You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebinekaan bangsa Indonesia mencakup agama, bahasa, suku bangsa, maupun adat dan
budayanya adalah ciri khas bagi bangsa Indonesia yang menjadi sumber kebudayaannya.
Kebhinekaan ini dapat tergambar pula dalam kehidupan bermasyarakat seperti yang tertulis
dalam kitab negara kertagama oleh Empu Prapanca, tentang penyusunan pemerintahan
Majapahit yang mencerminkan unsur-unsur musyawarah. Dalam kehidupan beragama tertulis
dalam kitab Sutasoma oleh Empu Tantular dengan Bhineka Tunggal Ika. Dimana kita sebagai
warganegara selalu menginginkan terciptanya kehidupan yang tertib, aman, tentram, rukun,
dan damai agar tercipta kebhinekaan tadi. Oleh karena itu setiap anggota masyarakat harus
mempunyai kesadaran akan pentingnya kerukunan hidup. Kerukunan sangatlah penting
ditanamkan dan dilaksanakan mengingat bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku bangsa,
agama, budaya, dan latar belakang yang berbeda-beda kerukunan juga menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam masyarakat yang berbangsa dan majemuk. Untuk itulah makalah ini
kami susun, agar pembaca, teman-teman dan dosen kewarganegaraan tau pentingnya
kerukunan dalam warga negara kita.

1.2 Rumusan Masalah

Setelah melihat dan memahami pentingnya makalah ini maka adabeberapa maka ada
beberapa rumusan masalah yang harus dijawab dipembahasan nantinya agar makalah ini
sempurna. Rumusan masalah itu adalahsebagai berikut :
a. Apa kewarganegaraan dan warganegara itu ?
b. Asas-asas Kewarganegaraan?
c. Hak dan kewajiban Warga Negara ?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :


a. Agar kita mengetahui warga negara dan kewarganegaraan itu apa.
b. Agar kita tahu tentang Asas-asas Kewarganegaraan.
c. Agar kita tahu dan paham Hak dan kewajiban sebagai Warga Negara yang baik.

BAB II
PE M BAHASAN

2.1 Kewarganegaraan

Adalah anggota dalam sebuah komunitas politik (negara), dan dengannya membawa hak
untuk berpartisipasi dalam politik. Seseorang dengan keanggotaan tersebut disebut warga
negara. Istilah ini secara umum mirip dengan kebangsaan, walaupun dimungkinkan untuk
memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan
subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam
politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi bangsa dari suatu
negara.
Kewarganegaraan juga dimaksudkan agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk
bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta
tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya negara
kesatuan republik Indonesia. Tujuan utama kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa
calon sarjana atau ilmuwan warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang
mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni, tujuan tersebut terdapat dalam pendidikan
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan dapat diartikan juga sebagai gagasan dalam kerangka negara-bangsa.
Secarakonsep maupun praktis, kewarganegaraan selalu berada dalam proses rekonstruksi.
Elemen-elemen yang dikonstruksikan adalah: a) masalah hak dan kewajiban warga negara
dan negara; b. Rumusan hak dan kewajiban yang berimplikasi secara spesifik pada kelompok
tertentu. c Rumusan hak dan kewajiban yang bersifat kolektif dan individual Konsep
kewarganegaraan lahir dalam kontek negara demokratis karena mempunyai asumsi tentang
kedaulatan rakyat dan hak rakyat yang harus dipenuhi. Namun dalam praktiknya ada
bermacam bentuk pelaksanaan demokrasi, misalnya yang menekankan kebebasan individual
dimana peran negara dibatasi, yang menekankan identitas kolektif dan kepemimpinan
maupun yang menggambarkan individu sebagai agen yang mampu melakukan perubahan.
Gambaran tentang individu dalam sistem demokrasi ini akan mencerminkan sekaligus hak
dan kewajiban negara dalam mengelola masyarakat.

2. 2 Asas-asas Kewarganegaraan

Dalam berbagai literatur dan praktek diberbagai negara paling tidak


terdapat 3 asas kewarganegaraan. Asas-asas tersebut adalah: asas
iussoli, asas ius sanguinis, dan asas campuran. Namun dari ketiga asas
tersebut asas ius sanguinis dan iussoli-lah yang merupakan asas utama
dalam masalah penentuan kewarganegaraan. Yang dimaksud asas iussoli
adalah (asas daerah kelahiran) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya.
Seseorang adalah warga negara A karena ia lahir di negara A (yuridiksi
negera A). Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di
dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki
status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara
Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropa termasuk menganut
prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja
yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai
warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang
sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena
sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka
status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga
negara Amerika Serikat, padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan
Indonesia. Dengan semakin mudahnya sarana transportasi dan tingginya
mobilisasi antar negara, menyebabkan asas ini menjadi bermasalah.
Banyak anak-anak yang dilahirkan di negara yang menganut asas ini
menjadi terputus hubungannya dengan negara kewarganegaraan orang
tuanya. Karena itulah banyak negara telah meninggalkan asas ini.
Berbeda dengan prinsip kelahiran diatas, di beberapa negara, dianut
prinsip ‘ius sanguinis’ yaitu asas kewarganegaraan yang mendasarkan diri
pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang
berhubungan darah dengannya. Seorang anak berkewarganegaraan A,
karena orang tuanya juga berkewarganegaraan A, dimanapun anak itu
dilahirkan. Penggunaan asas ini akan terasa sekali manfatnya pada
negara yang saling bertetangga dekat, karana dimanapun seorang anak
dilahirkan, maka secara otomatis anak tersebut memiliki
kewarganegaraan sesuai dengan kewarganegaraa orang tuanya.
Namun dalam dinamika pergaulan antar bangsa sering terjadi perkawinan
campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda
antara pasangan suami dan isteri. Dengan terjadinya perkawinan
campuran tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan persoalan
berkenaan dengan status kewarganegaraan dari anak-anak mereka.
Bahkan dalam perkembangannya di kemudian hari, timbul pula kebutuhan
baru berdasarkan pengalaman di berbagai negara bahwa kedua asas
tersebut harus diubah dengan asas yang lain atau harus diterapkan
secara bersamaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan
double-citizenship atau dwikewarganegaraan (bipatride) atau sebaliknya
sama sekali berstatus tanpa kewarganegaraan (apatride) (Jimly A,
2006;137-138). Dengan mnculnya masalah tersebut, dalam praktik, ada
pula negara yang akhirnya menganut asas kedua-duanya, karena
pertimbangan lebih menguntungkan bagi kepentingan negara yang
bersangkutan. Sistim yang terakhir inilah yang biasa dinamakan sebagai
asas campuran. Asas yang dipakai bersifat campuran, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya apatride atau bipatride. Dalam hal demikian,
yang ditoleransi biasanya adalah keadaan bipatride, yaitu keadaan dwi-
kewarganegaraan. Sistem ini juga yang sekarang dianut oleh UU No.12
Tahun 2006.
Merupakan hak setiap negara untuk menentukan asas mana yang hendak
dipakai dalam kebijakan kewarganegaraannya untuk menentukan siapa
warga negara dan siapa yang bukan warga negaranya. Meskipun
demikian penggunaan asas yang berbeda antara satu negara dengan
negara lainnya kemungkinan akan menimbulkan conflict of law. Misalnya,
di negara A dianut asas ius soli sedangkan di negara B menganut asas ius
sanguinis, atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan
bipatride atau dwi-kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan
terjadinya apatride, yaitu keadaan tanpa kewarganegaraan sama sekali.
Sebagai contoh, Mr. X, warga negara A yang menganut asas iussoli
melahirkan anak mereka di negara B yang menganut asas ius sanguinis,
maka akibatnya anak Mr.X tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali
(apatride). Ataupun sebaliknya, jika Mr. X adalah warga negara A yang
menganut asas ius sanguinis, melahirkan anak mereka di negara B yang
menganut asas iussoli, maka akibatnya anak Mr.X akan memiliki double
kewarganegaraan, yaitu kewarganegaraan A dan kewarganegaraan B.
Dalam UU No.12 Tahun 2006 dianut beberapa asas, sebagaimana terurai
dalam pasal-pasal dan ditegaskan dalam Penjelasan umumnya. Asas-asas
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan
negara tempat kelahiran;
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam UU No.12 Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal
kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan
(apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam
Undang-Undang Kewarganegaraan merupakan suatu pengecualian.
Selain asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar
penyusunan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, yaitu sebagai berikut (Penjelasan umum):
1. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa
peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional
Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai
negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
2. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa
pemerintah wajib memberikan perlidungan penuh kepada setiap Warga
Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar
negeri.
3. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang
menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan
perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
4. Asas kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan
seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi
dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
5. Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas
dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
6. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia
adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan
warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi
manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
7. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala
hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara
terbuka.
8. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang
memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat
mengetahuinya.
2.3 Hak dan kewajiban Warga Negara

Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan
sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan.

Hak dan kewajiban ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi sering terjadi
pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Sudah sangat jelas bahwa setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, akan
tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih
banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak
cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan diri
sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. Untuk
mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara mengetahui posisi diri
kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan kewajibannya. Seorang pejabat
atau pemerintah pun harus tahu akan hak dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum
dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan
terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera.

Akan tetapi, hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang. Apabila
masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan pernah
merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih memikirkan
bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat. Para pejabat dan pemerintah
hanya mengobar janji manis kepada rakyat untuk mendapatkan haknya. Akan tetapi, sampai
saat ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya.

Olek karena itu, kita sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita
yang buruk ini dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan
kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945
pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya, syarat-syarat
akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mebcerminkan bahwa negara Indonesia bersifat
demokrasi.

Berikut ini adalah beberapa contoh hak dan kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia. Setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain tanpa terkecuali.
Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan
sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan di kemudian hari.

Namun biasanya bagi yang memiliki banyak uang atau tajir bisa memiliki tambahan hak dan
pengurangan kewajiban sebagai warga negara kesatuan republik Indonesia.

A. Contoh Hak Warga Negara Indonesia

1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum


2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan
kepercayaan masing-masing yang dipercayai
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia atau nkri
dari serangan musuh
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang berlaku

B. Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia

1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda)
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum dan
pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum yang
berlaku di wilayah negara indonesia
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar
bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Dari makalah yang telah kami buat, kami menjabarkan kewarganegaraandari sisi “hak dan
kewajiban warga negara”.Dapat kami simpulkan bahwa hak dan kewajiban warga negara
merupakan suatu hubungan yang sangat erat untuk mencapai keharmonisan dalam bernegara
secara damai dan tertib. Dimana dalam bab 2 telah tertulis jelas bagi kita kewarganegaraan
dan hak hak dan kewajiban sebagai warganegara yang benar, landasan dan sumber formalnya,
sebagai tugas dan tanggung jawab warga negaranya.. Dengan hak dan kewajiban warga
negara dalam hubungan bermasyarakat akan tercipta suasana kedamaian, ketertiban, dan
ketentraman tanpa ada pertikaian dan pertengkaran.

You might also like