You are on page 1of 17

1.

Pengertian Sosialisasi Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. 2. Jenis sosialisasi Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.

Sosialisasi primer

Sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.

Sosialisasi sekunder

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama. 'Tipe sosialisasi Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.

Formal

Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.

Informal

Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat. 3. Pola sosialisasi Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other. 4. Proses sosialisasi Menurut George Herbert Mead George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.

Tahap persiapan (Preparatory Stage)

Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna. Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.

Tahap meniru (Play Stage)

Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)

Tahap siap bertindak (Game Stage)

Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.

Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya. Menurut Charles H. Cooley Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut. 1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.' Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.

2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.' Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia. 3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut. Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri. Agen sosialisasi Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah. Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa. Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.

Keluarga (kinship)

Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap

awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. Keluarga Keluarga adalah unit/satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga 1. Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi. 2. para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk sautu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja 3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan 4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas. Dalam bentuknya yang paling dasar sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan ditambah dengan anak-anak mereka yang belum menikah, biasanya tinggal dalam satu rumah, dalam antropologi disebut keluarga inti. satu keluarga ini dapat juga terwujud menjadi keluarga luas dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain, baik yang kerabat maupun yang tidak sekerabat, yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti. Dalam keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu pekerjaan yang harus dilakukan itu biasanya disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan didalam atau oleh keluarga itu. Macam-macam fungsi keluarga adalah 1. Fungsi biologis 2. Fungsi Pemeliharaan 3. Fungsi Ekonomi 4. Fungsi Keagamaan 5. Fungsi Sosial

5. Ciri-ciri Keluarga a. Ciri-ciri Umum Keluarga Ciri-ciri umum keluarga adalah sebagai berikut: 1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan. 2. Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara. 3. Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan. 4. Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak. 5. Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin terpisah terhadap kelompok keluarga. b. Ciri-ciri Khusus Keluarga Menurut Khairuddin (1997:7) cirri-ciri khusus keluarga adalah: 1. Kebersamaan 2. Dasar-dasar emosional 3. Pengaruh perkembangan 4. Ukuran yang terbatas 5. Posisi inti dalam struktur sosial 6. Tanggung jawab para anggota 7. Aturan kemasyarakatan 6. Lembaga Keluarga Ciri-Ciri Keluarga Keluarga umumnya bersifat universil, artinya yang namanya keluarga itu dimanamana sama, yang mempunyai tugas antara lain : Mengontrol hubungan kelamin, tempat kelahiran bagi anak-anak yang syah, dll. Kingsley Davis, dalam bukunya Human Society (1969) menyebutkan bahwa fungsi keluarga antara lain adalah reproduksi (mengatur keturunan), mengatur sistem penggantian, mendidik balita, dll. Tipe Keluarga : 1. Keluarga dapat diklasifikasikan secara luas dalam hubungannya dengan pola hubungan keluarga. Keluarga Konjugal (Conjugal Family) atau keluarga kecil (nuclear family) yakni keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak-anaknya. Keluarga Konsanguini (Consanguine Family) atau sering disebut keluarga besar (exstended family), yakni keluarga yang didasarkan atas hubungan darah (kakeknenek, paman, kemenakan, dll.). Umumnya dalam setiap masyarakat berlaku kedua sistem kekeluargaan tersebut.

2. Keluarga dapat juga digolongkan menurut bentuk perkawinannya. a. Monogami (monogamy) yakni sistem kekeluargaan yang didasarkan pada satu suami satu istri. b. Poligami (poligamy) yakni sistem kekeluargaan dimana seorang suami dapat mempunyai lebih dari satu istri atau sebaliknya. Kalau seorang suami mempunyai lebih dari satu istri disebut polyginy. Kalau seorang istri mempunyai lebih dari satu suami disebut polyandry. c. Senogami (cenogamy) yakni sistem kekeluargaan yang membolehkan suami istri mempunyai lebih dari satu istri atau suami. 3. Disamping sistem perkawinan, keluarga dapat juga dibedakan menurut tata cara pemilihan calon suami/istri. d. Endogami (Endogamy) menentukan bahwa seseorang harus memilih calon suami/istri dalam kelompoknya sendiri. e. Eksogami (Exogamy) menentukan bahwa seseorang harus memilih calon suami/istri dari luat kelompoknya sendiri. 4. Keluarga juga digambarkan menurut sumber otoritasnya. a. Keluarga patriarkal (patriarchal) ditandai dengan kekuasaan dipihak lakilaki. b. Keluarga matriarkal (matriarchal) ditandai dengan kekuasaan dipihak wanita. c. Equalitarian adalah sistem kekeluargaan yang membagi kekuasaan sama antara laki-laki dan wanita. 5. Turunan juga merupakan basis untuk membedakan sistem kekeluargaan. a. Patrilineal adalah sistem kekeluargaan yang mengaitkan dengan garis turunan laki-laki. b. Matrilineal adalah sistem kekeluargaan yang mengaitkan dengan garis turunan perempuan. c. Bilateral adalah sistem kekeluargaan yang mengikat hubungan baik melalui garis turunan laki-laki atau perempuan. 6. Tempat tinggal dapat juga dipakai untuk membedakan sistem kekeluargaan. a. Keluarga Patrilocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan bertempat tinggal pada keluarga atau desa tempat asal suami. b. Keluarga Matrilocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan bertempat tinggal pada keluarga atau desa tempat asal istri. c. Keluarga Neolocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan tinggal ditempat yang masih baru (tidak di desa/keluarga laki-laki atau perempuan). Disamping klasifikasi yang disebutkan di atas para ahli sosiologi juga membedakan dua konsep-konsep yang berorientasi pada perkawinan (family of procreation) yakni keluarga tang terbentuk dari suatu perkawinan dan diakhiri bila salah satu diantaranya meninggal; dan keluarga yang berorientasi pada kelahiran dan sosialisasi (family orientation) yakni keluarga tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan dan biasanya ikatannya terus menerus sepanjang masa kehidupannya.

A. Sosialisasi Dalam Keluarga

Sosialisasi dalam keluarga merupakan tempat yang paling intens dalam hubungan sosial keseharian. Proses awal ataupun proses dasar pembentukan anak terutama dalam lingkungannya yang terdekat yakni dari keluarga. Proses pembentukan ini didapat karena belajar dari lingkungan. Dalam hal ini tentu si anak berinteraksi dengan orang lain. Proses belajar ini diistilahkan dengan proses sosialisasi yaitu proses yang membantu individu dengan melalui proses belajar dan penyesuaian diri, bagaimana cara hidup dan cara berpikir dari kelompok tersebut. Dalam proses sosialisasi itu individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat dimana dia hidup. Sosialisasi adalah suatu proses, dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat menjadi anggota. Berger mendefenisikan sosialisasi adalah proses melalui mana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Yang diajarkan dalam sosialisasi ialah peran-peran. Oleh sebab itu teori sosialisasi adalah merupakan teori mengenai peran. Karena kemampuan seseorang untuk mempunyai diri untuk berperan sebagai anggota masyarakat tergantung pada sosialisasi. Oleh karena itu seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Keluarga adalah kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan kepada si anak dan disinilah dialami antar aksi dan disiplin pertama yang dikenakan kepadanya dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan masyarakat dimana pun juga, keluarga merupakan unit terkenal yang peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga (yakni keluarga batih) mempunyai fungsi yang sangat penting didalam kelangsungan kehidupan masyarakat. Fungsi yang sangat penting itu terdapat pada peran dalam melakukan sosialisasi, yang bertujuan untuk mendidik warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang dianut, untuk pertama kalinya diperoleh dalam keluarga. Hubungan antar individu dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi kejiwaan anak dan dampaknya akan terlihat sampai kelak ketika ia menginjak usia dewasa. Suasana yang penuh kasih sayang dan kondusif bagi pengembangan intelektual yang berhasil dibangun dalm sebuah keluarga akan membuat seorang anak mampu beradaptasi dengan dirinya sendiri, dengan keluarganya dan dengan masyarakat sekitarnya.

Seorang bayi lahir ke dunia sebagai suatu organisme kecil yang egois dan diktator yang penuh dengan kebutuhan fisik dan mengatur segenap aktifitas orangtuanya. Ia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Oleh karena itu, seseorang perlu banyak belajar tentang segala sesuatu agar kehidupannya menjadi lebih maju. Salah satu yang harus dipelajari oleh seorang anggota baru dari suatu masyarakat ialah mempelajari sikap, nilai, dan norma yang berlaku di masyarakat. pribadinya. Jadi, proses sosialisasi adalah proses belajar yang dilakukan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dirinya dapat berperan dalam lingkungannya tersebut. Sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati norma-norma kelompok tempat ia hidup sehingga menjadi bagian dari kelompoknya. Peranan keluarga bukan saja berupa peranan-peranan yang bersifat intern antara orang tua dan anak, serta antara yang anak satu dengan anak yang lain. Keluarga juga merupakan medium untuk menghubungkan kehidupan anak dengan kehidupan di masyarakat, dengan kelompok-kelompok sepermainan, lembaga-lembaga sosial seperti lembaga agama, sekolah dan masyarakat yang lebih luas. Keluarga berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau peran-peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh para anggotanya. Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak. Sebuah pepatah mengatakan bahwa perjalanan dimulai dari langkah pertama dan tradisi yang ditumbuhkan dalam keluarga merupakan langkah awal yang sangat penting. Pepatah ini memberi gambaran bahwa keluarga merupakan media pertama dalam menanamkan nilainilai. Jadi, Keluarga adalah orang pertama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia. Oleh karena itu, keluarga dikatakan tempat pertama dan utama dalam sosialisasi. A. Nilai-nilai yang Disosialisasikan Adanya interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain menyebabkan seorang anak menyadari dirinya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, dalam keluarga anak akan menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama, yaitu saling tolong menolong dan mempelajari adat istiadat yang berlaku dalam lingkungan dan masyarakat. Hal tersebut akan diperkenalkan oleh orang tua yang akhirnya dimiliki oleh anak. Perkembangan seorang anak di dalam keluarga sangat ditentukan oleh kondisi situasi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki orangtuanya. Dalam keluarga, melalui interaksi dengan orang tuanya maka anak dapat mempelajari berbagai hal, utamanya nilai-nilai sosialisasi yaitu:

1. Nilai-nilai Keagamaan Nilai-nilai keagamaan seluruhnya ditujukan untuk membimbing anak menjadi anak yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sosialisasi nilai keagamaan adalah upaya orang tua agar anak-anaknya dapat menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat. Contohnya, bagaimana cara shalat, mengaji. 2. Budi Pekerti Luhur Biasanya orang tua ingin agar anaknya berkembang menjadi seseorang yang memiliki budi pekerti luhur, yang dapat diajarkan atau dicontohkan orang tua pada anaknya. Biasanya orang tua memakai patokan-patokan agama atau patokan budaya sebagai pedoman. Lebih konkritnya, sejak kecil anak diajarkan untuk tidak berbohong, tidak mengambil sesuatu barang miliknya, patuh pada orang tua, berani membela kebenaran, tidak malu mengakui kesalahan sendiri, dan sifat-sifat lainnya. 3. Gotong Royong Sikap gotong royong anggota masyarakat dewasa ini boleh dikatakan hampir pudar. Bila orang tua tidak memberi suri tauladan kepada anak mengenai sikap gotong royong ini, maka ada kemungkinan nilai unggul budaya bangsa kita dalam hal tolong menolong, bekerja sama dan membina kekuatan sosial untuk tujuan mulia seperti kesetiakawanan sosial, akan segera menipis. 4. Sikap Merendah, Tidak Sombong, Tidak Pamer Orang yang banyak bicara tetapi tidak berisi, sering dikatakan seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Orang seperti ini tidak begitu disukai dalam pergaulan. Seandainya kita mempunyai banyak kelebihan, tidak sepantasnya kelebihan tersebut dipamerkan. 5. Sikap Sabar dan Ulet Sikap-sikap ini sejak dulu dimiliki nenek moyang kita. Maka dari itu para orang tua hendaknya senantiasa menanamkan kesabaran pada anak dalam menganggapi berbagai masalah dalam kehidupan. 6. Tata Krama Tata krama tetaplah merupakan sikap dan perilaku yang perlu ditanamkan pada anak sejak dini. Anak-anak tetap harus belajar menghargai dan menghormati orang tua, para guru dan pihak-pihak lain yang dianggap perlu. Dalam peradaban yang sedang berubah, budaya luhur bangsa tetap harus dipertahankan, salah satu diantaranya adalah sopan santun dalam hubungan sesama manusia. Karena itu anak dilatih untuk mengontrol ucapan, sikap dan perbuatannya. Misalnya memberi salam, mencium tangan orangtua. Di dalam perkembangan usia anak, keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka disitu mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan.

Karena keluarga berfungsi untuk menjaga dan menumbuh-kembangkan anggotanya, maka diperlukan orangtua yang bijaksana, sebab sikap orangtua akan mempengaruhi cara mereka memperlakukan anak dan mempengaruhi perilaku anak. B. Peranan Keluarga Dalam Proses Sosialisasi Anak Keluarga merupakan media awal dari suatu proses sosialisasi. Begitu seorang bayi dilahirkan, ia sudah berhubungan dengan kedua orang tuanya, kakak-kakaknya, dan mungkin dengan saudara dekat lainnya. Sebagai anggota keluarga yang baru dilahirkan, ia sangat tergantung pada perlindungan dan bantuan anggota-anggota keluarganya. Proses sosialisasi awal ini dimulai dengan proses belajar menyesuaikan diri dan mengikuti setiap apa yang diajarkan oleh orang-orang dekat sekitar lingkungan keluarganya, seperti belajar makan, berbicara, berjalan, hingga belajar bertindak dan berperilaku. Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi individu atau seseorang. Kondisi-kondisi yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga dalam proses sosialisasi anak, ialah: a. Keluarga merupakan kelompok kecil yang anggota-anggotanya berinteraksi face to face secara tetap. Dalam kelompok yang demikian perkembangan anak dapat diikuti dengan seksama oleh orang tuanya dan penyesuaian secara pribadi dalam hubungan sosial lebih mudah terjadi. b. Orang tua mempunyai motivasi yang kuat untuk mendidik anak karena merupakan buah cinta kasih hubungan suami isteri. Anak merupakan perluasan biologis dan sosial orang tuanya. Motivasi kuat ini melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa hubungan emosional lebih berarti dan efektif daripada hubungan intelektual dalam proses sosialisasi. c. Oleh karena hubungan sosial di dalam keluarga itu bersifat relatif tetap, maka orang tua memainkan peranan sangat penting terhadap proses sosialisasi anak. Dalam keluarga, orang tua mencurahkan perhatian untuk mendidik anaknya agar anak tersebut memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar melalui penanaman disiplin sehingga membentuk kepribadian yang baik bagi si anak. Oleh karena itu, orang tua sangat berperan untuk: 1. Selalu dekat dengan anak-anaknya, 2. Memberi pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan, 3. Mendorong agar anak dapat membedakan antara benar dan salah, baik dan buruk, pantas dan tidak pantas dan sebagainya, 4. Ibu dan ayah dapat membawakan peran sebagai orang tua yang baik serta menghindarkan perbuatan dan perlakuan buruk serta keliru di hadapan anak-anaknya, dan 5. Menasihati anak-anaknya jika melakukan kesalahan serta menunjukkan dan mengarahkan mereka ke jalan yang benar. Apabila terjadi suatu kondisi yang berlainan dengan hal di atas, maka anak-anak akan mengalami kekecewaan. kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain: 1. Orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan kepentingan-

kepentingannya, sehingga anak merasa diabaikan, hubungan anak dengan orang tua menjadi jauh, padahal anak sangat memerlukan kasih sayang mereka, dan 2. Orang tua terlalu memaksakan kehendak dan gagasannya kepada anak sehingga sang anak menjadi tertekan jiwanya. Sosialisasi dari orangtua sangatlah penting bagi anak, karena anak masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah kematangan. J. Clausen mendiskripsikan tentang upaya yang dilakukan orangtua dalam rangka sosialisasi dan perkembangan sosial yang dicapai anak, yaitu sebagai berikut: Tabel 1. Sosialisasi dan Perkembangan Anak Pencapaian Perkembangan Kegiatan Orangtua Perilaku Anak 1. Memberikan makanan dan memelihara 1. Mengembangkan sikap percaya terhadap orang lain (development of kesehatan fisik anak trust). 2. Melatih dan menyalurkan kebutuhan Membantu mengendalikan fisiologis: toilet training (melatih 2. dorongan biologis dan belajar untuk membuang air besar/kecil), menyapih dan menyalurkannya pada tempat yang memberikan makanan padat. diterima masyarakat. 3. Mengajar dan melatih keterampilan berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri dan 3. Belajar mengenal objek-objek, belajar berbahasa, berjalan, keamanan diri. mengatasi hambatan, berpakaian, 4.Mengenalkan lingkungan kepada anak: dan makan. keluarga, sanak keluarga, tetangga dan 4. Mengembangkan pemahaman masyarakat sekitar. tentang tingkah laku sosial, belajar 5. Mengajarkan tentang budaya, nilai-nilai menyesuaikan perilaku dengan (agama) dan mendorong anak untuk tuntutan lingkungan. menerimanya sebagai bagian dirinya. 5.Mengembangkan pemahaman 6. Mengembangkan keterampilan tentang bauk-buruk, merumuskan interpersonal, motif, perasaan, dan perilaku tujuan dan kriteria pilihan dan dalam berhubungan dengan orang lain. berperilaku yang baik. 7. Membimbing, mengoreksi, dan membantu 6.Belajar memahami perspektif anak untuk merumuskan tujuan dan (pandangan) orang lain dan merencanakan aktivitasnya. merespons harapan/ pendapat

mereka secara selektif. 7.Memiliki pemahaman untuk mengatur diri dan memahami kriteria untuk menilai penampilan/ perilaku sendiri.

Cara-cara dan sikap-sikap dalam keluarga juga memegang peranan penting dalam perkembangan sosial anak. Jika orangtua selalu bersikap otoriter, maka anak akan berkembang menjadi manusia pasif, tak berinisiatif, dan kurang percaya diri. Sedangkan jika orangtua dalam keluarga bertindak demokratis, maka anak berkembang menjadi tidak takut, penuh dengan inisiatif, memiliki rasa tanggung jawab, dan percaya diri. C. Pola Sosialisasi di Lingkungan Keluarga Dalam lingkungan keluarga kita mengenal dua macam pola sosialisasi, yaitu pertama, cara represif (repressive socialization) yang mengutamakan adanya ketaatan anak pada orang tua, Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Kedua, cara partisipasi (participatory socialization) yang mengutamakan adanya partisipasi dari anak. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other. 1. Sosialisasi represif (repressive socialization) antara lain: a. Menghukum perilaku yang keliru, b. Hukuman dan imbalan material c. Kepatuhan anak. 2. Sosialisasi partisipasi (participatory socialization) antara lain: a. Otonomi anak b. Komunikasi sebagai interaksi c. Komunikasi verbal. Keseluruhan sistem belajar mengajar berbagai bentuk sosialisasi dalam keluarga bisa disebut sistem pendidikan keluarga. Sistem pendidikan keluarga dilaksanakan melalui

pola asuh yaitu suatu pola untuk menjaga,merawat, dan membesarkan anak. Pola ini tentu saja tidak dimaksudkan pola mengasuh anak yang dilakukan oleh perawat atau baby sitter, seperti yang sering dilakukan oleh kalangan keluarga elit/kaya di kota-kota besar. Pola mengasuh anak di dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, norma, dan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat tempat keluarga itu tinggal. Jadi, kepribadian dan pola perilaku yang terdapat pada berbagai masyarakat suku bangsa sangat beragam coraknya. D. Tujuan Sosialisasi Dalam Keluarga Secara mendasar terdapat tiga tujuan sosialisasi di dalam keluarga, yakni sebagai berikut: a. Penguasaan diri Masyarakat menuntut penguasaan diri pada anggota-anggotanya. Proses mengajar anak untuk menguasai diri ini dimulai pada waktu orang tua melatih anak untuk memelihara kebersihan dirinya. Ini merupakan tuntutan sosial pertama yang dialami oleh anak untuk latihan penguasaan diri. Tuntutan penguasaan diri ini berkembang, dari yang bersifat fisik kepada penguasaan diri secara emosional. Anak harus belajar menahan kemarahannya terhadap orang tua atau saudarasaudaranya. Tuntutan sosial yang menuntut agar anak menguasai diri merupakan pelajaran yang berat bagi anak. b. Nilai-nilai Bersama-sama dengan proses berlatih penguasaan diri ini kepada anak diajarkan nilai-nilai. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dasar dalam diri seseorang terbentuk pada usia enam tahun. Di dalam perkembangan usia tersebut keluarga memegang peranan terpenting dalam menanamkan nilai-nilai. Sebagai contoh melatih anak menguasai diri agar permainannya dapat dpinjamkan kepada temannya, maka di situ dapat muncul suatu makna tentang arti dari kerja sama. Mengajarkan anak menguasai diri agar tidak bermain-main dahulu sebelum menyelesaikan pekerjaan rumahnya, maka disitu mengandung ajaran tentang nilai sukses dalam pekerjaan. c. Peran-peran sosial Mempelajari peran-peran sosial ini terjadi melalui interaksi sosial dalam keluarga. Setelah dalam diri anak berkembang kesadaran diri sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain, dia mulai mempelajari peranan-peranan sosial yang sesuai dengan gambaran tentang dirinya. Dia mempelajari peranannya sebagai anak, sebagai saudara (kakak/adik), sebagai laki-laki/perempuan, dan sebagainya. Proses mempelajari peranperan sosial ini kemudian dilanjutkan di lingkungan kelompok sebaya, sekolah, perkumpulan-perkumpulan dan lain sebagainya. E. Ciri yang Melekat Pada Keluarga Keluarga merupakan lingkup kehidupan yang paling berpengaruh terhadap perjalanan seorang individu, maka peran keluarga dalam hubungan sosialisasi anak juga dipengaruhi oleh ciri yang melekat di dalam keluarga tersebut. Anak yang tumbuh kembang menjadi seorang pribadi yang utuh merupakan cerminan dari hubungan antara kedua aspek tersebut. Ciri yang melekat pada keluarga itu dapat di bagi menjadi dua

yakni sebagai berikut.: a. Aspek Internal (Corak Hubungan antara Orang Tua dan Anak) Para ahli sepakat bahwa cara meresepnya nilai-nilai sosial ke dalam diri individu dalam awal perkembangan kepribadiannya diperoleh melalui hubungan-hubungannya dengan manusia-manusia dewasa, khususnya orang tua. Nilai-nilai dan pola tingkah laku diinternalisasikan ke dalam diri anak hanya bisa tercakup dalam konteks hubungan yang intensif, melibatkan partisipasi lahir maupun batin, face to face dan kontinu. Dalam hal ini tentunya corak hubungan yang mampu memproduk pribadi seorang individu satusatunya diperankan oleh lembaga keluarga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, pola hubungan orang tua-anak dapat dibedakan menjadi tiga yaitu,: 1) Pola menerima-menolak, pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak, 2) Pola memiliki-melepaskan, pola ini didasarkan atas seberapa besar sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali, dan 3) Pola demokrasi-otokrasi, pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai diktator terhadap anak, sedangkan pola demokrasi, sampai batasbatas tertentu dapat melibatkan partisipasi anak untuk menentukan keputusankeputusan keluarga. Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratis, memiliki karakter perkembangan yang luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana keluarga otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat sakral. Tentu saja akibat polapola hubungan antar anggota keluarga tersebut dapat membentuk suatu wujud kepribadian-kepribadian tertentu kepada sang anak. Dalam pola otoriter misalnya, anak akan berkembang menjadi individu yang penakut atau tunduk kepada peraturan secara membabi buta, bahkan jika hal itu mengisahkan suatu tragedi maka sang anak akan menjadi manusia patologis yang selalu menentang kekuasaan. b. Aspek Sosial Aspek ini menyangkut status sosial yang dimiliki oleh keluarga tersebut di dalam struktur dan status kehidupan masyarakatnya. Secara internal hubungan orang tua yang menyandang status pekerjaan dan kedudukan sosial tertentu di dalam masyarakatnya dapat juga mempengaruhi karakter kepribadian dalam mendidik anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Chicago sekitar tahun 1940-an menyimpulkan bahwa keluarga kelas sosial menengah kurang menerapkan hukuman badan, lebih mendorong tercapainya prestasi, dan memberikan tanggung jawab secara leluasa dan bebas kepada sang anak. Latar belakang perilaku dan pola-pola tindakan yang diterapkan oleh orang tua dalam menerapkan metode interaksi pendidikan terhadap sang anak ternyata juga merupakan hasil pengaruh dari kelas sosial yang dimiliki oleh keluarga. Salah satu alasan penting yang menimbulkan perbedaan itu adalah alasan ekonomi. 1) Keluarga kelas sosial bawah umumnya memiliki banyak anak, penghasilan kecil,

hidup di dalam rumah yang penuh sesak. Dalam kondisi demikian anak dituntut untuk patuh, tidak boleh ribut, tidak boleh terlalu berinisiatif agar tidak menimbulkan banyak resiko bagi keluarga. Sebaliknya keluarga kecil, keadaan ekonominya lebih baik; keluarga demikian memberi kesempatan kepada anak untuk memiliki inisiatif, apresiasi dan kreativitas yang cukup tinggi. 2) Orang tua dari kelas bawah memiliki kedudukan pekerjaan yang rendah. Sebagai bawahan mereka terbiasa bersikap patuh dan tunduk pada atasannya. Sikap ini secara tidak sadar terpancar dalam proses mendidik anak-anaknya di rumah. F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi dalam Keluarga Pribadi atau makhluk sosial merupakan kesatuan integral dari sifat-sifat individu yang berkembang melalui proses sosialisasi dan yang mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat. Ada lima faktor yang menjadi dasar perkembangan sosial yaitu: 1. Sifat Dasar Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya. 2. Lingkungan Prenatal Lingkungan prenatal merupakan lingkungan dalam kandungan ibu sel telur yang telah dibuahi pada saat konsepsi itu berkembang sebagai embrio dan fetus dalam lingkungan prenatal. 3. Perbedaan individual Perbedaan individual meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik, ciri-ciri mental dan emosional, ciri-ciri personal dan sosial. 4.Lingkungan Lingkungan merupakan kondisi-kondisi disekitar individu yang mempengaruhi proses sosialisasi nya, lingkungan ini mencakup lingkungan alam, kebudayaan dan manusia lain.

5. Motivasi Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Motivasi ini dibedakan menjadi dua yaitu dorongan dan kebutuhan. Bahwa sosialisasi dalam keluarga tidak selalu berjalan dengan lancar karena adanya sejumlah kesulitan, antara lain: 1. Kesulitan Komunikasi Bila anak tidak mengerti apa yang diharapkan dari padanya atau tidak tahu apa yang diinginkannya dalam keluarga, hal ini akan terjadi bila anak tidak memahami lambanglambang seperti bahasa isyarat dan sebagainya. 2. Adanya perbedaan perilaku Orang tua mengharapkan setiap anaknya agar jujur, tidak merokok akan tetapi kode siswa mengharuskan Nya turut dalam sosial, contek-mencontek, merokok dan sebagainya. Jika tidak ia akan dikucilkan dari kelompok. D. Metode-metode yang Digunakan Metode-metode yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mempengaruhi proses sosialisasi anak dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu: 1. Metode Ganjaran dan Hukuman Tingkah laku anak yang salah, tidak baik, tercela, kurang pantas. Tidak diterima oleh keluarga mendapatkan hukuman badan, sedangkan sebaliknya mendapatkan ganjaran seperti bersifat material dan non material. 2.Metode Didactic Teaching Dengan metode ini kepada anak diajarkan berbagai macam-macam pengetahuan dan keterampilan melalui pemberian informasi, ceramah dan penjelasan. 3.Metode Pemberian Tugas Dengan metode ini akan terjadi proses imitasi tingkah laku dan sifat-sifat orang dewasa oleh anak. Proses imitasi dapat terjadi secara sadar, dapat pula tidak disadari. Tertanam nya nilainilai, sikap keyakinan dan cita-cita dalam diri anak terutama melalui proses imitasi secara tidak sadar.

You might also like