You are on page 1of 13

PERLAWANAN RAKYAT ABAD 19

1. Latarbelakang terjadinya rakyat perlawanan terhadap penjajah di abad -19 Proses hubungan antara kekuasaan Negara dan kekuasaan Belanda dalam abad 19 menujukan dua gejala yang bertolak belakang, di situ pihak tampak makin meluasnya kekuasaan Belanda, sedang di lain pihak terlihat makin merosotnya kekuasaan Negara-negara tradisional. Pengaruh hubungan dengan kekuasaan Barat tersebut menyangkut pelbagai segi kehidupan, seperti politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Dalam bidang politik, pengaruh Belanda makin kuat karena intervensi yang intensif dalam persoalan-persoalan intern Negara-negara, misalnya dalam soal pergantian takhta, pengangkatan pejabat-pejabat birokrasi, maupun partisipasinya dalam menentukan kebijakan politik Negara. Dalam bidang sosial-ekonomi kontak dengan Barat berakibat makin lemahnya kedudukan kepala-kepala daerah dalam Negara-negara tradisional. Kekuasaan mereka berangsur-angsur berkurang dan lebih jauh ditempatkan di bawah pengawasan pejabat-pejabat asing, sedang tenaga kerja mereka dilibatkan dalam sistem eksploitasi ekonomi kolonial. Sudah pasti ini keadaan seperti ini sedikit banyak menimbulkan keguncangan dalam kehidupan para penguasa dalam Negaranegara tersebut. Dalam bidang budaya, terutama dalam abad 19, pengaruh kehidupan Barat dalam lingkungan kehidupan tradisonal makin meluas. Sementara dikalangan penguasa timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak nilainilai kehidupan tradisioanal. Tantangan yang kuat terutama dating dari pemimpinpemimpin agama yang memandang kehidupan Barat bertentangan dengan normanorma dalam ajaran agama islam. Orientasi keagamaan seperti ini terdapat juga dikalangan para bangsawan dan pejabat-pejabat birokrasi kerajaan yang patuh

terhadap peraturan agama. Di dalam suasana kritis, pandangan keagamaan ini dijadikan dasar ajakan untuk melakukan perlawanan. Disamping faktor-faktor baru sebagai akibat pengaruh Barat di pelbagai segi kehidupan tersebut, gejala kronis yang sering muncul dalam kalangan para penguasa turut menambah kompleksnya keadaan. Yang dimaksud di sini ialah gejala pertentangan intern antarbangsawan. Pertentangan antarbangsawan umumnya bermotif perebutan kekuasaan. ( Marwati, 2008:154) Gejala pertentangan intern dengan cara ini mempermudah intervensiintervensi itu berjalan sejajar dengan tujuan ekspansi wilayah yang direncanakan oleh Belanda dalam rangka kolonialismenya. Makin meluasnya kekuasaan Belanda abad 19 mengakibatkan makin merosotnya kekuasaan tradisional. Perlawanan terhadap kekuasaan Belanda pada abad 19 jumlahnya sangat banyak. Perlawanan itu merupakan bentuk reaksi terhadap kekuasaan kolonial Belanda. Di daerah-daerah kerajaan yang terdapat pertentangan antarbangsawan. ( Hayati, 1985:32) Ikatan berdasarkan fungsi dan kedudukan antar golongan bangsawan dengan golongan lainnya yang lebih rendah, memudahkan golongan bangsawan memperoleh pengikut. Selain dipegang oleh golongan bangsawan, kepemimpinan perlawanan juga dipegang oleh para alim ulama. Para alim ulama ini bertindak sebagai penasihat, pemberi landasan keyakinan untuk mempertebal semangat perang.

Salah satu dari periode sejarah yang di alami bangsa Indonesia adalah zaman penjajahan menginginkan rempah-rempah, namun sebelum kolonialisasi oleh bangsa Eropa itu sendiri terlebih dahulu sudah ada bangsa Eropa lain yang membuat Nusantara (Indonesia) itu menjadi terkenal dengan kekayaan alamnya. Bangsa itu adalah bangsa Portugis, bangsa Eropa yang melakukan penjelajahan samudera dimana salah satu dari tujuan penjelajahan itu adalah untuk menemukan sumber rempah-rempah yang menjadi komoditi perdagangan yang sangat mahal pada masa itu.

Menyikapi kedatangan serta dominasi bangsa-bangsa Barat di Indonesia, bangsa Indonesia melakukan reaksi dan perlawanan dalam bentuk yang berbedabeda. Reaksi dilakukan dengan cara menunjukan rasa tidak suka, menolak, atau tidak mau berhubungan dengan mereka, baik dalam bidang perdagangan, kebudayaan, ataupun bidang-bidang lainnya. Perlawanan yang dilakukan umumnya melalui peperangan daan gerakan sosial. Peperangan dilakukan secara terorganisir, terutama oleh angkatan bersenjata milik kerajaan di suatu daerah atau pasukan yang dimiliki oleh kelompok bersenjata. Adapun melalui gerakan sosial, perlawanan dilakukan dengan cara protes, perusakan milik penjajah atau penguasa yang bekerja sama dengan penjajah, serta gerakan sosial berupa pemberontakan. Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kedatangan dan dominasi bangsa Barat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :

1. Gerakan bangsa Barat yang cenderung menguasai dan menjajah sumber daya alam serta sumber daya manusia yang ada di Indonesia. 2. Hasrat untuk hidup tenang sesuai dengan adat istiadat setempat dari rakyat Indonesia, seperti halnya sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat. 3. Hasrat untuk menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta tidak ingin dicampuri oleh bangsa asing. 4. Kolonialisme Indonesia. dan imperialisme sangat membelenggu masyarakat

Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat menunjukan bahwa rakyat Indonesia tidak menghendaki penjajahan. Hal tersebut telah merugikan pemerintah kolonial di Indonesia. Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau gerakan sosial, dan perlawanan besar.

2. Daerah-daerah yang melakukan perlawanan, dan tokoh-tokoh yang ikut dalam perlawanan terhadap kolonialisme abad 19

Perlawanan terhadap kekuasaan kolonialisme pada abad 19 sangatlah banyak. Perlawanan-perlawanan yang dijelaskan di sini tidak mengabaikan perlawananperlawanan lain yang pernah berkobar di daerah tertentu. Daerah-daerah yang pernah melakukan perlawanan terhadap kolonilasme di abad 19 ialah sebagai berikut: 1. Maluku Tengah 2. Sulawesi Utara 3. Sumatera Barat 4. Sulawesi Selatan 5. Jawa Tengah dan Jawa Timur 6. Bali 7. Kalimantan Barat 8. Kalimantan Selatan 9. Aceh 10. Sumatera Utara 11. Nusa Tenggara Barat Dan masih banyak lagi daerah-daerah yang melakukan perlawanan untuk membela dan mempertahankan hak dan kebebasan rakyat.

3. Bentuk perlawanan yang dilakukan rakyat di abad-19 Bentuk-bentuk perlawanan rakyat Indonesia di beberapa daerah yaitu, sebagai berikut: 1. Perlawanan Pattimura (1817)

Maluku termasuk daerah yang paling awal didatangi oleh Belanda yang kemudian berhasil memaksakan monopoli perdagangan. Rempah-rempah Maluku hanya boleh dijual kepada Belanda. Kalau tidak dijual kepada Belanda, maka mereka dicap sebagai penyelundup dan pembangkang. Maka latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura Dimulai dengan penyerangan terhadap benteng Duurstede di Saparua, dan berhasil merebut benteng tersebut dari tangan Belanda. Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat tempat lainnya. Untuk menghadapi serangan tersebut, Belanda harus mengerahkan seluruh kekuatannya yang berada di Maluku. Akhirnya Pattimura berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada 16 Desember 1817, dia dan kawan kawannya dihukum mati di tiang gantungan. Perlawanan lainnya dilakukan oleh pahlawan wanita, Martha Christina Tiahahu.

2. Perang Paderi (1821-1837) Dilatar belakangi konflik antara kaum agama dan tokoh tokoh adat Sumatera Barat. Kaum agama (Pembaru/Paderi) berusaha untuk mengajarkan Islam kepada warga sambil menghapus adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, yang bertujuan untuk memurnikan Islam di wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek aspek budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam. Tujuan ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena kaum adat yang tidak ingin kehilangan kedudukannya, serta adat istiadatnya menentang ajaran kaum Paderi, perbedaan pandangan ini menyebabkan perang saudara serta mengundang kekuatan Inggris dan Belanda. Kaum adat yang terdesak saat perang kemudian

meminta bantuan kepada Inggris yang sejak 1795 telah menguasai Padang, dan beberapa daerah di pesisir barat setelah direbut dari Belanda. Golongan agama pada saat itu telah menguasai daerah pedalaman Sumatra barat dan menjalankan pemerintahan berdasarkan agama. Pada tahun 1819 Belanda menerima Pdang dan daerah sekitarnya dari Inggris. Golongan adat meminta bantuan kepada Belanda dalam menghadapi golongan Paderi.pada Februari 1821, kedua belah pihak menandatangani perjanjian. Sesuai perjanjian tersebut Belanda mulai mengerahkan pasukannya untuk menyerang kaum Paderi. Pertempuran pertama terjadi pada April 1821 di daerah Sulit air, dekat danau Singkarak, Solok. Belanda berhasil menguasai Pagarruyung, bekas kedudukan kerajaan Minangkabau, namun gagal merebut pertahanan Paderi di Lintau, Sawah Lunto dan Kapau, Bukittinggi. Untuk mensiasati hal ini, belanda mengajak berunding Tuanku Imam Bonjol (pemimpin Paderi) pada 1824, namun perjanjian dilanggar oleh Belanda. Saat pertempuran Diponegoro, Belanda menarik pasukannya di Sumatra Barat untuk menunda penyerangan pada kaum Paderi, dan memusatkan perhatian di Sumatra Barat untuk menangkap Tuanku Imam Bonjol. Dengan serangan yang gencar, kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada September 1832, dan pada 11 Januari 1833, dapat direbut kembali oleh kaum Paderi. Pertempuran berkobar di mana mana, dan golongan adat berbalik melawan. Sehingga Belanda memerintahkan Sentot Alibasha Prawirodirjo (bekas panglima perang diponegoro) untuk memerangi Paderi, tetapi tidak mau dan bekerja sama dengan kaum Paderi. Pada 25 Oktober 1833, Belanda melakukan Maklumat Plakat Panjang, yang berisi ajakan kepada penduduk Sumatra Barat untuk berdamai dan menghentikan perang. Namun pada Juni 1834, Belanda kembali menyerang kaum Paderi. Pada 16 Agustus 1837, Tuanku Imam Bonjol jatuh ke tangan Belanda, dan berhasil meloloskan diri. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol berunding di Palupuh. Namun, Belanda berkhianat dengan menangkap dan membuangnya ke Cianjur, Ambon, dan terakhir kota dekat Manado. Dia wafat diusia 92 tahun dan dimakamkan di Tomohon Sulawesi Utara.

3. Perang Diponegoro (1825-1830) Penyebab perang ini adalah rasa tidak puas masyarakat terhadap kebijakan kebijakan yang dijalankan pemerintah Belanda di kesultanan Yogyakarta. Belanda seenaknya mencampuri urusan intern kesultanan. Akibatnya, di Keraton Mataram terbentuk 2 kelompok, pro dan anti Belanda. Pada pemerintahan Sultan HB V, Pangeran Diponegoro diangkat menjadi anggota Dewan Perwalian. Namun dia jarang diajak bicara karena sikapnya yang kritis terhadap kehidupan keraton yang dianggapnya terpengaruh budaya barat dan intervensi Belanda. Oleh karena itu, dia pergi dari keraton dan menetap di Tegalrejo. Di mata Belanda, Diponegoro adalah orang yang berbahaya. Suatu ketika, Belanda akan membuat jalan Yogyakarta Magelang. Jalan tersebut menembus makam leluhur Diponegoro di Tegalrejo. Dia marah dan mengganti patok penanda jalan dengan tombak. Belanda menjawab dengan mengirim pasukan ke Tegalrejo pada 25 Juni 1825.Diponegoro dan pasukannya membangun pertahanan di Selarong. Dia mendapat berbagai dukungan dari daerah daerah. Tokoh tokoh yang bergabung antara lain : Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasha Prawirodirjo, dan Kyai Maja. Oleh karena itu Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Utara yang dipimpin Jendral Marcus de Kock. Sampai 1826, Diponegoro memperoleh kemenangan. Untuk melawannya, Belanda melakukan taktik benteng Stelsel. Sejak 1826, kekuatannya berkurang karena banyak pengikutnya yang ditangkap dan gugur dalam pertempuran. Pada November 1828, Kyai Maja ditangkap Belanda. Sementara Sentot Alibasha menyerah pada Oktober 1829. Jendral De Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk mencari kontak dengan Diponegoro. Pada tanggal 28 Maret 1830, dilangsungkan perundingan antara Jendral De Kock dengan Diponegoro di kantor karesiden Kedu, Magelang. Namun Belanda berhianat, dia dibuang ke Manado dan Makasar. Dengan demikian berakhirlah perang Diponegoro.

4. Perang Aceh

Aceh dihormati oleh Inggris dan Belanda melalui Traktat London pada 1824, karena Terusan Suez diuka, yang menyebabkan kedudukan Aceh menjadi Strategis di Selat Malaka dan menjadi incaran bangsa barat. Untuk mengantisipasi hal itu, Belanda dan Inggris menandatangani Traktat Sumatra pada 1871.

Melihat gelagat ini, Aceh mencari bantuan ke luar negeri. Belanda yang merasa takut disaingi menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatannya di Nusantara. Namun Aceh menolaknya, sehingga Belanda mengirim pasukannya ke Kutaraja yang dipimpin oleh Mayor Jendral J.H.R Kohler. Penyerangan tersebut gagal dan Jendral J.H.R Kohler tewas di depan Masjid Raya Aceh. Serangan ke-2 dilakukan pada Desember 1873 dan berhasil merebut Istana kerajaan Aceh di bawah pimpinan Letnan Jendral Van Swieten Walaupun telah dikuasai secara militer, Aceh secara keseluruhan belum dapat ditaklukkan. Oleh karena itu, Belanda mengirim Snouck Hurgronye untuk menyelidiki masyarakat Aceh. Pada 1891, Aceh kehilangan Teuku Cik Ditiro, lalu pada 1893, Teuku Umar menyerah kepada Belanda, namun pada Maret 1896, ia kabur dan bergabung dengan para pejuang dengan membawa sejumlah uang dan senjata. Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar tewas di Meulaboh. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh istrinya Cut Nyak Dhien. Pada November 1902, Belanda menangkap 2 istri Sultan Daudsyah dan anak-anaknya. Belanda memberi 2 pilihan, menyerah atau keluarganya dibuang. Lalu pada 1 Januari 1903, Sultan Daudsyah menyerah. Demikian pula Panglima Polim pada September 1903. Pada 1905, Cut Nyak Dhien tertangkap di hutan, Cut Nyak Meutia gugur pada 1910, baru pada 1912 perang Aceh benar-benar berakhir.

5. perang Bali

Pulau Bali dikuasai oleh kerajaan Klungkung yang mengadakan perjanjian dengan Belanda pada 1841 yang menyatakan bahwa kerajaan Klungkung di bawah pemerintahan Raja Dewa Agung Putera adalah suatu Negara yang bebas dari

kekuasaan Belanda. Pada 1844 perahu dagang Belanda terdampar di Prancak wilayah kerajaan Buleleng dan terkena hukum Tawan Karang yang memihak penguasa kerajaan Buleleng, namun gagal. Serangan ke-2 pada 1849, dibawah pimpinan Jendral Mayor A.V Michies dan Van Swieeten berhasil merebut benteng kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pertempuran ini diberi nama Puputan Jagaraga. Setelah Buleleng ditaklukkan banyak terjadi perang puputan antara kerajaan-kerajaan Bali dengan Belanda untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan. Diantaranya Puputan Badung (1906), Puputan Kusamba (1908), dan Puputan Klungkung (1908).

Kesimpulan

Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kedatangan dan dominasi bangsa Barat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :

1. Gerakan bangsa Barat yang cenderung menguasai dan menjajah sumber daya alam serta sumber daya manusia yang ada di Indonesia. 2. Hasrat untuk hidup tenang sesuai dengan adat istiadat setempat dari rakyat Indonesia, seperti halnya sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat. 3. Hasrat untuk menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta tidak ingin dicampuri oleh bangsa asing. 4. Kolonialisme dan imperialisme sangat membelenggu masyarakat Indonesia.

Bentuk-bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat menunjukan bahwa rakyat Indonesia tidak menghendaki penjajahan. Hal tersebut telah merugikan pemerintah kolonial di Indonesia. Kebijakan pemerintah kolonial di bidang politik pada abad ke-19 semakin intensif dan pengaruhnya semakin kuat. Hal ini menyebabkan runtuhnya kekuasaan penduduk pribumi, dan hilangnya kebebasan penduduk. Oleh karena itu timbullah berbagai bentuk perlawanan dari rakyat Indonesia. Ada perlawanan berskala kecil, atau gerakan sosial, dan perlawanan besar. Latarbelakang terjadinya perlawanan Pattimura rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura adalah Belanda yang ingin menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku, dan ingin memonopoli perdagangan. Perang Paderi dilatar belakangi konflik antara kaum agama dan tokoh tokoh adat Sumatera Barat. Kaum agama (Pembaru/Paderi) berusaha untuk mengajarkan Islam kepada warga sambil menghapus adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, yang bertujuan untuk memurnikan Islam di wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek aspek budaya yang bertentangan dengan aqidah Islam.

Penyebab perang Diponegoro adalah rasa tidak puas masyarakat terhadap kebijakan kebijakan yang dijalankan pemerintah Belanda di kesultanan Yogyakarta. Belanda seenaknya mencampuri urusan intern kesultanan. Perlawanan di daerah aceh juga merupakan reaksi terhadap perluasaan kekuasaan Belanda. Perlawanan rakyat Bali timbul setelah Belanda berulangkali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak tawan karang. Hak tawan karang yakni hak bagi kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas perahu yang terdampar di pantai wilayah kekuasaan kerajaan tersebut.

AIK VI KEHIDUPAN PRIBADI

DISUSUN OLEH KELOMPOK I Dinni Mentari Melisa Juaini Andi Wijaya Muhammad Taslim 352010113 352010119 352010156 352010148

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2013

DAFTAR PUSTAKA

Marwati Djoened. Sejarah Nasional Indonesia IV Edis Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka. 2008 Hajati, Chusnul. Modul Sejarah Indonesia. Jakarta: Kanuika Jakarta UT http://id.wikipedia.org/wiki/sejarahindonesiabaru http://www.hendria.com/2010/08/bentuk-perlawanan-rakyat-abad-19

diakses pada tanggal: 15 maret 2013 pukuk : 16.25 wib

You might also like