien aktual, mungkin dibatasi oleh

dihasilkan perhatikan persepsi klien terhadap imobolisasi. 2. Instruksikan klien untuk latihan rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sehat/ sakit.

persepsi tentang keterbatasan fisik memerlukan untuk informasi/ intervensi meningkatkan

kemajuan kesehatan. 2. Meningkatkan aliran darah keotot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak

sendi, mencegah kontraktur dan reabsopsi kalsium karena tidak di gunakan. 3. Dorong yang sakit. penggunaan latihan 3. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk menggerakkan membantu sendi tungkai atau dan

isometrik mulai dengan tungkai

mempertahankan

kekuatan dan masa otot. Catatan : kontraindikasi pada perdarahan akut/ edema. 4. Tingkatkan jumlah diet serat. Batasi makanan pembentukkan gas. 4. Makanan pembentuk kasar gas (serat) makanan dapat mencegahkonstipasi

menyebabkan distensi abdominal, khususnya pada adanya penurunan motilitas usus. Kolaborasi 1. Konsul dengan ahli terapi fisik, okupasi, dan rehabilitasi Kolaborasi 1. Berguna dalam membuat jadwal aktifitas panjang kekuatan, klien. Klien dapat jangka gerakan, yang memerlukan dan bantuan dengan aktifitas

mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat.

Askep Teori

1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan lunak.

Tindakan Mandiri 7. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat. 8. Tinggikan ekstremitas yang sakit.

Rasional Mandiri 7. Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang posisi miring tegangaan jaringan dan cedera. 8. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema, dan mengurangi nyeri.

9. Hindari bantal

pengguanaan plastik

sperei/ dibawah 9. Meningkatkan kenyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.

ekstremitas dalam gips. 10. Tinggikan penutup tempat tidur, pertahankan linenterbuka pada ibu jari kaki.

10. Mempertahankan karena tekanan

kehangatan selimut pada

tubuh tampa ketidak nyamanan bagian yang sakit.

11. Evalusai

nyeri

lokasi, 11. Mempengaruhi efektivitas intervensi. Tingkat ansietas, dapat mempengaruhi persepsi / reaksi terhadap nyeri.

krakteristik, intensitas, (skla 0 10) perhatikan petunjuk nyeri non verbal (perubahan tanda vital dan emos/ prilaku). 12. Dorong klien untuk masalah

mengekspresikan

12. Membatu

mengatasi

ansietas.

berhubungan dengan cidera.

Klien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.

Kolaborasi : Kolaborasi: 2. Lakukan kompres dingin 24 48 jam pertama sesuai kebutuhan. 2. Menurunkan pembentukan edema atau hematoma,

menurunkan sensasi nyeri.

3. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas

Tindakan Mandiri 1. Pantau frekuensi pernapasan dan upaya napas. Perhatikan adanya stridor, penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi, dan terjadinya sianotik sentral.

Rasional Mandiri 1. Takipnea, perubahan dispnea, mental serta

merupakan

tanda dini insu fiensi pernapoasan dan mungkin hanya indikator terjadi emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda atau gejala kegagalan. menunjukan distres pernapasan luas atau cenderung

2. Auskultasi perhatikan ketidaksamaan,

bunyi

napas, terjadinya bunyi 2. Adanya bunyi tambahan menujukan terjadinya komplikasi pernapasan, misalnya atelektasis, penomunia, embol.

hiperesonan, juga adanya ronchi , inspirasi mengorok, dan sesak napas. 3. Atasi jaringan/ tulang dengan

3. Untuk

mencegah

terjadinya

lembut,

khusus

nya

selama

emboli lemak biasanya terlihat pada 12 72 jam pertama, yang erat berhubungan dengan fraktur khususnya tulang panjang dan pelvis.

beberapa hari pertama.

4. Instruksikan dan bantu latihan napas dalam dan batuk efektif. Reposisi dengan sering. 4. Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan drainase skret dan menurunkan kongesti pada area paru paru dependen. 5. Perhatikan peningktan 5. Gangguan pertukaran gas/ adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan kesadaran klien, seperti terjadinya hipoksemia. Kolaborasi : Kolaborasi : 1. Berikan oksigen tambahan sesuai order. 1. Meningkatkan sedian oksigen untuk oksigenasi optimal jaringan. kegelisahan, letargi, stuport.

3. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer Tindakan Mandiri 1. Lepaskan periasan dari Rasional Mandiri 1. Dapat menyebabkan bendungan sirkulasi bila terjadi edema. 2. Penurunan atau tak adanya nadi dapat mengembalikan cedera vaskular dan perlunya evaluasi

ekstremitas yang sakit. 2. Evaluasi kualitas nadi perifer distal terhadap cedera dengan palpasi. Bandingkan dengan

ekstremitas yang sehat. 3. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada

medik

segera

terhadap

status

sirkulasi. 3. Kembalinya warna harus cepat < 3. pengkajian Perhatikan klien untuk 4. Perasaan peningkatan kebas, kesemutan, nyeri penyebaran

fraktur. 4. Lakukan neuromuskular. sensorik. Minta

perubahan fungsi motorik atau menlokalisasi nyeri. 5. Dorong klien untuk secara rutin latihan jari atau sendi distal yang cedera. Kolaborasi :

terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak. 5. Meningkatkan khusus bawah. Kolaborasi : nya sirkulasi pada dan

menurunkan pengumpulan darah ekstremitas

1. Berikan

kompres

es

sekitar 1. Menurunkan edema/ pembentukan hematom yang dapat menganggu sirkulasi.

fraktur sesuai indikasi.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi Tindakan Mandiri 6. Inspeksi kulit dari adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional Mandiri 6. Pin atau kawat melalui tidak kulit harus yang

dimasukan

terinfeksi, kemerahan atau agrasi dan dapat menimbulkan infeksi.

7. Lakukan peerawatan pin atau kawat steril sesuai protokol dan mencuci tangan. 8. Instruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi insersi. 9. Tutupi pada akhir gips pertiineal dengan palstik. 10. Kaji tonus otot,refleks tendon dalam dan kemapuan berbicara.

7. Mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.

8. Meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi. 9. Gips bakteri. 10. Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang, dan dispagia menujukan terjadinya tetanus. yang lembab, padat

meningkatkan

pertumbuhan

Kolaborasi Kolaborasi 2. Awasi pemeriksaan laboratorium seperti : Hitung darah lengkap LED Kultur dan sensitivitas luka / serum / tulang. 2. Memantau laboratorium. Anemia dapatterjadi pada osteomielitis, Meningkat osteomielitis. Mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. leukositosis pada biasanya ada proses infeksi. hasil pemeriksaan

5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromaskular.

Tindakan Mandiri

Rasional Mandiri

5. Kaji oleh

derajat cedera/

imobilitas pengobatan

yang dan

5. Klien aktual,

mungkin

dibatasi

oleh

dihasilkan perhatikan persepsi klien terhadap imobolisasi. 6. Instruksikan klien untuk latihan rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sehat/ sakit.

persepsi tentang keterbatasan fisik memerlukan untuk informasi/ intervensi meningkatkan

kemajuan kesehatan. 6. Meningkatkan aliran darah keotot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur dan reabsopsi kalsium karena tidak di gunakan.

7. Dorong yang sakit.

penggunaan

latihan

7. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk menggerakkan membantu sendi tungkai atau dan

isometrik mulai dengan tungkai

mempertahankan

kekuatan dan masa otot. Catatan : kontraindikasi pada perdarahan akut/ edema. 8. Tingkatkan jumlah diet serat. Batasi makanan pembentukkan gas. 8. Makanan pembentuk kasar gas (serat) makanan dapat mencegahkonstipasi

menyebabkan distensi abdominal, khususnya pada adanya penurunan motilitas usus. Kolaborasi 2. Konsul dengan ahli terapi fisik, okupasi, dan rehabilitasi Kolaborasi 2. Berguna dalam membuat jadwal aktifitas klien. Klien dapat

memerlukan panjang kekuatan, dan

bantuan dengan aktifitas

jangka gerakan, yang

mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat.

BAB II STRAIN
A. DEFINISI Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Pada cidera strain rasa sakit adalah nyeri yang menusuk pada saat terjadi cedera, terlebih jika otot berkontraksi (www.promosikesehatan.com).

Strain adaalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan, atau stress yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan ke dalam jaringan. Pasien mengalami rasa sakit dan nyeri mendadak dengan nyeri tekan local pada pemakaian otot dan kontraksi isometric. (Brunner & suddarth, 2001). Dari beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa strain adalah kerusakan pada jaringan otot yang terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung akibat dari peregangangan atau penggunaan yang berlebihan. Cedera strain terbagi menjadi derajat satu, dua dan tiga. 1. Strain derajat pertama, peregangan ringan dari otot/tendon menghasilkan ketegangan pada saat dipalpitasi, memungkinkan ketegangan otot, tetapi tidak mengalami kehilangan rentang gerak sendi ( ROM), edema, atau ekimosis. Penangannannya adalah mengukur kenyamanan dengan tindakan pengompresan dingin secara intermitten pada 24 jam pertama, kemudian pengompresan hangat, relaksan otot, analgesic ringan dan obat anti imflamasi. 2. Strain derajat kedua, peregangan sedang atau sobekan pada otot atau tendon yang mengasilkan spasme otot yang berat, nyeripada gerakan yang pasif, dan edema segera setelah luka, diikuti dengan ekimosis. Penangannannya sama dengan strain derajat pertama, kecuali pada penggunaan es digunakan secara intermediet selama lebih dari 48 jam, setelah kompres hangat dilakukan. Mobilitas dibatasi selama 4-6 minggu, kemudian diikuti latihan yang bertahap. Tindakan pembedahan diperlukan pada kasus berat.

3. Strain derajat ketiga, peregangan berat dan penggerusan komplit dari tendon/ otot yang menyebabkan spasme otot, ketegangan, edema, dan kehilangan pergerakan. Penanganannya sama dengan derajat kedua. Strain ringan ditandai dengan kontraksi otot terhambat karena nyeri dan teraba pada bagian otot yang mengaku. Strain total didiagnosa sebagai otot tidak bisa berkontraksi dan terbentuk benjolan. Cidera strain membuat daerah sekitar cedera memar dan membengkak. Setelah 24 jam, pada bagian memar terjadi perubahan warna, ada tandatanda perdarahan pada otot yang sobek, dan otot mengalami kekejangan.

B. ETIOLOGI

Sebagai penyebabnya adalah persendian tulang dipaksa melakukan suatu gerak yang melebihi jelajah sendi atau range of movement normalnya. Trauma langsung ke persendian tulang, yang menyebabkan persendian bergeser ke posisi persendian yang tidak dapat bergerak.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Memar. 2. Bengkak di sekitar persendian tulang yang terkena cedera, termasuk perubahan warna kulit. 3. 4. 5. 6. 7. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi. Nyeri pada persendian tulang. Nyeri bila anggota badan digerakkan atau diberi beban. Fungsi persendian terganggu. Terjadi kekakuan sendi, ketidakstabilan persendian tergantung jenis cederanya.

D. PATOFLOW

DAYA

TRAUMA
LANGSUNG TIDAK LANGSUNG

BENTURAN

OVER LOADING

CEDERA

Otot

Tendo n

Saraf

Pembuluh darah

Peningkatan ketegangan

Terteka n

Terputu s anastesi

Tertutup

Kerusaka n PD

Ruptur

Bengkak /

Nyeri Keterbata san Risti

Hemato m

Iskemik jar perifer

Risti disfungsi Neurovasku

Mobilitas

Integrita s

Kerusakan neurovaskule r

Reseptor Nyeri

Gangguan Rasa Nyaman

Nyeri

Risti disfungsi Neurovaskuler

Saraf Perifer

Medulla Spinalis Peningkatan histamine & Bradikinin Vasodilatasi

Otak

Kebocoran cairan dan protein plasma ke jaringan

Zat kimia Perangsang nyeri

Peningkata n permeabilit as kapiler

Edema

E. PENATALAKSANAAN

Terapi yang harus dilakukan adalah rest atau istirahat, ice atau mendinginkan area cedera, compression atau balut bagian yang cedera, elevasi atau meninggikan, dan membebaskan dari beban. Jika nyeri dan bengkak berkurang 48 jam setelah cedera, gerakkan persendian tulang ke seluruh arah. Hindari tekanan pada daerah cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk cedera ringan dan 3 sampai 5 minggu untuk cedera berat). Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang ketika berjalan. Es mengurangi nyeri dan pembengkakan melalui beberapa cara. Daerah yang mengalami cedera mengalami pembengkakan karena cairan merembes dari dalam pembuluh darah. Dengan menyebabkan mengkerutnya pembuluh darah, maka dingin akan mengurangi kecenderungan merembesnya cairan sehingga mengurangi jumlah cairan dan pembengkakan di daerah yang terkena. Menurunkan suhu kulit di sekitar daerah yang terkena bisa mengurangi nyeri dan kejang otot. Dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan karena proses seluler yang lambat. Pengompresan dengan es batu terlalu lama bisa merusak jaringan. Jika suhu sangat rendah (sampai sekitar 15 derajat Celsius), kulit akan memberikan reaksi sebaliknya, yaitu menyebabkan melebarkan pembuluh darah. Kulit tampak merah, teraba hangat dan gatal, juga bisa terluka. Efek tersebut biasanya terjadi dalam waktu 9-16 menit setelah

dilakukan pengompresan dan akan berkurang dalam waktu sekitar 4-8 menit setelah es diangkat. Jangan diurut Apabila terjadi cedera otot, sering kali ditemukan kasus-kasus ini ditangani dengan pengurutan. Padahal, tidak selalu harus demikian. Orang yang mengalami cedera, bisa saja ada pembuluh darah pada jaringan otot yang robek sehingga timbul perdarahan. Sebaiknya, dalam kasus ini bagian yang cedera jangan diurut atau diberi param karena cedera justru akan semakin parah. Pengurutan hanya akan menimbulkan inflamasi yang pada akhirnya malah menjadi bengkak karena pembuluh darah yang robek makin melebar dan biasanya menjadi lama sembuhnya. Padahal, jika dikompres dengan es, pembuluh darah yang pecah pun tidak semakin pecah, justru bisa makin kuat karena terjadi pembekuan. Bila cedera otot ini sudah cukup berat maka tindakan dokter adalah memberikan gips, karena biasanya cedera sudah mengarah pada keretakan tulang dan sendi. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan meliputi: 1. CT scan 2. MRI 3. Artroskopi 4. Elektromiografi 5. Pemeriksaan dengan bantuan komputer lainnya untuk menilai fungsi otot dan sendi.

G. PENCEGAHAN Sebagai upaya pencegahan, saat melakukan aktivitas olahraga memakai sepatu yang sesuai, misalnya sepatu yang bisa melindungi pergelangan kaki selama aktivitas. Selalu melakukan pemanasan atau stretching sebelum melakukan aktivitas atletik, serta latihan yang tidak berlebihan. Cedera dapat terjadi pada setiap orang yang melakukan olahraga dengan jenis yang paling sering adalah strain dan sprain dengan derajat dari yang ringan sampai berat. Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian perlengkapan olahraga yang sesuai.

H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI 1. PENGKAJIAN Dasar-dasar pengkajian: 1) Aktivitas/istirahat Tanda: keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena. 2) Sirkulasi Tanda: a. Takikardi (respon stres, hipovolemia). b. Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera. 3) Neurosensori Gejala: hilang gerakan/sensori, kebas/kesemutan (parstesis) Tanda: spasme otot. 4) Nyeri/ketidak nyamanan Gejala: nyeri berat tiba-tiba saat cedera. Tanda: spasme otot. 5) Keamanan Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN TEORI

a. Ganguan rasa nyaman nyeri b.d bengkak pada daerah ekstremitas. b. Keterbatasan mobilitas fisik b.d daerah yang nyeri. c. Resti terhadap disfungsi nerovaskular perifer b.d bengkak. d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d bengkak.

3. INTERVENSI DAN RASIONAL Dx: 1 1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi (rujuk ke dokter; trauma). Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera. 2) Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan perilaku/emosi). Rasional: mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri. 3) Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena. Rasional: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri. 4) Dorong klien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera. Rasional: membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk mneghilangkan pengalaman kecelakaan. 5) Jelaskan prosedur sebelum memulai. Rasional: memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktifitas juga berpartisipasi dalam mengontrol ketidak nyamanan. 6) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional: memperhatikan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan. 7) Berikan alternative tindakan kenyamanan. Contoh: pijatan punggung, perubahan posisi). 8) Selidiki adanya keluhan nyeri tiba-tiba/tidak biasa, lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik. Rasional: dapat menandakan komplikasi. Contoh: infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen. 9) Kolaborasi berikan obat anti nyeri a. Asetilsalisilat (Aspirin)

Rasional : ASA bekerja sebagai anti inflamasi dan efek analgesic ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilistas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teraupetik. Riset mengindikasikan ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dari NSAID lain yang diresepkan. b. NSAID lainnya mis: Ibuprofen (motrin); naproksen (naprosin); sulindak (clinoril); piroksikam (feldene); Fenoprofen (nalfon). Rasional : dapat digunakan bila pasien tidak memberikan respon dari aspirin, atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.

Dx: 2 1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi terhadap imobilitas. Rasional: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. 2. Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik/rekreasi, pertahankan rangsangan lingkungan. Contoh: radio, tv, koran, barang milik pribadi/lukisan, jam, kalender. Rasional: memberi kesempatan untuk mengeluarkam energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri.

Dx : 3 a. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada strain. Rasional: kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukan gangguan arterial, sianosal diduga ada gangguan vena. b. Pantau TTV, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum/kulit

dingin/perubahan mental. Rasional: ketidak adekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan.

c. Dorong klien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi segera mungkin. Rasional: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah. d. Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan dan pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan dibandingkan dengan yang tidak cedera. Perhatikan penampilan/luasnya. Rasional: peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema umum tetapi dapat menunjukan perdarahan. Catatan: peningkatan 1 inchi pada paha orang dewasa dapat sama dengan akumulasi 1 unit darah. e. Berikan kompres es sekitar strain sesuai indikasi. Rasional: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi.

Dx: 4 1. Mandiri a. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu / pigmentasi atau kegemukan / kurus Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik dan gangguan status nutrisi b. Pijat area kemerahan atau yang memutih Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan c. Ubah posisi sering ditempat tidur atau kursi, bantu latihan rentang gerak pasif atau aktif Rasional : memperbaiki sirkulasi / menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah d. Berikan perawatan kulit sering, meminimalkan dengan kelembaban / ekskresi Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan

e. Periksa sepatu atau sandal kesempitan dan ubah sesuai kebutuhan Rasional : edema dependen dapat menyebabkan sepatu terlalu sempit, meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kali f. Hindari obat intramuskuler Rasional : edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/ terjadinya infeksi. 2. Kolaborasi Berikan tekanan alternative atau kasur, kulit domba, perlindungan siku atau tumit. Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dapat memperbaiki sirkulasi kulit.

I. ASUHAN KEPERAWATAN KASUS 1. DATA FOKUS

DS : 1. Pasien mengatakan dia terjatuh dari ketinggian 30 m saat panjat tebing. 2. Pasien mengatakan tidak bisa berdiri dan mengalami luka-luka. 3. Pasien mengatakan temn-temnnya menolong dengn memasang bidai bpada tungkai kiri dan memasang mitela pada bahu kiri. 4. Pasien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu kiri dan tungkai bawah terkulai. 5. Pasien mengatakan pada artikulasio humerisinistra tidak bisa digerakkan.

DO : 1. Pasien terlihat sadar. 2. Pasien terlihat terpasang bidai pada tungkai kiri dan terpasang mitela pada bahu kiri. 3. Pada saat pemeriksaan terlihat pembengkakan, nyeri tekan, dan nyeri sumbu pada ceruris sinistra sepertiga tengah. 4. Ttv : TD : 130/90 RR : 26 X /menit 5. Skala nyeri : 6 6. Pasien mengatakn nyeri menjalar dari sendi bahu kiri sampai kepunggung.

7. Pasien mengatakan nyeri seperti tertimpa benda berat. 8. Pasien 9. Pasien mengatakan mengatakan nyerinya nyerinya hilang timbul 10 menit sekali. selama 5 menit. 10. Pasien terlihat bengkak dibagian depan dan daerah deltoid kosong. 11. Doktor memutuskan bedah untuk ortopedi melakukan

reposisipada sendi bahu kiri dan oprasi ORIF pada curris sinistra. 12. Pasien diberikan ATS dan antibiotika. 13. Pasien terlihat tidak bisa berjalan. 14. Pasien terlihat dibantu untuk bergerak.

B. ANALISA DATA N o 1. Ds : 1. Pasien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu kiri dan tungkai bawah terkulai. Ganguan rasa nyaman nyeri Bengkak pada daerah ekstremitas Data Problem Etiologi

Do :

1. Pasien sadar. 2. Pada

terlihat saat

pemeriksaan terlihat pembengkakan, nyeri tekan, dan nyeri sumbu pada ceruris 3. Ttv : TD : 130/90 RR : 26 X /menit 4. Skala nyeri : 6 5. Pasien mengatakn nyeri kiri 6. Pasien mengatakan nyeri seperti 7. Pasien mengatakan nyerinya sekali. 8. Pasien mengatakan nyerinya selama 5 menit. 9. Pasien diberikan hilang timbul 10 menit tertimpa benda berat. menjalar sampai dari sendi bahu kepunggung. sinistra sepertiga tengah.

ATS antibiotika.

dan

2.

Ds : 1. Pasien mengatakan tidak bisa berdiri dan mengalami lukaluka. Pasien mengatakan temntemnnya. 2. Pasien mengatakan pada artikulasio humerisinistra tidak digerakkan. Do : 1. Pasien tidak berjalan. 2. Pasien dibantu bergerak terlihat untuk terlihat bisa bisa

Keterbatasan mobilitas fisik

Daerah nyeri

yang

3.

Ds : 1. Pasien mengatakan nyeri dan bengkak pada sendi bahu kiri dan tungkai bawah terkulai.

Resti

terhadap

disfungsi Bengkak

nerovaskular perifer

2. Pasien mengatakan pada artikulasio humerisinistra tidak digerakkan. Do : 1. Pada pemeriksaan terlihat pembengkakan, nyeri tekan, dan nyeri sumbu pada ceruris 2. Ttv : TD : 130/90 RR : 26 X /menit sinistra sepertiga tengah. saat bisa

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ganguan rasa nyaman nyeri b.d bengkak pada daerah ekstremitas. 2. Keterbatasan mobilitas fisik b.d daerah yang nyeri. 3. Resti terhadap disfungsi nerovaskular perifer b.d bengkak.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx: 1 1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi (rujuk ke dokter; trauma). Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera. 2. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan perilaku/emosi). Rasional: mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri. 3. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena. Rasional: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri. 4. Dorong klien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera. Rasional: membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk mneghilangkan pengalaman kecelakaan. 5. Jelaskan prosedur sebelum memulai. Rasional: memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktifitas juga berpartisipasi dalam mengontrol ketidak nyamanan. 6. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional: memperhatikan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan. 7. Berikan alternative tindakan kenyamanan. Contoh: pijatan punggung, perubahan posisi). 8. Selidiki adanya keluhan nyeri tiba-tiba/tidak biasa, lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik. Rasional: dapat menandakan komplikasi. Contoh: infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen.

9. Kolaborasi berikan obat anti nyeri Asetilsalisilat (Aspirin) Rasional : ASA bekerja sebagai anti inflamasi dan efek analgesic ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilistas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teraupetik. Riset mengindikasikan ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dari NSAID lain yang diresepkan. NSAID lainnya mis: Ibuprofen (motrin); naproksen (naprosin); sulindak (clinoril); piroksikam (feldene); Fenoprofen (nalfon). Rasional : dapat digunakan bila pasien tidak memberikan respon dari aspirin, atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.

Dx: 2 1. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi terhadap imobilitas. Rasional: pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. 2. Dorong partisipasi pada aktifitas terapeutik/rekreasi, pertahankan rangsangan lingkungan. Contoh: radio, tv, koran, barang milik pribadi/lukisan, jam, kalender. Rasional: memberi kesempatan untuk mengeluarkam energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri.

Dx : 3 1. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada strain. Rasional: kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukan gangguan arterial, sianosal diduga ada gangguan vena. 2. Pantau TTV, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum/kulit dingin/perubahan mental.

Rasional: ketidak adekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan. 3. Dorong klien untuk secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi segera mungkin. Rasional: meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstremitas bawah. 4. Kaji keseluruhan panjang ekstremitas yang cedera untuk pembengkakan dan pembentukan edema. Ukur ekstremitas yang cedera dan dibandingkan dengan yang tidak cedera. Perhatikan penampilan/luasnya. Rasional: peningkatan lingkar ekstremitas yang cedera dapat diduga ada pembengkakan jaringan/edema umum tetapi dapat menunjukan perdarahan. Catatan: peningkatan 1 inchi pada paha orang dewasa dapat sama dengan akumulasi 1 unit darah. 5. Berikan kompres es sekitar strain sesuai indikasi. Rasional: menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat mengganggu sirkulasi.

BAB III SPRAIN


A. DEFENISI Sprain adalah cedera struktur ligamen disekitar sendi, akibat gerakan menjepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah stabilitas namun masih memungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangna kemampuan stabilitasnya. Pembuluh darah akian terputus dan terjadilah edema; sendi terasa nyeri tekan dan gerakan sendi terasa sangat nyeri. Derajat disabilitas dan nyeri terus meningkat selama 2-3 jam setelah cedera akibat pembengkakan dan perdarahan yang terjadi. Pasien harus diperiksa dengan sinar-x untuk mengevaluasi bila ada cedera tulang. Fraktur avulsi (suatu fragmen tulang tertarik oleh ligamen atau tendon) dapat terjadi pada sprain (Smeltzer, Suzzane C.Buku ajar KMB Brunner Suddarth,2001). 1. Sprain Adalah kekoyakan pada otot, ligament atau tendon yang dapat bersifat sedang atau parah (Rachmadi, Agus. 1993. Perawatan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Penerbit : AKPER Depkes, Banjarbaru) 2. SPRAIN adalah teregangnya atau robeknya ligamen (yaitu jaringan ikat yang menghubungkan dua atau lebih tulang dalam sebuah sendi). Sprain dapat disebabkan oleh jatuh, terpelintir, atau tekanan pada tubuh yang menyebabkan tulang pada sendi bergeser sehingga menyebabkan ligamen teregang atau bahkan robek. Biasanya, sprain terjadi pada keadaan seperti saat orang terjatuh dengan bertumpu pada tangan. (kapita selekta kedokteran 2000.) B. ETIOLOGI Beberapa faktor penyebab sprain 1. Umur Faktor umur sangat menentukkan karena mempengaruhi kekuatan dan kekenyalan jaringan misalnya pada umur 30-40 thn kekuatan otot akan relatif menurun elastissitas tendon dan ligmen menurun pada usia 30 thn. 2. Terjatuh atau kecelakan

Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakaan atau terjatuh sehingga jaringan ligmen mengalami sprain 3. Pukulan Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan dari pada bagian sendi dan menyebabkan sprain 4. Tidak melakukan pemanasan Pada atlit olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemansaan. Dengan melakukan pemanasaan otot-otot akan lebih lentur.

C. KLASIFIKASI 1. Sprain tingkat I yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus, cedera ini menimbulkan rasa nyeri tekan , pembengkakan dan rasa sakit pada daerah tersebut. Terapi biasanya sembuh dengan istirahat , lalu terapi latihan yang dapat membantu mengembalikan kekuatan otot. 2. Sprain tingkat II yaitu cedera sprain yang ditandai dengan banyak serabut ligamentum yang putus, cedera ini menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan , pembengkakan , efusi (cairan yang keluar) , dan biasanya tidak dapat menggerakan persendian tersebut. Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 3-6minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan Immobilisasi. 3. Sprain tingkat III yaitu cedera sprain yang ditandai dengan terputusnya semua ligamentum , sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembengkakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan gerakan yang abnormal. Terapi RICE yaitu dengan istirahat (rest) selama 36minggu, kompres es (ice) 15-30menit, balut tekan dengan bahan yg lunak seperti kain (Compress), daerah yang cidera ditinggikan (elevate) dan

Immobilisasi. Lalu dibawa kerumah sakit untuk dilakukan pembedahan agar mengembalikan fungsinya ( Giam & Teh, 1992).

D. PATOFISOLOGI Aktivitas sehari-hari Yang berlebihan SPRAIN Inflamasi sel thd cedera Peradangan

Metabolisme kelemasan otot

Vasodilatasi pembuluh darah

Panas (kalor) functiolaesa otot MK; peningkatan suhu tubuh

Cairan di intrasisial

Bengkak (tumor) MK; gg.mobilitas fisik

E. MANIFESTASI KLINIS Gejala yang dapat dirasakan jika seseorang mengalami sprain adalah nyeri, inflamasi/peradangan, dan pada beberapa kasus, ketidakmampuan menggerakkan tungkai, bengkak, memar, tidak stabil, dan hilangnya kemampuan untuk menggerakkan sendi, bengkak di sekitar persendian tulang yang terkena cedera, termasuk perubahan warna kulit. Terjadi haemarthrosis atau perdarahan sendi. Nyeri pada persendian tulang, nyeri bila anggota badan digerakkan atau diberi beban, fungsi persendian terganggu, terjadi kekakuan sendi, ketidakstabilan persendian tergantung jenis cederanya. Meskipun begitu, gejala dan tanda ini dapat sangat bervariasi dalam hal beratnya, tergantung seberapa parahnya sprain yang terjadi. Terkadang orang yang mengalami sprain merasa ada yang robek saat cedera terjadi. (http://dara2001.wordpress.com/2010/01/14/askep-pada-klien-dengan-sprain/)

F. KOMPLIKASI Apabila tidak dilakukan mobilisasi maka akan terjadi : 1. Atrofi 2. Kaku pada sendi

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. X-Ray 2. Sinar X 3. Rontgen

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN Perawatan Cedera Sprain Pada Pergelangan Kaki 1. Fase I Tujuan: Untuk mengontrol pengeluaran darah, pembengkakan, rasa sakit dan kejang. Diperkirakan lama waktu 2-3 hari. Perawatan: a. Segera diberi kompres es selama 20 menit secara selang-seling 6-8 kali sehari. b. c. d. Gunakan pembungkus elastis selama jam-jam perawatan dan dengan selalu mengangkat kaki. Kaki di angkat di atas bantal selama tidur. Tongkat ketiak digunakan untuk menghindari penahanan beban sedikitnya selama 34 hari atau sampai penderita dapat berjalan tanpa keluhan/pincang. e. Buka tali ikatan pembungkus elastis, ini diperlukan untuk mengontrol pengeluaran darah selama 2-3 hari. Latihan Rehabilitasi: a. Memegang jari kaki dan membentangkan jika tidak ditimbulkan sakit selama 10-15 kali setiap jam dijaga, dimulai pada hari kedua setelah cedera. b. Latihan pemeliharaan seluruh tubuh dengan dituntun 3 kali seminggu, lama kelamaan tidak memberatkan cedera. 2. Fase II Tujuan: Pemeliharaan lanjutan, yaitu dengan semua perlakuan dan segera dilanjutkan dengan latihan. Beri kompres es 5-15 menit, dapat juga dengan masase es selama 7 menit dengan 2-3 kali sehari, atau oleskan air dingin (60 90 F), juga bisa dengan mandi contras/mandi arus selama 20 menit atau dengan cara masase bagian atas dan bawah tempat cedera selama 5 menit.

Latihan Rehabilitsi: a. Berjalan dengan tongkat ketiak dilanjutkan dengan menyentuh jari jika penderita tidak mampu berjalan tanpa pincang. b. .Lakukan dengan memegang dan membentangkan jari kaki selama 10-15 kali setiap jam di jaga. Memberi contoh latihan PNF sendi pergelangan kaki 3-4 kali sehari. c. Latihan pemulihan seluruh tubuh dengan dituntun 3 kali seminggu, bisa dipastikan bahwa lama kelamaan penderita tidak semakin berat cederanya. 3. Fase III Tujuan: Untuk memulihkan 50% bebas dari sakit pada waktu bergerak dan memulihkan kekuatan. Perawatan: Semua perlakuan dilanjutkan dengan latihan. Beri kantong es (ice pack) selama 5-15 menit atau dengan masase es selama 7 menit dan dilakukan 2-3 kali sehari, atau dengan oleskan air dingin 90 100 F selama 10 sampai 15 menit, atau dengan mandi contrast selama 20 menit, juga bisa dengan masase bagian atas dan bawah pada bagian yang cedera selama 5 menit, atau bisa dengan ultrasound 0,5 watt/cm selama 5 menit. Latihan Rehabilitasi: a. Menghindari latihan yang menimbulkan rasa sakit atau pembengkakan. b. Memutar pergelangan kaki selama 10-15 kali selama 2-3 kali sehari. c. Tendo Achilles diregangkan di lantai selama 30 detik pada setiap posisi kaki (jari-jari ke dalam, jari-jari ke luar, lurus ke depan, lakukan selama 3-4 kali sehari). d. Mengangkat jari kaki selama 10 kali, 1-3 set, dilakukan selama 3-4 kali sehari. e. Bentuk latihan menggunakan handuk atau tube pemijat/pakaian resistensi dengan dikerjakan selama 3-4 kali sehari. f. Membantu berat badan/beban tubuh antara cedera dan tidak cedera pada pergelangan kaki, gerakan ini dapat dikerjakan selama 20 menit sampai terjadi bebas dari sakit. Kegiatan tersebut dikerjakan selama 2-3 kali sehari. g. Mengerjakan stretching dengan cara Proprioceptive neurofasilitator (PNF) pada pergelangan kaki dengan dibantu partner/orang lain selama 2-3 kali sehari. h. Dilanjutkan dengan gerak maju lurus ke depan berjalan dengan langkah pendek, jika tidak dapat dilakukan tanpa pincang. Latihan pemeliharaan pada fase III ini dilaksanakan dengan frekuensi 3 kali seminggu, diharapkan lama kelamaan penderita merasakan cedera yang dialami semakin

berkurang rasa sakitnya. 4. Fase IV Tujuan: Untuk memulihkan 90% luas gerak sendi (Range Of Motion/ROM), power, daya tahan, kecepatan dan kelincahan. Lama waktu yang dibutuhkan 1 minggu. Perawatan: Semua perlakuan segera dilanjutkan dengan latihan. Pemberian kantong es selama 5 menit atau dengan masase es selama 7 menit satu kali sehari, atau dengan oleskan air (whirepool) 100-120 F, atau dengan mandi contrast (contrast bath) selama 20 menit, atau dapat juga dengan ultra sound 0,5 watt/cm selama 5 menit. Latihan Rehabilitasi: a. Peregangan tendo Achilles menggunakan papan miring selama 30 detik sampai posisi kaki 2-3 kali sehari. b. Mengangkat jari kaki dengan menggunakan papan miring dan resistensi selama 10 repetisi, 1-3 set dikerjakan 2-3 kali sehari. c. Tujuan resistensi pada pergelangan kaki adalah untuk memperkuat otot anterior, lateral, dan medial. Dimulai dengan 2 lebius dan dinaikkan sampai 10 lebius selama 1-3 set dikerjakan 2-3 kali sehari. d. Gunakan papan miring untuk propriosepsi pergelangan kaki mulai dari 1 menit sampai sambil dituntun dan dinaikkan selama 5 menit dikerjakan selama 3 kali sehari. e. Jalan jogging rutin, lama kelamaan akan bebas dari gejala, dapat dimulai sebagai alternatif jalan-joging-lari-jalan 25 yard lurus ke depan, jogging lurus ke depan 25 yard; dinaikkan untuk jalan 25 yard dalam leter S atau 5 macam 8 S; dinaikkan untuk 8 macam berlari memungkinkan makin cepat; ketika penderita dapat untuk lari 10 macam-8S atau membentuk Z, memungkinkan makin cepat dan dapat lompat ke atas di udara pada kaki cedera 10 kali tanpa pincang. 5. Fase V Tujuan : Penderita bebas dari gejala dan mempunyai ROM yang baik. Latihan Rehabilitasi: Dengan perlindungan pada pergelangan kaki oleh pembalut atau dengan membelit dapat

mengembalikan penguatan latihan dan melatih ROM agar dapat digunakan lagi seharihari. Kriteria Untuk Sembuh Total a. Pergelangan kaki bebas dari kepincangan dalam gerak dan tidak ada pembengkakkan. kembali seperti sebelum cedera. c. Penderita dapat berlari, melompat dan dapat membuat perbaikan gerak yang baik seperti sebelum cedera. b. ROM pada pergelangan kaki berfungsi baik dan telah mendapatkan kekuatannya

Prinsip utama penatalaksanaan sprain adalah mengurangi pembengkakan dan nyeri yang terjadi. Langkah yang paling tepat sebagai penatalaksanaan tahap awal (24-48 jam) adalah prinsip RICE (rest, ice, compression, elevation), yaitu : 1) Rest (istirahat) Kurangi aktifitas sehari-hari sebisa mungkin. Jangan menaruh beban pada tempat yang cedera selama 48 jam. Dapat digunakan alat bantu seperti crutch (penopang/penyangga tubuh yang terbuat dari kayu atau besi) untuk mengurangi beban pada tempat yang cedera. 2) Ice (es) Letakkan es yang sudah dihancurkan kedalam kantung plastik atau semacamnya. Kemudian letakkan pada tempat yang cedera selama maksimal 2 menit guna menghindari cedera karena dingin. 3) Compression (penekanan) Untuk mengurangi terjadinya pembengkakan lebih lanjut, dapat dilakukan penekanan pada daerah yang cedera. Penekanan dapat dilakukan dengan perban elastik. Balutan dilakukan dengan arah dari daerah yang paling jauh dari jantung ke arah jantung. 4) Elevation (peninggian) Balut tekan dan tetap tinggikan. Jika memungkinkan, pertahankan agar daerah yang cedera berada lebih tinggi daripada jantung. Sebagai contoh jika daerah

pergelangan keki yang terkena, dapat diletakkan bantal atau guling dibawahnya supaya pergelangan kaki lebih tinggi daripada jantung. Tujuan daripada tindakan ini adalah agar pembengkakan yang terjadi dapat dikurangi. Bila ragu rawat sebagai patah tulang. Jika nyeri dan bengkak berkurang 48 jam setelah cedera, gerakkan persendian tulang ke seluruh arah. Hindari tekanan pada daerah cedera sampai nyeri hilang (biasanya 7 sampai 10 hari untuk cedera ringan dan 3 sampai 5 minggu untuk cedera berat). Jika dibutuhkan, gunakan tongkat penopang ketika berjalan. Bantu dengan tongkat atau kruk Mulai aktivitas dengan hati-hati secara bertahap. Tetapi jika diperlukan rujuk ke fasilitas kesehatan. Keadaan-keadaan berikut di bawah ini merupakan indikasi kita untuk membawa diri kita ke dokter : Anda menderita rasa sakit yang sangat dan bahkan sendi yang terkena tidak dapat digunakan untuk menahan beban sedikitpun. Pada sendi yang terkena terlihat adanya memar selain adanya bengkak. Sendi yang terkena tidak dapat digerakkan dan tidak dapat berjalan lebih dari 4 langkah tanpa rasa sakit Sendi anda terasa bergeser saat akan digerakkan. Sendi yang terkena terasaa baal Anda ragu apakah cedera yang rasa alami itu serius atau tidak Dan hindari HARM, yaitu: H: heat, peberian panas justru akan meningkatkan perdarahan A:alcohol,akan meningkatkan pembengkakan R: running, atau exercis/latihane terlalu dini akan memburuk cidera M: massage, tidak boleh diberikan pada masa akut karena akan merusak jaringan

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pembedahan. Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; penguranganpengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak. 2. Kemotherapi Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat. 3. Elektromekanis. Penerapan dingin dikompres dengan kantong es. 4. Pembalutan / wrapping eksternal. 5. Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung). 6. Posisi ditinggikan atau diangkat. 7. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan, latihan pelan pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit. 8. Penyangga beban : Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang sakit.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN STRAIN


A. Pengkajian 1. Identitas klien a. Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat. b. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat. c. Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun. b. Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun. c. Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia. d. Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran. 3. Pengkajian fungsional kesehatan Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001). a. Persepsi kesehatan Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.

b. Pola nutrisi metabolic Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi adanya oedema anasarka. c. Pola eliminasi Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria. d. Pola aktivitas Kaji tanda tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan, e. Kebutuhan istirahat tidur Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit f. Pola persepsi kognitif Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di deritanya. g. Pola persepsi diri Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep diri. h. Pola hubungan sosial Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat. i. Pola seksualitas Kaji kebutuhan seksual klien j. Pola mekanisme koping Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya k. Pola spiritual Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya adalah ujian dari Allah SWT.

4. Pemeriksaan fisik a. Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan, ketidakmampuan penggunaan sendi, udema pada sprain, perubahan warna kulit, perdarahan, dan mati rasa. b. Dislokasi : Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menetukan lokasi dislokasi dan pengkajian yang lebis spesifik tentang nyeri, deformitas, dan fungsiolaesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu, perubahan kontur sendi pada ekstermitas yang mengalami dislokasi, perubahan panjang ektermitas, adanya lebampada dislokasi sendi. Keadaan fisik IPPA juga dikaji dengan melihat gangguan neurologis, apakah ada saraf yang terkena, pengkajian pada ektermitas atas dan bawah untuk menilai pergerakkannya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,

cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.


2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah

permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret/immobilisasi fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan

kerusakan rangka neuromuskuler.


4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran

darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan trombus.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit dan trauma jaringan. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan

1. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi. Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan. Kriteria Hasil:
a. Klien menyatakan nyeri berkurang. b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik

sesuai indikasi untuk situasi individual.


c. Edema berkurang/hilang. d. Tekanan darah normal. e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.

Intervensi: a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10). Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal. Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
b. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembeban, dan

traksi. Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cedera. c. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena. Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
d. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.

Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang terkena. e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi). Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
f.

Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik. Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan otot.

g. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.

Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.


h. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.

Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. 2. Dx.2 Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau sekret/immobilisasi fisik. Tujuan: Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi. Kriteria Hasil:
a. Penyembuhan luka sesuai waktu. b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.

Intervensi:
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.

Rasional: Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema. b. Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang kering dan bebas kerutan. Rasional: Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit. c. Rubah posisi selang seling sesuai indikasi. Rasional: Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu. d. Gunakan bed matres/air matres. Rasional: Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi. 3. Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler. Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang. Kriteria Hasil: a. Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan yang lebih tinggi. b. Klien mempertahankan posisi/fungsional.

c. Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh. d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas. Intervensi: a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi. Rasional: Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual, mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan kemajuan kesehatan pasien. b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang lingkungan. Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan isolasi sosial. c. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit. Rasional: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon kalsium karena tidak digunakan. d. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah. Rasional: Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul. e. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur). Rasional: Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien dalam situasidan meningkatkan kesehatan diri langsung. f. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi. Rasional: Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis) dan meningkatkanpenyembuhan dan normalisasi fungsi organ. g. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing. Rasional: Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus. h. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.

Rasional: Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh dekubitus, atelektasis dan pneumonia). i. Auskultasi bising usus. Rasional: Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi. j. Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari. Rasional: Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi. k. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis. Rasional: Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan. 4. Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan trombus. Tujuan: Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi. Kriteria Hasil: a. Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi. b. Kulit hangat dan kering. c. Perabaan normal. d. Tanda vital stabil. e. Urine output yang adekuat Intervensi : a. Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur. Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai. b. Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik. Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf. c. Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.

Rasional: Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi dari peralatan traksi. d. Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai. Rasional: Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen. e. Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin, perubahan mental. Rasional: Inadekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan. f. Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasi dengan adanya compartemen syndrome. Rasional: Mencegah aliran vena/mengurangi edema. 5. Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit dan trauma jaringan. Tujuan: Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual. Kriteria Hasil: a. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu. b. Bebas drainase purulen, eritema dan demam. c. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Intervensi: a. Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional: Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat memungkinkan terjadinya infeksi tulang. b. Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak. Rasional: Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan dapat menimbulkan osteomielitis. c. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan. Rasional: Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. d. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.

Rasional: Tanda perkiraan infeksi gangren. e. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara. Rasional: Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan terjadinya tetanus. f. Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema ektremitas cedera. Rasional: Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis. g. Lakukan prosedur isolasi. Rasional: Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang. h. Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid. Rasional: Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus. 6. Dx.6 Kurang pengetahuan mengenal sumber informasi. Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah. Kriteria Hasil: a. Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan. b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan. Intervensi: a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang. Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. b. Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan. Rasional: Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidak tepatan pengguanaan alat ambulasi. tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak

c. Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang memerlukan bantuan. Rasional: Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan. d. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah fraktur. Rasional: Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini. e. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis. Rasional: Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerjasama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang. f. Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa ototkurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di bawah bagian yang sakit dan gunakan alat bantu mobilitas, contoh verban elastis, bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat. Rasional: Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan. (Ardinata, 2012). ASUHAN KEPERAWATAN KASUS DS : Klien mengatakan nyeri pada tungkai kiri Klien mengatakan nyeri pada bahu kiri

Data Tambahan Klien mengatakan susah tidak bisa beraktivitas dengan kondisi tangannya yang nyeri. DO :

klien tampak gelisah Klien tampak nyeri kesakitan P Jatuh dari tebing Q Nyeri seperti tertekan R Ditungkai kiri dan bahu kiri S skala nyeri 9 T Nyeri setiap saat Analisa Data DATA 1. DS Klien mengatakan nyeri pada tungkai kiri Klien mengatakan nyeri pada bahu kiri DO Klien P tebing Q Nyeri seperti tertekan R Ditungkai kiri dan bahu kiri berhubungan dengan tampak MASALAH Nyeri ETIOLOGI Berhubungan

dengan

edema dan spasme otot

nyeri kesakitan Jatuh dari

S skala nyeri 9 T saat 2. DS Klien mengatakan susah tidak bisa beraktivitas dengan tangannya nyeri. Klien mengatakan nyeri pada tungkai kiri Klien mengatakan nyeri pada bahu kiri kondisi yang Nyeri setiap

Gangguan mobilitas fisik

cedera jaringan sekitar.

DO klien gelisah Klien tampak tampak

nyeri kesakitan

Diagnosa Keperawatan Kasus 1. Nyeri berhubungan dengan edema dan spasme otot. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar

You might also like